• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Faktor Pekerjaan

Postur janggal adalah deviasi dari gerakan tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas kerja secara berulang-ulang dan dalam waktu yang relatif lama. Gerakan postur janggal merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan, penyakit, atau cedera pada sistem otot rangka. Gangguan, penyakit, atau cidera pada sistem musculoskeletal hampir tidak pernah terjadi secara langsung, akan tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara

terus-menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama (Cohen, et al, 1997).

Dalam ukuran jarak atau dimensi pada dasarnya setiap orang memiliki keinginan untuk melakukan kegiatannya dalam postur yang optimal. Postur tubuh yang tidak stabil (tidak alamiah) menunjukan bukti yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan leher, punggung dan bahu (Bernard, 1997).

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dsb. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjen, 1993; Anis & McCnville,1996; Waters & Aderson, 1996; & Manuaba, 2000 dalam Tarwaka, et al, 2004).

Postur janggal pada leher (Cohen, et al, 1997):

1) Menunduk ke arah depan sehingga sudut yang di bentuk oleh garis vertikal dengan sumbu ruas tulang leher > 20o.

3) Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vetikal dengan sumbu dari ruas tulang leher.

4) Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan atau ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.

Postur janggal pada punggung :

1) Membungkuk, postur punggung membungkukkan badan hingga membentuk sudut 20o terhadap vertikal dan berputar.

2) Rotasi badan, berputar (twisting) adalah adanya rotasi dan torsi pada tulang punggung (gerakan, postur, posisi badan yang berputar baik ke arah kanan, kiri) dimana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.

3) Miring, memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis vertikal, tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau ke samping.

Untuk postur janggal pada kaki adalah bertumpu di atas satu kaki atau tidak seimbang. Sedangkan postur janggal pada bahu :

1) Aduksi adalah posisi bahu menjahui garis tengah atau vertikal tubuh. 2) Abduksi adalah posisi bahu mendekati garis tengah atau vertikal tubuh. 3) Fleksi adalah posisi bahu diangkat menuju kearah vertikal tubuh, depan

4) Ekstensi adalah posisi bahu menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan berada di belakang badan.

Postur janggal pada lengan:

1) Fleksi adalah posisi lengan bawah diangkat menuju kearah vertikal tubuh, depan dada. Fleksi penuh pada siku terkuat pada sudut 90o.

2) Ekstensi adalah posisi lengan bawah menjauhi arah vertikal tubuh, atau lengan berada dibelakang badan. Ekstensi penuh pada siku adalah besarnya sudut yang dibentuk oleh sumbu lengan atas dan sumbu lengan bawah >135o.

Postur janggal pada pergelangan tangan :

1) Deviasi radial adalah postur tangan yang miring ke arah ibu jari. 2) Deviasi ulnar adalah postur tangan yang mering ke arah kelingking. 3) Ekstensi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk ke arah

punggung tangan di ukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar > 45o.

4) Fleksi pergelangan tangan adalah posisi tangan yang menekuk kearah telapak, diukur dari sudut yang dibentuk oleh lengan bawah dan sumbu tangan sebesar >45o.

Perputaran (rotasi) pergelangan tangan yang berisiko adalah melakukan perputaran keluar (supinasi) daripada perputaran ke dalam (pronasi).

b. Postur Statis

Postur statis yaitu pada saat persendian tidak bergerak. Hal tersebut tidak hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen, tetapi juga membatasi pembuangan metabolisme. Oleh sebab itu, postur statis sangat dianjurkan untuk dihindari (Nurmianto, 1998)

Postur statis merupakan postur saat kerja fisik dalam posisi yang sama dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Kondisi ini memberikan peningkatan beban pada otot dan tendon yang menyebabkan kelelahan. Aliran darah yang membawa nutrisi dan oksigen, serta pengangkutan sisa metabolisme pada otot terhalang. Gerakan yang dipertahankan > 10 detik dinyatakan sebagai postur statis (Cohen at al, 1997).

Posisi tubuh dapat menyebabkan rasa tidak nyaman dan kelelahan jika dipertahankan untuk jangka waktu yang lama. Berdiri misalnya, adalah postur tubuh alami, dan dengan sendirinya tidak menimbulkan bahaya kesehatan tertentu. Namun, bekerja untuk waktu lama dalam posisi berdiri dapat menyebabkan sakit kaki, kelelahan otot umum, dan sakit punggung (OSHA, 2002).

c. Penggunaan Tenaga

Pekerjaan membutuhkan penggunaan tenaga untuk menempatkan beban yang tinggi untuk otot, tendon, ligamen, dan sendi. Pekerjaan yang menggunakan tenaga besar dapat membebani otot, tendon, ligamen, dan sendi. Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi

karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan cideranya otot skeletal (tarwaka et al, 2004).

Dalam banyak peristiwa, tenaga akan menjadi paling besar jika sebanyak-banyaknya otot berkontraksi. Sikap tubuh yang bertalian dengan pengerahan tenaga yang paling besar dengan pengerahan tenaga yang paling besar bagi gerakan-gerakan tertentu adalah sebagai berikut (Suma’mur, 1989):

1) Rotasi (perputaran) tangan ke arah dalam paling kuat jika dimulai dengan telapak tangan berada pada keadaan rotasi ke luar secara penuh (supsinasi penuh)

2) Rotasi tangan ke arah luar paling kuat jika dimulai dengan telapak tangan berada pada keadaan rotasi ke dalam secara penuh (rotasi penuh)

3) Ekstensi siku (perentangan lengan terhadap siku) paling kuat jika dimulai pada posisi fleksi penuh

4) Fleksi siku (dengan tangan terbuka) terkuat pada sudut 90° (efek pengungkit) 5) Pada pekerjaan mendorong dengan tangan sambil duduk, kekuatan terbesar

didapat pada keadaan siku bersudut 150-160° dan dengan pegangan tangan pada jarak kira-kira 66 cm dari daratan sandaran pinggang

6) Sambil duduk, kekuatan mendorong lebih besar dari pada menarik, apabila sandaran pinggang dan injakan kaki disediakan dengan memadai. Kekuatan menarik terbesar didapat dengan lengan pada keadaan ekstensi dan pegangan tangan diantara 18-23 cm di atas dataran duduk

7) Secara ungkitan, tenaga terbesar dalam posisi duduk diperoleh jika pegangan tangan berada pada ketinggian diantara bahu dan siku, sedangkan pada posisi berdiri pegangan harus setinggi bahu.

8) Pada posisi berdiri, kekuatan lebih besar pada menarik ke belakang daripada mendorong ke depan. Gerakan-gerakan ke depan lebih kuat pada kegiatan mendorong daripada kegiatan menarik.

9) Sambil duduk, kekuatan terhadap pedal terbesar didapat pada fleksi lutut 160° dan fleksi sendi kaki 120°. Sikap istirahat terbesar diperoleh dengan fleksi lutut 105-135°.

Penggunaan tenaga akan semakin besar, jika gerakan tubuh yang membutuhkan pengerahan tenaga ditambah dengan berat beban objek yang harus diangkat. Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk diangkat oleh seseorang adalah 23-25 Kg. Mengangkat beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tekanan diskus pada tulang belakang. Selain itu, berat beban juga dapat menyebabkan kelelahan karena dipicu peningkatan tekanan pada diskus intervertebralis (Bridger, 1995).

Risiko yang berkaitan dengan berat beban perlu memperhatikan durasi dan frekuensi beban yang akan ditangani. Tangan, siku, bahu dan kaki hanya diperbolehkan mengangkat beban kurang dari 4,5 kg. Sedangkan beban yang dijepit pada tangan tidak boleh melebihi 0,9 kg dengan durasi tidak lebih dari 10 detik. Durasi pada kaki tidak boleh dilakukan lebih dari 30% per hari (Humantech, 1995).

d. Pergerakan repetitif

Pergerakan repetitif pada aktifitas pekerjaan yang sama dapat memperburuk akibat dari postur kerja janggal dan gangguan tenaga. Tendon dan otot dapat memperbaiki efek peregangan atau penggunaan tenaga jika waktu yang dibagikan cukup dalam penggunaannya. Bagaimanapun jika pergerakan meliputi otot yang sama sering diulang, tanpa istirahat, kelelahan, dan ketegangan, dapat terakumulasi menghasilkan kerusakan jaringan.

Pekerjaan repetitif dapat menyebabkan nyeri akibat akumulasi sampah metabolisme dalam otot. Otot akan melemah dan spasme, yang biasanya terjadi pada tangan/lengan bawah ketika melakukan pekerjaan repetitif. Dengan demikian pekerjaan yang mengharuskan melakukan kegiatan berulang, gerakan yang kasar dan kuat termasuk pekerjaan yang berisiko tinggi (Kroemer,1989 dalam Bridger, 1995).

Aktivitas berulang (tarwaka at al, 2004) adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi

Menurut Sue Hignett dan Mc. Atamney (2000) penggunaan otot berisiko apabila diindikasikan melakukan gerakan statis lebih dari 1 menit atau gerakan yang dilakukan berulang-ulang sebanyak 4x atau lebih dalam satu menit. Oleh karena itu, perlu diatur waktu-waktu istirahat khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan dalam batas-batas toleransi untuk mencegah terjadinya kelelahan, penurunan kemampuan fisik dan memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran (Tarwaka et al, 2004).

e. Karakteristik Objek

Karakteristik objek yang menjadi faktor risiko cidera otot skeletal antara lain: 1) Besar dan bentuk objek

Ukuran dan bentuk objek ikut mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Ukuran objek harus cukup kecil agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang besar dapat membebani otot bahu lebih dari 300-400 mm, pajang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari 450 mm. Sedangkan bentuk objek yang baik harus memiliki pegangan, tidak ada sudut tajam dan tidak dingin atau panas saat diangkat. Mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandalkan kekuatan jari, karena kemampuan otot jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 2001).

2) Genggaman tangan

Kegiatan menggenggam dapat dibagi menjadi dua kategori utama (kumar, 2001) yaitu:

a. Power grip : dimana jari dapat menggenggam benda dengan fleksibel dan

mengapit dalam telapak tangan.

b. Pinch grip : dimana objek ditahan dengan ujung ibu jari dan satu atau lebih jari lain, seperti saat menggunakan ujung jari, mencubit, menggenggam kunci, pena dan lain-lain.

2. Faktor Individu

Dokumen terkait