• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Pada penelitian ini bahan hukum yang telah dikumpulkan akan diolah secara sistematis dengan melakukan klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis. Bahan hukum yang telah diolah secara sistematis tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif evaluatif, artinya memaparkan, menafsirkan, menjelaskan, menilai dan menganalisa asas, norma atau kaidah-kaidah, untuk menemukan konsep-konsep hukum yang dapat dipergunakan dalam mengkaji masalah yang diteliti.

BAB II

KEABSAHAN PELEPASAN HAK DAN GANTI RUGI TANAH GARAPAN BERDASARKAN PERTIMBANGAN HAKIM

DALAM PUTUSAN MAKAMAH AGUNG No. 537.K/Pdt/2011

A. Pengertian Pelepasan Hak dan Ganti Rugi

Sebagai wujud nyata dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria. Dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria ini disebutkan bahwa: “Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.

Hak menguasai dari Negara maka Negara selaku badan penguasa akan dapat senantiasa mengendalikan atau mengarahkan pengelolaan fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan secara yuridis yang beraspek publik.25

Pengertian pelepasan hak adalah pelepasan hubungan hukum antara sebidang tanah hak dengan pemiliknya, yang dilaksanakan melalui musyawarah yang selanjutnya disertai pemberian imbalan yang layak. proses pelepasan hak di buktikan dengan akta pelepasan hak atau surat pernyataan pelepasan hak.26

25Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria), (Yogyakarta: Citra Media, 2007), hal 5

26 Patria Sitorus, Pembebasan Hak, triasitorus.blogspot.co.id/2011/03/pembebasan-hak-pelepasan-hak.html, diakses tanggal 20 Oktober 2015

Pelepasan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah.27Pelepasan hak atas tanah adalah suatu penyerahan kembali hak itu kepada Negara dengan sukarela.28

Sedangkan menurut Boedi Harsono, yang dimaksud pelepasan hak atas tanah adalah setiap perbuatan yang dimaksud langsung maupun tidak langsung melepaskan hubungan hukum yang ada antara pemegang hak atau penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi yang berhak atau penguasa tanah itu.29

Dengan adanya masalah pelepasan atau penyerahan hak atas tanah untuk kepentingan umum diharapkan pemilik atau pemegang hak tidak mengalami kemunduran baik dalam tingkat ekonomi maupun sosial. Pengadaan tanah bagi pembangunan Untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan cara musyawarah yang dilakukan antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemilik hak atas tanah.

Ganti rugi merupakan sebagai upaya untuk mewujudkan penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah dikorbankan untuk Kepentingan Umum harus bersifat adil, terutama bagi pemilik tanah yang sah.

Sebagaimana asas fungsi sosial hak atas tanah disamping mengandung makna bahwa hak atas tanah harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya, sehingga

27 Djumialdi, Hukum Pembangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek Dan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal 48

28John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 33.

29Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2006), hal 898.

bermanfaat bagi si pemegang hak dan tujuan haknya juga berarti bahwa harus terdapat antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Kepentingan perseorangan yang dikorbankan demi kepentingan umum harus diakui dan dihormati.

Hal ini semakin dirasakan dalam rangka pelaksanaan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Bahwa dalam masalah ganti rugi walaupun untuk menemukan keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum tidak mudah, namun bagaimanapun harus tetap dilakukan.

Istilah ganti rugi atau penggantian kerugian biasanya dipakai dalam bidang keperdataan, baik itu mengenai ingkar janji (wanprestasi), pelanggaran hukum maupun bidang penggantian pertanggungan kerugian. Setiawan, mengatakan bahwa

“ganti rugi dapat berupa penggantian dari pada prestasi, tetapi dapat berdiri sendiri disamping prestasi”.30

Sedangkan Subekti, mengatakan “seorang debitur telah diperingatkan dengan tegas dan ditagih janjinya, apabila tetap tidak melaksanakan prestasinya maka dinyatakan lalai atau alpa dan kepadanya diberikan sanksi-sanksi yaitu ganti rugi, pembatalan perjanjian dan peralihan resiko. Demikian juga beliau menyatakan bahwa Undang-undang pertanggungan merupakan suatu perjanjian, dimana penanggung menerima premi dengan kesanggupan mengganti kerugian keuntungan yang ditangung atau yang mungkin diderita sebagai akibat tertentu.31

Dilihat dari pendapat sebagaimana tersebut bahwa tuntutan ganti rugi hanya dapat dinyatakan dengan uang. Dan selanjutnya timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan pengertian ganti rugi tersebut. Istilah ganti rugi biasanya terjadi akibat adanya ingkar janji dan perbuatan melanggar hukum. Dalam pemenuhan

30R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Bina Cipta,2007), hal 18.

31R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 2014), hal 163.

prestasi kewajiban terletak pada debitur, sehingga apabila debitur tidak melaksanakan kewajiban tersebut bukan karena keadaan memaksa, maka si debitur dinyatakan lalai.

Sehubungan dengan dibedakan ingkar janji seperti di atas timbul persoalan apakah debitur yang tidak memenuhi prestasi tepat pada waktunya harus dianggap terlambat atau tidak memenuhi prestasi sama sekali. Dalam hal debitur tidak lagi mampu memenuhi prestasinya, maka debitur tidak memenuhi prestasinya sama sekali. Sedangkan jika prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka digolongkan kedalam terlambat memenuhi prestasi. Jika debitur memenuhi prestasi secara tidak baik, ia dianggap terlambat memenuhi prestasi jika prestasinya masih dapat diperbaiki dan jika tidak, maka dianggap tidak memenuhi prestasi sama sekali.

dianggap terlambat memenuhi prestasi jika prestasinya masih dapat diperbaiki dan jika tidak, maka dianggap tidak memenuhi prestasi sama

sekali.

Tuntutan ganti rugi karena wanprestasi ketentuan yang dipergunakan adalah Pasal 1365 KUH perdata, pada dasarnya untuk tuntutan karena wanprestasi harus dapat dibuktikan dahulu bahwa kreditur telah menderita kerugian dan beberapa jumlah kerugian itu. Sedangkan pada Pasal 1246 KUH Perdata disebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menentukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi yaitu kerugian yang nyata diderita dan keuntungan yang harus diperoleh.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas apabila ganti rugi ditafsirkan secara luas yaitu suatu perjanjian atau perikatan yang diadakan antara debitur dan kreditur yang mengikat secara hukum dimana salah satu pihak (debitur) melakukan kelalaian

atau alpa karena sesuatu hal tertentu yang karena keadaan memaksa yang menyebabkan pihak lain (kreditur) mengalami kerugian dan dengan kejadian itu pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pemenuhan prestasinya.

Dengan dasar perhitungan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yaitu:

1) Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas:

a. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau Nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tahun berjalan berdasarkan Penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh Panitia.

b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pembangunan.

c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggungjawab dibidang pertanian.

2) Dalam rangka penetapan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur bagi Propinsi.

Sedangkan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang luasnya kurang dari satu hektar menurut Pasal 59 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007, yaitu:

(1) Bentuk dan/atau besarnya ganti rugi pengadaan tanah secara langsung ditetapkan berdasarkan musyawarah antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemilik.

(2) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berpedoman pada NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan di sekitar lokasi.

Harga dasar dan harga umum setempat atas tanah yang terkena pembebasan hak atas tanah. Dikatakan harga dasar atau NJOP maka harus menjadi dasar untuk menentukan harga tanah/uang ganti rugi untuk tanah. Sedangkan harga umum setempat diartikan suatu harga tanah yang terdapat secara umum dalam rangka transaksi tanah di suatu tempat.32

Dapat dikatakan harga umum yaitu setempat atau harga pasaran adalah hasil rata-rata harga penjualan pada suatu waktu tertentu, sedangkan tempat berarti suatu wilayah/lokasi didalam suatu kabupaten/kota dapat saja bervariasi menurut keadaan tanah, harga dasar yang tumbuh dari dan berakar pada harga umum setempat, ditinjau harga umum tahun berjalan. Hak milik atas tanah yang diperlukan itu dilepaskan oleh pemiliknya setelah ia menerima uang ganti kerugian dari pihak yang mengadakan pembebasan, ganti rugi tersebut sudah barang tentu sama dengan harga tanah sebenarnya.

Dari uraian di atas yang menjadi subtansi ganti rugi harus didasarkan diantaranya:

32John Salindeho, Loc.Cit

1. Didasarkan pada produk hukum putusan yang bersifat mengatur. didasarkan pada produk hukum putusan yang bersifat mengatur.

2. Ganti rugi baru dapat dibayarkan setelah diperoleh hasil keputusan final musyawarah.

3. Mencakup bidang tanah, bangunan serta tanaman yang dihitung berdasarkan tolak ukur yang telah disepakati.

4. Wujud ganti rugi: uang dan/atau tanah pengganti dan/atau pemukiman kembali, gabungan atau bentuk lain yang disepakati para pihak.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pelepasan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Pelepasan tanah ini hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan kesepakatan dari pihak pemegang hak baik mengenai teknik pelaksanaannya maupun mengenai besar dan bentuk ganti rugi yang akan diberikan terhadap tanahnya.

B. Tujuan dan Manfaat Pelepasan Hak dan Ganti Rugi

Pelepasan hak atas tanah dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak baik mengenai teknis pelaksanaannya maupun bentuk atau besar ganti rugi kalau si pemegang hak tidak bersedia melepaskan atau menyerahkan tanahnya maka pemerintah melalui musyawarah baik dengan instansi terkait serta para pemilik tanah yang terkena proyek pembangunan pembuatan pelebaran jalan umum dengan

diberikan ganti rugi agar tanah tersebut bisa digunakan proyek tersebut. umum dengan diberikan ganti rugi agar tanah tersebut bisa digunakan

proyek tersebut.

Untuk itu, dalam acara pelepasan hak dilihat dari para pemegang hak yaitu melepaskan haknya kepada Negara untuk kepentingan umum atau kepentingan bersama diberikan ganti rugi yang layak sesuai dengan harga dasar yang ditentukan pada tempat proyek pembangunan tersebut dilaksanakan.

Namun untuk pembebasan hak atas tanah apabila dikaitkan dengan kepentingan umum para pemegang hak atas tanah dituntut kesadaran lain tidak hanya terdapat pertimbangan harga ganti rugi yang telah diberikan para pihak yang memerlukan tanah untuk proyek pembangunan untuk kepentingan umum tersebut, karena maksud dan tujuan pelepasanan hak atas tanah tersebut sekedar melihat dari pandangan kepentingan individu saja melainkan dihubungkan dengan kepentingan umum.

Dilihat dari sudut pelepasan hak atas tanah adalah melepaskan hak dari pemilik kepada para pihak yang memerlukannya dengan dasar memberikan ganti rugi hak atas tanah yang diperlukan oleh para pihak yang membutuhkan tanah untuk proyek pembangunan untuk kepentingan umum.

Tujuan melakukan pelepasan hak tersebut adalah:

1. Untuk meningkatkan tertib administrasi pelaksanaan pelepasan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan cara ganti rugi atau dengan cara tukar menukar (ruilslag/tukar guling) dalam rangka pengamanan barang milik daerah.

2. Mencegah terjadinya kerugian daerah.

3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah untuk kepentingan daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.33

Dalam Penjelasan Umum II angka (4) UUPA disebutkan bahwa semua hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus sesuai dengan keadaannya dan sifat haknya hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Hal ini bukan berarti hak perorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum. Untuk itu bagi orang atau badan hukum yang terkena proyek pembangunan untuk kepentingan umum, maka mereka berhak mendapatkan ganti kerugian yang layak. Dengan demikian antara kepentingan perorangan dan kepentingan masyarakat akan terjadi keseimbangan sehingga pada akhirnya diharapkan akan tercapai tujuan pokok yakni kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat.

Sanksi ganti kerugian, merupakan suatu sanksi yang mengharuskan seseorang yang telah bertindak merugikan orang lain untuk membayar sejumlah uang ataupun barang pada orang yang dirugikan, sehingga kerugian yang telah terjadi dianggap tidak pernah terjadi. Dewasa ini sanksi ganti kerugian tidak hanya merupakan bagian dari hukum perdat a saja.

33 Amin Jaya, Pelepasan Hak Atas Tanah dan Bangunan Milik Pemerintah Daerah,

https://forbaginfo.wordpress.com/2010/09/16/pelepasan-hak-atas-tanah-dan-bangunan-milik-pemerintah -daerah/diakses 21 Oktober 2015

Ganti rugi telah menjadi konsep hukum, sehingga pengertian ganti rugi adalah penggantian berupa uang atau barang lain kepada seseorang yang merasa dirugikan karena harta miliknya diambil dan dipakai untuk kepentingan orang banyak.

Misalnya, untuk pembangunan jalan tol, gedung sekolah, kanal banjir dan sebagainya. Kadang-kadang penggantian itu lebih mahal dan besar nilainya daripada harga sebenarnya. Oleh karena itu, pada suatu saat istilah ganti rugi hendak diubah dengan ganti untung. Rugi dan untung selalu diukur secara finansial dan bukan secara psikologis dan sosiologis.34

Ganti kerugian yang diberikan oleh pemerintah juga harus mampu memenuhi rasa keadilan dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Dengan demikian, pencabutan hak atas tanah merupakan upaya terakhir apabila semua upaya damai telah ditempuh dan tidak diperoleh kata sepakat.

Meskipun dilakukan pencabutan hak namun tetap diberikan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Namun pencabutan hak atas tanah tidaklah mudah, pemerintah harus tetap mengedepankan musyawarah agar tercapai mufakat. Di samping itu pemerintah juga harus memperhatikan aspek keadilan, dengan pemberian ganti kerugian yang diberikan, dan pemberian ganti kerugian dimaksud haruslah tetap menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Sehingga pemilik atau pemegang yang menyerahkan atau melepaskan hak atas tanahnya merasakan betul manfaat dari ganti kerugian yang diberikan oleh pemerintah.

Subekti menyatakan bahwa “yang dimaksudkan kerugian yang dapat dimintakan penggantian itu, tidak hanya berupa biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta benda piutang (schaden), tetapi juga berupa kehilangan keuntungan (interessen),

34 Baihaqi, Landasan Yuridis Terhadap Aturan Hukum Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Jurnal: International Journal Indexed, 2014), hal 137

yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya si berhutang tidak lalai (winstderving).”35

C. Akibat Hukum Pelepasan Hak dan Ganti Rugi

Menurut ketentuan Pasal 16 UUPA dikenal beberapa macam hak atas tanah.

Hak-hak yang dimaksud adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.

Pengertian hak atas tanah-tanah yang belum bersertipikat lebih mengacu kepada hak seseorang yang telah memperoleh manfaat dari tanah yang dikuasai oleh negara. Dalam hal ini tanah tersebut masih dalam kekuasaan negara dan seseorang dapat menggarapnya untuk diusahakan dengan izin mengelola.

Tanah tersebut dapat beralih kepemilikannya setelah terlebih dahulu dimohonkan haknya untuk didaftarkan ke Kantor Pertanahan setempat sehingga tanah tersebut beralih menjadi tanah hak milik. Seseorang yang telah menjadi pemegang hak atas tanah tidak dapat memberikan hak miliknya kepada orang lain dengan begitu saja karena hak tersebut merupakan kewenangannya namun yang dapat dilakukannya adalah mengalihkan atau melepaskan hak atas tanah yang dimilikinya.

Dengan melepaskan haknya itu, tanah yang terlibat menjadi tanah negara, yaitu dikuasai langsung oleh negara. Langsung dikuasai artinya tidak ada pihak lain selain negara yang berhak atas tanah tesebut.36

35R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2008), hal 148.

Dalam kehidupan sehari-hari, sering orang membuat surat tanah untuk dipergunakan dengan maksud mendapatkan kepastian hukum mengenai suatu perbuatan atau peristiwa yang dilakukan. Surat atau tulisan tersebut akan dipergunakan sebagai alat bukti yang disebut dengan akta.

Akta sengaja dibuat untuk dapat dijadikan alat bukti tentang suatu peristiwa hukum dan ditandatangani. Hal ini sesuai dengan Pasal 1867 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut : ”pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan-tulisan-tulisan dibawah tangan”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1867 KUH Perdata tersebut di atas maka akta dibuat sebagai tanda bukti yang berfungsi untuk memastikan suatu peristiwa hukum dengan tujuan menghindari sengketa. Sehubungan dengan hal tersebut maka pembuatan akta harus sedemikian rupa sehingga apa yang diinginkan untuk dibuktikan itu dapat diketahui dengan mudah dari akta yang dibuat.

Menurut Achmad Rubaie, pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan melalui musyawarah berdasarkan kesepakatan di antara kedua belah pihak, yaitu pihak pemilik tanah dan pihak yang membutuhkan tanah.37

Dengan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, maka terputus sudah hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya.

Terputusnya hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan hak atas tanah

36 AP. Parlindungan, Konversi Hak-hak Atas Tanah Menurut Sistem UUPA, (Bandung:

Mandar Maju, 1997), hal. 135.

37Achmad Rubaie, Loc.Cit

yang dikuasainya tersebut terjadi dengan pemberian ganti kerugian yang bentuk dan besarnya ditetapkan dalam musyawarah.

Acara pelepasan hak ini ditempuh jika pihak yang bermaksud memperoleh dan menguasai tanah yang berstatus Hak Milik atau eks Hak Milik Adat, namun tidak memenuhi syarat sebagai subyek pemegang hak atas tanah tersebut melalui pemindahan/peralihan hak secara langsung.38

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah No.

40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah ditetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya hak atas tanah dan tanahnya kembali menjadi tanah Negara, yaitu:

1. Hak atas tanah dicabut untuk kepentingan umum

2. Hak atas tanah diserahkan atau dilepaskan secara sukarela.

3. Hak atas tanah diterlantarkan.

4. Pemegang hak atas tanah tidak memenuhi syarat sebagai subyek hak atas tanah.

5. Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang oleh pemegang haknya.

6. Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai tidak diperbaharui haknya oleh pemegang haknya.39

Ketentuan dalam hukum positif yang menunjukkan bahwa pelepasan hak atas tanah merupakan hapusnya hak atas tanah dan tanahnya kembali menjadi tanah Negara, yaitu:

1. Pasal 27 huruf a angka 2 UUPA. Hak Milik hapus bila tanahnya jatuh kepada Negara karena penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya.

2. Pasal 34 huruf c UUPA. Hak Guna Usaha hapus karena dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

3. Pasal 40 huruf c UUPA.

4. Hak Guna Bangunan hapus karena dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

5. Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

38 Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta:

Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hal 179

39 Urip Santoso, Pelepasan Hak Atas Tanah untuk Kepentingan Perusahaan Swasta, Jurnal Perspektif, Volume XV, No. 3, 2010, hal 164.

6. Hak Guna Usaha hapus karena dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

7. Pasal 35 ayat (1) dan Pasal 36 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996.

Hak Guna Bangunan atas tanah Negara hapus karena dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

8. Pasal 55 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996.

Hak Pakai atas tanah Negara hapus karena dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.40

Ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam akta pelepasan hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris, yaitu: Pertama, Judul akta pelepasan hak atas tanah. Kedua, Nomor akta pelepasan hak atas tanah. Ketiga, Saat dilakukan pelepasan hak atas tanah (hari, tanggal, bulan, dan tahun). Keempat, Nama Notaris yang membuat akta pelepasan hak atas tanah. Kelima, Pihak yang melepaskan hak atas tanah, yaitu nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, alamat, nomor Kartu Tanda Penduduk. Keenam, Pihak yang menerima pelepasan hak atas tanah, yaitu nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, alamat, nomor Kartu Tanda Penduduk. Nama ini bertindak sebagai direktur dari perusahaan swasta. Ketujuh, Hak atas tanah yang dilepaskan oleh pemegang haknya, yaitu status hak atas tanah, tanda bukti hak atas tanah (bersertipikat atau belum bersertipikat), luas tanah (M2), letak tanah (Jalan, Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi), dan batas-batas tanah yang dilepaskan (utara, selatan, timur, dan barat). Kedelapan,Besarnya ganti kerugian yang diserahkan oleh perusahaan swasta kepada pemegang hak atas tanah. Kesembilan,

Ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam akta pelepasan hak atas tanah yang dibuat oleh Notaris, yaitu: Pertama, Judul akta pelepasan hak atas tanah. Kedua, Nomor akta pelepasan hak atas tanah. Ketiga, Saat dilakukan pelepasan hak atas tanah (hari, tanggal, bulan, dan tahun). Keempat, Nama Notaris yang membuat akta pelepasan hak atas tanah. Kelima, Pihak yang melepaskan hak atas tanah, yaitu nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, alamat, nomor Kartu Tanda Penduduk. Keenam, Pihak yang menerima pelepasan hak atas tanah, yaitu nama, tempat tanggal lahir, pekerjaan, alamat, nomor Kartu Tanda Penduduk. Nama ini bertindak sebagai direktur dari perusahaan swasta. Ketujuh, Hak atas tanah yang dilepaskan oleh pemegang haknya, yaitu status hak atas tanah, tanda bukti hak atas tanah (bersertipikat atau belum bersertipikat), luas tanah (M2), letak tanah (Jalan, Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi), dan batas-batas tanah yang dilepaskan (utara, selatan, timur, dan barat). Kedelapan,Besarnya ganti kerugian yang diserahkan oleh perusahaan swasta kepada pemegang hak atas tanah. Kesembilan,

Dokumen terkait