HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat pada penelitian ini menggunakan uji regresi logistik untuk mendapat model terbaik yang menggambarkan hubungan antara usia dan perdarahan postpartum setelah dikontrol beberapa variabel perancu (Riyanto, 2012).
Berdasarkan analisis multivariat, didapatkan 2 variabel yang berhubungan terhadap timbulnya perdarahan postpartum, yaitu usia dan jarak antarkelahiran. Sehingga dapat dijelaskan bahwa ibu dengan usia risiko tinggi (<20 dan >35 tahun) mempunyai risiko mengalami perdarahan postpartum 3,266 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan usia risiko rendah (20-35 tahun) setelah dikontrol variabel jarak antarkelahiran. Model akhir uji regresi logistik dapat dilihat pada tabel 24 berikut:
Tabel 24. Model Akhir Uji Regresi Logistik
Variabel B Sig Exp(B)
95% C.I. forEXP(B) Lower Upper
Usia 1,184 0,011 3,266 1,304 8,178
Jarak Antarkelahiran 0,681 0,195 1,975 0,705 5,533
4.2 Pembahasan
a. Etiologi Perdarahan Postpartum
Dalam penelitian ini penyebab utama perdarahan postpartum di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013 adalah retensio plasenta yaitu sebesar 33,67%, diikuti laserasi jalan lahir 26,73%, sisa plasenta 22,77%, atonia uteri 3,96%, dan lain-lain.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Suryani (2007) di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan, yang menemukan bahwa penyebab utama perdarahan postpartum adalah retensio plasenta (53,7%), diikuti laserasi jalan lahir (29,3%), atonia uteri (14,6%), dan inversio uteri (2,4%). Namun penelitian ini tidak sesuai dengan yang dinyatakan oleh Parisaei et al (2008) bahwa penyebab perdarahan postpartum sebesar 90% karena atonia uteri, 7% robekan jalin lahir, dan 3% lainnya karena retensio plasenta serta gangguan pembekuan darah. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian Sari dan Sukamto (2011) di RS dr. H. Anshari Shaleh Banjarmasin bahwa perdarahan postpartum disebabkan karena atonia uteri (48,8%), retensio plasenta (28%), dan laserasi jalan lahir (23,2%).
Hal ini menunjukkan etiologi perdarahan postpartum di setiap daerah sangat beragam. Sehingga penyebab utama perdarahan postpartum tidak bisa diprediksi secara pasti berdasarkan epidemiologi dari daerah lain. Perbedaan etiologi ini juga bisa terjadi karena standar penegakkan diagnosis etiologi perdarahan postpartum antara rumah sakit satu dan rumah sakit lainnya berbeda-beda, sehingga sudah pasti terjadi perbedaan persentase etiologi.
Retensio plasenta terjadi karena kelainan pada dinding uterus ibu sendiri. Plasenta tidak lepas dari dinding uterus sehingga tidak lahir dalam waktu setengah jam setelah janin lahir. Kontraksi uterus kurang kuat ataupun plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta tidak dapat lahir (Wiknjosastro, 2009).
b. Hubungan antara Usia Ibu dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan hasil penelitian, dari 43 ibu yang memiliki usia risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) didapatkan 29 (67,4%) sampel pada populasi kasus dan 14 (32,6%) sampel pada populasi kontrol. Setelah analisis diperoleh nilai p sebesar 0,016 yang berarti ada hubungan antara usia dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013. Secara statistik diperoleh nilai OR=2,503 yang berarti ibu bersalin dengan usia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai peluang 2,503 kali untuk terjadinya perdarahan postpartum bila dibandingkan ibu bersalin dengan usia 20-35 tahun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di RSUD Majene oleh Dina et al (2013) yang menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% usia ibu di bawah 20 tahun atau di atas 35 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,1 kali lebih besar dibanding ibu yang berusia 20 sampai 35 tahun. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian Sher Zaman et al
(2007) bahwa pada tingkat kepercayaan 95% ibu yang berusia di bawah 20 tahun atau di atas 30 tahun memiliki risiko mengalami perdarahan postpartum 3,3 kali lebih besar dibandingkan ibu yang berusia 20 sampai 29 tahun.
Usia ibu merupakan faktor predisposisi yang sangat penting pada perdarahan postpartum. Usia paling aman bagi seorang wanita untuk hamil dan melahirkan yaitu antara 20-35 tahun, karena berada dalam masa reproduksi sehat. Kematian maternal pada ibu yang hamil dan melahirkan pada usia <20 tahun dan usia >35 tahun akan meningkat secara bermakna, karena terpapar pada komplikasi baik medis maupun obstetrik yang dapat membahayakan jiwa ibu. Pada wanita berusia kurang dari 20 tahun organ reproduksinya belum berkembang dengan sempurna. Sedangkan wanita berusia lebih dari 35 tahun fungsi organ reproduksinya sudah mengalami penurunan (Mannuaba et al, 2009). Fungsi organ reproduksi yang belum sempurna dan proses penuaan tersebut akan menyebabkan tonus otot kurang adekuat, hingga timbul atonia uteri. Atonia uteri inilah yang menyebabkan perdarahan postpartum (Karkata, 2010).
c. Hubungan antara Berat Badan Lahir dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan hasil penelitian, dari 7 ibu yang memiliki berat badan lahir ≥4000 gram didapatkan 5 (71,4%) sampel pada populasi kasus dan 2 (28,6%) sampel pada populasi kontrol. Setelah analisis diperoleh nilai p sebesar 0,445 yang berarti tidak ada hubungan antara berat badan lahir dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013. Secara statistik diperoleh nilai OR=2,578 yang berarti ibu yang melahirkan bayi dengan berat ≥4000 gram mempunyai peluang 2,578 kali untuk terjadinya perdarahan postpartum bila dibandingkan ibu yang melahirkan anak dengan berat <4000 gram.
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori Cunningham et al (2012) bahwa Bayi dengan berat lahir ≥4000 gram berhubungan dengan perdarahan postpartum, yaitu karena laserasi jalan lahir. Bayi berat lahir lebih juga mengakibatkan overdistensi uterus sehingga lebih berisiko menyebabkan atonia uteri dan pada akhirnya menyebabkan perdarahan postpartum. Penelitian ini juga tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Bratakoesoema dan Angsar (2011), yang menyatakan bahwa Bayi yang dilahirkan dengan berat ≥4000 gram sering sekali menyebabkan perdarahan postpartum dengan penyebab laserasi jalan lahir. Karena Bayi besar dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan sehingga terjadi robekan pada jalan lahir.
Pada penelitian ini berat badan lahir tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum bisa disebabkan karena beberapa kemungkinan. Pertama besar sampel penelitian terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan pengaruh berat badan lahir terhadap perdarahan postpartum. Kedua karakteristik setiap daerah berbeda-beda untuk kejadian tertentu, jadi jumlah sampel minimal yang dihitung berdasarkan penelitian dari daerah lain tidak bisa dijadikan acuan pasti. Ketiga sampel yang diambil tidak menggambarkan populasi secara keseluruhan. Terakhir kemungkinan distribusi karakteristik sampel tidak merata pada populasi kasus maupun kontrol. Contoh bisa saja suatu sampel memiliki usia risiko tinggi, namun pada sampel yang sama jarak antar kelahiran dan berat bayi lahirnya normal, begitu juga sebaliknya.
d. Hubungan antara Jarak Antarkelahiran dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan hasil penelitian, dari 19 ibu yang memiliki jarak antarkelahiran ≤2 tahun didapatkan 12 (63,2%) sampel pada populasi kasus dan 7 (36,8%) sampel pada populasi kontrol. Setelah analisis diperoleh nilai p sebesar 0,319 yang berarti tidak ada hubungan antara jarak antarkelahiran dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013. Secara statistik diperoleh nilai OR=1,882 yang berarti ibu bersalin dengan jarak antarkelahiran ≤2 tahun mempunyai peluang 1,882 kali untuk terjadinya perdarahan postpartum bila dibandingkan ibu bersalin dengan jarak antarkelahiran >2 tahun.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Yamin (2011) di RSUD Abdoel Moloek Lampung yang menyatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat hubungan signifikan antara jarak antarkelahiran ≤2 tahun dan perdarahan postpartum dengan Odd Ratio 4,282. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2007) di Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan yang menyatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% jarak antarkelahiran ≤2 tahun memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian perdarahan postpartum dengan Odd Ratio 3,143.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan teori Armagustini (2010) bahwa jarak persalinan kurang dari 2 tahun mengakibatkan kelemahan dan kelelahan otot rahim, sehingga cenderung akan terjadi perdarahan postpartum. Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumya kurang dari 2 tahun, kondisi rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, sehingga cenderung mengalami partus lama dan perdarahan postpartum. Disamping itu persalinan yang berturut-turut dalam jarak waktu singkat mengakibatkan uterus menjadi fibrotik, sehingga mengurangi daya kontraksi dan retraksi uterus. Kondisi seperti ini berakibat terjadinya perdarahan postpartum.
Pada penelitian ini jarak antarkelahiran tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum bisa disebabkan karena beberapa
kemungkinan. Pertama besar sampel penelitian terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan pengaruh jarak antarkelahiran terlalu singkat terhadap perdarahan postpartum. Kedua karakteristik setiap daerah berbeda-beda untuk kejadian tertentu, jadi jumlah sampel minimal yang dihitung berdasarkan penelitian dari daerah lain tidak bisa dijadikan acuan pasti. Ketiga sampel yang diambil tidak menggambarkan populasi secara keseluruhan. Terakhir kemungkinan distribusi karakteristik sampel tidak merata pada populasi kasus maupun kontrol.
e. Hubungan antara Gemeli dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan hasil penelitian, tidak didapatkan sampel pada populasi kasus dan hanya terdapat 1 (100%) sampel dengan gemeli pada populasi kontrol. Setelah analisis diperoleh nilai p sebesar 1,000 yang berarti tidak ada hubungan antara gemeli dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013. Sedangkan nilai odd ratio tidak bisa didapatkan karena tidak terdapat sampel pada salah satu populasi.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori Karkata (2010) bahwa gemeli dapat menyebabkan distensi berlebihan pada uterus, sehingga menyebabkan otot miometrium tidak berkontraksi secara adekuat. Akibatnya timbul atonia uteri sebagai penyebab langsung perdarahan postpartum. Selain itu gemeli juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan, sehingga besar kemungkinan timbulnya laserasi jalan lahir.
Pada penelitian ini gemeli tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum bisa disebabkan karena beberapa kemungkinan. Pertama tidak adanya sampel gemeli pada salah satu populasi, sehingga nilai hubungan antara gemeli dan perdarahan postpartum tidak dapat dihitung. Kedua besar sampel penelitian terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan pengaruh gemeli terhadap perdarahan postpartum. Ketiga karakteristik setiap daerah berbeda-beda untuk kejadian tertentu, jadi jumlah sampel minimal yang dihitung berdasarkan penelitian dari daerah lain tidak bisa dijadikan acuan pasti. Keempat sampel yang diambil tidak menggambarkan populasi secara keseluruhan. Terakhir
kemungkinan distribusi karakteristik sampel tidak merata pada populasi kasus maupun kontrol.
f. Hubungan antara Riwayat Perdarahan Postpartum dan Perdarahan Postpartum
Berdasarkan hasil penelitian, tidak didapatkan sampel pada populasi kasus dan hanya terdapat 2 (100%) sampel dengan riwayat perdarahan postpartum pada populasi kontrol. Setelah analisis diperoleh nilai p sebesar 0,498 yang berarti tidak ada hubungan antara riwayat perdarahan postpartum dan perdarahan postpartum pada ibu melahirkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013. Sedangkan nilai odd ratio tidak bisa didapatkan karena tidak terdapat sampel pada salah satu populasi.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi dan Yamin (2011) di RSUD dr. H. Abdul Moeloek Lampung yang menyatakan bahwa riwayat perdarahan postpartum memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian perdarahan postpartum dengan Odd Ratio 7,408 (95 %CI: 3,781-14,517).
Pada penelitian ini riwayat perdarahan postpartum tidak bermakna secara statistik memengaruhi perdarahan postpartum bisa disebabkan karena beberapa kemungkinan. Pertama tidak adanya sampel dengan riwayat perdarahan postpartum pada salah populasi kontrol, sehingga nilai hubungan antara adanya riwayat perdarahan postpartum dan perdarahan postpartum tidak dapat dihitung. Kedua besar sampel penelitian terlalu kecil sehingga tidak dapat menggambarkan pengaruh riwayat perdarahan posrpatum terhadap perdarahan postpartum. Ketiga karakteristik setiap daerah berbeda-beda untuk kejadian tertentu, jadi jumlah sampel minimal yang dihitung berdasarkan penelitian dari daerah lain tidak bisa dijadikan acuan pasti. Keempat sampel yang diambil tidak menggambarkan populasi secara keseluruhan. Terakhir kemungkinan distribusi karakteristik sampel tidak merata pada populasi kasus maupun kontrol.
g. Hubungan antara Usia Ibu dan Perdarahan Postpartum setelah Dikontrol Variabel Perancu
Berdasarkan analisis multivariat, didapatkan 2 variabel yang berhubungan terhadap timbulnya perdarahan postpartum, yaitu usia dan jarak antarkelahiran. Sehingga dapat dijelaskan bahwa ibu dengan usia risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) mempunyai risiko mengalami perdarahan postpartum 3,266 kali lebih besar dibandingkan ibu dengan usia risiko rendah (20-35 tahun) setelah dikontrol variabel jarak antarkelahiran.
Apabila dibandingkan pada analisis bivariat jarak antarkelahiran tidak berhubungan secara statistik terhadap timbulnya perdarahan postpartum, padahal pada analisis multivariat jarak antarkelahiran juga merupakan faktor risiko timbulnya perdarahan postpartum. Hal ini bisa terjadi karena pada analisis multivariat variabel-variabel lain ikut dianalisis sekaligus, sehingga dapat dilihat perbandingan besar pengaruh variabel independen tertentu terhadap variabel dependen dibandingkan variabel independen lain.
Ibu dengan usia risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) fungsi organ reproduksinya tidak optimal sehingga dapat menyebabkan tonus otot rahim tidak adekuat. Dampaknya dapat timbul perdarahan postpartum. Bila jarak antarkelahiran dengan anak sebelumya ≤2 tahun, kondisi otot rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik, sehingga juga cenderung mengalami partus lama dan perdarahan postpartum. Oleh karena itu, pada ibu usia risiko tinggi dan jarak antar kelahiran ≤2 tahun harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan fasilitas dan pengawasan yang optimal sehingga persalinannya dapat berjalan dengan baik.