• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

G. Analisis Data

1. Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat/menjelaskan karakteristik serta distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang diteliti.

2. Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dan dependen dengan melakukan uji Chi Square yang merupakan analisis hubungan variabel kategorik dengan batas kemaknaan α 0,05 estimasi

Confidential Interval (CI)95%. Persamaan Chi Square: (O - E)

X2 = E Keterangan :

X2 = Chi Square

O = Efek yang diamati E = Efek yang diharapkan

Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika Pvalue

> 0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variable. Sebaliknya jika Pvalue < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variable.

HASIL

A. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel yang meliputi gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs), gambaran risiko pekerjaan, dan gambaran karakteristik individu (umur, kebiasaan merokok dan masa kerja).

1. Gambaran Keluhan Musculoskelatal Disorders (MSDs)

Setelah diperoleh data yang dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner, didapatkan hasil yang menggambarkan tentang distribusi keluhan MSDs pada tukang angkut sebagai berikut:

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Pada Tukang Angkut Beban di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2009

No. Keluhan MSDs Jumlah Persentase

1. Mengeluh 38 79.2%

2. Tidak mengeluh 10 20.8%

Total 48 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa distribusi keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada tukang angkut beban yang mengeluh

sebanyak 38 orang (79.2%), dan tukang angkut yang tidak mengeluh sebanyak 10 orang (20.8%).

berdasarkan bagian tubuh serta tingkat keparahan dan tingkat keseringan keluhan yang dirasakan 38 pekerja seperti pada tabel berikut.

Diagram 5.2

Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Bagian Anggota Tubuh, Tingkat Keparahan dan Tingkat Keseringan Pada Tukang Angkut Beban di

Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Tingkat Keparahan Tingkat Keseringan No Bagian Tubuh Jumlah

Penderita

1 2 3 4 1 2 3 4

1 Leher 6 6 6

2 Bahu kiri 14 14 9 5

3 Bahu kanan 24 6 18 13 11

4 Lengan atas kiri 3 3 3

5 Punggung 21 9 12 2 2 17

6 Lengan atas kanan 5 5 5

7 Pinggang 20 14 6 20

8 Bokong 1 1 1

9 Lengan bawah knan 2 2 2

10 P. tangan kiri 2 2 2

11 P. tangan kanan 2 2 2

12 Jari tangan kiri 2 2 2

13 Jari tangan kanan 3 3 3

14 Paha kiri 5 5 4 1 15 Paha kanan 3 3 3 16 Lutut kiri 1 1 1 17 Lutut kanan 1 1 1 18 Betis kiri 11 11 8 3 19 Betis kanan 9 9 4 5

20 Jari kaki kiri 3 3 1 2

21 Jari kaki kanan 2 2 1 1

Jumlah 140 - 103 37 - 1 27 17 95 Ket : Tingkat Keparahan 1. Ringan 2. Sedang 3. Parah 4. Sangat parah Tingkat Keseringan 1. 1-2 kali/thn 2. 1-2 kali/bulan 3. 1-2 kali/minggu 4. setiap hari

dikeluhkan oleh pekerja tukang angkut beban yaitu bagian bahu kanan sebanyak 24 orang, kemudian pekerja yang mengeluhkan pada bagian punggung sebanyak 21 orang dan yang mengeluhkan bagian pinggang sebanyak 20 orang, sedangkan sisanya mengeluhkan pada bagian anggota tubuh lainnya.

Berdasarkan tingkat keparahan keluhan dapat diketahui bahwa sebanyak 103 dari 140 keluhan berada pada tingkat sedang (rasa nyeri akan hilang setelah dilakukan istirahat), sedangkan sisanya berada pada tingkat yang parah (rasa nyeri tetap ada meskipun pemebebanan dihentikan namun masih tetap bisa bekerja).

Berdasarkan tingkat keseringan keluhan, mayoritas pekerja mengaku merasakan keluhan tersebut setiap hari, namun demikian ada juga beberapa bagian tubuh yang dikeluhkan pekerja 1-2 kali/minggu atau 1-2 kali/bulan, bahkan ada pekerja yang mengeluhkan bagian tubuhnya dengan tingkat keseringan 1-2kali/tahun.

Tingkat risiko pekerjaan pada kegiatan pengangkutan ditentukan sesuai dengan hasil risiko terbesar yang diperoleh dari pengukuran berdasarkan metode REBA. Dimana penilaian risiko tersebut dimulai dengan cara membagi 2 (dua) kelompok postur anggota tubuh yaitu grup A (terdiri dari leher punggung dan kaki) dan grup B (bahu, lengan dan pergelangan tangan). Postur grup A yang dilakukan skoring menggunakan tabel A digabungkan dengan skor berat beban yang diangkat pekerja, sedangkan postur grup B yang dilakukan skoring

menggunakan tabel B digabungkan dengan skor coupling atau genggaman tangan. Dari hasil tersebut kemudian dipersilangkan dengan menggunakan skoring pada tabel C. Selanjutnya skor tabel C digabungkan dengan skor aktivitas untuk menentukan level risiko dan ini merupakan nilai akhir dari pengukuran risiko pekerjaan.

Setelah dilakukan penilaian risiko pekerjaan (berdasarkan metode REBA), dapat diketahui distribusi risiko pekerjaan pada tukang angkut seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Risiko Pekerjaan (Berdasarkan Metode REBA) Pada Tukang Angkut Beban Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

No. Risiko Pekerjaan (REBA)

Jumlah Persentase

1. Risiko sangat tinggi

(skor 11-15) 21 43.8 %

2. Risiko tinggi (skor 8-10) 27 56.3 %

tukang angkut beban di Kecamatan Cilograng-Banten dengan tingkat risiko pekerjaan sangat tinggi sebanyak 21 orang (43.8 %), sedangkan pada tukang angkut dengan tingkat risiko pekerjaan tinggi sebanyak 27 orang (56.3%).

3. Gambaran Karakteristik Individu a. Umur

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Umur Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas Di kecamatan Cilograng - Banten Tahun 2010

No. Umur Jumlah Persentase

1. ≥35 20 41.7%

2. <35 28 58.3%

Total 48 100 %

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa distribusi tukang angkut yang berusia lebih atau sama dengan umur 35 tahun sebanyak 20 orang (41.7%) dan pekerja yang berusia kurang dari 35 tahun sebanyak 28 orang (58.3%).

b. Kebiasaan Merokok

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Merokok Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

No. Jumlah batang rokok/hari

Jumlah Persentase

1. ≥10 15 31.3%

2. <10 33 68.8%

memiliki kebiasaan merokok lebih atau sama dengan 10 batang per hari sebanyak 15 orang (31.3%) dan pekerja yang memiliki kebiasaan merokok kurang dari 10 batang per hari sebanyak 33 orang (68.8%).

c. Masa Kerja

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas Di Kecamatan Cilograng – Banten Tahun 2010

No. Masa Kerja Jumlah Persentase

1. ≥37 bulan 29 60.4%

2. <37 bulan 19 39.6%

Total 58 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja tukang angkut dengan masa kerja tinggi (lebih atau sama dengan 37 bulan) sebanyak 29 orang dengan persentase 60.4% dan pekerja dengan masa kerja rendah (kurang dari 37 bulan) sebanyak 19 orang dengan persentase 39.6%.

1. Hubungan Antara Risiko Pekerjaan Dengan Keluhan MSDs

Tabel 5.7

Distribusi Risiko Pekerjaan Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Risiko

Pekerjaan Mengeluh % Tidak Mengeluh % N % OR CI 95 % P Value 1. Sangat tinggi (11-15) 20 95.2 1 4.8 21 100 2. Tinggi (skor 8-10) 18 66.7 9 33.3 27 100 Total 38 79.2 10 20.8 48 100 10.000 (1.151-86.876) 0.029

Hasil analisis hubungan risiko pekerjaan dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs) diperoleh bahwa ada sebanyak 20 dari 21 pekerja (95.2%) yang

berada pada tingkat risiko pekerjaan sangat tinggi (skor 11-15), termasuk kategori mengeluh MSDs. Sedangkan pekerja dengan tingkat risiko pekerjaan tinggi (skor 8-10) dan mengeluh MSDs, ada sebanyak 18 dari 27 pekerja (66.7%). Hasil uji statistik menunjukan Pvalue 0.029 dengan derajat kemaknaan α 5 %, sehingga Pvalue lebih kecil dari nilai alpa atau Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi keluhan MSDs antara pekerja dengan tingkat risiko pekerjaan sangat tinggi (skor 11-15) dan pekerja yang bekerja pada tingkat risiko tinggi (skor 8-10) atau dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban penambang emas. Analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan OR : 10.000 (95% CI = 1.151 - 86.876), artinya responden yang bekerja dengan

keluhan MSDs dibandingkan pada responden dengan kategori risiko pekerjaan tinggi.

2. Hubungan Antara Karakteristik Individu (Umur, Kebiasaan Merokok dan Masa Kerja) Dengan Keluhan MSDs

a. Umur dengan Keluhan MSDs

Tabel 5.8

Distribusi Umur Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban Di Kecamatan Cilograng - Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Umur

Pekerja Mengeluh % Tidak mengeluh % N % OR CI 95 % P Value 1. 35 tahun 19 95.0 1 5.0 20 100 2. < 35 tahun 19 67.9 9 32.1 28 100 Total 38 79.2 10 20.8 48 100 9.000 (1.036-78.168) 0.031

Hasil analisis hubungan umur dengan keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs)pada tukang angkut beban diperoleh bahwa sebanyak 19 dari 20 pekerja (95 %) yang berumur di atas atau sama dengan 35 tahun, termasuk kategori mengeluh MSDs. Sedangkan responden yang berumur kurang dari 35 tahun dan termasuk kategori mengeluh MSDs, ada sebanyak 19 dari 28 pekerja (67.9%). Hasil uji statistik menunjukan nilai Pvalue 0.031 dengan demikian Pvalue lebih kecil dari nilai α (5 %) sehingga Ho ditolak, artinya ada perbedaan proporsi keluhan MSDs yang mengeluh antara umur ≥35 tahun dengan umur <35 tahun. Dengan kata lain ada hubungan yang signifikan antara umur pekerja dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban penambang emas. Hasil analisis keeratan hubungan dua variabel menunjukan bahwa

dengan 35 tahun memiliki peluang 9 (sembilan) kali untuk mengalami keluhan MSDs dibandingkan pada responden yang berusia kurang dari 35 tahun.

b. Kebiasaan merokok dengan Keluhan MSDs

Tabel 5.9

Distribusi Kebiasaan Merokok Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders

(MSDs) Pada Tukang Angkut Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Kebiasaan

merokok/hari Mengeluh % Tidak mengeluh % N % OR CI 95 % P Value 1. ≥ 10 batang 12 80 3 20 15 100 2. < 10 batang 26 78.8 7 21.2 33 100 Total 38 79.2 10 20.8 48 100 1.077 (0.237-4.902) 1.000

Hasil analisis hubungan kebiasaan merokok dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs)pada tukang angkut beban diperoleh bahwa sebanyak 12 dari 15

pekerja (80%) dengan kebiasaan merokok ≥ 10 batang per hari adalah termasuk kategori mengeluh MSDs. Sedangkan pekerja dengan kebiasaan merokok < 10 batang per hari yang mengeluh MSDs sebanyak 26 dari 33 pekerja (78.8%). Hasil uji statistik menunjukan nilai Pvalue 1.000, dengan demikian nilai Pvalue lebih besar dari nilai α

(0.05) sehingga Ho gagal ditolak, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan MSDs antara pekerja dengan kebiasaan merokok ≥10 batang per hari dan pekerja dengan kebiasaan merokok <10 batang per hari pada tukang angkut beban di tempat penelitian.

Tabel 5.10

Distribusi Masa Kerja Dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban Di Kecamatan Cilograng-Banten Tahun 2010

Keluhan MSDs Total No. Masa

Kerja Mengeluh % Tidak mengeluh % N % OR CI 95 % P Value 1. >=37 Bulan 24 82.8 5 17.2 29 100 2. <37 Bulan 14 73.7 5 26.3 19 100 Total 38 79.2 10 20.8 48 100 1.714 (0.421-6.979) 0.487

Hasil analisis hubungan masa kerja dengan keluhan Musculoskeletal

Disorders (MSDs), diperoleh bahwa sebanyak 24 dari 29 pekerja (82.8%) memiliki

masa kerja tinggi (≥ 37 bulan) dan termasuk kategori mengeluh MSDs. Sedangkan pekerja yang memiliki masa kerja rendah (< 37 bulan) dan termasuk kategori mengeluh MSDs adalah sebanyak 14 dari 19 pekerja (73.7%). Hasil uji statistik menunjukan Pvalue 0.487 dengan demikian Pvalue lebih besar dari α (5 %) sehingga Ho gagal ditolak, artinya tidak ada perbedaan proporsi keluhan MSDs antara pekerja dengan masa kerja ≥37 bulan dan pekerja dengan masa kerja <37 bulan atau dengan kata lain tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban di tempat penelitian.

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data primer dengan menggunakan kuesioner dan observasi. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, sehingga tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat dan hanya menjelaskan hubungan keterkaitan. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu dan biaya.

2. Pada penelitian ini tidak memasukan variabel lingkungan, karena seluruh responden bekerja di ruangan terbuka. Namun demikian, pengukuran suhu lingkungan tetap dilakukan untuk mengetahui tingkat paparan yang ada di lokasi pengangkutan.

3. Hasil kuesioner sangat dipengaruhi tingkat kejujuran dan tingkat persepsi keluhan, sehingga gambaran karakteristik individu dan gambaran keluhan MSDs yang diperoleh tergantung dari tingkat kejujuran dan persepsi keluhan yang dirasakan responden.

4. Pengambilan gambar untuk mengukur tingkat risiko pekerjaan tidak dari segala arah dan tidak pada setiap kegiatan, tetapi hanya pada arah dan pada kegiatan yang diperlukan saja.

Musculoskeletal Disorders(MSDs) adalah kelainan yang disebabkan penumpukan cidera atau kerusakan-kerusakan kecil pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang setiap kalinya tidak bisa sembuh secara sempurna, sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit (Humantech, 1995). Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang ringan sampai yang sangat fatal (Tarwaka et al, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan pada tukang angkut beban penambang emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak - Banten, diperoleh hasil bahwa terdapat 38 orang (79.2%) dari 48 pekerja yang merasakan keluhan MSDs. Berdasarkan hasil

Nordic Body Map (NBM) diketahui terdapat 5 (lima) bagian tubuh yang paling

banyak dikeluhkan pekerja yaitu bagian bahu, punggung, pinggang, betis dan leher. Namun demikian berdasarkan tingkat keparahan, seluruh pekerja yang mengalami keluhan (38 orang) mengaku bahwa keluhan tersebut termasuk ke dalam kategori sedang dan masih bisa melakukan pekerjaan setelah diberikan waktu istirahat.

Tarwaka, et al (2004) menguraikan bahwa MSDs bukanlah merupakan diagnosis klinis tapi merupakan label untuk persepsi rasa sakit atau nyeri pada sistem muskuloskeletal, sehingga keluhan MSDs yang dialami pekerja tukang angkut sangat bergantung pada persepsi rasa sakit yang dialaminya. Vander Zanden (1988) dalam Smet (1994) berpendapat bahwa diantara 9 dari 10 orang menganggap dirinya ada dalam kondisi kesehatan yang baik, akan tetapi pada kenyataannya terdapat 1 dari 4 orang menderita penyakit kronis. Hal ini menimbulkan asumsi penulis, bahwa masih

tidak mengaku merasakan adanya keluhan MSDs. Selain itu pada pekerja yang merasakan keluhan MSDs dimana seluruhnya mengaku berada pada tingkat keluhan dengan kategori sedang, ada kemungkinan bahwa pada kenyataannya keluhan yang dirasakan termasuk ke dalam kategori keluhan yang cukup parah (tidak mampu melakukan pekerjaan). Namun, karena adanya kebutuhan ekonomi yang menuntut untuk tetap bekerja, pada akhirnya keluhan yang dirasakan dianggap merupakan keadaan yang biasa. Dengan demikian, keluhan yang dirasakan oleh responden pada saat dilakukan penelitian sangat bergantung pada tingkat kejujuran dan tingkat persepsi keluhan yang dirasakannya.

Para ahli berpendapat bahwa MSDs terjadi sebagai akibat dari kombinasi berbagai faktor yaitu pekerjaan, pekerja dan lingkungan. Namun pada penelitian ini, faktor lingkungan tidak dimasukan ke dalam analisis karena seluruh pekerja bekerja di ruangan terbuka. Disamping itu, faktor lingkungan yang terdiri dari vibrasi/getaran dan mikroiklimat di lokasi pengangkutan diyakini tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap terjadinya keluhan MSDs. Di lokasi pengangkutan tidak ditemukan getaran yang berisiko, demikian halnya paparan suhu di lokasi pengangkutan yang berkisar antara 25,6 ˚C – 27,1 ˚C adalah termasuk suhu normal. Karena menurut Tarwaka, et al (2004), paparan suhu berlebihanlah (baik dingin maupun panas) yang dapat menurunkan kelincahan, kekuatan dan kepekaan pekerja sehingga gerakan menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot.

Cohen, et al (1997) mengungkapkan bahwa gangguan penyakit atau cidera pada sistem MSDs hampir tidak pernah terjadi secara langsung akan tetapi lebih

dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Dengan demikian, adanya keluhan yang dirasakan oleh tukang angkut, tentu bukan hanya disebabkan karena pekerjaan yang sekarang saja melainkan juga karena pekerjaan sebelumnya yang kegiatannya bersifat manual yang memiliki peranan penting untuk menimbulkan MSDs.

Manual Handling adalah setiap kegiatan yang membutuhkan penggunaan

tenaga yang dikeluarkan oleh seseorang untuk mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, membawa, memindahkan, memegang atau menahan benda hidup atau benda mati (OSHA, 2000). Jika hal tersebut berlangsung tiap hari dan dalam waktu yang lama, bisa menimbulkan sakit permanen dan kerusakan pada otot, sendi, tendon, ligamen dan jaringan-jaringan lain (Suma’mur, 1989).

Pada kegiatan pengangkutan beban di lokasi pertambangan, aktifitas kerjanya bersifat manual handling sehingga setiap tahapan kegiatan sepenuhnya memerlukan kemampuan fisik pekerja. Bagian-bagian tubuh yang paling banyak dilibatkan dalam pengangkutan yaitu bahu, leher, lengan, punggung dan kaki dimana bagian-bagian tubuh tersebut adalah bagian tubuh yang paling banyak dikeluhkan pekerja. Penelitian yang dilakukan oleh Bernard (1997), aktifitas manual memiliki peranan penting berkontribusi terhadap MSDs serta menimbulkan gangguan pada leher, punggung dan bahu.

Adanya responden yang tidak mengalami keluhan MSDs pada saat dilakukan penelitian karena berdasarkan hasil wawancara, responden mengaku sudah bisa beradaptasi dengan pekerjaan dan lingkungannya. Namun demikian, saran yang bisa dijadikan pertimbangan untuk meminimalisir terjadinya keluhan MSDs tersebut, bagi

seperti mengatur waktu kerja dan waktu istirahat yang seimbang yang diperlukan untuk memelihara kesetimbangan energi dan pemulihan kemampuan pekerja, sehingga dapat mencegah paparan risiko yang berlebihan.

C. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs

Faktor risiko pekerjaan pada penelitian ini dihitung berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode REBA (pengukuran risiko ergonomi berdasarkan postur kerja, beban, coupling, dan aktivitas fisik). Pada kegiatan pengangkutan beban di lokasi pertambangan, tidak ada aturan khusus yang diberlakukan terkait prosedur pengangkutan beban, sehingga postur yang terbentuk pada saat melakukan pengangkutan berbeda-beda sesuai dengan selera masing-masing.

Hasil observasi dan hasil perhitungan akhir dari penilaian dengan menggunakan metode REBA, diperoleh hasil bahwa responden dengan risiko pekerjaan sangat tinggi (skor 11-15) sebanyak 21 orang, sedangkan responden yang bekerja dengan risiko pekerjaan tinggi (skor 7-10) sebanyak 27 orang, sehingga level aksi yang dianjurkan dari risiko pekerjaan berdasarkan metode REBA pada kegiatan/pekerjaan yang termasuk kategori risiko tinggi dan sangat tinggi adalah harus dirubah secepatnya atau bahkan perlu dirubah sekarang juga.

Hasil uji statistik antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban menunjukan Pvalue 0.029 (derajat kemaknaan α 5 %), artinya ada hubungan antara tingkat risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs, dimana pada

mengalami keluhan MSDs dari pada responden dengan kategori pekerjaan tinggi. Kegiatan pengangkutan (aktifitas fisik) berhubungan dengan postur kerja, gerakan repetitif, beban objek serta nilai aktivitas yang semuanya berpotensi menimbulkan gangguan. Terlebih pada kegiatan pengangkutan beban di lokasi pertambangan tidak ada aturan khusus yang diberlakukan terkait prosedur pengangkutan beban, sehingga postur yang terbentuk pada saat melakukan pengangkutan berbeda-beda sesuai dengan selera masing-masing pekerja dan umumnya cenderung melakukan postur kerja yang menjauhi sikap alamiah tubuh disertai dengan terjadinya postur statis otot yang cukup lama yang dampaknya tidak hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen saja, tetapi juga membatasi pembuangan metabolisme (Nurmianto, 1998).

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Dimana postur tubuh yang tidak stabil (tidak alamiah) tersebut menunjukan bukti yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan leher, punggung dan bahu (Bernard, 1997). Cohen, at al (1997) menjelaskan bahwa postur statis dapat memberikan penempatan beban pada otot dan tendon yang menyebabkan kelelahan lebih cepat dan berpotensi menyebabkan gangguan pada otot dan tulang.

Bagi pekerja, adanya aktivitas pengangkutan beban merupakan suatu kegiatan yang sangat berarti karena dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian yang

pekerjaan memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda. Demikian halnya pada kegiatan manual seperti pangangkutan beban memiliki kecenderungan risiko untuk mengalami gangguan pada otot dan tulang, dan jika risiko tersebut tidak diimbangi dengan teknik-teknik pencegahan yang sesuai, akan memberikan dampak yang jika terus dibiarkan akan menjadi bahaya yang lebih besar lagi seperti terjadinya penumpukan cidera dan kerusakan pada sistem muskulo skeletal.

Dengan demikian, agar risiko pekerjaan yang dihadapi tidak menjadi semakin besar, sebaiknya pihak pengusaha memberikan pelatihan khusus terkait prosedur pengangkutan beban yang baik dan benar kepada pekerja baru atau pekerja lama, serta melakukan pengawasan rutin guna memantau program yang dicanangkan sehingga pekerja tidak lagi melakukan kegiatan pengangkutan dengan membentuk postur yang cenderung seenaknya. Suma’mur (1989) menguraikan bahwa cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi dua prinsip berikut:

1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemas dibebaskan dari pembebanan.

2. Momentum gerak badan dimanfatkan untuk mengaali gerakan.

Selanjutnya Silalahi (1985), memberikan contoh cara mengangkat beban yang ergonomis adalah sebagai berikut:

1. Pegangan harus tepat dengan semua jari-jari

2. Punggung harus diluruskan, dan beban harus diambil oleh otot tungkai keseluruhan

5. Berat badan digunakan untuk mengimbangi berat beban 6. Lengan harus dekan dengan badan dan dalam posisi lurus

7. Beban sedekat mungkin berada pada garis vertikal yang melalui pusat gravitas tubuh.

Dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan khusus yang diberikan kepada pekerja, selanjutnya pekerja akan lebih memahami lingkungan dan alat kerja dengan baik sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya-upaya pencegahan ke arah yang lebih baik lagi.

D. Hubungan Karakteristik Individu (Umur, Kebiasaan Merokok dan Masa Kerja) dengan Keluhan MSDs

1. Umur

Guo et al. 1995; Chaffin, 1979 dalam Tarwaka, et al (2004) menyatakan bahwa pada umur 35 tahun sebagian pekerja mengalami peristiwa pertama dalam sakit punggung dan tingkat kelelahan akan semakin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur. Selain itu, pertambahan umur akan disertai dengan penurunan kapasitas fisik seseorang yang ditandai dengan menurunnya kekuatan otot. Penelitian yang dilakukan oleh betti’e, et al (1989) tentang kekuatan statik otot pada pria dan wanita dengan usia antara 20 sampai dengan diatas 60 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur antara 20-29 tahun, selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur.

artinya ada hubungan antara umur dengan keluhan MSDs, dimana responden yang berumur lebih atau sama dengan 35 tahun memiliki risiko 9 (sembilan) kali untuk mengalami keluhan MSDs dibanding responden dengan umur kurang dari 35 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Riihimaki, et al (1989) bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot (Tarwaka, et al, 2004).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Hendra (2001) pada Pekerja Panen Kelapa sawit di PT ”X” Sumatra Selatan yang menunjukan adanya hubungan antara umur pekerja dengan keluhan MSDs. Demikian juga, penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada Operator Plant PT. ”X” menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan terjadinya keluhan MSDs.

Dengan demikian, untuk mengurangi risiko terjadinya MSDs yang ditimbulkan akibat dari karakteristik umur, sebaiknya pihak pengusaha agar lebih memperhatikan karakteristik atau kondisi fisik pekerja, salah satunya dengan cara mengurangi berat beban yang harus diangkut khususnya oleh pekerja yang

Dokumen terkait