4. Teknis Produksi
4.3 Analisis Mikrostruktur (Text)
Tahapan ini memiliki kegunaan untuk menganalisis teks dengan lebih detail supaya memperoleh data yang dapat menggambarkan apa yang menjadi tujuan dalam pembuatan teks (representasi) tersebut. Selain itu juga, akan menjelaskan secara detail mengenai aspek yang dibutuhkan dalam tingkat analisis, ini yang berisi garis besar atau isi teks (informasi), lokasi, sikap, serta tindakan tokoh atau pemeran tersebut dan seterusnya.
Fairclough melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana hubungan suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antar objek didefinisikan. Ada tiga elemen dasar dalam model Fairclough, yang dapat digambarkan dalam tabel berikut :
Unsur Yang ingin dilihat
Representasi Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan digambarkan dalam teks. (bagaimana realitas sosial di representasikan)
Relasi Bagaimana (konstruksi) hubungan antara wartawan (pembuat film / media), khalayak dan partisipan berita ditampilkan (artis-aktor yang memainkan peran).
Ex. seperti apa teks disampaikan, secara informal atau formal, terbuka atau tertutup.
Identitas Bagaimana (konstruksi dari) identitas wartawan (si pembuat film / media), khalayak dan partisipan berita (artis-aktor yang memainkan peran) ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
(Junaedi, 2005, p. 289)
1. Fairclough mengusulkan sejumlah piranti bagi analisis teks, berikut istilah-istilah yang memiliki kecenderungan pada bidang linguistik (Jorgensen, 2007, p. 152) :
2. Kendali interaksional – hubungan antara penutur-penutur, termasuk pertanyaan tentang siapa yang menetapkan agenda percakapan (Fairclough 1992b:152ff)
3. Etos – bagaimana identitas dikonstruk melalui bahasa dan aspek-aspek tubuh (1992b: 166ff)
4. Metafora (1992b: 194ff) 5. Kata (1992b: 190) dan
6. Tata bahasa (1992b; 158ff., 169ff)
Istilah tersebut memberikan wawasan mengenai cara-cara teks memperlakukan peristiwa dan hubungan sosial dan juga mengkonstruk versi realita tertentu, identitas sosial, dan hubungan sosial.
Untuk mengidentifikasi warna Wacana Kapitalisme yang hadir dalam film ini, penulis mengkaitkannya dengan berbagai hal yang sebagai permulaan dapat dinilai sebagai suatu yang merepresentasikan kapitalisme. Ajaran Marxist merupakan salah satu yang paling berpengaruh dan memberikan jalan bagi analisis media untuk menganalisis masyarakat dan institusi-institusinya (Berger, 2000:39). Prinsip-prinsip Karl Marx ditawarkan untuk memperdalam kajian wacana kapitalisme yakni alienasi, materialisme, kesadaran palsu, konflik kelas, masyarakat konsumen dan hegemoni.
Dalam scene 1 memperlihatkan dua orang sedang berbincang-bincang mengenai The Hunger Games. Mereka adalah Seneca, sang perancang kompetisi
The Hunger Games, dan Caesar, sang pembawa acara. Perbincangan ini di kemas dalam sebuah acara Variety Show yang di tayangkan di Capitol.
Gambar 4.5
Senaca Carane (SC) : I think it is a tradition. It comes out from a particularly painful part of our history. But it‟s been the way we were able to heal. At the first it was a reminder of the rebellion, it‟s a price that the districts had to pay. But I think it has grown from that, I think it‟s a…it‟s a something that knits us all together.
(Diikuti dengan tepuk tangan dari penonton variety show yang ada di studio)
Caesar Flikerman (CF) – MC : This is your third year as game maker, what defines your personal signature?
Lalu dipotong ke adegan yang menampilkan keadaan distrik 12, diikuti dengan teriakan seorang gadis karena mimpi buruk.
Gambar 4.6 Gambar 4.7
Secara garis besar, tema utama yang dapat penulis simpulkan dari scene 1
adalah mengenai konflik kelas. Dalam scene ini memperlihatkan kesenjangan antara penduduk Capitol yang kaya dan penduduk distrik 12 yang serba kekurangan.
Sutradara film ini mencoba menggambarkan keadaan yang kontras dengan memperlihatkan kostum dan gaya khas penduduk Capitol serta kemewahan pada saat perbincangan di Variety Show, lalu adegan ini tiba-tiba dipotong dengan adegan yang menampilkan keadaan di distrik 12 yang sangat jauh dari kata mewah diikuti dengan teriakan seorang anak akibat mimpi buruknya.32
Di permulaan film, banyak dipertontonkan keadaan kontras antara si kaya dengan si miskin. Berikut beberapa cuplikan gambarnya :
Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10
Dalam dialog diatas Seneca mengemukakan bahwa terselenggaranya acara ini sebagai pengingat akan pemberontakan (Rebellion) yang dilakukan oleh para penduduk distrik kepada Capitol, seperti yang terlihat dalam kalimat ―At the first it was a reminder of the rebellion‖. Dalam KBBI, pemberontakan berasal dari kata berontak, terdapat 3 makna yaitu, meronta-ronta hendak melepaskan diri, melawan atau tidak mau menurut perintah, dan melawan pemerintah (kekuasaan) secara serentak. Sedangkan pemberontakan itu sendiri memiliki makna sebagai proses, cara, perbuatan memberontak, dan penentangan terhadap kekuasaan yang sah.
Hal ini menandakan bahwa terdapat dua golongan yang berlawanan, yaitu penduduk distrik dan penduduk Capitol. Penduduk distrik adalah penduduk yang melawan pemerintahan Capitol. Pemberontakan tersebut diakhiri dengan kemenangan pihak Capitol dan penduduk distrik harus membayar kekalahannya dengan mengikuti ajang The Hunger Games, seperti yang diungkapkan dalam kalimat:―It‘s a price that the districts had to pay‖.
32
The Hunger Games Study Guide http://lessonbucket.com/study-guides/the-hunger-games/the-hunger-games-study-guide/ diakses pada 6/10/2013 pukul 6.13
Capitol berserta media penyelenggara The Hunger Games mengkonstruksi bahwa keadaan yang terjadi akibat kesalahan penduduk distrik karena telah melakukan pemberontakan di masa silam. Capitol menggunakan istilah tradisi dalam menjelaskan ajang The Hunger Games, “I think it is a tradition‖.Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tradition atau tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat atau penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Penggunaan kata tradition oleh Capitol dalam mendeskripsikan The Hunger Games adalah sebagai alat untuk mengikat penduduk distrik dan memahaminya sebagai hal yang normatif sehingga harus diteruskan seolah-olah hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan borjuis maupun industri media. Lebih dari itu, Capitol menggunakan istilah tradisi sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaannya, kekuasaan golongannya. Kata ―us‖ dalam kalimat―it‘s a something
that knits us all together‖ merupakan cara untuk menggambarkan dirinya sebagai bagian dari penduduk Capitol yang dalam film ini adalah mereka yang berkuasa terhadap penduduk distrik. The Hunger Games juga merupakan alat yang mempersatukan (knits) golongan penguasa tersebut.
Sebuah keadaan yang kontras antara kelas atas dan kelas bawah juga ditampilkan pada Scene 18, sebagian dari mereka senang, sebagian lagi khawatir karena teman/ adik/ kakak/ anak mereka sedang berada di dalam arena The Hunger Games.
Gambar 4.54 Gambar 4.55
Gambar 4.56 Gambar 4.57
Scene ini merepresentasikan keadaan kontras antara kaum atas dengan kaum tertindas. Keadaan di distrik-distrik seperti yang terlihat di gambar 4.55 cukup hening dan memperlihatkan rasa cemas disertai sound effect berupa dengungan, sebaliknya pada gambar 4.54 menampilkan keadaan di Capitol cukup ramai, penduduk Capitol menyambut The Hunger Games dengan bersenang-senang dan sebagian lagi bekerja melaksanakan tugasnya. Dua kelas yang dikatakan oleh Marx adalah kaum borjuis yang memiliki industri dan perusahaan serta membentuk kelas berkuasa dan kaum proletar, pekerja atau buruh yang dieksploitasi oleh kelas berkuasa tersebut dan yang kondisinya semakin menyedihkan (Berger, 2000: 48).
Dalam gambar 4.54 terlihat bahwa penduduk Capitol sangat bersuka cinta menyambut ajang ini karena menganggapnya sebagai sebuah hiburan. Richard Dyer (During, 1993:271-272), mengatakan hiburan merupakan kebutuhan pribadi masyarakat yang telah dipengaruhi oleh struktur kapitalis. Capitol mengeksploitasi penduduk distrik yang terpilih menjadi tributes dalam sebuah konsep reality show.
Dalam konteks persaingan media, reality show menjadi sebuah program yang disukai pemirsa karena menampilkan keadaan yang seolah-olah diambil tanpa proses penyutradaraan. Pemirsa seolah-olah diajak berada dan merasa terlibat
ditengah-tengah peristiwa. Namun ternyata tidak semua yang ditampilkan adalah suatu realitas karena terdapat „tangan-tangan media‟ yang membuat reality show
tersebut menjadi lebih seru.
Dalam dunia kapitalisme yang ditampilkan dalam film ini, hiburan bahkan budaya telah menjelma menjadi industri. Theodore Adorno dan Max Horkheimer mengatakan bahwa budaya industri adalah media tipuan. Mereka percaya bahwa hilangnya kepribadian yang tulus seperti kemampuan menggambarkan keadaan yang nyata karena budaya telah berubah menjadi alat industri serta menjadi produk standar ekonomi kapitalis (Bungin, 2006, p. 103). Sehingga kapitalisme yang lahir dari era globalisasi tidak hanya menciptakan keungulan-keungulan tapi juga tipuannya memperbesar jarak antara mereka yang mampu dan tidak mampu, kelas atas dan kelas bawah, borjuis dan buruh.
Scene 2 melampilkan salah satu potret penduduk distrik, yaitu Katniss dan Gale yang sedang membicarakan The Hunger Games. Mereka prihatin akan masyarakat distrik termasuk mereka berdua akibat kekuasaan pihak Capitol yang semena-mena.
Gambar 4.11
GH : What if they did? just one year, what if everyone just stopped watching? KE: They won‟t, Gale.
GH : What if they did? KE : Won‟t happen.
GH : You roof for your favorites and you cry when they get killed. It‟s sick. If no one watches then they don‟t have a game, it is as simple as that. (berhubungan dengan scene 4)
----
GH : We could do it, you know? Take off, live in the woods, it‟s what we do anyway.
KE : They‟ll catch us. GH : maybe not.
KE : Cut out our tongues or worse, we couldn‟t make it five miles. ---
KE : I‟m never having kids. GH: I might, if I didn‟t live here. KE : But you do live here.
GH : I know, but if I didn‟t…. Oh, I forgot, here. KE : Oh My God! Is this real? (Seeing bread) GH : Yeah, better be. Cost me a squirrel.
KE : How many times is your name in the rap?
GH : 42, I guess the odds are not exactly in my favor.
Dilihat secara visual (gambar 4.11) penduduk distrik terlihat sederhana, bahkan jauh dari kemewahan, terlihat dari pakaian yang sederhana serta dandanan tanpa make up. Tidak banyak kegiatan yang berati karena segala aktivitas mereka diawasi dan dibatasi oleh Capitol. Terlihat bahwa dalam gambar 4.11 mengambil
setting di bukit yang dikelilingi hutan, pengambilan gambar kondisi hutan dan bukit merepresentasikan suatu tempat dimana mereka memperoleh kedamaian dan kebebasan, jauh dari penguasaan Capitol.
Mereka menyadari bahwa hak-hak hidup mereka dirampas dan mereka tak lebih dari permaian Capitol. Pada dialog diatas terdapat kalimat yang menyatakan adanya kesengsaraan yang dialami penduduk distrik. Take off, live in the woods, it‘s what we do anyway‖. dan ―They‘ll catch us‖. Kata ―Take off‖ memiliki arti yang bisa disesuaikan dengan konteksnya, dalam konteks ini memiliki arti leave atau „meninggalkan‟. Posisi ini membuat mereka tidak bisa lari dari pemerintahan Capitol yang sangat merugikan kelas pekerja. Walaupun mereka ingin lepas dan melarikan diri, namun hal tersebut mustahil karena capitol akan segera menangkap mereka begitu mengetahui mereka kabur. ―Cut out our tongues or worse‖dan ―I‘m never having kids‖.Pernyataan tersebut membuktikan bahwa mereka juga khawatir dengan konsekuensi yang harus mereka ambil jika melarikan diri, Capitol tidak segan-segan akan memotong lidah mereka atau lebih parah lagi. Selain itu, hal ini menjadi kekhawatiran mereka yang akan mempengaruhi masa depan bahwa tak mustahil keturunan selanjutnya akan mendapatkan perlakukan yang sama dari Capitol mengingat kekuasaan yang cukup besar.
Hal ini menandakan adanya konflik kelas antara Capitol dengan penduduk distrik yang diibaratkan dengan kelas penguasa dengan kelas pekerja. Kelas penguasa memiliki kontrol penuh pada setiap distrik, dan ini membuat mereka disegani oleh penduduk distrik karena tidak memberikan kebebasan untuk hidup serta mengeksploitasi kehidupan mereka untuk sebuah acara Reality Show yang
mengharuskan mereka untuk saling membunuh. Kemiskinan dan kesengsaraan membuat mereka tidak bisa melakukan apa-apa untuk mencegah perbuatan semena-mena pihak Capitol.
Kesenjangan sosial semakin terlihat pada gambar 4.12, ketika roti yang adalah makanan pokok menjadi makanan yang sangat sulit didapatkan dan hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkannya. Seperti yang telihat dari adegan diatas bahwa Katniss sangat terkejut ketika Gale membawakan roti untuknya. ―Oh My God! Is this real?‖ (Seeing bread). Nabil Subhi dalam buku Kemiskinan dan Keterbelakangan di Nagara-negara Muslim menjelaskan bahwa kemiskinan dikenal sebagai “tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan pokok". Kebutuhan ini dianggap pokok karena kebutuhan tersebut menyediakan batas kecukupan minimum hidup manusia pokok (Subandy, 2011, p. 51). Untuk bisa memenuhi kebutuhannya pun, selain bekerja untuk Capitol, Gale telah memasukan namanya ke dalam rap sebanyak 42 kali. Hal ini ia lakukan untuk membantu perekonomian keluarganya. Peraturan dari Capitol mengatakan bagi mereka yang membutuhkan pertolongan lebih, maka harus memasukan namanya ke dalam reaping sebanyak mungkin. Walaupun mereka mengetahui bahwa hal ini akan membuat kemungkinan mereka terpilih menjadi tributes semakin besar.
Dalam scene 3 ditampilkan anak-anak dan remaja yang sedang menuju pemungutan suara The Hunger Games atau reaping.
Gambar 4.15
Scene ini masih menampilkan kesengsaraan, kecemasan dan kepasrahan penduduk distrik, khususnya anak-anak dan remaja yang akan di pilih untuk mewakili distriknya mengikuti kompetisi The Hunger Games di Capitol. Mereka dikumpulkan di suatu tempat terbuka, seperti yang terlihat pada 3 gambar diatas, penduduk distrik 12 diawasi ketat oleh penjaga keamanan dari Capitol dan tentunya tidak ada yang bisa mereka lakukan selain mematuhi peraturan. Pihak Capitol sendiri berkumpul di atas panggung, menandakan bahwa mereka memiliki kuasa atas penduduk yang sedang berkumpul di bawah panggung. Pemilihan calon tributes
yang didominasi oleh anak-anak tak lepas dari cara Capitol menanamkan ideologi-nya pada masyarakat, dan menanamkan ideologiideologi-nya dari masa kanak-kanak menjadi sasaran yang tepat untuk tetap mempertahankan kekuasaannya.
Karakter manusia, dewasa, dibangun dari hal-hal yang telah membudaya dari kehidupannya yang didapatkan dari masa kanak-kanak hingga remaja serta tak lepas lingkungan yang ada disekitarnya lalu. Latar belakang kebudayaan dalam pandangan Sparadley dianggap sebagai pengetahuan yang dia peroleh dari lingkungan sekitarnya, kemudian digunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dalam kehidupan mereka dan akhirnya melahirkan tingkah laku sosial. Kebudayaan itu sendiri mempunyai tiga unsur penting yaitu nilai, norma dan kepercayaan (Junaedi, 2005, p. 52). Oleh karenanya akan mudah untuk membangun karakter seseorang melalui nilai-nilai dan norma-norma yang didapatkan dari masa kanak-kanak, hal ini akan mempengaruhi bagaimana ia memandang dunia kelak.
Pada scene inilah penulis menyadari bahwa anak-anak dijadikan sasaran baru bagi kapitalisme untuk terus berkembang. Globalisasi memberikan gaya hidup baru bagi anak-anak, contohnya teknologi. Selain itu, ketika media dan iklan berperang memperebutkan khalayak sasaran, maka anak-anak adalah korban pertama. Bukan hanya iklan yang produknya memiliki segmentasi untuk anak-anak, bahkan iklan-iklan lainnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan anak-anak juga banyak menggunakan figure anak-anak, karena anak-anak memiliki daya tarik dan dinilai dapat menarik konsumen. Di layar televisi, anak adalah modal, investasi konsumen dan sasran berondongan iklan dan korban paling polos dari bujuk rayu para pemasar (Subandy, 2011, pp. 279-280). Oleh karenanya tak heran kita lihat bahwa figure anak juga di eksploitasi untuk meningkatkan pemasaran melalui iklan, sinetron dan lainnya.
Selain ingin menampilkan pertarungan antara dua kubu, yakni kubu penguasa dengan kubu yang dikusasi. Kaitannya dengan sebuah film kritik sosial, Penulis berasumsi bahwa film ini mengisaratkan pesan pada dunia anak-anak yang saat ini sudah terjamah oleh kapitalis. Pihak kapitalis, Capitol, adalah pihak yang tanpa dosa mengeksploitasi anak-anak untuk memperoleh keuntungan dan tentunya memperoleh acara yang menarik. Sedangkan anak-anak adalah korban dari kapitalisme yang dibawa oleh era globalisasi. Dalam dunia nyata, hal inilah yang mengancam fitrah anak-anak, mereka ter-hegemoni dengan kenikmatan yang dibawa kapitalisme seperti teknologi, program televisi yang menawarkan kemewahan dan romantisme dan lainnya. Film ini juga digolongkan sebagai film yang memiliki segmentasi untuk anak diatas umur 13, remaja dan dewasa. Oleh karenanya anak-anak juga-lah yang akan memenuhi isi film ini hingga akhir, mengisahkan tentang anak-anak yang terlibat dalam sebuah reality show dan di jadikan hiburan oleh para kapitalis Capitol.
Masih dalam scene yang sama, Effie memulai pidatonya di hadapan seluruh penduduk distrik 12 yang di dominasi oleh anak-anak.
Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18
ET : Welcome, Happy Hunger Games and may the odds be ever in your favor. Now, Before we begin, we have a very special film. Brought to you, all the way from The Capitol.
(Menampilkan cuplikan Ajang The Hunger Games)
Cuplikan film oleh Suara President Snow:
War, terrible war, widow, orphans and motherless child. This is what the uprising brought to our land. Thirteen Districts rebelled against the country that fed them, loved them, protect them. Brother turned on brother until nothing remained. And then came the peace, hard fought, solely won. The people rose up from the ashes (kelabu) and a new era was born. The freedom has a cost and the traitors (pengkhianat) were defeated (dikalahkan), we swore as a nation. We would never know this treason (pengkhianatan) again and so it was decreed (dekrit) that each year the various districts of panem will offer the up in tribute. One young man and woman. To fight until death, in a pagent of honor, courage and sacrifice. The lone victor, bathe (dimandikan) in riches, that serves as a reminder of our generosity (kemurahan hati) and our forgiveness. This is how we remember our past, this is how we safeguard (usaha untuk melindungi) our future.
Secara garis besar, penulis melihat bahwa scene ini memiliki tema sebuah film sebagai alat propaganda. Kemampuan film untuk menyedot perhatian massa dan sekaligus mendatangkan uang, juga mencuatkan potensi film sebagai alat propaganda. Propaganda sendiri memiliki pengertian penyampaian secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan, juga mengandung maksud politik atau
kepentingan mereka yang mempunyai kuasa (Putra, 2008, pp. 44-46). Hal terlihat dari gambar 4.17 yang menayangkan „cuplikan film oleh President Snow‟. Di dalam cuplikan film tersebut memperlihatkan sebuah perang, pasukan, dan kematian. Setelah perang selesai, terlihat gambar cerah menyongsong hari baru, muncul dekrit yang megatakan bahwa setiap panem diharuskan mengirim 2 tributes untuk bertarung hingga mati dengan penuh hormat, keberanian dan pengorbanan. Lalu sang juara berhak mendapatkan kekayaan.
President Snow merupakan bagian dari Capitol yang berkuasa terhadap distrik-distrik jadi dalam film tersebut mengindikasikan sebuah keberpihakan terhadap pihak penguasa, seperti yang ditampilkan dalam kalimat : ―Thirteen
Districts rebelled against the country that fed them, loved them, protect them‖. Dalam kalimat tersebut pihak Capitol menganggap pemberontakan yang dilakukan penduduk distrik adalah bentuk perlawanan bagi negara yang telah memberikan mereka makan, mencintai serta melindungi mereka.
Capitol juga menggunakan istilah ―the traitors‖ (pengkhianat) dan ―treason‖ (pengkhianatan) dalam kalimat “The freedom has a cost and the traitors (penghianat) were defeated (dikalahkan), we swore as a nation. We would never know this treason (penghianatan) again and so it was decreed (dekrit) that each
year the various districts of panem will offer the up in tribute‖. Kedua kata tersebut memiliki kata dasar „khianat‟, dalam KBBI kata khianat memiliki arti perbuatan tidak setia, tipu daya dan perbuatan yang bertentangan dengan janji. Penghianat merupakan orang yang melakukan perbuatan khianat, sedangkan pengkhianatan merupakan proses, cara perbuatan berkhianat atau mengkhianati. Penduduk distrik digambarkan sebagai orang yang berkhianat dan melakukan perbuatan tercela terhadap Capitol. Sehingga hal ini diterima penduduk distrik atas penghianatan yang mereka lakukan pada negara. Semakin penduduk distrik menganggap hal ini sebagai kewajiban yang harus dibayar, semakin gencar juga Capitol menanamkan nilai-nilai kekuasaannya dengan mengatasnamakan penghianatan kepada penduduk distrik dan merekapun tidak menyadari hak-haknya telah direbut, sebaliknya malah rela untuk tunduk pada pihak penguasa.
Dalam film propaganda tersebut terdapat usaha Capitol untuk menanamkan kesadaran palsu. Gagasan mengenai kesadaran palsu (false consciousness)
dikemukakan oleh Karl Marx terhadap realitas sosial yang sudah terdistorsi dengan mekanisme kapitalisme, dan menganggapnya sebagai suatu kesadaran. Penanaman kesadaran palsu bermula pada masa revolusi industri ketika pemilik modal menindas kaum buruh. Penindasan yang terjadi tidak disadari oleh semua orang karena ada persetujuan antara kedua pihak, antara buruh dan pemilik modal, bahwa buruh akan bekerja dan pemilik modal atau industri akan membayar upah mereka dengan ketentuan-ketentuan tertulis. Jadi, tidak ada yang salah dalam relasi buruh dan pemilik modal. Marx mangatakan ada sebuah ideologi dalam relasi ekonomi antara buruh dan pemilik modal. Ideologi itu menghalangi pandangan kita terhadap realitas. Persetujuan yang terjadi antara buruh dan pemilik modal menyembunyikan realitas. Realitas yang disembunyikan adalah sebuah kenyataan pilu, buruh diperlakukan dengan semena-mena, dieksploitasi, diperintah oleh pemilik modal untuk bekerja memenuhi target produksi yang menghasilkan keuntungan bagi