• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA

Berdasarkan pada data yang telah dipaparkan pada BAB III, maka pada BAB ini akan dilakukan analisis data. Adapun hal – hal yang akan di analisis adalah: Karakteristik anak tuna laras, model pembelajaran Pendidikan Agama

pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi nak tuna laras, dan upaya yang harus ditempuh guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi masalah tersebut.

Analisis ini berdasarkan pada data tang telah diuraikan pada BAB III, yang mana BAB III itu merupakan dari hasil penelitian serta bukti dan kenyataan yang ada di SMP Muhammadiyah Salatiga.

A.Karakteristik anak berkebutuhan khusus (tuna laras) di SMP Muhammadiyah Salatiga?

Anak tuna laras adalah anak yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi, perilaku, dan kurang memiliki norma sosial yang akudet ( memadai ) , sehingga terlihat perilaku atau sikapnya menyimpang atau tidak bagus ( Harjanto, Anantasia, 2011 : 7 ).

Secara umum anak tuna laras menunjukkan ciri –ciri tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap klasifikasi, yaitu : kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang dewasa, dan agresif.

Sedangkan Harjanto, Anantasia, ( 2011 ) dalam bukunya yang berjudul Anak dengan Tuna Laras menyatakan bahwa ciri anak tuna laras sebagai berikut: a.Adanya gangguan emosi

Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung/ marah, rasa tertekan dan merasa cemas. Mudah gentar, takut, gugup, gampang iri hati, malu, rendah diri, dll.

Tidak inisiatif, sangat tidak mandiri, agresif, curiga, acuh tak acuh, banyak berkhayal, berdusta, adanya perbuatan – perbuatan aneh, adanya rasa cemas seperti menyedot jari atau gigit jari.

c.Adanya gangguan sosial

Merasa kurang senang menghadapi pergaulan, tidak dapat menyesuaikan diri. Gejala perbuatannya seperti sikap bermusuhan, agresif, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang atau menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain, dll.

Hal tersebut sesuai dengan karakteristik anak berkebutuhan khusus (tuna laras) di SMP Muhammadiyah Salatiga sangat beragam, diantaranya :

1. Aspek Perilaku

Secara Perilaku anak tuna laras di SMP Muhammadiyah Salatiga mengalami keterlambatan, seperti :

a. Mengalami ganguan perilaku, seperti : Pembangkang, suka menyerang, suka merusak, berlaku tidak sopan, suka ribut, suka menyalahkan orang lain, merokok dan anak yang cuek sehingga jika diberi nasihat tidak pernah dihiraukan.

Kaitannya dengan hal tersebut sebagian besar anak tuna laras yang ada di SMP Muhammadiyah Salatiga mengalami gangguan perilaku seperti : Pembangkang, suka menyerang, suka merusak, berlaku tidak sopan, suka ribut, suka menyalahkan orang lain, merokok dan anak yang cuek sehingga jika diberi nasihat tidak pernah dihiraukan.

Hal tersebut mereka lakukan karena seolah – olah mereka hanya ingin minta perhatian saja, karena anak tersebut biasanya kurang perhatian dari keluarganya utamanya dari orang tua mereka. Kesibukan orang tua yang berkerja, atau orang tua yang bercerai membuat anak tersebut mengalami gangguan dalam perilaku mereka. Misalnya saja pada anak yang pemarah atau pembangkan biasanya disebabkan faktor dari keluarga yang kurang harmonis, orang tua tidak memperhatikan mereka bahkan ada juga orang yang marah di depan anaknya sehingga kejadian tersebut mereka bawa di sekolah dan melampiaskan kemarahan mereka di lingkungan sekolah.

b. anak kurang dewasa sehingga anak tersebut mudah dpengaruh dan sering melamun.

Anak yang kurang dewasa sehingga anak tersebut anak mudah dipengaruhi dan sering melamun biasanya anak yang seperti ini terjadi pada anak yang di dalam keluarganya dia selalu dipenuhi kebutan materi oleh orang tuanya namun dalam hal ini anak tersebut kurang kasih sayang dari orang tuanya. Orang tua dari anak tersebut sibuk bekerja mencarikan nafkah untuk keluarga, memenuhi segala kebutuhan anaknya akan tetapi mereka lupa akan kasih sayang yang anak tersebut butuhkan.

c. Anak yang kurang perhatian dari orang tuanya, karena kesibukan orang tuanya yang sebagian besar bekerja di luar kota. Sehingga anak di lingkungan sekolah itu selalu menunjukkan sikap yang seolah - olah minta perhatian lebih dari guru maupun temannya.

Karena kesibukan dari orang tua yang bekerja di luar kota, bahkan orang tua tersebut kadang ada yang bekerja dari pagi hari pulang sudah larut malam sampai tidak sempat melihat anaknya, sebab ketika mereka berangkat bekerja anak – anak mereka masih belum bangun tetapi ketika mereka pulang dari kerja anak – anak mereka sudah tidur terlelap.

Kesibukan kerja tersebut kadang melupakan akan pentingnya kasih sayang dan perhatian orang tua terhadap anaknya. Dengan hal tersebut maka anak akan berusaha mencari perhatian di lingkungan lain utamanya ketika mereka berada di sekolah maka anak tersebut akan berusaha mencari perhatian dari guru atau teman – temannya di sekolah.

Setiap anak itu pastinya membutuhkan perhatian terutama perhatian dari pihak keluarganya yaitu kedua orang tua. Dalam kehidupan anak keluarga mempunyai peran utama dalam membentuk kepribadian anak karena dalam lingkungan keluarga anak akan memperoleh pengalaman pertama mengenai perasaan dan sikap sosial.

Dalam hal ini, anak tuna laras itu sering kali berbuat yang menimbulkan perhatian dari orang lain. misalnya : dengan cara tidak memperhatikan guru ketika menerangkan sehingga menjadi tidak faham terhadap materi yang telah disampaikan dan guru pun harus mengulangi berkali – kali untuk materi tersebut supaya mereka faham. Selalu mengganggu temannya dalam kondisi pelajaran sedang berlangsung maupun istirahat sehinnga membuat temannya merasa tidak nyaman.

Apa yang dilakukan anak tuna laras yang mengalami gangguan emosi dan perilaku yang menyimpang seolah – olah karena mereka ingin meraih perhatian dari orang lain yang mana perhatian tersebut tidak mereka peroleh ketika di lingkungan keluarga.

Dalam hal ini anak tuna laras di SMP Muhammadiyah Salatiga sebagian besar dipengaruhi dari faktor keluarga terutama pola asuh dari orang tua peserta didik tuna laras. Selain itu, pengaruh dari ekonomi 2. Aspek akademik

Secara akademik anak tuna laras di SMP Muhammadiyah Salatiga mengalami keterlambatan, seperti :

a. Lambat membaca.

Dalam hal ini masih ada beberapa anak yang belum lancar membacanya bahkan juga ada anak yang sudah kelas VIII masih belum lancar membaca.

SMP Muhammadiyah Salatiga masih memiliki beberapa anak khususnya pada anak tuna laras yang masih lambat dalam membaca. Kaitannya dengan hal tersebut guru bekerja sama dengan orang tua siswa dan juga teman – teman siswa untuk selalu mendukung siswa tersebut untuk belajar membaca supaya mereka lancar dalam membaca.

Kaitannya dengan hal tersebut alangkah baiknya jika wali kelas atau guru Bahasa Indonesia khususnya memberikan privat membaca pada anak tersebut ketika pagi hari anak berang kesekolah. Hal ini

dilakukan secara rutin sampai anak tersebut dapat membaca dengan lancar.

b. Lambat memahami materi yang telah disampaikan oleh bapak/ ibu guru disekolah sehingga guru harus menjelaskan berulang – ulang.

Anak yang dalam dalam memahami materi khususnya pada anak tuna laras, guru mata pelajaran, wali kelas, dan orang tua siswa saling bekerja sama untuk kemajuan putra putrinya. Hal ini dilakukan dengan cara guru memberikan tambahan pelajaran kepada siswa khususnya anak tuna laras mengenai materi yang mereka anggap belum jelas. Selain itu orang tua dirumah harus selalu mengawasi puta putrinya untuk belajar dirumah dengan pendampingan orang tua atau bisa juga dengan cara dipanggilkan guru privat. Semua ini bertujuan untuk putra putri ketika ada permasalahan dalam memahami materi orang tua atau guru privat bisa menjelaskan kepada putra putrinya.

c. Hasil belajar dibawah rata – rata.

Jika hasil belajar anak khususnya anak tuna laras di bawah rata –

rata, guru memanggil orang tua anak untuk menjelaskan hasil belajar anak selama di sekolah. Guru bersama orang tua anak mencari permasalah yang ada pada anak mengenai hasil belajar anak yang di bawah rata – rata. Jika permasalahan tersebut sudah ditemukan, guru bersama orang tua anak mencari jalan keluar demi kemajuan putra putrinya.

Gangguan belajar atau learning disorder adalah gangguan yang jauh lebih umum terjadi ketimbang yang kita kira. Karena semakin kita mengetahui keragaman gangguan tersebut, maka akan banyak hal yang bisa dipelajari untuk mengatasinya ( Henry, 2008 : 182 )

3. Aspek Emosional

Secara emosianal anak tuna laras di tandai dengan adanya rasa gelisah, rasa malu, rasa rendah diri, ketakutan, pemarah dan mengalami kecemasan pada diri sendiri. Perasaan tersebut biasanya terbawa sampai lingkungan sekolah maupun masyarakat sehingga anak tersebut cenderung tidak memiliki teman. Maka wali kelas bekerja sama dengan guru Pendidikan Agama Islam supaya anak tersebut mendapatkan bimbingan rohani untuk dapat menghilangkan rasa gelisah, rasa malu, rasa rendah diri, atau rasa takut sebab kita hanya boleh takut kepada Allah saja. Selain itu guru juga memberi nasihat kepada teman – temannya untuk selalu mengajak bergaul anak tersebut. Mengalami kecemasan pada diri sendiri, misalnya anak terlalu pendiam sehingga dia tidak memiliki teman, dan emosi anak yang tidak bisa terkontrol sehingga jika anak di beri nasihat malah membangkang.

Anak yang mengalami kecemasan pada dirinya, misalnya karena anak tersebut terlalu pendiam sehingga menyebabkan anak tersebut tidak memiliki teman, Karena tidak memiliki teman, anak tersebut tidak bisa mengurangi beban hati yang mereka timpa sehingga hal ini membuat

pengaruh pada tingkat emosi anak yang tidak terkontrol. Bahkan bisa jadi ketika diberi nasihat anak malah membangkang.

Dengan demikian sikap pendiam anak harus diperhatikan juga oleh para pendidik. Sebab di dalam sikap pendiam itu menyimpan banyak makna. Diamnya anak itu memang sudah bawaan anak atau karena anak memiliki masalah. Guru harus selalu membimbing dan mengawasi perilaku sehari –hari anak di lingkungan sekolah.

Dalam hal ini, Karakteristik anak berkebutuhan khusus (tuna laras) di SMP Muhammadiyah Salatiga tersebut sudah menyangkut semua aspek dan sesuai dengan teori yang sudah ada. Menurut Rosembera, dkk ( 1992 ) anak tuna laras dapat dikelompokkan dua yaitu anak tuna laras yang beresiko tinggi dan anak tuna laras yang beresiko rendah. Anak tuna laras yang beresiko tinggi seperti : hiperaktif, agresif, pembakang dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial. Sedangkan anak tuna laras yang beresiko rendah seperti : autisme dan skizofrenia.

Secara umum anak tuna laras menunjukkan ciri –ciri tingkah laku yang ada persamaannya pada setiap klasifikasi, yaitu : kekacauan tingkah laku, kecemasan dan menarik diri, kurang dewasa, dan agresif.

Berkaitan dengan karakteristik anak tuna laras tersebut, kelainan perilaku anak akan mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibatnya penyesuaian yang buruk tersebut, dalam hal belajar menunjukkan ciri – ciri sebagai berikut:

2) Sering kali dikirim ke ruang kepala sekolah atau ruangan bimbingan untuk tindakan disclipner.

3) Sering kali tidak naik kelas atau bahkan keluar sekolahnya. 4) Sering kali membolos sekolah.

5) Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit, perlu istirahat. 6) Anggota keluarga, terutama orang tua lebih sering mendapat panggilan dari

petugas kesehatan atau bagian absensi.

7) Lebih sering melakukan pelanggaran hukum, dan pelanggaran tanda –

tanda lalu lintas.

8) Lebih sering di kirim ke klinik bimbingan.

Sedangkan Dampak sosial/ emosional pada anak tuna laras dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Aspek Sosial

Masalah yang menimbulkan gangguan bagi orang lain, dengan ciri –

ciri sebagai berikut.

1) Perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah, dan rumah tangga.

2) Perilaku tersebut ditandai dengan tindakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu, mempunyai sikap membangkang atau menentang, dan tidak dapat bekerja sama.

3) Melakukan kejahatan remaja, seperti telah melanggar hukum. b. Aspek Emosional

1) Adanya hal – hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak, seperti tekanan batin dan rasa cemas.

2) Adanya rasa gelisah, seperti rasa malu, rendah diri, ketakutan, dan sangat sensitive atau perasa.

Dengan demikian, peneliti menegaskan bahwa karakteristik anak berkebutuhan khusus (tuna laras) di SMP Muhammadiyah Salatiga tersebut sudah menyangkut semua aspek dan sesuai dengan teori yang sudah ada. B. Model pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang cocok untuk anak

berkebutuhan khusus (tuna laras) di SMP Muhammadiyah Salatiga.

Pada proses pembelajaran di SMP Muhammadiyah Salatiga tidak ada perbedaan model pembelajaran antara anak normal dengan anak tuna laras, hanya saja SMP Muhammadiyah Salatiga membagi Pembelajaran itu menjadi dua kategori yaitu pembelajaran di dalam kelas dan pembelajaran di luar kelas. Berikut adalah proses pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas yang telah diterapkan di SMP Muhammadiyah Salatiga :

1. Di Dalam Kelas

Pembelajaran di dalam kelas dilaksanakan seperti pada umumnya. Tidak ada perbedaan antara kelas khusus anak tuna laras dan kelas regular karena di SMP Muhammadiyah Salatiga ini merukan sekolah umum bukan

Muhammadiyah ini terdapat beberapa anak yang termasuk dalam kategori anak tuna laras.

Pembelajaran dilaksanakan dengan berbagai model pembelajaran supaya menarik perhatian peserta didik khususnya pada anak tuna laras. Dengan berbagai macam fariasi model pembelajaran diharapkan anak tuna laras tersebut dapat memahami pelajaran dengan mudah, tidak hanya dengan metode cemarah saja. Karena metode ceramah ini selalu dilakukan oleh pendidik, maka anak didik akan cepat membuat bosan, dalam hal ini anak didik kurang berperan dalam proses pembelajaran yang mana tugas mereka hanya mendengarkan saja. Untuk itu, pendidik selalu memfariasikan model pembelajaran agar menarik perhatian siswanya.

Dibawah ini beberapa model pembelajaran yang diterapkan oleh guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam dalam menerapkan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

a. Model pembelajaran Jigsaw

Model Pembelajaran kooperatif model jigsaw adalah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil. Seperti yang telah diungkapkan oleh Lie dalam bukunya Rusman ( 2011 : 218 ) mengungkapkan bahwa “ Pembelajaran

kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerjasama saling

Kaitannya dengan model pembelajaran kooperatif model Jigsaw di SMP Muhammadiyah Salatiga, tanggung jawab belajar terletak pada peserta didik. oleh karena itu, peserta didik harus dapat membangun pengetahuannya, tidak hanya menerima materi dari guru saja melainkan dari temannya, karena kadang peserta didik lebih paham ketika dijelaskan oleh temannaya sendiri.

Tujuan dari pembelajaran Jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar, daya ingat, serta motifasi intrinsic ( kesadaran individu ) peserta didik dengan belajar kelompok. Biasanya model pembelajaran ini digunakan ketika ada materi sejarah kebudayaan islam. Dengan model pembelajaran Jigsaw siswa dapat melakukan belajar kelompok bersama teman – temannya dalam satu tim. Dalam menemtukan kelompok seorang guru membagi tim secara adil dengan cara setiap tim diberi satu atau dua anak yang dianggap oleh guru anak tersebut bisa menguasai materi yang guru berikan. Dengan begitu anak tersebut bisa mempresentasikan materi hasil diskusi kepada temannya. Setelah tugas kelompok selesai, guru memberikan skor terhadap hasil kerja siswa. Tim yang telah memenuhi kriteria penilaian dan memiliki skor tertinggi, guru harus memberi penghargaan terhadap tim tersebut supaya lebih merangsang pengetahuan siswa.

b. Model Pembelajaran Kontekstual( Contextual Teaching And Learning ) Menurut ( Nurhadi : 2002 ), pembelajaran kontekstual ( CTL ) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan

antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Sistem CTL, adalah proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari – hari, yaitu dengan konteks kehidupan pribadi, sosial dan budaya. Model Pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran yang mana dalam proses belajar mengajar guru mengaitkan suatu materi pembelajarn dengan kehidupan yang nyata. Model pembelajaran ini bertujuan untuk membantu peserta didik untuk melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan jalan menghubungkan mata pelajaran akademik dengan isi kehidupan sehari – hari, yaitu dengan kehidupan pribadi, sosial, dan budaya.

Kaitannya dengan model pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching And Learning ) di SMP Muhammadiyah Salatiga, guru dapat menerapkan model pembelajaran tersebut pada materi pembelajaran akhlaq dan fiqh. Misalnya pada materi akhaq dengan tema perilaku terpuji guru dapat memberikan contoh perilaku terpuji. Sebagai contoh pada perilaku terpuji Qona‟ah, guru menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan qona‟ah kemudian guru memberikan contoh suatu hal yang ada

Atau bisa dengan cara guru menunjuk siswa secara bergilir untuk menyebutkan beberapa qona‟ah yang ada pada lingkungan siswa.

Sedangkan pada materi Fiqh misalnya pada tema Ibadah guru menjelaskan pengertian ibadah, macam – macamnya ibadah kemudian memberikan contoh terhadap siswa yang berhubungan dengan tema ibadah yang ada di lingkungan sekitar. Misalnya sholat, pada materi sholat ini guru dapat mengaitkan sholat dalam kehidupan sehari – hari, dengan membuat buku absensi kegiatan sholat yang dilaksanakan siswa di rumah. Selain itu guru dapat menjelaskan tentang manfaat sholat dengan kesehatan.

Model pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching And Learning ), sangat baik digunakan dalam proses pembelajaran khususnya pada anak tuna laras. Sebab di dalam model pembelajarn ini mengaitkan anatara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata. Jadi dengan model pembelajaran ini akan mudah merangsang anak tuna laras khususnya dalam menerima pembelajaran dan memudahkan anak tuna laras dalam mencerna materi yang guru berikan terhadap anak tersebut. Model pembelajaran Kontekstual ( Contextual Teaching And Learning ) di SMP Muhammadiyah Salatiga sudah sesuai dengan

pendapat ( Nurhadi : 2002 ) “ Pembelajaran kontekstual ( CTL )

merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki

dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

c. Model Pembelajaran Quantum

Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang membiasakan belajar menyenangkan. Penerapan model ini diharapkan dapat meningkatkan minat belajar siswa sehingga pada akhirnya siswa dapat meningkatkan hasil belajar secara menyeluruh. Quantum Learning pertama kali digunakan di Supercamp ( De Potter, 2009 ). Supercamp menggunakan pola pembelajaran yang menggabungkan rasa percaya diri, ketrampilan belajar dan ketrampilan berkomunikasi dengan lingkungan yang menyenangkan ( Miftahul Huda, 2013:193 ).

Kaitannya dengan Model Pembelajaran Quantum biasanya guru menyajikan ketika materi pembelajaran Al – Qur‟an. Hal ini ditujukan

untuk memotivasi siswa untuk menjadi yang terbaik dalam membaca maupun menulis Al – Qur‟an, karena di SMP Muhammadiyah Salatiga

ini masih memiliki beberapa siswa yang belam lancar dalam menulis maupun membaca Al – Qur‟an. Selain itu hal tersebut ditujukan untuk

memudahkan anak tuna laras dalam menyerap materi pembelajaran. Dalam Model Pembelajaran quantum ini memiliki kelemahan yaitu: memerlukan dan mununtut keahlian dan ketrampilan guru lebih khusus, memerlukan proses perencanaan dan persiapan pembelajaran yang cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik, dan tidak semua kelas memiliki sumber belajar, alat belajar, dan fasilitas

yang dijadikan prasyarat dalam Quantum Learning, selain juga Karena pembelajaran ini juga menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak ( Miftahul Huda, 2013 : 196 ).

2. Di Luar Kelas

Pembelajaran di luar kelas ini dinamakan dengan kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan ekstra kulikuler di SMP Muhammadiyah Salatiga ini sangat banyak di antaranya : kegiatan pramuka, PMR ( Palang

Merah Remaja ), Qiro‟ah, drum band, pencak silat dan lain – lain. Di

samping kegiatan tersebut masih ada kegiatan ekstra kulikuler yang khusus di berikan kepada anak tuna laras.

Kegiatan ekstra kulikuler yang diberikan untuk anak tuna laras disesuaikan juga dengan permasalahan yang anak tuna laras hadapi. Misalnya pada anak tuna laras yang lambat dalam memahami mata pelajaran khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, setelah pulang sekolah guru Pendidikan Agama Islam memberikan tambahan pelajaran secara khusus mengenai materi yang anak tuna laras tersebut sulit untuk memahami tersebut. Guru memberikan materi tersebut dengan penuh kesabaran, ketelatenan dan juga keuletan demi kemajuan anak tuna laras tersebut. Jika pada kasus anak tuna laras yang sering membolos, suka merokok, suka membuat onar itu berkaitan dengan guru bimbingan konseling. Biasanya anak tersebut di bimbing untuk selalu diberi pengarahan terhadap bahaya anak yang sering membolos, suka merokok

berbahaya. Misalnya dengan anak yang sering membolos mereka akan ketinggalan banyak mata pelajaran sehingga nilai merekapun akan menurun akibatnya bisa jadi anak tersebut tidak naik kelas. Pada anak yang suka merokok diberi penjelasan tentang bahaya merokok apalagi usia anak tersebut masih muda. Sedangkan pada anak yang suka membuat onar di kelas mereka harus selalu di beri masukan sebab yang mereka lakukan

Dokumen terkait