• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. METODOLOGI PENELITIAN

6. Analisis Data

Data data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisa secara kualitatif, penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir dedukatif sehingga di peroleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai interaksi sosial dan kaitannya dengan penyandang tunarungu

29 BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Tuna Rungu Di Indonesia

Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2019 diperkiraan terdapat sekitar 466 juta orang di dunia engaami gangguan pendengaran, dimana 34 juta diantaranya merupakan anak-anak. Sebnyak 360 juta atau sekitar 5,3%

penduduk dunia mengalami ketulian. Mayoritas orang dengan gangguan pendengaran berada di negara dengan tingkat pendapatan menengah kebawah.

Sekitar 180 juta penyandang disabilitas rungu berasal dari Asia tenggara.

Diperkiraan pada tahun 2050 terdapat lebih dari 900 juta orang atau setiap sepuluh orang didunia memiliki gangguan pendengaran. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan pengembangan Kesehtan Kementrian Kesehatan tahun 2018, proporsi tuna rungu sejak lahir pada anak umur 24-29 bulan di Indonesia yaitu sebesar 0,11%. (Pusdatin Kemenkes, 2019).

Kehilangan pendengan, atau yang juga dikenal dengan istilah tuli, adalah gangguan pendengaran dimana sesorang tidak dapat mendengar suara secara sebagian atau keseluruhan pada salah satu atau kedua telinga (WHO). Standar yang ditetapkan oleh WHO adalah apabila seseorang tidak dapat mendengar lebih dari 40 desibel (dB) pada orang dewasa (usia 15 tahun keatas), dan lebih dari 30 dB pada anak-anak (usia0-14 tahun) (Pusdatin Kemenkes, 2019).

30

Menurut data Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas (SIMPD) dari Kementerian Sosial yang diunduh pada tangal 8 Oktober 2019, diantara penyandang disabilitas di Indonesia, seanyak 7,03% nya merupakan penyandang disabilitas tuna rungu. Kehilangan pendengaran dapat disebabkan oleh penyebab genetik, komplikasi saat lahir, penyakit menular tertentu, infeksi telinga kronis, penggunaan obat-obatan tertentu, paparan kebisingan yang berlebihan, dan penuaan. Sebesar 60% gangguan pendengaran pada masa kanak-kanak disebabkan oleh penyeab yang dapat di cegah (Pusdatin Kemenkes, 2019).

Di negara berkembang, anak tuna rungu an anak gangguan pendengaran cenderung untuk tidak mendapatkan pendidikan yang cukup baik. Orang dewasa dengan gangguan pendengaran juga memiliki angga pengangguran yang lebih tinggi. Hal itu disebabkan oleh kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, sulit dalam memahami pelajara, sehingg kebanyakan penyandang tuna rungu menjadi mendiri dan sejahtera. Pada anak di bawah 15 tahun, 60 % gangguan pendengaran disebabkan oleh penyebab yang dapat dicegah (Pusdatin Kemenkes, 2019).

Pada tahun 2013, menurut hasil Riskesdas, di Indonesia terdapat 2,6%

penduduk dengan gangguan pendengaran, dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Lampung sebagai provinsi dengan prevelensi tertinggi, sedangkan Provinsi DKI Jakata dan Banten menjadi provinsi dengan prevelensi terendah. Penduduk yang mengalami gangguan pendengaran di Indonesia terdistribusi dalam beberapa kelompok umur, dimana terbanyak terdapat pada kelompok umur 75 tahun ke atas, dengan prevelensi 36,6%, diusul kemudian oleh kelompok umur 65-74 tahun

31

sebesar 17,1%. Distribusi Penduduk yang mengalami gangguan pendengaran terendah terdapat pada kelompok umur 6-14 tahun dan 15-24 tahun, dengan prevelesi yang sama, yaitu masing-masing sebesar 0.8% (Pusdatin Kemenkes, 2019).

Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk memeriksa status pendengaran seseorang. Cara tersebut diantara yaitu tes suara bisik dan percakapan (konversasi), tes dengan garpu suara, dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu akan diukur berapa meter jarak orang tersebut dengan pembisikannya sewaktu orang tersebut dapat mengulangi kata-kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang dengan pendengaran normal, ia dapat mendengar 80% dari kata-kata yang bisikannya pada jarak 6 s.d. 10 meter. Apabila kurang dari 5-6 meter berarti orang tersebut mengalami kurang pendengaran. Apabila orang tersebut tidak dapat mendengarkan kata-kata dengan huruf lunak, berarti ia menderita tuli konduksi. Sebaliknya bila tidak dapat mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti ia mengalami tuli persepsi.

Apabila dengan suara konversasi atau percakapan biasa. Cara dan metode yang digunakan dalam terkonversasi dan dengan tes bisik (Pusdatin Kemenkes, 2019).

32 B. Profil SLBN 01 Jakarta

SLBN 01 Jakarta berlokasi di Jalan Pertanian Raya, kelurahan Lebak Bulus, kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Didirikan oleh pemerintah daerah DKI Jakarta pada 13 Maret 1962 diatas tanah milik Direktorat Pendidikan Khusus dan Pelayanan Khusus (PKLK). Sekolah yang dikepalai oleh Ratmartini, S.Pd. Ini mendapatkan akreditasi "A" dari Tahun 2005 sampai sekarang. Pada tahun pelajaran 2018/2020, SLBN 01 Jakarta khusus untuk Satuan Pendidikan SDLB B dan C/C1 memiliki 148 Peserta didik yang terdiri atas 51 peserta didik putri dan 97 peserta didik putra. Data tersebut terinci sebagaimana tertuang pada tabel berikut ini. (Profil SLBN 01 Jakarta, 2017. SLBN 01 Jakarta)

33

Tabel II. A. 1. Data Peserta Didik di SDLB B dan C/C1

No.

Tunarungu (B) Tunagrahita (C/C1 Keterangan Kelas Jumlah Kelas Jumlah

1. 1 8 1 14

2. 2 7 2 16

3. 3 7 3 22

4. 4 10 4 25

5. 5 10 5 18

6. 6 4 6 7

Jumlah 46 102

Jumlah Total Peserta Didik SMALB 148

Karena masih kurangnya SLBN yang terjangkau oleh masyarakat sekitar maka banyak orang tua yang mendaftarkan anaknya ke sekolah ini. Kondisi ini menyebabkan pihak sekolah terpaksa menambah kelas untuk peserta didik baru agas setiap kelasnya tidak melebihi kapasitas 5 orang per kelasnya.

Pertimbangan bagi pihak sekolah menerima peserta didik baru dengan menambahkan kelas disebabkan oleh beberapa alasan seperti pihak sekolah merasa kasihan kepada masyarakat yang kurang mampu karena biaya di SLB swasta dapat di katakan cukup mahal sehingga membebankan kepada orang tua peserta didik.

34

Selain itu pihak sekolah juga merasa kasihan jika anak yang membutuhkan pelayanan khusus harus putus sekolah karena keterbatasan jarak dan waktu. Jika anak tidak diterima di sekolah terdekat, maka mereka akan mencari sekolah yang lebih jauh sehingga memakan waktu dan biaya yang lebih besar, apalagi waktu sangat berguna bagi orang tua yang harus bekerja mencari nafkah dari pagi hingga malam sehingga anak tidak mendapatkan perhatian lebih dari orang tuanya.

Guru dan tenaga kependidikan yang terdapat di SLBN 01 Jakarta berjumlah 59 orang. Data tersebut terinci pada tabel di bawah ini.

Tabel II. A 2. Data Guru dan Tenaga Kerja Kependidikan

Nama Status Gol Tugas

Ratmartini, M.Pd. PNS IV/B Kepala Sekolah Rudi, S.Pd.MM. PNS IV/B Wk. Kesiswaan Drs. Syeich Mahmuddin PNS IV/A Kriya Tenun Kurniasih, M.Pd. PNS IV/A Kelas II/1 SDLB-C Panigoran Nasution, S.Pd. PNS IV/A Kelas SMPLB B Sugiharto, Drs PNS IV/A Kelas II SMPLB Dewi Anggraini, Dra PNS IV/A Kelas II SMPLB

Maryoto, S.Pd. PNS IV/A Wk. Bidang Kurikulum Seri Rachmantara, S.Pd. PNS IV/A Kelas SDLB C

Suhadi, Drs PNS IV/A Kelas SMPLB

Eny Dwi Astuti, S.Pd. PNS IV/A Kelas II SDLB-B Endang Rosliana, S.Pd. PNS IV/A Kelas VIII SMPLB Laksmi, S.Pd. PNS IV/A Kelas III SDLB B

35

Dilihat dari latar belakang pendidikan, sabagian guru SLBN 01 Jakarta memiliki latar belakang gelar sarjana pendidikan sehingga memungkinkan mereka membimbing peserta didik mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Apalagi mereka juga memiliki kesabaran,

Wakijo, S.Pd. PNS IV/A Kelas SDLB C

Jumari, S.Pd. PNS IV/A Kelas IV SMPLB

C/C1

Suhartinah, S.Pd. PNS IV/A Kelas SDLB C Rusmartiningsih, S.Pd. PNS III/D Kelas IV SDLB C Zawarly, S.Pd. PNS III/D Kelas SMALB C Sundarini, S.Pd. PNS III/D Kelas 1 SDLB-B Retno Sutyasti, S.Pd. PNS III/D Tata Busana

Rambat, S.Pd. PNS III/B Kelas SMALB C

Sulistieni, S.Pd. PNS III/A Kelas IV SDLB C Suwarni, S.Pd. PNS III/A Kelas 1 SDLB C Sri Wahyu Utami, S.Pd. PNS III/A Khusus BPKBI Simping Purwanti, S.Pd. PNS III/A Kelas V SDLB-B Winarni, S.Pd. PNS III/a Khusus Binawicara Intan herlina, S.Pd. PNS III/a Kelas IV SDLB C

36

ketelatenan dan keuletan dalam membantu peserta didik memahami materi ajar di kelas.

Dari data guru di atas sebagian besar guru SLBN 01 Jakarta sudah menjadi PNS. Bahkan jika dilihat berdasarkan pangkat dan golongannya sebagia besar dari mereka memiliki jam terbang ppengalaman yang cukup lama, akan tetapi msih terdapat beberapa guru honorer.

Karena sekolah ini berbeda dengan sekolah reguler guru yang mengajar di sekolah luar biasa harus menempuh pendidikan khusus seperti sarjana PLB (Pendidikan Luar Biasa) atau yang sederajat, akan tetapi di SLBN 01 Jakarta hanya beberapa guru yang menempuh pendidikan PLB.

Oleh sebab itu, tidak seluruh guru dapat memahami karakteristik peserta didik dan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik sehingga peserta didik tidak terlalu optimal dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

37 BAB III Pembahasan

Pada pembahsan kali ini penulis akan memaparkan hasil temuan penelitian yang penulis dapatkan. Adapun yang pertama penulis paparkan terkait proses interaksi yang dilakukan penyandang disabilitas tuna rungu di masyarakat.

Dokumen terkait