• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Bahasa Isyarat Bagi Penyandang Tunarungu Dalam Proses Interaksi Sosial Di Masyarakat

Dalam berkomunikasi, siswa-siswi SLBN 01 Jakarta mengutamakan bahasa verbal dan non verbal. Hal ini dapat terlihat baik ketika dalam kelas atau diluar kelas. Guru dan staf sekolah SLBN 01 Jakarta juga intens melakukan komunikasi dengan siswa-siswi baik dengan bahasa verbal atau bahasa non verbal (isyarat).

SLBN 01 Jakarta memiliki peserta didik yang tingkatannya beragam, mulai dari tingkatan ringan sampai tingkatan berat. Dengan kondisi siswa - siswi seperti ini pihak sekolah menggunakan metode pembelajaran bahasa oral dan isyarat dalam proses pembelajaran.

Ketrampilan berkomunikasi menjadi salah satu tujuan penting di sekolah ini.

Dengan kemampuan berkomunikasi, anak akan mudah berinteraksi dengan orang lain untuk mendapatkan eksistensi kehidupan dalam masyarakat luas. Karena itu, kemampuan komunikasi verbal penting ditanamkan selain komunikasi non verbal dengan bahasa isyarat.

Berdasarkan proses dan peristiwa komunikasi anak tuna rungu di atas, secara umum terdapat dua pola. Pola komunikasi anak tuna rungu dengan sesamanya

55

serta pola komunikasi dengan orang normal. Anak tuna rungu mengembangkan bahasa isyarat sesuai kebutuhan mereka.

Mereka mengembangkan bahasa isyarat secara spontanitas. Dalam mengembangkan bahasa isyarat, anak-anak tuna rungu saling menyampaikan gagasan dalam bentuk isyarat yang memungkinkan dengan mudah dipahami oleh yang lain. Ada beberapa hal yang dibutuhkan anak - anak tuna rungu dalam mengembangkan bahasa isyarat. Pertama, bahasa isyarat dilakukan oleh sesama anak tuna rungu dalam jarak dekat.

Semakin jauh jarak antar komunikator, bahasa isyarat juga semakin kabur dan sulit dipahami. Kedua, bahasa isyarat biasanya dilakukan dengan cepat. Anak-anak tuna rungu sudah terbiasa dengan bahasa isyarat yang cepat. Ketiga, bahasa isyarat memerlukan cahaya yang cukup. Semakin bahasa isyarat kurang jelas dijangkau dengan mata, semakin susah anak tuna rungu memahaminya.

Keempat, ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang mendukung bahasa isyarat.

Ekspresi wajah sangat penting bagi anak tuna rungu untuk mendukung kejelasan bahasa isyarat yang mereka sampaikan (Musliih, Haris Handayani, 2018).

Berdasarkan apa yang pennulis lihat di lokasi penelitian, keempat hal tersebut secara mandiri mereka kembangkan berdasarkan kebutuhan mereka dalam berkomunikasi agar mengerti dan memahami. Dan belum tentu juga pola ini dilakukan di sekolah lain. Apabila dilakukan pun memiliki perbedaan.

56

Keberadaan sosialnya sangat menentukan bentuk lingkungan sosialnya dan dirinya sendiri secara efektif. Hal ini sejalan dengan adanya kreatifitas yang di ciptakan dengan tujuan untuk mempermudah komunikasi yang dilakukan. Berikut penulis tampilkan matrik hasil wawancara dengan informan dengan tema pemahaman bahasa isyarat masyarakat SLBN 01 Jakarta.

Dengan melakukan komunikasi adaya alat komunikasi yang di gunakan yaitu bahasa. Bahasa adalah alat yang paling mendasar dan fundamental untuk terciptanya interaksi, baik untuk manusia normal pada umumnya ataupun bagi manusia yang memiliki kelebihan keterbatasan. Kita meyakini bahwa komunikasi yang tercipa dapat membentuk komunitas atau kelompok. (John T Warren, 2011)

Dengan hadirnya bahasa ditujukan untuk mempermudah komunikasi.

Terkadang saja dengan adanya komunikasi, individu atau kelompok masih sering terjadi kesalahpahaman atau miss komunikasi. Apalagi dengan tidak menggunakan bahasa. Bila kita tinjau lebih jauh terdapat hubungan yang sangat erat antara bahasa dan komunikasi. Keduanya merupakan produk dari interaksi.

Hal ini menyebabkan setiap individu ataupun kelompok di dalam masyarakat memiliki ciri khas dalam berkomunikasi. Pada umumnya terdapat perbedaan pola komunikasi atasa satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Penting bagi kita untuk memahami pola pola komunikasi dalam suatu masyarakat.

Dari pemahaman ini diketahui bagaimana unit – unit komunikatif disorganisasikan. (Syukur, 1992)

57

Berdasarkan hasil penelitian menggambarkan bahwasanya di SLBN 01 Jakarta tidak secara keseluruhan memahami bahasa isyarat dalam berkomunikasi.

Berdasarkan pembahasan di atas komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat itu sangat penting. Akan tetapi pengaplikasiannya di dalam berkomunikasi masih terbatas. Memang tidak mudah untuk dapat berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat. Butuh proses untuk belajar agar faham akan maksud dari masing masing simbol yang muncul ketika berkomunikasi.

Dalam berkomunikasi dengan guru, anak-anak tuna rungu memiliki kekhasan dibandingkan denagn teman-teman sebayanya. Guru adalah orang tua bagi mereka ketika di sekolah. Karena itu, anak tuna rungu berkomunikasi dengan guru di sekolah dengan bahasa komunikasi baik verbal maupun non verbal yang mengandung nilai-nilai penghormatan kepada orang yang lebih tua. Guru adalah pengganti orang tua mereka ketika di sekolah. Karena itu, bahasa isyarat atau bahasa oral yang mereka pakai merupakan penghormatan kepada orang tua.

Dibandingkan dengan teman sebaya, bahasa komunikasi mereka mengandung unsur kesopanan jika berkomunikasi dengan guru mereka.(Muslih,2018)

58

Gambar III. B. 5. Kegiatan belajar dalam kelas

Berkomunikasi dengan anak tuna rungu harus memiliki kemampuan memahami apa yang mereka maksudkan. Karena itu, tidak semua orang normal bisa berkomunikasi dengan anak tuna rungu. Hal yang perlu diperhatikan bahwa anak tuna rungu bisa berkomunikasi dengan kita (orang normal).

Tanpa ada keyakinan terhadap anak tuna rungu bahwa mereka bisa berkomunikasi dengan orang normal, akan sulit orang normal berkomunikasi dengan mereka. Untuk berkomunikasi dengan anak tuna rungu, orang normal sebaiknya memahami bahasa isyarat umum yang dimiliki anak tuna rungu.

Memahami anak tuna rungu dan meyakinkan bahwa mereka mampu berkomunikasi dengan baik dengan dirinya sangatlah penting. Ketika orang normal tidak sungguh-sungguh dalam berkomunikasi, Komunikasi pada dasarnya

59

adalah pertukaran simbol yang memiliki makna. Simbol sendiri bisa diinteraksikan ke dalam bahasa (kata-kata), gestur, suara, dan citra. Penting untuk meyakinkan mereka bahwa komunikasi yang di bangun itu tidak bertentangan dengan kondisi sosial di sekelilingnya.

Interaksi simbolik menyarankan agar perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang akan menjadi mitra mereka agar makna yang diharapkan bisa diterima dengan benar oleh penerima simbol. Simbol selalu memiliki makna. Namun makna yang ada pada simbol tidak selalu sama bagi pengirim simbol maupun penerima simbol.

Perbedaan makna pada simbol dapat terjadi karena adanya tingkat kompleksitas pada simbol dan adanya perbedaan posisi sosial pada pemakna (pengirim dan penerima) simbol. Sehingga peranan simbol dalam komunikasi tunarungu sangat penting keberadaannya

60 BAB IV

Kesimpulan dan Rekomendasi

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada penelitian tentang proses interaksi sosial masyarakat pada penyangdang tuna rungu dan analisis dengan menggunakan teori George Herbert Mead tentang teori interaksi simbolik. Peneliti mendapat kesimpulan bahwa :

1. Proses interkasi yang dilakukan oleh siswa – siswi di masyarakat umum terjadi seperti manusia biasanya, akan tetapi berdasarkan temuan peneliti. Masyarakat umum merespon situasi simbolik yang di berikan para siswa – siswi terkadang salah dalam memaknai arti simbol tersebut. Sedangakn makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang di temukan dalam interaksi sosial, perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri

2. Siswa – siswi memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk dapat berinteraksi dengan orang lain melalui virtual atau daring. Peranan SIBI/BISINDO bagi interksi dengan para penyangdang tuna rungu sangat penting. Apabila lawan bicara tidak mengerti, pada umumnya mereka akan menggunakan simbol simbol familiar untuk memudahkan

61

berkomunikasi. Dengan adanya teknologi, memudahkan para siswa dan siswi dalam berkomunikasi baik dalam membicarakan seputar sekolah atupun diluar kegiatan sekolah.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan yang telah peneliti paparkan, maka peneliti akan mencoba memberikan saran pada beberapa pihak terkait, yaitu:

1. Perbanyak tenaga guru untuk memberikan pengajaran kepada siswa dan siswi agar lebih optimal.

2. Perbanyak komunikasi verbal baik di lab, kelas ataupun di lingkungan sekolah

3. Pihak sekolah mempunyai peran untuk mengedukasi orang tua agar siswa siswi tidak terlalu sering bermain handphone karena akan membuat karakter siswa dan siswi malas berkomunikasi secara langsung dan lebih suka berkomunikasi dengan menggunakan media elektronik.

lxii Daftar Pustaka

Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematik, Teori, dan Terapan. PT Bumi Aksara.

Jakarta

Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosda Karya. (2004). h. 199

Artur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, trans. M.

Dwi Mariyanto and Sunarto (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), 14.

Bouman, P.J. (1976). Sosiologi: Pengertian dan Masalah-Masalah.Yogyakarta:

Yayasan Kanisius

Brown, Etta. (2008). Learning Disabilities: Understanding The Problem and Managing The Challenges. Minneapolis: Langdon Street Press

Burhan Bungin.2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : Raja Grafindo.

Dadi Ahmadi, 2005, Interaksi Simbolik : Suatu Pengantar dalam Mediator Jurnal

Komunikasi Vol 2 No 2 2008 Hal 307

https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mediator/issue/view/70/showToc di unduh pada 1 November 2019

Efendi, Muhammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.FKIP UNS : Surakarta.

Ekman, P., Friesen, W.V., & Bear, J. 1984. The international language of gesture:

Every little movement has a meaning its own, depending on the culture in which you make it. Psychology Today, 18,5.

Giilin dan Gillin.Cultural Sociology, a revision of An Introduction to Sociology, New York1954: The Macmillan Company.

Iin Dwi Ningsih. 2008. Inkteraksi Sosial Anak Tuna Rungu Kelas I Di SD Inklusi Negeri Gejayana. Jurnal Widia Ortodidaktika Vol 7 No 2 Tahun 2018 Joppy Liando & Aldjo Dapa. (2007). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam Prespektif Sistem Sosial. Jakarta: Depdiknas

Munawir Yusuf. (2005). Pendidikan Bagi Anak Dengan Problema Belajar.

Jakarta: Depdiknas

Muslih Haris Handayani, 2018 KOMUNIKASI ANAK TUNA RUNGU DENGAN BAHASA ISYARAT DI SLB B YAKUT PURWOKERTO, INJECT (Interdisciplinary Journal of Communication) p-ISSN: 2548-5857; e-ISSN: 2548-7124 Vol. 3, No. 2 Desember 2018: h. 225 website:

http://inject.iainsalatiga.ac.id/index.php/INJECT/index

Rohmah Ageng Mursita, RESPON TUNARUNGU TERHADAP PENGGUNAAN SISTEM BAHASA ISYARAT INDONESA (SIBI) DAN BAHASA ISYARAT INDONESIA (BISINDO) DALAM KOMUNIKASI, INKLUSI, Vol. 2, No.

2, Juli - Desember 2015

Satori, Djam‟an dan Komariah. 2013, Aan.Metodologi Penelitian Kualitatif.

.Bandung: Alfabeta.

Sunardi dan Sunaryo. (2007). Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus.

Jakarta: Depdiknas.

Soegarda Poerbakawatja, & H.A.H. Harahap (1982). Ensiklopedi Pendidikan.

Jakarta: Gunung Agung.

lxiii

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Sutjihati Somantri. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Rineka Cipta Syukur, Ibrahim Abdul.1992. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi.

Surabaya: Usaha nasional

Veeger. KJ . 1993. Realitas Sosial, Refleksi Filsafat S o si a l a t a s H u bu n g a n I n di v i du – Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi.

Jakarta: Gramedia. Hlm 224 – 226

Warren, John T, and Deanna L. Fassett. 2011. Communication A Critical or Cultural Introduction. California: Sage Publication

lxiv

Dokumen terkait