• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realita atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman)50.

Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis. Kemudian dianalisis

50 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 53

dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah kajian yuridis tugas dan tanggung jawab notaris dalam membuat dan menyimpan minuta akta.

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus51, guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

51 Fajar Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 109

BAB II

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA

A. Sejarah Notaris

Notaris berasal dari kata Notarius, ialah nama yang ada pada zaman Romawi, diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Fungsi Notarius ini masih sangat berbeda dengan fungsi notaris pada saat ini. Pendapat lain mengatakan nama notarius aslinya berasal dari nota literia yang artinya menyatakan suatu perkataan.

Abad ke-V dan abad ke-VI, nama notarii diberikan secara khusus kepada para penulis pribadi dari para kaisar, sehingga arti pada umumnya dari notarii hilang dan pada akhir abad ke V, perkataan notarii diartikan sebagai “hofbeambten” yang melakukan berbagai ragam pekerjaan kanselarij Kaisar dan semata-mata pekerjaan administratif. “Hofbeambten” ada beberapa tingkatan, pekerjaan utama adalah menulis segala sesuatu yang dibicarakan dalam consistorium Kaisar pada acara rapat-rapat kenegaraan. Para notarii yang mempunyai jabatan kedudukan tinggi tersebut tidak mempunyai persamaan dengan notaris yang kita kenal pada masa sekarang, yang sama hanya namanya, akan tetapi institute dari “tribunii notarii kekaisaran” ini mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya keberadaan notaris sekarang ini52.

52 A. A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hal. 9

Pejabat-pejabat yang dinamakan notarii ini merupakan pejabat-pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah dan tidak melayani publik (umum); yang melayani publik dinamakan “Tabelliones”. Mereka ini menjalankan pekerjaan sebagai “penulis” untuk publik yang membutuhkan keahliannya. Sesungguhnya fungsi mereka sudah agak mirip dengan notaris pada zaman sekarang, tetapi tidak mempunyai sifat “ambtelijk”, sifat jabatan negeri, sehingga surat-surat yang dibuatnya tidak mempunyai sifat authentik. Mereka membuat akta-akta, rekes-rekes dan lain sebagainya, tetapi semuanya ini merupakan surat-surat biasa yang sifat autentiknya tidak ada53.

Notariat seperti yang dikenal di zaman “Republik der Verenigde Nederlanden” mulai masuk di Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya “Oost Ind. Compagnie” di Indonesia54.

Pada tanggal 27 Agustus 1620, yaitu beberapa bulan setelah dijadikannya Jacatra sebagai ibukota (tanggal 4 Maret 1621 di namakan “Batavia”), Melchior Kerchem, Sekretaris dari “Collage van Schepenen” di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia. Sangat menarik perhatian pada saat acara pengangkatan notaris pada waktu itu, karena berbeda dengan pengangkatan para notaris sekarang ini, didalam akta pengangkatan Melchior Kerchem sebagai notaris sekaligus secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan

53R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 13-14

54G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1999), hal. 15

wewenangnya, yakni untuk menjalankan tugas jabatannya di Kota Jacatra untuk kepentingan publik. Kepadanya ditugaskan untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai dengan sumpah setia yang diucapkannya pada waktu pengangkatannya dihadapan Baljuw di Kasteel Batavia (yang sekarang dikenal sebagai gedung Departemen Keuangan-Lapangan Banteng), dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya, sesuai dengan bunyi instruksi itu55.

Tugas Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Indonesia dalam surat pengangkatannya56, yaitu melayani dan melakukan semua surat libel (smaadschrift), surat wasiat di bawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta perjanjian perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari kotapraja. Pada tahun 1625 jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan Sekretaris College van Schepenen, yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para notaris pada tanggal 16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan57.

Tanggal 7 Maret 1822 (Stb. No. 11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie. Pasal 1 instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas wewenang dari seorang notaris, dan juga menegaskan notaris bertugas

55 Ibid, hal. 15

56 Komar Andasasmita, Notaris I, (Bandung: Sumur Bandung, 1981), hal. 37 dalam Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hal. 1

57 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia; Suatu Penjelasan, (Bandung: Rajawali Pers, 1982), hal. 23

untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan, dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar58.

B. Akta Notaris

Akta yang dibuat oleh notaris harus memperhatikan syarat-syarat bentuknya yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Jabatan notaris mendapatkan kualifikasi otentik. Pasal 1907 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa sebuah akta otentik antara pihak-pihak, para ahli waris mereka atau orang-orang yang mendapatkan hak membuktikan secukupnya apa yang ada didalamnya dicantumkan.

Jika suatu akta notarial dapat diajukan pada meja persidangan dalam hal suatu perselisihan, maka ia tidak memerlukan lagi orang-orang lebih lanjut atau bahan untuk mematangkannya agar hakim dapat diyakinkan kebenarannya. Setiap orang yang berkepentingan langsung mempunyai hak terhadap sebuah grosse dari akta, salinan yang mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan hakim, sehingga prestasi akta tersebut tidak perlu adanya perantara hakim yang dapat dipaksakan pelaksanaannya59.

Tidak benar jika anggapan setiap surat yang dibuat di hadapan notaris merupakan suatu surat notarial. Sama halnya adalah tidak benar jika dianggap bahwa akta-akta di bawah tangan sama baiknya seperti akta-akta notarial. Bahwa pada

58 Ibid, hal. 24-25 dalam G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit, hal. 20

59 Muhammad Adam, Notaris dan Bantuan Hukum, (Bandung: PT. Sinar Baru: 1985), hal. 19-20

dasarnya semua akta notarial oleh notaris disimpan ditempat yang aman guna meminimalisir bahaya kehilangan karena kebakaran, perampokan, pencurian, peledakan dan bencana alam lainnya60.

Akta Notaris ada yang dibuat dalam bentuk Minuta (In Minuta) dapat dibuatkan salinannya yang sama bunyinya atau isinya sesuai dengan permintaan para penghadap, orang yang memperoleh hak atau para ahli warisnya, kecuali ditentukan lain oleh perundang-undangan oleh notaris yang bersangkutan atau pemegang protokolnya61.

Disamping itu dikenal pula akta notaris dalam bentuk In Originali atau Acte Brevet, artinya semua tanda tangan, paraf dan catatan pinggir (renvooi) tercantum dalam akta, dan dalam akta In Originali hanya dibuat sebanyak yang dibutuhkan misalnya kalau dibuat 4 (empat) rangkap, maka hanya sebanyak itu saja yang diberikan, dan notaris tidak wajib untuk menyimpan (atau mengarsipkan) akta dalam bentuk in originali ke dalam bundel akta notaris bulanan, meskipun diberi nomor bulanan dan dimasukkan ke dalam buku daftar akta notaris (repertorium) serta diberi nomor repertorium. Akta dalam in originali tidak dapat diberikan salinan atau turunan62.

Akta otentik merupakan salah satu alat bukti tulisan di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat/pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya, sebagaimana bunyi

60Ibid, hal. 20

61Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama: 2014), hal. 46

62Ibid, hal. 46

ketentuan Pasal 1867 dan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Mengamati bunyi ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dahulu diatur ketentuan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notaris-Ambt in Indonesia S. 1860-3; PJN) dan dihubungkan dengan Pasal 1867 dan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa63:

a. Akta otentik merupakan alat bukti tertulis;

b. Memuat tentang semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau atas permintaan dari para klien notaris; dan c. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat

dimana akta dibuatnya.

Dikenal adanya dua macam akta, yang pertama bentuk akta yang dibuat untuk bukti yang memuat keterangan yang diberikan oleh (para) penghadap kepada notaris dinamakan akta pihak (partij-akten) dengan (para) penghadap menandatangani akta itu. Akta yang selanjutnya, akta berita acara (relaas-akten), adalah bentuk akta yang dibuat untuk bukti oleh (para) penghadap dari perbuatan atau kenyataan yang terjadi dihadapan notaris. Akta yang disebut saat ini tidak memberikan bukti mengenai keterangan yang diberikan oleh (para) penghadap dengan menandatangani akta tersebut, tetapi untuk bukti mengenai perbuatan dan

63 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2013), hal. 267

kenyataan yang disaksikan oleh notaris didalam menjalankan tugasnya dihadapan para saksi. Akta berita acara (relaas-akte) tidak perlu ditandatangani oleh para penghadap64.

Hukum (Acara) Perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui oleh hukum, terdiri dari65:

a. Bukti tulisan;

b. Bukti dengan saksi-saksi;

c. Persangkaan-persangkaan;

d. Pengakuan; dan e. Sumpah.

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan. Tulisan-tulisan otentik berupa akta otentik, yang dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang, dibuat di hadapan pejabat-pejabat (pegawai umum) yang diberi wewenang dan di tempat dimana akta tersebut dibuat. Tulisan dibawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak di hadapan pejabat umum yang berwenang. Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Kenyataannya ada tulisan yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti, tapi dapat dipergunakan sebagai alat bukti,

64Ibid, hal. 267-268

65Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2015), hal. 7

jika hal seperti ini terjadi agar mempunyai nilai pembuktian harus dikaitkan atau didukung dengan alat bukti lainnya. Perbedaan yang penting antara kedua jenis akta tersebut, yaitu dalam nilai pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak, jika para pihak mengakuinya, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sebagaimana akta otentik, jika ada salah satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut, dan penilaian penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.

Baik alat bukti akta dibawah tangan maupun akta otentik keduanya harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan secara materiil mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda)66.

Bahwa disebut akta notaris, karena akta tersebut sebagai akta otentik yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam Undang-undang Jabatan Notaris. Akta notaris sudah pasti akta otentik. Tetapi

66 Ibid, hal. 7-8

akta otentik bisa juga akta notaris, akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Risalah Lelang Pejabat Lelang dan Akta Catatan Sipil67.

Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris menegaskan bahwa salah satu kewenangan notaris, yaitu membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang68:

a. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang;

b. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan;

c. Mengenai subyek hukum (orang atau badan) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan;

d. Berwenang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris; dan

e. Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini notaris harus menjamin kepastian waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta.

Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata merupakan sumber untuk otensitas akta notaris juga merupakan dasar legalitas eksistensi akta notaris, dengan syarat-syarat sebagai berikut69:

1. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum;

67 Ibid, hal. 8

68Ibid, hal. 8-9

69Ibid, hal. 9

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; dan 3. Pejabat umum oleh-atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai

wewenang untuk membuat akta tersebut.

Syarat-syarat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Akta yang dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang Pejabat Umum

Pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris yang mengatur sifat dan bentuk akta tidak menentukan mengenai sifat akta. Dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang Jabatan Notaris menentukan bahwa akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris, dan secara tersirat dalam Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang-undang Jabatan Notaris disebutkan bahwa notaris wajib membuat daftar akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris70.

Akta yang dibuat oleh (door) notaris dalam praktik notaris disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian notaris yang dilihat dan disaksikan notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar tindakan atau perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk akta notaris. Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) notaris, dalam praktik notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang

70Habib Adjie, Op. Cit, hal. 127-128

diceritakan di hadapan notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam bentuk akta notaris71.

Pembuatan akta notaris baik akta relaas maupun akta pihak, yang menjadi dasar utama atau inti dalam pembuatan akta notaris, yaitu harus ada keinginan atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan dan permintaan para pihak tidak ada, maka notaris tidak akan membuat akta yang dimaksud. Untuk memenuhi keinginan dan permintaan para pihak notaris dapat memberikan saran dengan tetap berpijak pada aturan hukum. Ketika saran notaris diikuti oleh para pihak dan dituangkan dalam akta notaris, meskipun demikian tetap bahwa hal tersebut tetap merupakan keinginan dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat notaris atau isi akta merupakan perbuatan para pihak bukan perbuatan atau tindakan notaris72.

Pengertian seperti tersebut diatas merupakan salah satu karakter yuridis dari akta notaris, tidak berarti notaris sebagai pelaku dari akta tersebut, notaris tetap berada di luar para pihak atau bukan pihak dalam akta tersebut. Dengan kedudukan notaris seperti itu sehingga jika suatu akta notaris dipermasalahkan, maka tetap kedudukan notaris bukan sebagai pihak atau yang turut serta melakukan atau membantu para pihak dalam kualifikasi Hukum Pidana atau sebagai tergugat atau turut tergugat dalam perkara perdata. Penempatan notaris sebagai pihak yang turut serta atau membantu para pihak dengan kualifikasi membuat atau menempatkan

71Ibid, hal. 128

72 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: Refika Aditama, 2015), hal.

10

keterangan palsu ke dalam akta otentik atau menempatkan notaris sebagai tergugat yang berkaitan dengan akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, maka hal tersebut telah menciderai akta notaris dan notaris yang tidak dipahami oleh aparat hukum lainnya mengenai kedudukan akta notaris dan notaris di Indonesia. Siapapun tidak dapat memberikan penafsiran lain atas akta notaris atau dengan kata lain terikat dengan akta notaris tersebut73.

Tataran hukum (kenotariatan) yang benar mengenai akta notaris dan notaris, jika suatu akta notaris dipermasalahkan oleh para pihak, maka:

1. Para pihak datang kembali ke notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta tersebut, dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak mengikat lagi para pihak, dan para pihak menanggung segala akibat dari pembatalan tersebut;

dan

2. Jika para pihak tidak sepakat akta yang besangkutan untuk dibatalkan, salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya, dengan gugatan untuk mendegradasikan akta notaris menjadi akta di bawah tangan. Setelah didegradasikan, maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas akta notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan. Hal ini tergantung pembuktian dan penilaian hakim74.

Jika dalam posisi yang lain, yaitu salah satu pihak merasa dirugikan dari akta yang dibuat notaris, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan

73Ibid, hal. 10-11

74Habib Adjie, Op. Cit, hal. 128-129

berupa tuntutan ganti rugi kepada notaris yang bersangkutan, dengan kewajiban penggugat, yaitu dalam gugatan harus dapat dibuktikan bahwa kerugian tersebut merupakan akibat langsung dari akta notaris. Dalam kedua posisi tersebut, penggugat harus dapat membuktikan apa saja yang dilanggar oleh notaris, dari aspek lahiriah, aspek formal dan aspek materil atas akta notaris75.

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang Ketika kepada para notaris masih diberlakukan Peraturan Jabatan Notaris (PJN), masih diragukan apakah akta yang dibuat sesuai dengan undang-undang.

Pengaturan pertama kali notaris Indonesia berdasarkan Instruktie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie dengan Stbl. Nomor 11, tanggal 7 Maret 182276, kemudian dengan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia (Stbl. 1860: 3), dan Reglement ini berasal dari Wet op het Notarisambt (1842), kemudian Reglement tersebut diterjemahkan menjadi Peraturan Jabatan Notaris77. Meskipun notaris di Indonesia diatur dalam bentuk Reglement, hal tersebut tidak dimasalahkan karena sejak lembaga notaris di Indonesia, pengaturannya tidak lebih dari bentuk Reglement, dan secara kelembagaan dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1954, yang tidak mengatur mengenai bentuk akta. Setelah lahirnya Undang-undang Jabatan Notaris keberadaan akta notaris mendapat pengukuhan karena bentuknya ditentukan oleh

75Ibid, hal. 129

76R. Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 24-25

77Tan Thong Kie, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hal. 362

undang-undang, dalam hal ini ditentukan dalam Pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris78.

3. Pejabat umum oleh-atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu

Wewenang notaris meliputi 4 (empat) hal, yaitu:

a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang harus dibuat;

Wewenang notaris dalam pembuatan akta otentik sepanjang tidak dikecualikan kepada pihak atau pejabat lain, atau notaris juga berwenang membuatnya di samping dapat dibuat oleh pihak atau pejabat lain, mengandung makna bahwa wewenang notaris dalam membuat akta otentik mempunyai wewenang yang umum, sedangkan pihak lainnya mempunyai wewenang terbatas79.

Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris telah menentukan wewenang notaris. Wewenang ini merupakan suatu batasan, bahwa notaris tidak boleh melakukan suatu tindakan di luar wewenang tersebut. Sebagai contoh apakah notaris dapat memberikan legal opinion secara tertulis atas permintaan para pihak. Jika dilihat dari wewenang yang tersebut dalam Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris, pembuatan legal opinion ini tidak termasuk wewenang notaris. Pemberian legal opinion merupakan pendapat pribadi notaris yang mempunyai kapasitas kelimuan bidang hukum dan kenotarisan, bukan dalam kedudukannya menjalankan tugas jabatan sebagai notaris, sehingga jika dari legal opinion menimbulkan permasalahan

78Ibid, hal. 129

79Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: Refika Aditama, 2015), hal.

13

hukum, harus dilihat dan diselesaikan tidak berdasarkan kepada tata cara yang dilakukan oleh Majelis Pengawas atau Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas, tapi diserahkan kepada prosedur yang biasa, yaitu jika menimbulkan kerugian dapat digugat secara perdata. Hal ini harus dibedakan dengan kewajiban notaris dapat memberikan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan akta yang akan dibuat oleh atau dihadapan notaris yang bersangkutan. Tindakan notaris di luar wewenang yang sudah ditentukan tersebut, dapat dikategorikan sebagai perbuatan di luar wewenang notaris. Jika menimbulkan permasalahan bagi para pihak yang menimbulkan kerugian secara materiil maupun immateriil dapat diajukan gugatan ke

hukum, harus dilihat dan diselesaikan tidak berdasarkan kepada tata cara yang dilakukan oleh Majelis Pengawas atau Majelis Pemeriksa yang dibentuk oleh Majelis Pengawas, tapi diserahkan kepada prosedur yang biasa, yaitu jika menimbulkan kerugian dapat digugat secara perdata. Hal ini harus dibedakan dengan kewajiban notaris dapat memberikan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan akta yang akan dibuat oleh atau dihadapan notaris yang bersangkutan. Tindakan notaris di luar wewenang yang sudah ditentukan tersebut, dapat dikategorikan sebagai perbuatan di luar wewenang notaris. Jika menimbulkan permasalahan bagi para pihak yang menimbulkan kerugian secara materiil maupun immateriil dapat diajukan gugatan ke

Dokumen terkait