• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA TESIS. Oleh. MAYA MALINDA PANJAITAN / M.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA TESIS. Oleh. MAYA MALINDA PANJAITAN / M."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA

TESIS

Oleh

MAYA MALINDA PANJAITAN 157011010 / M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAYA MALINDA PANJAITAN 157011010 / M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 10 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Anggota : 1. Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum

2. Notaris Dr. Suprayitno, S.H., M.Kn

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., CN., M.Hum

4. Dr. Edy Ikhsan, S.H., MA.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Maya Malinda Panjaitan

NIM : 157011010

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : Analisis Yuridis Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat dan Menyimpan Minuta Akta

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya perbuat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat. Apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenar-benarnya dan tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.

Medan, Agustus 2017 Hormat saya

Maya Malinda Panjaitan

(6)

ABSTRAK

Maya Malinda Panjaitan

1

Budiman Ginting

2

Syafnil Gani

3

Suprayitno

4

Notaris selaku pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta otentik, dalam menjalankan tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhi, yaitu setelah notaris tersebut membuat akta maka wajib untuk menyimpan minuta akta tersebut sebagai bagian dari protokol notaris. Penyimpanan minuta akta wajib dilakukan oleh notaris karena minuta akta tersebut merupakan arsip/dokumen negara yang harus dirawat dan disimpan ditempat yang sangat aman dari segala keadaan agar tidak sampai hilang atau rusak. Jika minuta akta tersebut hilang atau rusak maka dapat dikatakan notaris tersebut melakukan pelanggaran. Pelanggaran yang dilakukan oleh notaris tersebut atas minuta akta yang hilang dan rusak nantinya akan mendapat sanksi tegas dari Majelis Pengawas Wilayah sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.

Jenis penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa tanggung jawab notaris dalam membuat dan menyimpan minuta akta adalah yang pertama harus memperhatikan kewenangan dan kecakapan para pihak. Tanggung jawab notaris atas hilang ataupun rusaknya minuta akta adalah dengan membuat berita acara jika hilang dan rusak kepada Majelis Pengawas Wilayah atau Majelis Pengawas Daerah supaya dapat ditindaklanjuti. Akibat yang timbul jika minuta akta tersebut hilang maka minuta akta tersebut tidak dapat dijadikan bukti otentik dihadapan pengadilan. Selain itu, jika suatu saat para pihak akan meminta kembali salinan dari minuta akta tersebut Notaris tidak dapat memberikan salinan dari minuta akta yang hilang atau rusak tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah minuta akta dibuat wajib disimpan ditempat yang aman supaya tidak hilang ataupun rusak. Tanggung jawab notaris atas hilang dan rusaknya minuta akta adalah dengan membuat berita acara dan melaporkannya kepada Majelis Pengawas Wilayah supaya pihak Majelis Pengawas Wilayah/Majelis Pengawas Daerah dapat memberikan solusi terkait bagaimana upaya penyelesaian dari kerusakan atau hilangnya minuta akta. Disarankan Undang-undang Jabatan Notaris perlu mengkaji ulang dan memuat aturan yang jelas jika minuta akta hilang ataupun rusak sehingga kedepannya diharapkan notaris lebih berhati-hati lagi dalam menyimpan minuta akta.

Kata Kunci: Minuta Akta, Hilang atau Rusak.

1

Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU

2

Dosen Pembimbing I

3

Dosen Pembimbing II

4

Dosen Pembimbing III

(7)

ABSTRACT

Maya Malinda Panjaitan

1

Budiman Ginting

2

Syafnil Gani

3

Suprayitno

4

A Notary as a public official who has the authority to make authentic deed, in doing his/her job, is bound to his/her obligation he/she has to comply with; he/she has to keep the deed minutes as part of the Notarial protocol. He/She has to keep them because they constitute the State’s archives/documents which have to be cared and kept in a safe place to prevent them from damaged or getting lost. If they are lost, the Notary is considered committing an offense, and a sanction will be imposed on him by the Regional Supervisory Council according to whether the offense is a serious violation or only a minor offense.

The research used juridical normative method. Based on the research, a Notary’s liability in making and keeping deed minutes are that he has to pay serious attention in parties authority and skill. If they are damaged or lost, he has to write other minutes and give them to the Local or Regional Supervisory Council to be followed up. The consequence of minutes being lost, they cannot be used as authentic evidence before the Court. Besides that, when one day the persons appearing ask for the minute copies, the Notary will not able to give them.

The result of the research shows that after the deed minutes are made, they have to be kept is a safe place so that they will not be damaged or lost. The Notary has to write other minutes and report them to the Regional Supervisory Council so that the Local or Regional Supervisory Council can give the solution of how to settle the damaged or lost minutes. It is recommended that the Notarial Act be reviewed by enacting clear regulation concerning damaged or lost minutes, and a Notary should be very careful in keeping deed minutes.

Keywords: Deed Minutes, Damaged or Lost

1

Graduate Student of Notarial Study Program, The Faculty of LAW, USU

2

Advisor I

3

Advisor II

4

Advisor III

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat, rahmat serta kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA” dengan baik dan tepat waktu.

Penulisan tesis ini bertujuan untuk memenuhi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini.

Selesainya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun material secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

(9)

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

5. Bapak Notaris Dr. Suprayitno, S.H., M.Kn, selaku Dosen Pembimbing III yang penuh dengan kesabaran membimbing penulis dan telah banyak memberikan arahan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini;

6. Teristimewa, Suami Terkasih Herbinson Tamba, S.P dan anak-anak Tersayang Paris Cevin Moreno Tamba dan Alesha Anindita Tamba yang selalu memberikan semangat, motivasi dan dukungan baik materil maupun immateril serta doa hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik;

7. Orang Tua penulis, Bapak dan Mama, Kedua Mertua berserta saudara-saudara yang selalu mendoakan, memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini;

8. Sahabat-sahabat Ka Anne, Kristi, Winda, Yanti, Anggi, Vida, Ka Nancy, Ka Lani dan teman-teman yang lain yang telah memberikan dukungan selama penulis menyelesaikan tesis ini;

9. Seluruh keluarga besar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,

khususnya teman-teman Kelas B Angkatan 2015 dan kakak-kakak bagian Tata

Usaha Administrasi.

(10)

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Medan, Agustus 2017

MAYA MALINDA PANJAITAN

(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Maya Malinda Panjaitan, S.H., M.Kn Tempat/ Tanggal Lahir : Sei Baruhur/ 30 September 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Kewarganegaraan : Indonesia II. IDENTITAS KELUARGA

Nama Ayah : Masdirun Panjaitan

Nama Ibu : Marsida Nainggolan

Anak 1 : Rizky Sumarno Panjaitan, S.Kom Anak 2 : Eva Daniyati Panjaitan, S.S

Anak 3 : Maya Malinda Panjaitan, S.H., M.Kn Anak 4 : Benny Leo Nardi Panjaitan, S.Pd Anak 5 : Liana Pratiwi Panjaitan

Nama Suami : Herbinson Tamba, S.P Anak 1 : Paris Cevin Moreno Tamba Anak 2 : Alesha Anindita Tamba III. PENDIDIKAN

Taman Kanak-kanak : TK Tunas Harapan Sei Baruhur (1993- 1995)

Sekolah Dasar : SD N 117475 Sei Baruhur (1995-2001) Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Kota Pinang (2001-2004) Sekolah Menengah Atas : SMA YAPIM Pinang Awan (2004-2007) Strata I : Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang, Semarang (2008-2012)

Strata II : Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, Medan (2015-2017)

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 12

1. Kerangka Teori ... 12

2. Kerangka Konsepsi ... 17

G. Metode Penelitian ... 19

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 20

2. Sumber Data/Bahan Hukum ... 22

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 23

a. Teknik Pengumpulan Data ... 23

b. Alat Pengumpulan Data ... 23

(13)

4. Analisis Data ... 24

BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA ... 26

A. Sejarah Notaris ... 26

B. Akta Notaris ... 29

C. Proses Pembuatan dan Penyimpanan Minuta Akta ... 46

1. Proses Pembuatan Minuta Akta ... 46

2. Penyimpanan Minuta Akta ... 55

3. Tanggung Jawab Notaris Membuat dan Menyimpan Minuta Akta ... 62

BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS HILANG DAN RUSAKNYA MINUTA AKTA ... 74

A. Faktor-faktor yang Menyebabkan Minuta Akta Hilang dan Rusak... 74

B. Pengaturan Undang-undang Tentang Minuta Akta yang Hilang dan Rusak ... 77

C. Tanggung Jawab Notaris atas Hilang dan Rusaknya Minuta Akta ... 80

D. Peran Majelis Pengawas dalam Menjatuhkan Sanksi Kepada

Notaris yang Melakukan Pelanggaran ... 83

(14)

BAB IV AKIBAT HUKUM HILANG DAN RUSAKNYA

MINUTA AKTA SERTA UPAYA PENYELESAIANNYA ... 91

A. Akibat Hukum Hilang dan Rusaknya Minuta Akta ... 91

B. Upaya Penyelesaian yang Ditempuh oleh Notaris pada Minuta Akta yang Hilang dan Rusak ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 juncto Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Jabatan Notaris. Kedudukan notaris sebagai pejabat umum, dalam arti kewenangan yang ada pada notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan notaris

1

.

Pasal 1 Undang-undang Jabatan Notaris ini diketahui, bahwa tugas pokok notaris ialah membuat akta-akta otentik

2

. Akta otentik tersebut adalah salah satu dokumen yang disebut minuta akta, sehingga minuta akta dibuat dan dipersiapkan

1 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2014), hal. 40

2 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notaris Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), hal. 8

(16)

oleh notaris yang nantinya minuta akta tersebut menjadi dokumen/arsip negara yang harus dirawat dan disimpan baik-baik agar tidak sampai hilang atau rusak

3

.

Apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentisitas, hal mana terdapat pada akta notaris, maka menurut ketentuan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akta yang bersangkutan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut

4

:

a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum;

b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang; dan c. Pejabat Umum atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai wewenang

untuk membuat akta tersebut.

“Otentik atau Authentiek dapat diartikan bersifat umum, bersifat jabatan, memberikan pembuktian yang sempurna (dari surat-surat):

khususnya dalam kata authentieke akta. Para notaris istimewa ditunjuk untuk membuat akta otentik baik atas permintaan atau atas perintah, akan tetapi ada juga beberapa pejabat negeri yang berhak membuatnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tugas pekerjaannya”

5

. Menurut Pasal 1 angka 7 syarat suatu akta untuk mendapatkan stempel otentisitas akta tersebut harus dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris.

3 Lely Herlina, Jurnal: “Analisis Yuridis Terhadap Kelalaian Notaris Dalam Penyimpanan Minuta Akta”, (Malang: Universitas Brawijaya, 2016), hal. 4

4 G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1999), hal. 48

5 N. E. Algra, H. R. W. Gokkel, dkk, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Belanda-Indonesia, dalam Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hal. 6

(17)

Satu syarat lagi yang harus ditambahkan yaitu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, karena didalam akta otentik tersebut didalamnya telah termasuk semua unsur bukti:

a. Tulisan;

b. Saksi-saksi;

c. Persangkaan-persangkaan;

d. Pengakuan; dan e. Sumpah

6

.

Arti akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat pula ditentukan bahwa siapapun terikat dengan akta tersebut, sepanjang tidak bisa dibuktikan bukti sebaliknya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Bahwa akta otentik merupakan sebutan yang diberikan kepada pejabat tertentu yang dikualifikasikan sebagai pejabat umum, seperti akta otentik tidak saja dapat dibuat oleh notaris, misalnya juga oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

7

, Pejabat Lelang dan Pegawai Kantor Catatan Sipil

8

.

Disinilah letak arti penting dari profesi notaris, ialah bahwa ia karena Undang- undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap

6 Habib Adjie, Op. Cit, hal. 6

7 Akta PPAT dikategorikan sebagai akta otentik, meskipun sampai saat ini belum ada perintah undang-undang yang mengatur mengenai PPAT. Menurut Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan tanggal 22 Maret 1972, Nomor: 937 K/Sip/1970, bahwa akta jual beli tanah yang dilaksanakan dihadapan PPAT dianggap sebagai bukti surat yang mempunyai kekuatan bukti sempurna, M. Ali Boediarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Habib Adjie, Op. Cit, hal. 6

8 Ibid, hal. 6

(18)

benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk suatu keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha

9

. Kewenangan notaris disamping diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris, juga ada kewenangan yang ditegaskan dalam peraturan perundang- undangan yang lain (diluar Undang-undang Jabatan Notaris), dalam arti peraturan perundang-undangan yang bersangkutan menegaskan agar perbuatan hukum tertentu wajib dibuat dengan akta notaris

10

.

Dijabarkan pada Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Jabatan Notaris, berbunyi sebagai berikut:

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang”.

Maka jelas yang dimaksud dengan pejabat umum (openbaar ambtenaar) dalam sistem hukum di Negara Republik Indonesia satu-satunya adalah orang yang menjabat sebagai notaris. Dengan yang dinamakan notaris juga termasuk semua pegawai yang ditugaskan oleh pemerintah untuk melakukan segala pekerjaan yang berhubungan dengan pekerjaan notaris

11

.

9 R. Soegondo Notodisoerjo, Op. Cit, hal. 9

10 Habib Adjie, Op. Cit, hal. 40

11 A. A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa Dan Siapa Notaris Di Indonesia, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hal. 25

(19)

Notaris adalah pejabat umum yang independen (mandiri) berhak mengatur, menentukan kantor baik berupa letak maupun bentuk gedung dan karyawan dari jumlah maupun gaji, tidak tergantung kepada pejabat maupun lembaga lain. Bila ada istilah “publik” dalam jabatan notaris maka publik disini mempunyai arti pejabat ini melayani masyarakat dalam hal pembuatan beragam atau banyak macam dari akta otentik yang berhubungan dengan bidang hukum perdata yang kewenangan ini belum dilimpahkan kepada pejabat lain dan diminta oleh masyarakat umum yang membutuhkan atau berkepentingan agar perbuatan hukum mereka dinyatakan dalam bentuk akta otentik dan oleh undang-undang mengharuskan dalam bentuk akta otentik

12

.

Selaku pejabat umum yang mempunyai kewenangan membuat akta otentik, dalam menjalankan tugasnya melekat pula kewajiban yang harus dipatuhi, karena kewajiban tersebut merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-undang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris berkewajiban membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris

13

, dimaksudkan untuk menjaga keotentikan suatu akta dengan menyimpan minuta akta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau

12 A. A. Andi Prajitno, Op. Cit, hal. 26-27

13Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

(20)

penyalahgunaan grosse akta

14

, salinan akta

15

, atau kutipan akta

16

tersebut dapat segera diketahui dengan mudah yaitu mencocokkannya dengan aslinya

17

.

Sebagai perpanjangan tangan negara dimana notaris menunaikan tugas negara di bidang hukum perdata. Dalam kaitan ini, negara dalam rangka memberikan perlindungan hukum di bidang privat kepada warga negara telah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada notaris untuk membuat akta otentik.

Selain memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik, notaris juga memiliki kewajiban menyimpan minuta akta yang telah dibuatnya. Penyimpanan minuta akta ini wajib dilakukan oleh notaris guna meminimalisir hilangnya minuta akta. Maksudnya disini adalah notaris wajib menyimpan minuta akta yang asli dalam jangka waktu yang lama sebagai pertinggal untuknya yang kemudian nantinya disusun dalam protokol notaris. Hal ini dikarenakan protokol notaris merupakan kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris.

Pengertian minuta akta dalam hal ini adalah akta asli yang disimpan dalam protokol notaris. Dalam minuta akta ini juga tercantum asli tanda tangan, paraf para

14Grosse Akta adalah salah satu salinan Akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial, Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

15Salinan Akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh Akta dan pada bagian bawah salinan Akta tercantum frasa “diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya”, Pasal 1 angka 9 Undang- undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

16Kutipan Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari Akta dan pada bagian bawah kutipan Akta tercantum frasa “diberikan sebagai KUTIPAN”, Pasal 1 angka 10 Undang- undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

17Cut Era Fitriyeni, Tanggung Jawab Notaris Terhadap Penyimpanan Minuta Akta, Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 58 , Th. XIV (Desember, 2012) pp. 391-404, hal. 392

(21)

penghadap atau cap jempol tangan kiri dan kanan, para saksi dan notaris, renvoi, dan bukti-bukti lain yang untuk mendukung akta yang dilekatkan pada minuta akta tersebut. Akta dalam bentuk In Minuta wajib disimpan oleh notaris, diberi nomor bulanan dan dimasukkan ke dalam buku daftar akta notaris (Repertorium) serta diberi nomor repertorium

18

.

Kewajiban menyimpan minuta akta ini akan menjadi tidak berlaku dalam hal notaris mengeluarkan akta dalam bentuk akta originali. Akta originali adalah akta yang dibuat lebih dari satu rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua, akta originali itu misalnya:

a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun;

b. Akta penawaran pembayaran tunai;

c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;

d. Akta kuasa;

e. Akta keterangan kepemilikan; dan

f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

19

.

Namun ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris tidak menjelaskan bagaimana cara penyimpanan minuta akta yang seharusnya, hanya sebatas menyimpannya dalam sebuah protokol tidak sampai pada dimana seharusnya notaris menyimpan minuta akta tersebut, karena tidak ada aturan undang-undang yang

18Habib Adjie, Op. Cit, hal. 46

19Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (Bandung: Mandar Maju, 2011), hal. 91

(22)

mengatur secara jelas tentang bagaimana cara menyimpan minuta akta, hal inilah yang mengakibatkan para notaris dalam melakukan kewajibannya menyimpan minuta akta terhadap arsip negara tersebut tidak mempunyai prosedur yang baku dalam melaksanakan kewajibannya tersebut. Pada akhirnya mengakibatkan minuta akta tersebut rentan terhadap kerusakan dan hilang. Sehingga notaris tersebut harus bertanggung jawab terhadap rusak, dan hilangnya minuta akta tersebut. Sebagai contoh minuta akta akan rusak dan hilang atau bahkan musnah karena dimakan rayap, pengaruh cuaca yang dingin (lembab) ataupun karena kebakaran dan force majeure lainnya (faktor alam).

Contoh yang sangat nyata ketika terjadi bencana alam gempa dan tsunami di

Aceh pada tahun 2004. Kantor-kantor notaris ada yang hancur bahkan musnah yang

mengakibatkan minuta akta yang disimpan dan dipelihara selama ini menjadi rusak

bahkan ada juga minuta akta yang hilang dibawa air tsunami. Jadi pada dasarnya,

menyimpan minuta akta itu adalah kewajiban notaris, sehingga notaris seharusnya

menyimpan sendiri protokol notaris (yang berisi minuta akta) tersebut atau oleh

pegawai yang telah dipercayakan untuk melakukan penyimpanan minuta akta dan

tidak membiarkan protokol notaris dipegang oleh orang lain. Hal ini

dikarenakan protokol notaris merupakan kumpulan dokumen yang merupakan arsip

negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris. Inilah yang dapat

menyebabkan minuta akta tersebut hilang tanpa sepengetahuan notaris. Jika minuta

akta tersebut hilang, dapat dikatakan notaris tidak menjalankan kewajibannya

menyimpan minuta akta dengan benar. Dalam hal ini, berdasarkan Pasal 16 angka 11

(23)

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, jika melanggar ketentuan peraturan yang telah ditentukan maka dapat dikenai sanksi berupa:

a. Peringatan Tertulis;

b. Pemberhentian Sementara;

c. Pemberhentian Dengan Hormat; atau d. Pemberhentian Dengan Tidak Hormat.

Berdasarkan hal-hal diatas maka penulis ingin mengetahui sejauh mana tugas dan tanggung jawab notaris dalam membuat dan menyimpan Minuta Akta dengan melakukan penulisan tesis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA”.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:

1. Bagaimana tanggung jawab notaris dalam membuat dan menyimpan Minuta Akta?

2. Bagaimana tanggung jawab notaris atas hilang dan rusaknya Minuta Akta yang dibuatnya?

3. Bagaimana akibat hukum hilang dan rusaknya Minuta Akta serta upaya penyelesaiannya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

(24)

1. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris dalam membuat dan menyimpan minuta akta;

2. Untuk mengetahui tanggung jawab notaris atas hilang dan rusaknya minuta akta yang dibuatnya; dan

3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul akibat hilang dan rusaknya minuta akta serta upaya penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat penelitian merupakan suatu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur dalam bidang ilmu pengetahuan dibidang kenotariatan, khususnya Undang- undang Jabatan Notaris;

2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak- pihak yang akan melakukan penelitian mengenai tanggung jawab notaris dalam membuat dan menyimpan minuta akta.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada

di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian sebelumnya yang

berjudul “Analisis Yuridis Tanggung Jawab Notaris dalam Membuat dan Menyimpan

(25)

Minuta Akta”. Akan tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut mengenai Minuta Akta, antara lain penelitian yang dilakukan oleh:

1. Dian Sutari Widiyani, NIM: 097011043, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

“Pertanggungjawaban Notaris Atas Kehilangan atau Rusaknya Minuta Akta yang Disimpan Akibat Bencana Alam (Studi Kasus Tsunami di Banda Aceh)”.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a) Bagaimana pengaturan hukum mengenai keberadaan minuta akta notaris yang hilang atau rusak karena bencana alam?

b) Bagaimanakah tanggung jawab notaris atas hilang atau rusaknya minuta akta yang disimpan oleh notaris karena bencana alam?

c) Bagaimanakah tindakan yang dilakukan oleh notaris dalam menyelesaikan permasalahan atas hilang atau rusaknya minuta akta notaris karena bencana alam?

2. Susanna, NIM: 067011130, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan judul: “Analisis Yuridis Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris Ditinjau dari Undang- undang Jabatan Notaris dan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M. 03. 10 Tahun 2007”. Permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a) Bagaimanakah prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan

pemanggilan Notaris di Indonesia?

(26)

b) Apakah kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris?

c) Apakah upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris?

Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah kedua dalam proses penelitian (kualitatif) adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi- generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian. Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekadar perbuatan coba-coba (trial and error). Adanya landasan teoritis ini merupakan ciri bahwa penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data. Setiap penelitian selalu menggunakan teori.

Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum maka kerangka teori

diarahkan secara ilmu hukum dan mengarahkan diri kepada unsur hukum. Adapun

teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini menggunakan Teori Tanggung

Jawab Hukum. Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab hukum

menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan

tertentu atau memikul tanggung jawab hukum, yang berarti bahwa seseorang

(27)

bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan dengan hukum

20

.

Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence) dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, dan akibat yang membahayakan

21

. Hans Kelsen selanjutnya membagi mengenai tanggung jawab terdiri dari:

a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggungjawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian; dan

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan

22

.

20Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), hal. 81

21Ibid, hal. 83

22 Hans Kelsen sebagaimana diterjemahkan oleh Raisul Mutaqien, Teori Hukum Murni, (Bandung:

Nuansa & Nusamedia, 2006), hal. 140

(28)

Tanggung jawab secara etimologi adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya atau fungsi menerima pembebanan sebagai akibat tindakan sendiri atau pihak lain. Sedangkan pengertian tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (jika terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya)

23

.

Menurut kamus hukum ada 2 (dua) istilah pertanggungjawaban yaitu liability (the state of being liable) dan responsibility (the state or fact being responsible).

Liability merupakan istilah hukum yang luas, dimana liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggung jawab yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefenisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Liability juga merupakan kondisi tunduk kepada kewajiban secara aktual atau potensial, kondisi bertanggung jawab terhadap hal-hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau beban, kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang- undang dengan segera atau pada masa yang akan datang

24

. Sedangkan responsibility dapat dipertanggungjawabkan atau suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya

25

.

23 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal. 1139

24 Ridwan H. R, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 335

25 Ibid, hal 335-336

(29)

Menurut Roscoe Pound, jenis tanggung jawab ada 3 (tiga) yaitu:

a. Pertanggungjawaban atas kerugian dengan disengaja;

b. Atas kerugian karena kealpaan dan tidak disengaja; dan

c. Dalam perkara tertentu atas kerugian yang dilakukan tidak karena kelalaian serta tidak disengaja

26

.

Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi 4 (empat) hal, yaitu:

a. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materil akta yang dibuatnya;

b. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya;

c. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris terhadap kebenaran materiil akta yang dibuatnya;

d. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris

27

.

Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori yang menganalisis tentang tanggung jawab hukum, yang ia sebut dengan teori tradisional. Di dalam teori tradisional tanggung jawab dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Tanggung jawab yang didasarkan kesalahan; dan b. Tanggung jawab mutlak

28

.

26 Roscoe Pound, Pengantar Filsafat Hukum (An Introduction to the philosophy of Law) diterjemahkan oleh Mohammad Radjab, (Jakarta: Bhratara Niaga Media, 1996), hal. 92

27 Nico, Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, (Yogyakarta: CDSBL, 2003), hal. 250

(30)

Tanggung jawab yang didasarkan kesalahan adalah tanggung jawab yang dibebankan kepada subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana karena adanya kekeliruan atau kealpaannya (kelalaian atau kelengahan). Kelalaian adalah suatu keadaan dimana subyek hukum atau pelaku lengah, kurang hati-hati, tidak mengindahkan kewajibannya atau lupa melaksanakan kewajibannya

29

.

Tanggung jawab mutlak bahwa perbuatannya menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang, dan ada suatu hubungan eksternal antara perbuatannya dengan akibatnya. Tiadanya keadaan jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya

30

. Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, sebagaimana yang dirumuskan oleh Hans Kelsen yaitu yang berhubungan dengan konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggungjawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau ia memikul tanggung jawab hukum berarti ia bertanggungjawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan

31

. Biasanya dalam sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri.

28Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara, (Bandung: Nusa Media, 2006), hal. 95

29Salim H. S dan Erlies Septiani Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Disertasi dan Tesis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hal. 212

30Salim H. S dan Erlies Septiani Nurbani, Ibid, hal. 212

31Hans Kelsen, Teori Hukum Murni Dengan Judul Buku Asli “General Theory Of Law And State”, ahli bahasa Somardi, (Jakarta: Rumidi Pers, 2001), hal. 65

(31)

Tanggung jawab hukum terkait dengan konsep hak dan kewajiban hukum.

Konsep kewajiban biasanya dilawankan dengan konsep hak, istilah hak disini adalah hak hukum (legal right). Secara tegas dinyatakan bahwa suatu tanggung jawab tidak dapat dihindari, diingkari atau bahkan dihilangkan dengan hanya berdasarkan pada kemauan atau kehendak notaris itu sendiri. Jadi, berdasarkan teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan Hans Kelsen terlihat bagaimana pertanggungjawaban yang harus dilaksanakan notaris menjalankan tugasnya dalam membuat dan menyimpan minuta akta. Tanggung jawab notaris adalah tanggung jawab yang di dasarkan kesalahan. Kesalahan notaris yang disebabkan kelalaian atau kekeliruan notaris dalam menjalankan tugasnya, itulah yang akan dimintai pertanggungjawabannya.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menguhubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas

32

. Selanjutnya Samadi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep, yang mana sebuah berkaitan dengan defenisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan defenisi operasional

33

.

32 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 38

33 Ibid, hal. 38

(32)

Untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, maka haruslah didefenisikan beberapa konsep dasar sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun uraian dari konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Tanggung jawab, merupakan perwujudan kesadaran akan kewajiban;

b. Notaris, adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya

34

;

c. Minuta Akta, adalah asli akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan notaris, yang disimpan sebagai bagian dari protokol notaris

35

;

d. Protokol Notaris, adalah Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

36;

e. Akta Notaris, yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-undang Jabatan Notaris

37

;

f. Salinan Akta, adalah salinan kata demi kata dari seluruh Akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa “diberikan sebagai SALINAN yang sama bunyinya”

38

;

34 Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

35 Pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

36 Pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

37Pasal

1 angka 7 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

(33)

g. Kutipan Akta, adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta dan pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa “diberikan sebagai KUTIPAN”

39

; dan

h. Grosse Akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial

40

.

G. Metode Penelitian

Metodologi mempunyai beberapa pengertian, yaitu:

1. Logika dari penelitian ilmiah;

2. Studi terhadap prosedur dan teknik penelitian; dan 3. Suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian.

Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni.

Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten

41

.

Melalui proses penelitian tersebut, diadakan analisis terhadap data yang telah dikumpulkan yang kemudian diolah. Oleh karena itu, metodologi penelitian yang diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Hal ini berarti metodologi penelitian yang digunakan berbagai disiplin ilmu pengetahuan

38Pasal

1 angka 9 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

39 Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

40 Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

41 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 17

(34)

mempunyai identitas masing-masing sehingga antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya mempunyai perbedaan metodologi penelitian. Misalnya metodologi penelitian hukum yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto, menyebutkan penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa peristiwa hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.

Disamping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan- permasalahan yang timbul didalam peristiwa yang bersangkutan

42

.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder peraturan perundang-undangan, teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka

43

.

Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif dapat disebut juga penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas

44

.

42 Zainuddin Ali, Op. Cit, hal. 18

43Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit, hal. 13

44 Muslin Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: Umm Pers, 2009), hal.

127

(35)

Menurut Johnny Ibrahim, oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian.

Selain itu juga dilakukan pendekatan lain yang diperlukan guna memperjelas analisis ilmiah yang diperlukan dalam penelitian normatif

45

.

Sumber data pada penelitian ini berupa bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan (library research), peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal-jurnal hukum, yurisprudensi, kamus hukum, dan ensiklopedia yang diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang sistematis.

Data-data yang diperoleh tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Menurut Lexy J Moleong, analisis kualitatif ialah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah- milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain

46

.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang artinya penelitian ini diharapkan memperoleh gambaran secara rinci dan sitematis tentang tanggung jawab notaris

45 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Bayumedia, 2007), hal. 195

46 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 248

(36)

dalam membuat dan menyimpan minuta akta yang dibuatnya, dan sejauh mana notaris melaksanakan kewajibannya sebagai satu-satunya pejabat umum yang ditunjuk oleh negara untuk membuat akta otentik dan menyimpannya sebagai arsip negara. Analisis dimaksudkan, berdasarkan gambaran dan fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat dalam menjawab permasalahan.

2. Sumber Data/Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, diantaranya adalah:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang

47

. Dalam tulisan ini diantaranya Kitab Undang- undang Hukum Perdata dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 jo Undang- undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris;

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yaitu buku-buku, hasil penelitian, majalah-majalah, hasil seminar, surat kabar, bulletin maupun hasil karya ilmiah dari kalangan hukum dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini

48

; dan

47 Soedikno Mertokusumo, Op. Cit, hal. 19

48 Ibid, hal. 19

(37)

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

49

.

Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapat data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini dan didukung wawancara dengan informan yang mengetahui permasalahan mengenai tugas dan tanggungjawab notaris dalam membuat dan menyimpan minuta akta yang diangkat dalam penelitian ini.

b. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan:

1) Studi Dokumen, yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini; dan

49Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit, hal. 13

(38)

2) Wawancara. Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data pelengkap dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari 5 (lima) Notaris Kota Bagan Batu, Kabupaten Rokan Hulu, Riau, yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber sehingga dapat diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Notaris tersebut adalah:

a. Notaris Lindawati Leonardi, S.H., M.Kn;

b. Notaris Eddy Susanto, S.H., M.Kn;

c. Notaris Deasy Risma Siahaan, S.H., M.Kn;

d. Notaris Rita Tampubolon, S.H., Sp.N; dan e. Notaris Arifin Sirait, S.H.

4. Analisis Data

Analisis data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realita atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman)

50

.

Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis. Kemudian dianalisis

50 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 53

(39)

dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah kajian yuridis tugas dan tanggung jawab notaris dalam membuat dan menyimpan minuta akta.

Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus

51

, guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

51 Fajar Mukti dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 109

(40)

BAB II

TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MEMBUAT DAN MENYIMPAN MINUTA AKTA

A. Sejarah Notaris

Notaris berasal dari kata Notarius, ialah nama yang ada pada zaman Romawi, diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Fungsi Notarius ini masih sangat berbeda dengan fungsi notaris pada saat ini. Pendapat lain mengatakan nama notarius aslinya berasal dari nota literia yang artinya menyatakan suatu perkataan.

Abad ke-V dan abad ke-VI, nama notarii diberikan secara khusus kepada para penulis pribadi dari para kaisar, sehingga arti pada umumnya dari notarii hilang dan pada akhir abad ke V, perkataan notarii diartikan sebagai “hofbeambten” yang melakukan berbagai ragam pekerjaan kanselarij Kaisar dan semata-mata pekerjaan administratif. “Hofbeambten” ada beberapa tingkatan, pekerjaan utama adalah menulis segala sesuatu yang dibicarakan dalam consistorium Kaisar pada acara rapat- rapat kenegaraan. Para notarii yang mempunyai jabatan kedudukan tinggi tersebut tidak mempunyai persamaan dengan notaris yang kita kenal pada masa sekarang, yang sama hanya namanya, akan tetapi institute dari “tribunii notarii kekaisaran” ini mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya keberadaan notaris sekarang ini

52

.

52 A. A. Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010), hal. 9

(41)

Pejabat-pejabat yang dinamakan notarii ini merupakan pejabat-pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah dan tidak melayani publik (umum); yang melayani publik dinamakan “Tabelliones”. Mereka ini menjalankan pekerjaan sebagai “penulis” untuk publik yang membutuhkan keahliannya. Sesungguhnya fungsi mereka sudah agak mirip dengan notaris pada zaman sekarang, tetapi tidak mempunyai sifat “ambtelijk”, sifat jabatan negeri, sehingga surat-surat yang dibuatnya tidak mempunyai sifat authentik. Mereka membuat akta-akta, rekes-rekes dan lain sebagainya, tetapi semuanya ini merupakan surat-surat biasa yang sifat autentiknya tidak ada

53

.

Notariat seperti yang dikenal di zaman “Republik der Verenigde Nederlanden” mulai masuk di Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya “Oost Ind. Compagnie” di Indonesia

54

.

Pada tanggal 27 Agustus 1620, yaitu beberapa bulan setelah dijadikannya Jacatra sebagai ibukota (tanggal 4 Maret 1621 di namakan “Batavia”), Melchior Kerchem, Sekretaris dari “Collage van Schepenen” di Jacatra, diangkat sebagai notaris pertama di Indonesia. Sangat menarik perhatian pada saat acara pengangkatan notaris pada waktu itu, karena berbeda dengan pengangkatan para notaris sekarang ini, didalam akta pengangkatan Melchior Kerchem sebagai notaris sekaligus secara singkat dimuat suatu instruksi yang menguraikan bidang pekerjaan dan

53R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 13-14

54G. H. S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1999), hal. 15

(42)

wewenangnya, yakni untuk menjalankan tugas jabatannya di Kota Jacatra untuk kepentingan publik. Kepadanya ditugaskan untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai dengan sumpah setia yang diucapkannya pada waktu pengangkatannya dihadapan Baljuw di Kasteel Batavia (yang sekarang dikenal sebagai gedung Departemen Keuangan-Lapangan Banteng), dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya, sesuai dengan bunyi instruksi itu

55

.

Tugas Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Indonesia dalam surat pengangkatannya

56

, yaitu melayani dan melakukan semua surat libel (smaadschrift), surat wasiat di bawah tangan (codicil), persiapan penerangan, akta perjanjian perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament), dan akta-akta lainnya dan ketentuan-ketentuan yang perlu dari kotapraja. Pada tahun 1625 jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan Sekretaris College van Schepenen, yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para notaris pada tanggal 16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan

57

.

Tanggal 7 Maret 1822 (Stb. No. 11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie. Pasal 1 instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas wewenang dari seorang notaris, dan juga menegaskan notaris bertugas

55 Ibid, hal. 15

56 Komar Andasasmita, Notaris I, (Bandung: Sumur Bandung, 1981), hal. 37 dalam Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: Refika Aditama, 2013), hal. 1

57 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia; Suatu Penjelasan, (Bandung: Rajawali Pers, 1982), hal. 23

(43)

untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan, dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar

58

.

B. Akta Notaris

Akta yang dibuat oleh notaris harus memperhatikan syarat-syarat bentuknya yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Jabatan notaris mendapatkan kualifikasi otentik. Pasal 1907 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa sebuah akta otentik antara pihak-pihak, para ahli waris mereka atau orang-orang yang mendapatkan hak membuktikan secukupnya apa yang ada didalamnya dicantumkan.

Jika suatu akta notarial dapat diajukan pada meja persidangan dalam hal suatu perselisihan, maka ia tidak memerlukan lagi orang-orang lebih lanjut atau bahan untuk mematangkannya agar hakim dapat diyakinkan kebenarannya. Setiap orang yang berkepentingan langsung mempunyai hak terhadap sebuah grosse dari akta, salinan yang mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan hakim, sehingga prestasi akta tersebut tidak perlu adanya perantara hakim yang dapat dipaksakan pelaksanaannya

59

.

Tidak benar jika anggapan setiap surat yang dibuat di hadapan notaris merupakan suatu surat notarial. Sama halnya adalah tidak benar jika dianggap bahwa akta-akta di bawah tangan sama baiknya seperti akta-akta notarial. Bahwa pada

58 Ibid, hal. 24-25 dalam G. H. S. Lumban Tobing, Op. Cit, hal. 20

59 Muhammad Adam, Notaris dan Bantuan Hukum, (Bandung: PT. Sinar Baru: 1985), hal. 19-20

(44)

dasarnya semua akta notarial oleh notaris disimpan ditempat yang aman guna meminimalisir bahaya kehilangan karena kebakaran, perampokan, pencurian, peledakan dan bencana alam lainnya

60

.

Akta Notaris ada yang dibuat dalam bentuk Minuta (In Minuta) dapat dibuatkan salinannya yang sama bunyinya atau isinya sesuai dengan permintaan para penghadap, orang yang memperoleh hak atau para ahli warisnya, kecuali ditentukan lain oleh perundang-undangan oleh notaris yang bersangkutan atau pemegang protokolnya

61

.

Disamping itu dikenal pula akta notaris dalam bentuk In Originali atau Acte Brevet, artinya semua tanda tangan, paraf dan catatan pinggir (renvooi) tercantum dalam akta, dan dalam akta In Originali hanya dibuat sebanyak yang dibutuhkan misalnya kalau dibuat 4 (empat) rangkap, maka hanya sebanyak itu saja yang diberikan, dan notaris tidak wajib untuk menyimpan (atau mengarsipkan) akta dalam bentuk in originali ke dalam bundel akta notaris bulanan, meskipun diberi nomor bulanan dan dimasukkan ke dalam buku daftar akta notaris (repertorium) serta diberi nomor repertorium. Akta dalam in originali tidak dapat diberikan salinan atau turunan

62

.

Akta otentik merupakan salah satu alat bukti tulisan di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat/pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya, sebagaimana bunyi

60Ibid, hal. 20

61Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, (Bandung: Refika Aditama: 2014), hal. 46

62Ibid, hal. 46

(45)

ketentuan Pasal 1867 dan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Mengamati bunyi ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juncto Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dahulu diatur ketentuan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notaris-Ambt in Indonesia S. 1860-3; PJN) dan dihubungkan dengan Pasal 1867 dan Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa

63

:

a. Akta otentik merupakan alat bukti tertulis;

b. Memuat tentang semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau atas permintaan dari para klien notaris; dan c. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu ditempat

dimana akta dibuatnya.

Dikenal adanya dua macam akta, yang pertama bentuk akta yang dibuat untuk bukti yang memuat keterangan yang diberikan oleh (para) penghadap kepada notaris dinamakan akta pihak (partij-akten) dengan (para) penghadap menandatangani akta itu. Akta yang selanjutnya, akta berita acara (relaas-akten), adalah bentuk akta yang dibuat untuk bukti oleh (para) penghadap dari perbuatan atau kenyataan yang terjadi dihadapan notaris. Akta yang disebut saat ini tidak memberikan bukti mengenai keterangan yang diberikan oleh (para) penghadap dengan menandatangani akta tersebut, tetapi untuk bukti mengenai perbuatan dan

63 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2013), hal. 267

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris dapat

Permasalahan yang timbul adalah berkaitan dengan bagaimana tanggung jawab notaris terhadap keabsahan tanda tangan dalam akta yang dibuatnya lalu dapatkah notaris

Mengenai sejauh mana tanggung jawab notaris apabila notulen yang memberikan akta hasil rapat RUPS tidak sesuai dengan aslinya karena no- taris tidak mengetahui kebenaran isi atas

Jika ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris dan Pasal 44 Undang-Undang Jabatan Notaris dilanggar oleh Notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana tersebut

Selanjutnya pengaturan tentang pembacaan akta Notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (7) UUJN, merupakan Pasal pengecualian terhadap pembacaan akta Notaris dengan syarat

Notaris bertanggung jawab terhadap akta yang dibuat dihadapannya yang mengandung cacat hukum, atau tidak memenuhi syarat formal.Disini notaris mempunyai tanggung

Apabila tindakan Notaris “Z’ tersebut yang memberikan fotokopi Minuta Akta bukan Salinan Akta kepada para pihak, menimbulkan kerugian kepada para pihak dalam akta tersebut,

45 Undang-undang Jabatan Notaris telah diatur secara rinci tentang jabatan publik yang dipegang oleh Notaris, menghasilkan akta otentik “dibuat oleh” atau “dibuat di hadapan” Notaris