SEGREGASI PERSILANGAN BIO-148 DAN IR
3 ANALISIS MOLEKULER DAN DETEKSI QTL YANG TERKAIT HASIL PADA TANAMAN PADI POPULASI F
SEGREGASI PERSILANGAN BIO-148 DAN IR64
Pendahuluan
Peningkatan produktivitas padi telah lama menjadi perhatian tersendiri di kalangan pemulia padi di dunia, terutama setelah dilaporkan terjadinya stagnasi produksi padi yang apabila dibiarkan, akan membahayakan keterjaminan pangan sekitar 3 milyar jiwa penduduk di dunia yang mengandalkan bahan pangannya pada komoditas ini. Di Indonesia, upaya perakitan varietas padi ditujukan guna mengatasi stagnasi produksi juga telah mulai dilakukan sejak tahun 1990an (Susanto et al. 2003). Pelepasan varietas hibrida diantaranya adalah salah satu
bentuk solusi untuk mengatasi peningkatan permintaan beras dalam negeri yang senantiasa naik. Namun sayang, padi hidrida ini kurang populer dan kurang diminati oleh kalangan petani, selain karena ketahanan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) yang masih kalah jauh dengan varietas inbrida maupun lokal, harga benih jenis padi hibrida juga relatif lebih mahal.
Pemuliaan padi yang bertujuan menciptakan varietas unggul karenanya selalu menjadi program utama dalam daftar kebijakan strategis yang ditetapkan oleh pemerintah. Tahun 2014 ini pemerintah pun mentargetkan produksi padi secara nasional dapat naik dari tahun sebelumnya, yaitu dari 70.87juta ton di tahun 2013 menjadi 76.57 juta ton (Kementan, 2014). Dalam hal ini, penelitian yang terkait dengan upaya memperoleh varietas berdaya hasil tinggi semakin gencar dilakukan.
Salah satu aplikasi pemuliaan padi di Indonesia khususnya terkait upaya perbaikan potensi hasil agar diperoleh varietas dengan daya hasil yang mendekati potensi teoritis (yang diestimasi 15,9 ton/ha) adalah berupaya menemukan lokus gen-gen yang berkontribusi terhadap karakter komponen hasil tersebut. Perbanyakan silang balik antara galur introgresi yang telah disisipi karakter
tertentu dengan tetua kultivar elit mulai banyak dilakukan, dan diantaranya telah berhasil menambah koleksi galur-galur introgresi dengan sifat spesifik, yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pemuliaan padi. Pendekatan semacam ini pun mulai diterapkan pada pemuliaan untuk padi berdaya hasil tinggi.
Produksi atau hasil padi sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen hasil. Karakter yang termasuk dalam komponen hasil dilaporkan umumnya adalah karakter yang bersifat kuantitatif, yaitu tinggi atau rendahnya ekspresinya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dalam karakter kuantitatif, terdapat banyak gen yang masing-masing berperan dengan efek yang rendah, namun terakumulasi sebagai efek aditif yang menjadi lebih besar daripada efek gen tunggal. Mempelajari karakter kuantitatif - adalah hal yang menarik karena banyak sifat agronomi penting yang biasanya dikendalikan QTL. Selain itu, analisis QTL akan dapat menemukan gen-gen yang sulit ditemukan melalui identifikasi mutan (Ashikari dan Matsuoka 2006).
Sejalan dengan perkembangan pesat genomik, desain penanda molekuler yang diinginkan sesuai informasi genom yang tersedia dapat dengan mudah dilakukan. Analisis variasi alami pada alel-alel yang mengendalikan sifat-sifat penting, khususnya yang dikendalikan oleh QTL, juga dapat lebih mudah diketahui (Li et al. 2005). Identifikasi dan karakterisasi QTL yang terkait potensi
hasil pada padi juga telah mencapai kemajuan yang sangat pesat dalam membedah sifat kuantitatif padi melalui pemetaan QTL. Dalam penelitian tersebut berhasil diketahui ribuan QTL yang mempengaruhi sifat kuantitatif, yang hasilnya dapat diakses publik dalam website : yang http://www.gramene.org
Secara spesifik, QTL – QTL pada padi tersebut dilaporkan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, pertama QTL yang mempengaruhi sifat kuantitatif tertentu yang ditemukan dalam jumlah banyak dan luas di genom padi, namun sayangnya hanya beberapa QTL saja yang dapat terdeteksi pada lingkungan dan populasi pemetaan tunggal. Kedua, efek QTL individu pada fenotipe tertentu sangat bervariasi besarnya, dan lokus yang memiliki efek yang besar (terdapat gen mayor yang mempengaruhi sifat kuantitatif tertentu) ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Ketiga, banyak QTL yang cenderung epistatik dan menunjukkan derajat bervariasi dari interaksi dengan lingkungan (Li et al. 2005)
Galur Bio-148 merupakan galur harapan hasil pemuliaan Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN). Galur ini berpotensi sebagai sumber genetik dalam kegiatan perakitan variatas unggul melalui pemuliaan, khususnya sebagai bahan pemetaan genetik untuk potensi hasil. Karakter yang dimiliki Bio-148 antara lain memiliki jumlah spikelet per malai yang lebih padat, memiliki jumlah anakan yang tinggi, daun bendera lebih luas, tanaman lebih tinggi, malai lebih panjang, umur berbunga dan umur panen yang lebih cepat (Suratmini et al. 2010). Galur Bio-148 asal mulanya adalah hasil
persilangan antara varietas IR64 dengan Gajah Mungkur (IRAT112) (Putra 2013). Padi IRAT112, merupakan padi introduksi dari Kenya (Afrika) yaitu padi lokal jenis tropical japonica yang di Indonesia dilepas tahun 1994 sebagai
varietas Gajah Mungkur (BBPTP 2008). Persilangan tersebut ternyata mampu meningkatkan jumlah spikelet per malai pada turunannya dibandingkan tetuanya IR64 ketika diuji coba ditanam di rumah kaca maupun uji lapangan (Suratmini 2010, Putra 2013). Galur Bio-148 berpotensi untuk dijadikan sumber tetua untuk
pengembangan galur introgresi yang memiliki sifat jumlah spikelet per malai yang cukup tinggi.
Selain itu, dalam kaitannya dengan pemuliaan padi berdaya hasil tinggi, galur tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk bahan pemetaan genetik karena sifat jumlah spikelet per malai yang tinggi juga salah satu komponen hasil yang penting (Salmonte 2006). Mengingat karakter-karakter yang terkait potensi hasil biasanya merupakan karakter yang bersifat kuantitatif, maka untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, sebagai langkah awal perlu dilakukan pemetaan QTL terhadap karakter-karakter dalam Bio-148. Sejauh ini belum terdapat penelitian yang mengidentifikasi marka SSR yang berasosiasi dengan QTL untuk karakter morfo-agronomi dan komponen hasil pada galur Bio-148 tersebut. Oleh karenanya penelitian ini menginisiasi kegiatan tersebut.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui marka SSR yang berasosiasi dengan QTL untuk karakter morfo-agronomi yang sangat terkait dengan hasil dan komponen hasil.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian, Bogor dari bulan Juli 2013 sampai Mei 2014. DNA diektraksi dari tanaman tetua 1 (P1) Galur Bio-148, tetua 2 (P2) varietas IR64, F1 (Galur Bio-148 x IR64) dan F2. Untuk analisis molekuler digunakan sebanyak 553 marka SSR untuk survey polimorfik kedua tetua, 24 marka terpilih diantaranya digunakan untuk analisis QTL. Primer-primer SSR yang digunakan dalam analisis molekuler dalam penelitian ini adalah koleksi Laboratorium Bio Molekuler BIOGEN.
Isolasi dan visualisasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan metode Murray dan Thompson (1980). Daun padi segar berukuran 2-3 cm digerus menggunakan nitrogen cair lalu disuspensikan dengan buffer ekstraksi (1M Tris HCL pH 8.0, 0.5 M EDTA dan 5 M NaCl) dan 20% SDS. Setelah itu dipanaskan dalam penangas air suhu 65o C selama 10 menit. Suspensi ditambahkan 5 M NaCl dan 10% CTAB lalu dipanaskan kembali pada suhu 65oC. Selanjutnya DNA diekstraksi dengan menambahkan larutan kloroform. Setelah disentrifugasi akan terbentuk endapan berupa komponen kontaminan (protein, polisakarida, senyawa fenolik dll) sedangkan DNA akan terlarut pada supernatannya. Supernatan lalu dipindahkan ke tabung mikro yang baru dan ditambahkan isopropanol dingin. Benang-benang DNA dicuci dua kali dengan etanol 70% (v/v) lalu dikeringanginkan. DNA dilarutkan dengan buffer TE 1x (10 m M Tris-HCl pH 8; 1mM EDTA) dan disimpan pada suhu -20oC.
Kualitas dan kuantitas DNA diukur dengan menggunakan alat Nanodrop (Thermo Scientific 2000). Kualitas DNA ditentukan berdasarkan nilai rasio pada
absorbansi 260 nm dengan absorbansi 280 nm dimana DNA memiliki kemurnian yang baik jika nilai rasio berkisar antara 1.8 – 2.0 (Sambrook et al. 1989).
Amplifikasi DNA padi dilakukan menggunakan alat PCR (MJ Research PTC-100) dengan total volume reaksi 10µL yang terdiri atas: 5.68 µ L ddH2O, 2 µL buffer PCR (dream taq buffer), 0.2 µL dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP), 1 µM primer SSR (forward dan reverse), 0.12 µL Taq DNA polymerase
dan 2 µL DNA template. Program amplifikasi meliputi : pre-denaturasi pada suhu
94oC selama 4 menit, lalu dilakukan 35 siklus yang terdiri atas denaturasi pada suhu 94oC selama 1 menit, penempelan primer (primer annealing) pada suhu
55oC selama 1 menit, pemanjangan primer (primer elongation) pada suhu 72oC
selama 2 menit, dan diakhiri dengan satu siklus reaksi pemanjangan primer pada suhu 72oC selama 7 menit.
Hasil amplifikasi DNA padi dielektroforesis dengan PAGE (poly acrylamid- gel electrophoresis) 8% dengan menggunakan bufer Tris-Boric acid EDTA (TBE) 1x. Produk amplifikasi sebanyak 3 µL diinjeksikan ke dalam sumur gel. Program disetting dalam voltase 70volt, 500mA dengan kisaran waktu 100 – 130 menit, disesuaikan dengan ukuran dan jarak pita polimorfisme yang teramplifikasi. Untuk visualisasi hasil, staining gel dilakukan dengan perendaman gel di dalam larutan EtBr 1% selama 5 menit dan dibilas dengan air destilata. Selanjutnya visualisasi DNA dilakukan dengan UV-transluminator dan didokumentasikan menggunakan foto gel WiseDoc©Gel Documentation System.
Seleksi Marka Molekuler
Marka molekuler yang digunakan diambil dari marka SSR untuk tanaman padi yang terdapat dalam situs http://www.gramene.org. Jumlah keseluruhan marka yang digunakan untuk survey awal terhadap polimorfisme kedua tetua adalah 553 marka. Seleksi tahap satu dilakukan dengan memilih marka yang menunjukkan polimorfisme kedua tetua (Gambar 7).
Seleksi tahap dua menyeleksi kembali marka yang lolos di seleksi tahap satu, hanya dipilih 2 marka yang mewakili satu kromosom. Dengan demikian untuk tahap dua hanya dipilih 24 marka SSR saja, karena kromosom padi berjumlah 12 maka marka yang dipilih sejumlah 2 x 12 = 24 marka. Seleksi tahap dua ini selain didasarkan pada pola pita polimorfik, juga dipilih marka yang menghasilkan pita yang polimorfismenya berjarak cukup jauh, dengan asumsi mewakili lengan panjang dan lengan pendek kromosom (Gambar 8), selain itu pola polimorfisme kontras, yaitu mudah diskoring dan memiliki pita-pita yang jelas untuk membedakan kedua genotype tetua. Marka-marka inilah yang selanjutnya dipakai dalam deteksi polimorfisme individu populasi F2 untuk bahan analisis QTL. Informasi secara lebih detail mengenai 24 marka tersebut disajikan dalam Lampiran 1.
Untuk konfirmasi genetipe tanaman F1, dari seluruh marka polimorfik yang diperoleh, dipilih hanya 18 primer yang memiliki pola polimorfisme dengan jarak pita yang cukup kontras untuk digunakan dalam konfirmasi heterosigisitas individu F1 yang terpilih. Konfirmasi heterosigisotas dilakukan dengan cara membandingkan pita hasil amplifikasi PCR pada individu F1 terpilih dengan hasil amplifikasi dari kedua tetua (Bio-148 dan IR64).
Analisis polimorfisme dan segregasi marka
Analisis polimorfisme terhadap kedua tetua menggunakan 64 marka SSR hasil seleksi tahap satu. Jumlah marka yang menghasilkan pola pita polimorfik dibandingkan terhadap total marka sehingga didapatkan persentase polimorfisme marka yaitu sebesar 11.57%.. Polimorfisme dalam masing-masing kromosom bervariasi dengan jumlah marka polimorfik tertinggi terdapat pada kromosom 1 (Tabel 5).
Primer yang menghasilkan pita yang berbeda posisi pada kedua tetua dan atau yang menunjukkan dua pita kodominan pada F1 pada saat seleksi marka SSR,
dipilih sebagai primer untuk analisis segregasi pada populasi F2. Skoring pita yang
terbentuk disimbolkan dengan A (pola pita sama dengan tetua Bio-148), B (pola pita sama dengan tetua IR-64), dan H (pola pita mencakup kedua tetua).
Analisis segregasi dilakukan menggunakan Uji Chi Kuadrat terhadap 24 marka polimorfik terpilih, dimana dengan dua alel untuk setiap lokus dan ambang α = 0.05 maka nilai X2
tabel adalah 5.99. Setiap lokus diuji rasio segregasinya
apakah mengikuti pola segregasi memperlihatkan pola rasiao segregasi pada Hukum Mendel ataukah tidak. Jika nilai X2hitung lebih besar dari pada X2tabel maka
segregasi alel tersebut mengikuti Hukum Mendel, dan sebaliknya, jika X2hitung
lebih kecil dari pada X2tabel maka segregasi alel tersebut menyimpang dari Hukum
Mendel.
Analisis Quantitative Trait Loci (QTL)
Analisis pautan dan deteksi QTL dilakukan berdasarkan data skoring/pola segregasi dari 24 marka SSR terhadap karakter-karakter morfologi maupun komponen hasil dengan menggunakan program ‘QTL analysis’ dalam software QGENE ver.4.3.8 (Joehanes dan Nelson 2008). Lokasi QTL pada kromosom diidentifikasi berdasarkan Analisa Regresi Marka Tunggal (Single Marker Regression analysis) dan Composit Interval Mapping (CIM) yang terdapat dalam
software tersebut.
Parameter berikut ini ditetapkan untuk pemetaan QTL : struktur populasi: F2, tipe persilangan (mating string) adalah "s" dan simbol genotipenya adalah
ABHxx -. Sebagai penentu akurasi QTL yang dipetakan, dilakukan uji permutasi terhadap nilai LOD yang diperoleh, dengan batas 10.000 iterasi terhadap setiap karakter fenotipik yang dianalisis. Ambang bagi logaritma peluang atau LOD dari setiap QTL yang dideteksi adalah ditetapkan berdasar nilai LOD pada permutasi untuk α =0,05. Sebuah QTL dianggap valid atau diyakini keberadaannya apabila nilai LOD QTL tersebut > LODpermutasi pada α = 0,05 baik pada analisis Single Marker Regression maupun Composit Interval Mapping. QTL yang teridentifikasi
kemudian dinamai sesuai dengan metode yang diusulkan oleh McCouch et al.
(1997). Sebaliknya, sebuah QTL dianggap tidak valid atau hanya sebagai sugestif apabila nilai LODnya < LODpermutasi pada α = 0,05.
Hasil
Seleksi polimorfisme dari marka molekuler SSR
Seleksi marka SSR polimorfisme dengan marka SSR dilakukan pada kedua tetua yaitu padi varietas Bio-148 dan IR64. Seleksi polimorfisme tetua
menggunakan 553 primer SSR. Marka-marka tersebut tersebar secara acak pada 12 kromosom padi dengan kisaran 29 hingga 79 marka per kromosom (Tabel 5, 6). Contoh hasil visualisasi primer SSR pada survei tetua disajikan dalam Gambar 7 dan 8.
Gambar 8. Contoh survei polimorfisme tetua pada seleksi tahap 2. Lingkaran ungu pada posisi marka, menandai ukuran terpilih untuk marka yang mewakili kromosom lengan pendek; lingkaran hijau pada posisi marka menandai ukuran terpilih untuk marka yang mewakili kromosom lengan panjang
Tingkat polimorfisme marka SSR pada galur Bio-148 dan varietas IR64 berbeda-beda di setiap kromosom. Hasil seleksi primer tahap satu dari total 553 primer SSR yang digunakan, berhasil diperoleh 64 primer yang menghasilkan pita dengan pola polimorfik (Tabel 5). Artinya, proporsi marka yang polimorfik dari keseluruhan marka yang digunakan adalah sebesar 11.57%. Persentase polimorfisme tertinggi terdapat dalam kromosom 11, sedangkan polimorfisme terendah adalah kromosom 8 (Tabel 6).
Kepadatan marka yang digunakan dalam survei tidak menjamin lebih tingginya tingkat polimorfisme yang diperoleh. Kromosom 2 yang disurvei dengan 57 marka, hanya menghasilkan marka polimorfik sebanyak 4 primer, sementara kromosom 7 yang disurvei dengan jumah primer yang lebih sedikit (43 primer) justru mendeteksi marka polimorfik sampai 8 primer. Aplikasi secara acak dalam pemilihan primer saat seleksi tetua menjadi penyebab utama perbedaan proporsi polimorfisme yang terdeteksi tersebut.
Namun demikian, ukuran fisik kromosom sedikit-banyak diperkirakan mempengaruhi tingkat polimorfismenya. Misalnya dalam hal ini polimorfism terendah ada pada kromosom 9 dan 8 yang hanya mendeteksi 2 primer polimorfik. Kromosom 9 merupakan kromosom terpendek diantara 12 kromosom padi, yang diikuti kromosom 8 sebagai kromosom terpendek ke-2 (Chen et al. 2002). Adapun
kromosom 1 adalah kromosom yang terpanjang secara fisik diantara 12 kromosom lainnya, dimana jumlah marka polimorfik yang terdeteksi juga terbanyak yaitu 9 primer. Meski demikian, hanya 24 dari 64 marka polimorfik saja yang selanjutnya tetap digunakan dalam survei polimorfisme individu pada populasi F2.
Setiap kromosom padi akan diwakili oleh 2 primer polimorfik. Pemilihan 24 marka diantara 64 marka terseleksi di tahap satu didasarkan pada perbedaan jarak antar pita yang teramplifikasi yang jelas supaya memudahkan skoring. Marka-marka yang memiliki jarak yang cukup jauh atau signifikan per kromosom dipilih yang memperlihatkan pola segregasi yang nyata berbeda antar tetua. Asumsinya adalah bahwa marka dengan ukuran yang lebih pendek mewakili lengan pendek kromosom, sedangkan ukuran yang lebih besar untuk mewakili kromosom lengan panjang.
Selain itu dipilih marka-marka yang ‘relatif baru’ yaitu yang sama-sekali belum pernah dilaporkan terkait dengan QTL tertentu. Perkecualian dilakukan terhadap kromosom yang polimorfisme-nya sangat rendah, sehingga tidak memungkinkan memilih primer secara lebih leluasa. Dalam hal ini kromosom 8 dan 9 yang hanya mendapat 2 primer polimorfik, sehingga kedua primer yang mewakilli tersebut langsung terpilih. Marka-marka tersebut selanjutnya akan digunakan untuk analisis QTL di individu F2.
Konfirmasi genotype F1 dilakukan terhadap DNA dari satu tanaman F1 terpilih yang telah diseleksi sebelumnya berdasar karakter /keragaan fenotipiknya. Adapun primer yang digunakan untuk konfirmasi polimorfisme F1 sebanyak 18 buah yaitu RM543, RM28102, RM125, RM256, RM3628, RM402, RM174, RM208, RM289, RM6909, RM448, RM17403, RM7195, RM474, RM254, RM304, RM519 dan RM441 (Gambar 9). Primer-primer tersebut merupakan primer polimorfik dari hasil survei terhadap 553 primer yang digunakan dalam survey polimorfisme tetua. Pola pita heterosigot dari visualisasi DNA individu F1 seperti pada Gambar 5 membuktikan bahwa F1 yang terpilih merupakan rekombinan dari Bio-148 dan IR64.
Analisis segregasi marka
Analisis segregasi dilakukan menggunakan Uji Chi Kuadrat terhadap 24 marka polimorfik, dimana dengan dua alel untuk setiap lokus dan ambang α = 0.05 maka nilai X2 tabel adalah 5.99. Setiap lokus yang diuji memperlihatkan pola segregasi alel yang mengikuti Hukum Mendel, kecuali alel pada lokus RM448 di kromosom 3 dan alel lokus RM474 di kromosom 10 (Tabel 7). Kedua lokus tersebut memiliki nilai X2 hitung yang lebih besar dari X2 tabel, yaitu 21.48 (RM448) dan 11.266 (RM474). Ini berarti pada kedua lokus tersebut telah terjadi distorsi segregasi, yaitu alel-alel pada lokus RM448 dan RM474 tidak bersegregasi (berpisah) secara independen, atau dengan kata lain, alel-alel pada kedua lokus tersebut tidak memperoleh kesempatan yang sama untuk bersegregasi pada masa pembentukan gamet.
Tabel 5. Daftar primer SSR polimorfik antara IR64 dan Bio-148 No Primer Sekuen F Sekuen R Chr# Posisi
1 RM1282 AAGCATGACAGCTGCAAGAC GGGGATGAAGGGTAATTTCG 1 548,511 2 RM1869 CGTTTCACAATGTAAGACTT CTCCGTTTTACAATGTAAGA 1 2,696,922 3 RM243 GATCTGCAGACTGCAGTTGC AGCTGCAACGATGTTGTCC 1 7,970,722 4 RM576 ggacggcgagttcataaatag cttgatgggataaaagcatcag 1 8,138,458 5 RM572 CGGTTAATGTCATCTGATTGG TTCGAGATCCAAGACTGACC 1 9,865,568 6 RM10887 GAACCTGAAACACACCACCAACC GCCGCCACTACTACTACCATTGC 1 14,626,768 7 RM449 TTGGGAGGTGTTGATAAGGC ACCACCAGCGTCTCTCTCTC 1 15,123,035 8 RM543 CTGCTGCAGACTCTACTGCG AAATATTACCCATCCCCCCC 1 32,782,389 9 RM212 ccactttcagctactaccag cacccatttgtctctcattatg 1 33,053,493 10 RM110 TCGAAGCCATCCACCAACGAAG TCCGTACGCCGACGAGGTCGAG 2 1,326,947 11 RM233 ccaaatgaacctacatgttg gcattgcagacagctattga 2 2,069,848 12 RM174 AGCGACGCCAAGACAAGTCGGG TCCACGTCGATCGACACGACGG 2 7,006,085 13 RM208 tctgcaagccttgtctgatg taagtcgatcattgtgtggacc 2 35,135,783 14 RM218 TGGTCAAACCAAGGTCCTTC GACATACATTCTACCCCCGG 3 8,405,368 15 RM232 ccggtatccttcgatattgc ccgacttttcctcctgacg 3 9,754,695 16 RM1284 ACACTCCCCTTTTGTAAAGC CTAGAACTACGGCATTTTCG 3 10,620,093 17 RM282 CTGTGTCGAAAGGCTGCAC CAGTCCTGTGTTGCAGCAAG 3 12,407,382 18 RM15933 CGGTTGATCTTGTTCTCGATCC AGGTGTGGCTATAGGGCTAGTGG 3 31,034,106 19 RM448 TCTGATCTTGATGCAGGCAC TCTCCCGATTTGGACAGATC 3 31,392,470 20 RM1352 ACGAGTTGTACTCTGGTTGC TCTCGGTTTTTATCTTGCTG 3 32,346,651 21 RM17403 GAGGAGAGGAGAAGGGAGAAAGG GTGTTGCACCTCCTACCTCTGG 4 29,647,666 22 RM17483 TAGCTTCGGTTCTTGATCGTTGG AAACAGATTGCTCACCACCTTGG 4 31,002,305 23 RM6909 AAGTACTCTCCCGTTTCAAA CCTCCCATAAAAATCTTGTC 4 31,875,539 24 RM6317 GGAGACAGTGGAGAGGCTACTGG CATCATCAACTACCAACCCATCC 5 1,522,561 25 RM405 TCACACACTGACAGTCTGAC AATGTGGCACGTGAGGTAAG 5 3,073,406 26 RM289 TTCCATGGCACACAAGCC CTGTGCACGAACTTCCAAAG 5 7,807,745 27 RM249 GGCGTAAAGGTTTTGCATGT ATGATGCCATGAAGGTCAGC 5 10,776,494 28 RM3437 AACCACCTAGGTTTCTCCCC TAGCAACGAGGTTATTGGGC 5 16,502,777 29 RM178 TCGCGTGAAAGATAAGCGGCGC GATCACCGTTCCCTCCGCCTGC 5 25,101,829 30 RM217 ATCGCAGCAATGCCTCGT GGGTGTGAACAAAGACAC 6 4,234,184 31 RM111 CACAACCTTTGAGCACCGGGTC ACGCCTGCAGCTTGATCACCGG 6 5,096,744 32 RM402 GAGCCATGGAAAGATGCATG TCAGCTGGCCTATGACAATG 6 6,399,680 33 RM527 ggctcgatctagaaaatccg ttgcacaggttgcgatagag 6 9,862,291 34 RM7311 CTAGTTTATGCCCTCGTTTCTTGC ATGGAAGTGGTCGTTGAACTCG 6 11,045,663 35 RM3628 AATCATGCCTAGAGCATCGG GTTCAACATGGGTGCAGATG 6 23,737,032 36 RM20590 TTCGATGAGCACCTTTCCTTGTCC GCCTCGCCGATTCACTTATGC 6 28,015,526 37 RM1093 AGGTTGATGAACCCGATGAG CTAGCTGCAGAACGGAGGAG 7 668,862 38 RM20934 ATTGCCGCTGCTTGTAGAAATCC GAAGGAATTTATCGGTGGAACAGC 7 2,150,845 39 RM481 TAGCTAGCCGATTGAATGGC CTCCACCTCCTATGTTGTTG 7 2,875,166 40 RM125 ATCAGCAGCCATGGCAGCGACC AGGGGATCATGTGCCGAAGGCC 7 5,479,538 41 RM336 CTTACAGAGAAACGGCATCG GCTGGTTTGTTTCAGGTTCG 7 21,871,205 42 RM5508 TCGCACACTAGCTCGATCAG TGGTCCTCTTCTCCATCCAG 7 23,558,551 43 RM473 TATCCTCGTCTCCATCGCTC AAGGATGTGGCGGTAGAATG 7 25,457,233 44 RM478 CAGCTGGGGAAGAGAGAGAG TCAGAAACTAAACGCACCCC 7 25,949,521 45 RM407 GATTGAGGAGACGAGCCATC CTTTTTCAGATCTGCGCTCC 8 522,394
Tabel 5. Lanjutan
No Primer Sekuen F Sekuen R Chr# Posisi 46 RM256 GACAGGGAGTGATTGAAGGC GTTGATTTCGCCAAGGGC 8 24,270,635 47 RM257 CAGTTCCGAGCAAGAGTACTC GGATCGGACGTGGCATATG 9 17,719,660 48 RM3808 CGTTAGCGAAACGAACAGTG CAGTGGCTCGGTAATCGC 9 20,547,384 49 RM474 AAGATGTACGGGTGGCATTC TATGAGCTGGTGAGCAATGG 10 1,818,800 50 RM216 GCATGGCCGATGGTAAAG TGTATAAAACCACACGGCCA 10 5,352,766 51 RM5348 AATCCGATAGGAGTACCGCC AAGTGTATGGGCTGGAATGG 10 8,485,607 52 RM1375 CTACACGCGCAAACTCTGTC ATGAAGGTCTAGGCTGCACC 10 16,644,899 53 RM304 TCAAACCGGCACATATAAGAC GATAGGGAGCTGAAGGAGATG 10 18,655,588 54 RM147 TACGGCTTCGGCGGCTGATTCC CCCCCGAATCCCATCGAAACCC 10 20,947,918 55 RM1812 CAGCTAGTGAGCTCCTAGTG GCTAACCCACCAACTTATTC 11 2,405,106 56 RM441 ACACCAGAGAGAGAGAGAGAGAG TCTGCAACGGCTGATAGATG 11 6,081,100 57 RM229 CACTCACACGAACGACTGAC CGCAGGTTCTTGTGAAATGT 11 18,407,879 58 RM206 CCCATGCGTTTAACTATTCT CGTTCCATCGATCCGTATGG 11 22,014,679 59 RM254 AGCCCCGAATAAATCCACCT CTGGAGGAGCATTTGGTAGC 11 23,764,361 60 RM7195 GCCACTGGAAACAATTGAAACG CGCTTTGTCCTTGTGTAACTACCG 12 9,893,824 61 RM1337 AGTGGCCCGAACCTGTATAACC GAGCAGGTGCAATGCTGAGG 12 11,933,306 62 RM28102 CACTAATTCTTCGGCTCCACTTTAGG GTGGAAGCTCCGAGAAAGTGC 12 15,907,555 63 RM519 AGAGAGCCCCTAAATTTCCG AGGTACGCTCACCTGTGGAC 12 19,903,791 64 RM465 GTGCCTCCATCATCATCATC TAGGACAAGCGAAGAAACCG 12 16,750,640 Keterangan : primer yang dicetak merah merupakan primer terpilih tahap 2
Tabel. 6. Hasil survei polimorfisme tetua dengan 553 primer Kromosom Jumlah marka SSR untuk survei % marka SSR untuk survei Jumlah marka SSR polimorfik % Polimorfisme 1 79 14.29 9 11.39 2 57 10.31 4 7.02 3 64 11.57 6 9.38 4 39 7.05 3 7.69 5 47 8.50 6 12.77 6 59 10.67 7 11.86 7 43 7.78 8 18.60 8 40 7.23 2 5.00 9 29 5.24 2 6.90 10 32 5.79 6 18.75 11 30 5.42 6 20.00 12 34 6.15 5 14.71 Total 553 100.00 64 11.57
Distorsi segregasi yang nyata sebelumnya juga diperlihatkan oleh marka RM402 dan RM441, dimana seluruh individu F2 yang diuji memperlihatkan pola segegasi alel yang mengikuti hanya salah satu tetua saja (Gambar 10). Oleh karena itu primer RM402 dan RM441 tidak diikutsertakan dalam analisis QTL di penelitian selanjutnya. Namun demikian, meskipun beberapa marka memperlihatkan fenomena distorsi segregasi, hal itu tidak berarti bahwa marka tersebut tidak dapat digunakan dalam deteksi rekombinan.
Tabel 7. Segregasi 24 marka SSR terpilih pada populasi F2
Kromosom Nama lokus Posisi (cM) (Chi^2) Segr alel IR64 % Segr % Segr alel Bio
1 RM576 43.2 2.591 23.12 30.11 1 RM10887 72.8 0.198 24.48 23.96 2 RM174 33.1 3.062 26.29 19.59 2 RM208 154.1 1.941 27.81 20.86 3 RM15933 138.7 2.309 27.75 27.75 3 RM448 140.1 21.487 22.44 10.90 4 RM17403 99.3 3.67 29.61 27.37 4 RM6909 111.3 9.571 26.98 33.33 5 RM289 50.2 3.155 24.23 30.41 5 RM3437 60.7 2.041 20.62 25.77 6 RM7311 61.3 1.932 29.32 23.04 6 RM3628 85.4 2.092 25.41 20.54 7 RM125 41.7 4.108 23.08 20.00 7 RM5508 81.9 4.653 23.47 19.39 8 RM407 3 2.66 29.38 21.13 8 RM256 96.6 0.667 25.25 27.27 9 RM257 65.1 4.033 20.00 22.78 9 RM3808 82.1 2.631 29.23 26.15 10 RM474 3 11.266 35.11 18.62 10 RM304 87.1 0.269 26.34 23.66 11 RM3605 80.2 1.95 29.28 24.86 11 RM254 98.2 2.386 25.90 29.52 12 RM7195 49.3 5.653 19.47 22.11 12 RM519 70 5.712 20.94 20.42
Menurut Xu (2008), pemakaian marka yang berdistorsi segregasi dapat meningkatkan kejernihan pemetaan yang diperoleh, serta bermanfaat dalam pengujian statistika dalam analisis/ pemetaan QTL. Oleh karena itu, dalam penelitian ini marka RM474 dan RM448 tetap disertakan dalam analisis pautan marka. Distorsi segregasi merupakan fenomena yang sering terjadi dan terdistribusi secara luas yang terdeteksi pada tanaman, terutama pada berbagai populasi pemetaan yang berasal dari spesies yang berbeda (Barret et al 2004.).
Beberapa mekanisme yang dilaporkan menjelaskan fenomeda distorsi segregasi tersebut adalah: penolakan atau penghapusan gamet jantan atau betina selama pembuahan, pembuahan selektif oleh fenotipe gamet tertentu dan aborsi zigot (Xu et al 1997). Selain itu, dalam hal distorsi alel segregasi yang berasal dari
interaksi antara alel marka dengan alel gametofit, lokus tertentu pada gametofit dianggap bertanggung jawab terhadap penghapusan sebagian atau seluruh gamet yang membawa alel tetua tertentu, yang berkontribusi terhadap berkurangnya kapasitas penyerbukan, atau juga dikenal sebagai ‘gen pembunuh serbuk sari’ (Harushima et al 1996). Distorsi segregasi ini memegang peran yang cukup
penting dalam proses pemulihan (recovery) genotipe rekombinan spesifik yang
diperoleh dari populasi pemuliaan, terutama pada populasi yang berasal dari persilangan antarspesies dimana pemulihan terhadap rekombinan-spesifik yang
diinginkan tersebut sangat terbatas karena rendahnya tingkat keberhasilan kelangsungan hidup turunannya (Lashermes et al 2001).
Distorsi segregasi juga dapat disebabkan oleh hilang atau rusaknya alel resesif, keberadaan alel yang self-inkompatibility, structural rearrangement, atau
perbedaan kandungan dalam DNA. Pada Arabidopsis, tingginya level distorsi segregasi disebabkan oleh tingginya frekuensi rekombinasi. Apapun penyebabnya, distorsi segregasi merupakan akibat dari transmisi yang tidak equal dari
kromosom tertentu, atau setidaknya bagian tertentu dari kromosom kepada progeninya (Das et al 2012).
Adanya faktor parsial-lethal dalam genetik, atau adanya sterilitas pada
gametophytic maupun pada gen, serta terjadinya non-fungsional pada sebagian
besar serbuk sari, misalnya dalam persilangan antara padi indica/japonica
sehingga gagal membuahi putik, juga dilaporkan sebagai beberapa penyebab distorsi segregasi (Andaya dan Mackill 2003). Distorsi segregasi biasanya umum