SEGREGASI PERSILANGAN BIO-148 DAN IR
4 PEMBAHASAN UMUM
Berdasarkan analisis korelasi sebelumnya, karakter-karakter agronomi dan komponen hasil yang berkorelasi sangat nyata-positif terhadap hasil telah berhasil diidentifikasi, antara lain : TSN (berkorelasi sangat nyata-positif terhadap hasil), FG (berkorelasi sangat nyata-positif terhadap hasil), TN (berkorelasi sangat nyata- positif terhadap hasil), dan PN (berkorelasi sangat nyata-positif terhadap hasil).
Adapun karakter-karakter morfologi yang berkorelasi nyata, baik positif maupun negatif, terhadap hasil maupun komponen hasil, antara lain : PH (berkorelasi sangat nyata-positif terhadap hasil (Y)), FLL-FLW (berkorelasi sangat nyata-positif terhadap FG dan TSN), PL (berkorelasi sangat nyata-positif
terhadap FG dan TSN), FLA (berkorelasi sangat nyata-negatif terhadap Y, FG, TSN, PH, TN dan PN), dan PL (berkorelasi sangat nyata-positif terhadap FG, TSN dan PH).
Analisis regresi berganda selanjutnya juga telah berhasil mengidentifikasi karakter-karakter morfologi maupun agronomi yang memiliki pengaruh nyata terhadap hasil atau komponen hasil, serta menjadi variabel dalam model persamaan regresi berganda yang terbentuk. Dari seluruh karakter yang digunakan sebagai varieble bebas (X) untuk menduga Y, berdasarkan persamaan regresi berganda yang terbaik, ditunjukkan bahwa 100GW, FG, FLL, PH, TN, dan PN memberikan kontribusi peningkatan terhadap hasil (positif). Adapun karakter lainnya yaitu FLA, FLW, PL, UG, dan TSN memberikan kontribusi negatif terhadap hasil.
Studi komparasi sering dilakukan terhadap hasil identifikasi QTL yang telah ditemukan. Keuntungan dan manfaat dari melakukan komparasi ini yang paling utama adalah : dapat menilai apakah suatu QTL tersebut adalah baru atau bukan, dapat menilai tingkat validitasnya dengan memperbandingkan kesesuaian posisi/area QTL yang ditemukan terhadap QTL yang sama pada populasi dengan latar belakang genetik yang sama, serta dapat menduga seberapa penting peran QTL untuk karakter tertentu- yang diduga dari tingkat konservasinya pada populasi dengan latar belakang genetik yang berbeda. Selain itu, juga untuk memperkaya referensi yang dapat dipakai sebagai acuan bagi eksplorasi QTL- QTL yang baru atau bahkan mengisolasi gen-gen yang terkait dengan QTL tersebut.
Hasil perbandingan antara QTL yang diperoleh dalam penelitian ini dengan studi-studi penelitian sebelumnya secara umum memperlihatkan bahwa beberapa QTL untuk karakter tertentu memiliki kesamaan lokasi/posisi fisik, atau berada di dalam interval dari area ditemukannya QTL hasil studi sebelumnya oleh peneliti lain. Namun terdapat pula beberapa QTL yang sama sekali belum pernah dilaporkan sebelumnya. Perbedaan hasil ini sangat beralasan, karena disebabkan oleh perbedaan materi genetik yang digunakan, lingkungan penelitian, jumlah dan jenis marka yang digunakan dalam seleksi polimorfisme parental dan ukuran populasi. Resolusi hasil pemetaan QTL tergantung pada kepadatan penanda, jumlah generasi selfing atau silang balik, dan ukuran populasi pemetaan (Flint dan Mott 2001). Berikut ini diuraikan komparasi antara QTl-QTL yang berhasil diidentifikasi dalam studi ini dengan yang sebelumnya pernah diteliti oleh peneliti lain.
Tinggi tanaman (PH)
Tinggi tanaman terkait erat dengan panjang batang utama. Batang berfungsi sebagai penopang tanaman, penyalur senyawa-senyawa kimia dan air dalam tanaman, dan sebagai cadangan makanan. Batang yang kokoh akan mendukung hasil yang tinggi, karena bila batang lemah maka tanaman akan rebah terutama di daerah yang sering dilanda angin kencang.
Kerebahan tanaman dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis. Kerebahan umumnya terjadi akibat melengkung atau patahnya ruas antar buku batang terbawah. Adapun kekuatan antarbuku batang dipengaruhi oleh kekuatan mekanik- yaitu ketebalan batang dan kekuatan jaringan, komposisi kimia dan status hara tanaman. Batang yang pendek dan kaku merupakan sifat yang
dikehendaki dalam pengembangan varietas-varietas unggul padi karena tanaman menjadi tahan rebah, perbandingan antara gabah dan jerami lebih seimbang, dan lebih tanggap terhadap pemupukan nitrogen (Yoshida 1981).
Tinggi tanaman memiliki korelasi sangat nyata terhadap hasil pada penelitian ini. Berdasarkan Gramene QTL Database, saat ini telah berhasil diidentifikasi sebanyak 1011 QTL yang berasosiasi dengan tinggi tanaman pada padi, 33QTL diantaranya berada di kromosom 4. Dalam studi ini, ph.4 QTL yang
berasosiasi dengan tinggi tanaman juga diidentifikasi pada kromosom 4 pada posisi 99.3cM atau bertepatan dengan marka RM17403, dimana alel dari Bio-148 yang berkontribusi terhadap pertambahan tinggi tanaman. Jika dibandingkan dengan studi sebelumnya, lokasi QTL dalam studi ini berada dalam interval QTL yang sama ( Xiao et al. 1996) yang mengidentifikasi QTL untuk tinggi tanaman
(PTHT-4) di kromosom 4 pada interval 75.9-105.8cM, dimana sebagai donor parent LH422 yaitu jenis padi japonica dan tetua recurrent Cornell9024 jenis indica. Artinya, terdapat kesesuaian antara QTL hasil studi ini dengan studi
tersebut.
Selain itu, komparasi dengan studi lainnya juga telah mendapat setidaknya 3 QTL berasosiasi dengan tinggi tanaman di kromosom yang sama dan pada interval yang relatif berdekatan dengan posisi QTL yang diidentifikasi dalam studi ini, antara lain Yan et al. (1998), Macmillan et al (2006) dan Li et al (2003) yang
ketiganya menggunakan varietas Azucena (padi japonica) sebagai donor tetua
namun berbeda recurrent parent, yaitu IR64 (Li et al 2003, Yan et al. 1998) dan
Aberdeen Bala (Macmillan et al. 2006). Kekonsistenan area QTL yang berasosiasi
dengan tinggi tanaman ini mengindikasikan bahwa tinggi tanaman merupakan karakter yang dikonservasi secara baik pada varietas dengan latar belakang genetik yang berbeda dan pada lingkungan yang berbeda. Hal yang sama dinyatakan oleh Liu et al. 2014, untuk QTL yang berasosiasi dengan beberapa
karakter untuk bentuk/arsitektur tanaman padi.
Tinggi tanaman merupakan karakter penting pada arsitektur tanaman dan berpengaruh terhadap hasil gabah pada padi, dimana karakter ini terkait sangat erat dengan fotosintesis dan ketahanan tanaman terhadap rebah (Xue et al. 2013).
Beberapa penelitian melaporkan bahwa terdapat korelasi-negatif yang sangat tinggi antara jumlah total anakan per tanaman dengan tinggi tanaman pada padi (Yan et al. 1998). Penemuan gen sd1 yang mengkode enzim GA20-oxiside
(GA20ox)- yang terlibat dalam sintesa gibberelin dan pemanjangan sel –
merupakan kemajuan penting untuk mengungkap mekanisme molekular terkait tinggi tanaman, yang memiliki peran nyata dalam pemuliaan tanaman (Xue et al.
2013)
Jumlah malai per rumpun (PN)
Malai tanaman padi menopang gabah yang merupakan sink yang perlu
diisi dengan materi/fotosintat dari berbagai sumber (source) tanaman. Malai
mencapai hasil tinggi ketika jumlah gabah per m2 banyak, persentase gabah isi tinggi, dan bobot 1000 butir gabah isi tinggi (Yoshida 1981). Untuk mencapai jumlah gabah yang banyak maka perlu pengaturan jarak tanam optimal (spesifik varietas dan kesuburan tanah) dan pemberian pupuk N dan atau bahan organik yang optimal (sesuai kondisi lahan).
Berdasarkan Gramene QTL Database, secara total telah berhasil diidentifikasi sebanyak 207 QTL yang berasosiasi dengan jumlah malai per tanaman pada padi, 34QTL diantaranya berada di kromosom 4. Dalam studi ini,
pn.4 QTL yang berasosiasi dengan jumlah malai per tanaman juga diidentifikasi
pada kromosom 4 pada posisi 99.3cM dan 103.3 cM atau berdekatan dengan marka RM17403, dimana alel dari IR64 yang berkontribusi terhadap pertambahan jumlah malai tanaman.
Hittalmani et al. (2003) mengidentifikasi QTL untuk jumlah malai per
tanaman pada interval yang mencakup studi ini, yaitu di kromosom 4 pada interval 82.2-103.6cM, pada populasi double-haploid (DH) dari hasil persilangan antara varietas IR64 (O.sativa indica IRRI) dengan Azucena (O.sativa ssp. Japonica). Hal ini berarti terdapat kesesuaian antara QTL yang diidentifikasi
dalam studi ini dengan studi tersebut. Selain itu, Ishimaru et al. (2001) juga
melaporkan sejumlah QTL untuk jumlah malai per tanaman sebagai PNNB pada
interval 102.1-122.9 cM dari populasi F2 dari persilangan antara Oryza sativa- JRGP Nip (O. sativa Japonica Group Nipponbare) dengan Kas (O. sativa Indica
Group Kasalath).
Dalam beberapa tahun terakhir, para ilmuwan mengubah strategi mereka untuk mencari gen yang berguna untuk meningkatkan produksi beras. Mereka menjadi lebih tertarik untuk menemukan suatu sifat yang menguntungkan dalam varietas padi yang ada, daripada menggunakan mutan yang biasanya berasosiasi dengan karakter agronomi yang buruk. Dengan menggunakan strategi tersebut, dua QTL utama telah diidentifikasi baru-baru ini (Wang dan Li 2011). Salah satunya adalah QTL untuk malai yang padat dan tegak/ Dense Erect Panicle1
(DEP1) (Huang et al. 2009) dan yang lainnya adalah arsitektur tanaman ideal/ Ideal Plant Architecture1 (IPA1) atau Wealthy Farmer Panicle (WFP) (Jiao et al.
2010).
DEP1 dan IPA1/WFP merupakan QTL utama yang dominan / semidominant yang mengontrol percabangan malai dan pada akhirnya menguntungkan hasil gabah. Meskipun DEP1 dan OsSPL14 mengatur percabangan malai melalui mekanisme yang berbeda, kedua gen tersebut memiliki pengaruh terhadap sistem pembuluh tanaman padi (Wang dan Li, 2011). Alel dari dep1 dan ipa1 memperlihatkan peningkatan pada jumlah pembuluh
tanaman, yang berkontribusi terhadap transportasi nutrisi dan udara, serta meningkatkan ketahanan terhadap rebah, yang akhirnya dapat meningkatkan hasil gabah (Huang et al. 2009, Jiao et al. 2010). Berdasarkan pengaruh alel dep1 dan ipa1 terhadap jumlah percabang malai, tampak bahwa kedua gen tersebut
kemungkinan berperan dalam lintasan genetik yang sama (Wang dan Li 2011). Jumlah anakan per rumpun (TN)
Pembentukan anakan berlangsung sejak munculnya anakan pertama yang muncul dari tunas aksial pada buku batang, sampai pembentukan anakan maksimum tercapai. Anakan mulai tumbuh setelah tanaman padi mempunyai 4 atau 5 daun. Stadia anakan maksimal dapat terjadi secara bersamaan, sebelum atau sesudah inisiasi primordia malai. Setelah anakan maksimal tercapai, sebagian dari anakan akan mati dan tidak menghasilkan malai, atau yang disebut anakan non produktif (Makarim dan Suhartatik 2009).
Anakan padi merupakan indikator pertumbuhan tanaman padi yang sehat atau sakit, meskipun secara genetik varietas tanaman menentukan jumlah anakan. Kapasitas anakan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas- varietas unggul. Tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak tanam, mampu mengkompensasi rumpun-rumpun yang mati dan mencapai luas daun dengan cepat (Yoshida 1981).
Jumlah total anakan (TN) dalam studi ini termasuk salah satu dari karakter yang sangat nyata kontribusinya terhadap hasil. Anakan merupakan percabangan yang mengandung biji pada tanaman monokotil, dimana secara normal satu tunas anakan akan muncul dari axil pada masing-masing daun dari batang utama
tanaman padi. Namun, hanya tunas yang terdapat pada ruas terbawah (basal- internode) yang tidak mengalami perpanjangan saja, yang berpotensi untuk
berkembang menjadi anakan (Wang dan Li 2011). Kapasitas anakan merupakan karakter arsitektur yang penting untuk hasil gabah, karena jumlah anakan per tanaman menentukan jumlah malai per tanaman dan berpengaruh langsung terhadap produksi (Zhang et al. 2011). Perbaikan genetik terhadap karakter ini
akan positif pengaruhnya bagi peningkatan hasil.
Sebagai salah satu karakter agronomi penting, QTL untuk jumlah total anakan per tanaman juga telah banyak diteliti (Wang dan Li 2011). Saat ini telah terdapat sekitar 213 QTL untuk karakter tersebut, dimana 20 QTL diantaranya terdapat di kromosom 4 (Gramene QTL Database). Dalam studi ini, pada kromosom yang sama juga telah diidentifikasi 2 QTL untuk karakter yang sama yaitu tn.4 pada posisi 101.3 cM dan 99.3 cM yang berdekatan dengan marka
RM17403. Kontribusi alel IR64 yang terdapat pada QTL-QTL tersebut menyebabkan pertambahan anakan hingga 2.2 anakan per tanaman. Komparasi dengan studi lainnya memperlihatkan bahwa tn.4 dalam studi ini relatif
berdekatan dengan QTL-QTL yang diperoleh dari studi sebelumnya untuk sifat yang sama namun dari persilangan yang berbeda (Hua et al. (2002).
Jumlah biji isi (FG) dan bobot 100 biji (100GW)
Sejak inisiasi malai, terjadi penumpukan asimilat yang mencapai puncaknya pada anthesis dan setelah itu simpanan tersebut berkurang secara drastis. Sejalan dengan itu, bobot gabah bertambah sejak antesis. Simpanan asimilat selama pra-bunga disebut juga simpanan sementara, yang pada umumnya terdiri atas pati dan gula, yang tersimpan dalam pelepah daun dan pangkal batang (Murata dan Matsushima 1975). Menurut Yoshida (1981), sumbangan terhadap gabah yang berasal dari simpanan sementara tersebut berkisar 0-90%, namun pada umumnya hanya 20 – 40%. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa peranan aimilat pra-antesis terutama dalam mencegah gabah abortif ketika pertumbuhan karyopsis sedang aktif yaitu 2 – 3 minggu setelah berbunga (Murata dan Matsushima 1975).
Bobot 100biji (100GW) juga memiliki hubungan yang nyata terhadap hasil biji dalam studi ini, dengan r = 0.097 menurut analisis korelasi (Tabel 2). Demikian pula dalam model regresi, bobot 100 biji memberi kontribusi positif yang signifikan terhadap hasil biji (p= 0.000), dimana secara parsial pada asumsi variabel lainnya tetap/konstan maka peningkatan sebesar 1 gram terhadap bobot 100 biji akan mengakibatkan peningkatan pada hasil sebesar 10.7 gram (Tabel 4).
Zat pati atau karbohidrat yang terkandung dalam biji-bijian padi menyumbang 80-90% dari berat kering akhir. Pengisian biji sebenarnya adalah proses akumulasi dari pati, dan telah dilaporkan bahwa terdapat 33 enzim utama yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat dalam perkembangan endosperm padi, dimana lima enzim diantaranya dianggap memainkan peran kunci dalam proses tersebut. Kelima enzim tersebut adalah synthase sukrosa (SuSase, EC 2.4.1.13), invertase (β-fructofuranosidase, EC 3.2.2.26), pyrophosphorylase
difosfat glukosa adenosin (AGPase, EC 2.7.7.27), pati sintase (StSase, EC 2.4.1.21), dan enzim percabangan-pati (SBE, EC 2.4.1.18) (Yang dan Zhang 2010).
Bobot biji merupakan salah satu dari tiga komponen hasil adalah indeks integrasi untuk panjang biji, lebar dan ketebalan biji. Panjang dan lebar biji sendiri merupakan suatu sifat yang kompleks yang dikendalikan oleh banyak gen. Setidaknya terdapat 89 QTLs untuk bobot biji padi atau yang terkait dengan sifat tersebut yang tersebar di 12 kromosom padi yang telah berhasil diketahui (Li Yuan-yuan et al. 2014). Berdasarkan metode CIM, QTL untuk 100GW dalam
studi ini diidentifikasi pada kromosom 5 pada jarak 50.2cM pada marka RM289 dan kromosom 9 pada 73.1cM bertepatan pada marka RM257. Alel dari Bio-148 pada kedua QTL tersebut secara bersama-sama berkontribusi terhadap fenotipik sebesar 15.6% atau penambahan bobot 100butir hingga 0.14gram.
Panjang daun bendera (FLL)
Daun bendera merupakan daun teratas yang posisi dan ukurannya nampak berbeda dari daun yang lain. Karakter daun merupakan salah satu sifat morfologik yang berkaitan erat dengan produktivitas tanaman, antara lain ketegakannya, panjang dan lebarnya, ketebalannya, warnanya, kelembutannya dan penuaannya (Jennings et al.1979).
Panjang daun lebih beragam dibandingkan dengan lebarnya dan dikaitkan dengan sudut daun. Daun yang lebih panjang cenderung lebih terkulai, maka daun yang lebih pendek dan kecil akan lebih tegak. Secara teoritik, daun yang lebih tegak ini akan tersebar secara merata pada tajuk. Pada kondisi indeks luas daun yang sama, tanaman yang memiliki tajuk yang besar tetapi berdaun kecil akan memiliki fotosintesis lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang memiliki tajuk kecil walaupun daunnya lebar (Yoshida 1981). Kumpulan daun membentuk tajuk. Tajuk menangkap radiasi surya untuk fotosintesis.
Panjang daun bendera menurut analisis korelasi-regresi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil, namun sangat nyata pengaruhnya terhadap komponen hasil. Dalam penelitian ini, QTL untuk panjang daun bendera diidentifikasi sebagai fll.2
di kromosom 2 pada posisi 145.1cM dan 154.1 cM yang berdekatan dengan marka RM208. Yan et al. (1999) melaporkan beberapa QTL untuk panjang daun
bendera, yang disebut sebagai qSLL-2 pada kromosom yang sama di interval
123.4-146cM pada populasi RIL turunan persilangan Oryza sativa-CNRRI Zh97B
(O. sativa Indica Group Zhenshan 97) dengan Mil46 (O. sativa Indica Group
Milyang46). Lokasi QTL yang diidentifkasi Yan et al (2003) tersebut bersesuaian
dengan posisi fll.2 yang diidentifikasi dalam penelitian ini. Namun demikian
belum dapat dipastikan, apakah QTL yang dimaksud adalah QTL yang sama. Mei et al. (2005) juga melaporkan QTL untuk panjang daun bendera di
yaitu pada interval 149.7-165.4cM yang diidentifikasi sebagai FLL pada populasi RIL dari persilangan antara Oryza sativa-IRRI Lem (O.sativa Japonica Group
Lemont) dan Teq (O. sativa Indica Group Teqing). Seperti halnya QTL lainnya
dalam studi ini, belum dapat dipastikan apakah QTL dari hasil identifikasi ini adalah QTL yang sama. Komparasi lebih lanjut dengan hasil peneliti lainnya mendapatkan setidaknya masih terdapat 3 jenis QTL lainnya untuk panjang daun bendera di lokasi yang relatif berdekatan dengan lokasi QTL dalam studi ini, yaitu
QFll2 di interval 80.2-81.2cM (Yue et al. 2006), fll2 di interval 138.9-143.9cM
(Yan et al. 1999), dan FLL di 149.7cM (Mei et al. 2005). Melimpahnya QTL
yang berasosiasi dengan panjang daun bendera di kromosom 4 pada lokasi yang relatif berdekatan tersebut menjadi bukti bahwa gen-gen yang mengatur panjang daun bendera memainkan peran yang penting terkait kelangsungan hidup tanaman, dan oleh karenanya karakter tersebut tetap dipertahankan/dikonservasi secara baik pada populasi dengan background genetik yang berbeda maupun di
lingkungan yang tak sama. Lebar Daun Bendera (FLW)
Sama halnya dengan panjang daun bendera, lebar daun bendera menurut analisis regresi-korelasi tidak nyata pengaruhnya terhadap hasil, namun sangat nyata kontribusinya terhadap total bunga per malai (komponen hasil). Dalam penelitian ini, QTL untuk lebar daun bendera diidentifikasi pada kromosom 4, yaitu flw.4.1 pada interval 99.3-101.3cM yang berdekatan dengan marka
RM17403, dan flw.4.2 pada posisi 111.3 yang bertepatan dengan marka RM6909.
Alel-alel dari tetua Bio-148 pada QTL-QTL tersebut berkontribusi terhadap penambahan lebar daun dengan total variasi fenotipik mencapai 21.2%. Studi oleh Mei et al. (2003) dan Yan et al. (1999) berhasil mengidentifikasi QTL di interval
yang mencakup posisi QTL studi ini, yaitu masing-masing di interval 59.5 – 140cM dan 82.2 – 104.7cM. Namun, kedua studi tersebut menggunakan tipe populasi dan tetua dengan latar belakang genetik yang berbeda.
Komparasi lainnya juga mendapat setidaknya 4 QTL untuk lebar daun bendera pada posisi yang relatif berdekatan dengan QTL yang diperoleh studi ini, yaitu QFlw.4 pada kromosom 4 di interval 84.5-90.9 cM yang berasal populasi
RIL turunan persilangan Oryza sativa-CNHAU Zhenshan 97 (O. sativa L. ssp.
Indica cultivar Zhenshan) dengan IRAT109 (O. sativa L. ssp. Japonica cultivar
IRAT) (Yue et al. 2006). Ding et al. (2011) mengidentifikasi QTL untuk lebar
daun pada padi IRAT109 di interval RM17483-RM17486 yang menghasilkan hasil tinggi melalui pengembangan ekstra jumlah spikelet per malai. Pada pemetaan halus, Chen et al. (2012) juga mendapat QTL untuk FLW di kromosom
4 diapit marka SSR RM17483-RM1786 dengan efek fenitopik yang cukup besar yaitu 20%.
Daun bendera merupakan kontributor nyata foto-asimilat untuk perkembangan biji, oleh karenanya, area daun bendera dan kapasitas fotosintesis sangat kuat pengaruhnya terhadap hasil biji (Chen et al. 2012). Alel qFL1
diketahui berasosiasi dengan jumlah biji dan bobot malai yang lebih tinggi, dimana hal tersebut setara dengan perbaikan karakter lainnya terkait hasil yang diakibatkan dari peningkatan area daun (Wang et al. 2011).
Panjang malai (PL)
Peningkatan populasi tanaman yang ditujukan untuk memperbanyak jumlah malai per m2 maka akan berdampak semakin pendek malai yang dihasilkan. Semakin panjang malai rata-rata per tanaman padi, maka semakin banyak jumlah gabah yang dihasilkan (Makarim dan Suhartatik, 2009).
Sejauh ini, total QTL untuk karakter panjang malai pada tanaman padi yang telah berhasil diidentifikasi berjumlah 253QTL, diantaranya 23 QTL terdapat di kromosom 2, dan 9 QTL terdapat di kromosom 12 (Gramene QTL Database). Dalam studi ini, pada kromosom yang sama juga telah diidentifikasi 3 QTL yang berasosiasi dengan panjang malai, yaitu 2 QTL pada interval 65.3- 70cM di kromosom 12 yang berdekatan dengan marka RM519; dan 1QTL pada posisi 139.1cM atau bertepatan dengan marka RM208 di kromosom 2. Menariknya, pm.2 dan pm.12 dalam studi ini memiliki kesesuaian area QTL
dengan hasil identifikasi QTL untuk karakter yang sama pada populasi silang balik dari persilangan antara Cornell Jef (tetua recurrent) dengan Oriza rufipogon
(donor parent) yang terdapat pada interval 108.8-141.9cM (kromosom 2) dan 68.9-68.9 (kromosom 12) (Thomson et al. 2003). Ini menunjukkan bahwa QTL
untuk panjang malai merupakan salah satu atribut yang dianggap penting oleh tanaman, dimana pada area tersebut, QTL untuk panjang malai dikonservasi secara baik oleh populasi dengan background genetik dan lingkungan yang
berbeda.
Total Spikelet Per Malai (TSN)
Padi menghasilkan malai, yaitu struktur bunga yang terbentuk dari sejumlah cabang-cabang primer, dimana pada masing-masing cabang terdapat bunga atau percabangan sekunder. Malai memiliki strategi pembentukan bunga yang berbeda dengan “spike”, dimana setiap cabang malai berkembang sebagai satu spikelet. Morfogenesis malai dimulai dari perkembangan cabang ini. Sekitar satu bulan sebelum anthesis, tanaman padi memasuki fase reproduktif, dimana cabang-cabang primer pada malai berdiferensiasi dalam “spiral-phyllataxy” pada
meristem bunga (Bommert et al. 2005).
Selanjutnya, setiap cabang primer tersebut menghasilkan 10-50 bunga, sebagaimana halnya cabang sekunder; bahkan beberapa genotype ada yang membentuk cabang tersier. Jumlah floret ditentukan selama masa ini, namun jumlah floret juvenile yang mengalami aborsi sebelum anthesis akan menurunkan jumlah benih (Kato et al, 2011). Komponen morfologi maupun karakteristik
perkembangan pada malai padi ini ditentukan secara genetik (Yamagishi et al.
2004).
Pembentukan malai selanjutnya dimulai tidak lama setelah tanaman padi memasuki fase reproduktif pada satu bulan sebelum anthesis (Kato et al. 2011).
Cabang primer berdiferensiasi pada meristem bunga, selanjutnya setiap cabang primer menghasilkan puluhan bunga pada 2-3 minggu sebelum anthesis, dan potensi jumlah biji ditentukan oleh jumlah floret (Yamagishi et al. 2004). Jumlah
biji yang dihasilkan saat matang lebih sedikit dengan potensi jumlahnya biasanya disebabkan karena banyak bunga juvenil mengalami aborsi selama masa perkembangannya (Senanayake et al 1991).
Beberapa studi yang telah dilakukan terhadap proses ekofisiologis yang meregulasi jumlah biji pada padi, diantaranya mengemukakan fakta bahwa :
jumlah bunga proporsional terhadap level Nitrogen antara minggu ke-2 dan 4 sebelum anthesis, jumlah total biji (baik isi maupun hampa) ditentukan oleh jumlah spikelet dan jumlah floret yang mengalami aborsi saat pre-anthesis;
dimana jumlah floret yang mengalami aborsi saat pre-anthesis terkait dengan
ketersediaan fotoasimilat/fotosintat mulai fase diferensiasi bunga hingga anthesis, saat masing-masing bunga berkembang menjadi biji (Kato et al, 2011). Selain itu,
kondisi lingkungan yang kurang mendukung misalnya radiasi yang rendah selama periode tersebut juga menyebabkan peningkatan yang signifikan jumlah floret