• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A.Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data yang dikumpulkan dan digolongkan/dikelompokkan kemudian dianalisis dan diinterprestasikan secara objektif. Deskripsi umum dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Current Ratio (CR)

Current Ratio merupakan rasio yang membandingkan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Dimana jika suatu perusahaan, current ratio-nya lebih dari satu, artinya perusahaan tersebut likuid. Tingginya current ratio berarti semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Sutrisno, 259: 2000).

Tabel 4.1

Current Ratio Perusahaan sektor Manufaktur Periode 2005-2009 (%)

No Emiten Tahun Rata-rata

CR 2005 2006 2007 2008 2009 1. ASII 110,74 78,38 91,24 132,17 140,06 110,52 2. AUTO 170,92 174,76 216,04 213,34 217,39 198,49 3. BATA 193,46 289,98 229,47 220,79 212,74 229,29 4. BRAM 285,88 393,43 497,61 219,28 272,4 333,72 5. DLTA 369,42 380,46 417,26 378,94 417,5 392,72 6. EKAD 320,46 391,62 306,59 260,04 141,25 284 7. GDYR 221,07 222,69 135,24 148,79 89,07 163,37 8. GGRM 173,29 188,62 193,48 221,74 231,72 201,77 9. HMSP 170,6 168,05 177,97 144,43 159,94 164,2 10. IGAR 334,81 324,89 306,21 407,27 411,48 356,94 11. INDF 146,66 118,88 92,1 89,77 108,85 111,25 12. INTP 251,89 214,45 296,02 178,57 357,43 259,67 13. KAEF 225,36 212,07 206,07 211,32 188,67 174,7 14. KLBF 404,51 504,17 498,26 333,35 266,76 353,41 15. SMGR 174,73 284,45 364,34 338,58 360,15 304,45 16. TRST 120,06 105,95 107,59 101,36 106,24 108,24 17 UNVR 135,22 126,59 110,98 100,39 112,52 117,14 Sumber

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata CR yang tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar 392,72% dan yang memiliki tingkat rata-rata CR terendah adalah perusahaan Trias Sentosa, Tbk sebesar 108,24%. Tingkat CR pada tahun 2005 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Kalbe Farma, Tbk sebesar 404,51% sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Astra Internasional, Tbk sebesar 110,74%. Tingkat CR pada tahun 2006 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Kalbe Farma, Tbk sebesar 504,17% sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Astra Internasional, Tbk sebesar 78,38%. Tingkat CR pada tahun 2007 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Kalbe Farma, Tbk sebesar 498,26%, sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Astra Internasional, Tbk sebesar 91,24%. Tingkat CR pada tahun 2008 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Kageo Igar Jaya, Tbk sebesar 407,27% sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Indofood Sukses Makmur, Tbk sebesar 89,77%. Tingkat CR pada tahun 2009 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar 417,5% sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Goodyear Indonesia, Tbk sebesar 89,07%.

2. Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio merupakan rasio hutang terhadap modal. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono, 2001: 66).

Tabel 4.2

Debt to Equity Ratio Perusahaan sektor Manufaktur Periode 2005-2009 (x)

No Emiten Tahun Rata-rata

DER 2005 2006 2007 2008 2009 1. ASII 1,11 1,41 1,17 1,21 1,02 1,18 2. AUTO 0,71 0,57 0,48 0,45 0,39 0,52 3. BATA 0,73 0,43 0,6 0,47 0,49 0,54 4. BRAM 0,87 0,61 0,52 0,48 0,32 0,56 5. DLTA 0,32 0,31 0,29 0,34 0,3 0,32 6. EKAD 0,37 0,29 0,39 1,03 1,15 0,65 7. GDYR 0,68 0,62 0,94 2,45 1,63 1,26 8. GGRM 0,69 0,65 0,69 0,55 0,52 0,62 9. HMSP 1,55 1,21 0,94 1 0,88 1,12 10. IGAR 0,42 0,44 0,53 0,38 0,39 0,43 11. INDF 2,33 2,13 2,62 3,11 2,68 2,57 12. INTP 0,87 0,59 0,44 0,33 0,2 0,49 13. KAEF 0,39 0,45 0,53 0,53 0,64 0,5 14. KLBF 0,76 0,36 0,33 0,38 0,45 0,46 15. SMGR 0,61 0,35 0,27 0,3 0,26 0,36 16. TRST 1,2 1,07 1,18 1,08 0,8 1,06 17. UNVR 0,76 0,95 0,98 1,1 0,92 0,94 Sumber

Pada Tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata DER yang tertinggi dimiliki oleh perusahaan Indofood Sukses Makmur, Tbk sebesar 2,57 dan yang memiliki rata-rata DER terendah dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar 0,32. Tingkat DER pada tahun 2005 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Indofood Sukses Makmur, Tbk sebesar 2,33 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar 0,32. Tingkat DER pada tahun 2006 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Indofood Sukses Makmur, Tbk sebesar 2,13 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar 0,31. Tingkat DER pada tahun 2007 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Indofood sukses Makmur, Tbk sebesar 2,62 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik, Tbk sebesar 0,27. Tingkat DER pada tahun 2008 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Indofood Sukses Makmur, Tbk sebesar 3,11

sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik, Tbk sebesar 0,3. Tingkat DER pada tahun 2009 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Indofood Sukses Makmur, Tbk sebesar 2,68 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Indocement T. P, Tbk sebesar 0,2.

3. Earning Per Share (EPS)

Earning yang dinyatakan dalam tiap lembarnya disebut Earning Per Share. Sedangkan dividen akan dibayarkan bila perusahaan memperoleh keuntungan bersih, maka Earning Per Share tentu saja akan mempengaruhi besarnya dividen (Harahap, 2008:305).

Tabel 4.3

Earning Per Share Perusahaan sektor Manufaktur Periode 2005-2009 (Rp)

No Emiten Tahun

Rata-rata EPS 2005 2006 2007 2008 2009 1. ASII 1.348,03 916,94 1.610,35 2.270,3 1.754,79 1.580,08 2. AUTO 361,83 365,76 589,9 733,99 996,25 609,55 3. BATA 1.929,7 1.550,83 2.659,82 1.220,21 2.988,18 2.069,75 4. BRAM 265,55 40,7 87 210,61 108,65 142,5 5. DLTA 3.522,43 2.703,04 2.955,73 5.230,34 4.786,62 3.839,63 6. EKAD 23,19 10,31 7,57 8,24 14,94 12,85 7. GDYR -176,81 619,43 1.034,13 19,81 2.309,47 761 8. GGRM 982,1 523,79 750,27 977,34 1.286,54 904 9. HMSP 543,71 805,5 826,84 888,72 841,49 781,25 10. IGAR 13,12 9,49 14,69 7 17,89 12,43 11. INDF 13,13 70,01 103,81 117,81 179,47 96,84 12. INTP 200,93 161,03 267,22 474,16 507,55 322,18 13. KAEF 9,51 7,92 9,4 9,97 2,6 7,88 14. KLBF 64,33 66,62 69,49 69,6 60,62 66,13 15. SMGR 1.723,96 2.184,13 299,32 425,45 406,01 1.007,77 16. TRST 5,85 9,24 6,32 20,66 42,04 16,82 17. UNVR 188,79 225,63 257,49 315,5 298,61 257,204 Sumber

Pada Tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata EPS yang tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 3.839,63

sebesar Rp 7,88. Tingkat EPS pada tahun 2005 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta. Tbk sebesar Rp 3.522,43 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Goodyear Indonesia sebesar Rp - 176,81. Tingkat EPS pada tahun 2006 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 2.703,04 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Kimia Farma, Tbk sebesar Rp 7,92. Tingkat EPS pada tahun 2007 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 2.955,73 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Trias Sentosa, Tbk sebesar Rp 6,32. Tingkat EPS pada tahun 2008 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 5.230,34 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Kageo Igar Jaya, Tbk sebesar Rp 7. Tingkat EPS pada tahun 2009 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 4.786,62 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Kimia Farma, Tbk sebesar Rp 2,6.

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa perusahaan Astra Otoparts, Tbk dan Indofood Sukses Makmur memiliki nilai EPS yang relatif meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena perusahaan Astra Otoparts, Tbk dan Indofood Sukses Makmur, Tbk mengalami peningkatan jumlah laba perlembar saham setiap tahunnya. Hal ini mencerminkan kinerja perusahaan yang baik dalam produksi maupun penjualan produknya. PT Goodyear Indonesia memiliki EPS sebesar Rp 609,54 pada tahun 2004 dan kemudian menurun menjadi Rp -176,81 pada tahun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian pada tahun 2005. Hal ini terjadi karena perusahaan yang pada tahun 2004 memiliki laba sebesar Rp 24,991 juta kemudian mengalami kerugian sebesar Rp 7,249 juta pada tahun 2005.

4. Dividen Tahun Sebelumnya (DPSt-1)

Dividen tahun sebelumnya dianggap mempengaruhi kebijakan dividen pada saat ini. Dividen tahun sebelumnya (DPSt-ı) akan menjadi cerminan bagi investor untuk memperkirakan dividen pada saat ini, apakah dividen yang dibayarkan mengalami penurunan atau kenaikan.

Tabel 4.4

Dividen Tahun Sebelumnya Perusahaan sektor Manufaktur Periode 2005-2009 (Rp)

No Emiten Tahun Rata-rata

DPSt-1 2005 2006 2007 2008 2009 1. ASII 220 710 440 160 870 480 2. AUTO 50 100 75 235 294 150,8 3. BATA 450 1.500 490 1.305 7.088 2.166,6 4. BRAM 50 65 12 63 125 63 5. DLTA 350 1.050 1.300 1.400 3.500 1.520 6. EKAD 5 22,5 3 2 1 6,7 7. GDYR 234 222 588 88 60 238,4 8. GGRM 300 500 500 250 350 380 9. HMSP 175 540 100 150 390 271 10. IGAR 5 5 3 5 3 4,2 11. INDF 28 17,5 5 31 43 24,9 12. INTP 30 50 30 40 150 60 13. KAEF 2,6 2,85 2,37 2,82 2,49 2,62 14. KLBF 3 3 10 10 12,5 7,7 15. SMGR 40 710 1.092,6 149,66 215,19 441,63 16. TRST 5 8 5 5 10 6,6 17. UNVR 250 260 205 257 315 257,4 Sumber

Pada Tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata DPSt-1 yang tertinggi dimiliki oleh perusahaan Sepatu Bata, Tbk sebesar Rp 2.166,6 sedangkan yang memiliki rata-rata DPSt-1 terendah adalah perusahaan Kimia Farma, Tbk sebesar Rp 2,62. Tingkat DPSt-1 pada tahun 2005 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Sepatu Bata, Tbk sebesar Rp 450 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Kalbe Farma, Tbk sebesar Rp 3. Tingkat DPSt-1 pada tahun 2006

terendah dimiliki oleh perusahaan Kalbe Farma, Tbk sebesar Rp 3. Tingkat DPSt-1 pada tahun 2007 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 1.300 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Ekadharma International, Tbk dan Kageo Igar Jaya, Tbk sebesar Rp 3. Tingkat DPSt-1 pada tahun 2008 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 1.400 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Ekadharma International, Tbk sebesar Rp 2. Tingkat DPSt-1 pada tahun 2009 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 3.500 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Ekadharma International, Tbk sebesar Rp 1.

5. Total Asset Turn Over (TATO)

Total Asset Turn Over adalah rasio yang menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba. Dengan demikian semakin tinggi perputaran asset perusahaan, berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan membagikan dividen per share-nya (Sartono, 2001: 120).

Tabel 4.5

Total Asset Turn Over Perusahaan sektor Manufaktur Periode 2005-2009 (x)

No Emiten Tahun Rata-rata

TATO 2005 2006 2007 2008 2009 1. ASII 0,06 0,05 0,06 0,05 0,13 0,07 2. AUTO 0,05 0,06 0,05 0,06 0,01 0,04 3. BATA 0,29 0,34 0,31 0,29 0,29 0,3 4. BRAM 0,02 0,02 0,03 0,03 0,02 0,02 5. DLTA 0,18 0,17 0,17 0,19 0,18 0,18 6. EKAD 0,18 0,22 0,24 0,17 0,09 0,18 7. GDYR 0,05 0,05 0,05 0,02 0,02 0,03 8. GGRM 0,05 0,08 0,07 0,04 0,07 0,06 9. HMSP 0,18 0,19 0,15 0,18 0,17 0,17 10. IGAR 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 11. INDF 0,11 0,12 0,09 0,06 0,07 0,09 12. INTP 0,05 0,09 0,09 0,11 0,08 0,08 13. KAEF 0,26 0,27 0,25 0,24 0,25 0,25

No. Emiten 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata TATO 14. KLBF 0,25 0,35 0,38 0,37 0,36 0,34 15. SMGR 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 16. TRST 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 17. UNVR 0,59 0,55 0,52 0,5 0,49 0,53 Sumber

Pada Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata TATO yang tertinggi dimiliki oleh perusahaan Unilever Indonesia, Tbk sebesar 0,53 sedangkan rata-rata TATO terendah dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik, Tbk sebesar 0,01. Tingkat TATO pada tahun 2005 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Unilever Indonesia, Tbk sebesar 0,59 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik, Tbk sebesar 0,01. Tingkat TATO pada tahun 2006 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Unilever Indonesia, Tbk sebesar 0,55 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik, Tbk sebesar 0,01. Tingkat TATO pada tahun 2007 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Unilever Indonesia, Tbk sebesar 0,52 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik, Tbk sebesar 0,01. Tingkat TATO pada tahun 2008 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Unilever Indonesia, Tbk sebesar 0,5 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Semen Gresik, Tbk sebesar 0,01. Tingkat TATO pada tahun 2009 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Unilever Indonesia, Tbk sebesar 0,49 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Astra Otoparts, Tbk sebesar 0,01.

(diolah, Agustus 2010)

6. Dividen Per Share (DPS)

Dividen Per Share dapat didefenisikan sebagai pendapatan setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. Dividen Per Share yang tinggi diyakini dapat meningkatkan harga saham (Cahyati, 2006).

Tabel 4.6

Dividen Per Share Perusahaan sektor Manufaktur Periode 2005-2009 (Rp)

No Emiten Tahun Rata-rata

DPS 2005 2006 2007 2008 2009 1. ASII 710 440 160 870 290 494 2. AUTO 100 75 235 294 120 164,8 3. BATA 1.500 490 1.305 7.088 1.904 2.458,2 4. BRAM 65 12 63 125 125 78 5. DLTA 1.050 1.300 1.400 3.500 1.750 1.800 6. EKAD 22,5 3 2 1 3 6,3 7. GDYR 222 588 88 60 45 200,6 8. GGRM 500 500 250 350 350 390 9. HMSP 540 100 150 390 600 356 10. IGAR 5 3 5 3 3 3,8 11. INDF 17,5 5 31 43 47 28,7 12. INTP 50 30 40 150 160 86 13. KAEF 2,85 2,37 2,82 2,49 2,51 2,6 14. KLBF 3 10 10 12,5 12,5 9,6 15. SMGR 710 1.092,6 149,66 215,19 58 445,1 16. TRST 8 5 5 10 8 7,2 17. UNVR 260 205 257 315 100 227,4 Sumber

Pada Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata DPS yang tertinggi dimiliki oleh perusahaan Sepatu Bata, Tbk sebesar Rp 2.458,2 dan perusahaan yang memiliki tingkat rata-rata DPS yang terendah adalah perusahaan Kimia Farma, Tbk sebesar Rp 2,6. Tingkat DPS pada tahun 2005 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Sepatu Bata, Tbk sebesar Rp 1.500 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Kimia Farma, Tbk sebesar Rp 2,85. Tingkat DPS pada tahun 2006 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 1.300 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Kimia Farma, Tbk sebesar Rp 2,37. Tingkat DPS pada tahun 2007 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Delta Djakarta, Tbk sebesar Rp 1.400 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Ekadharma International, Tbk sebesar Rp 2. Tingkat DPS pada tahun 2008 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Sepatu Bata, Tbk sebesar Rp 7.088 sedangkan terendah dimiliki

oleh perusahaan Ekadharma International, Tbk sebesar Rp 1. Tingkat DPS pada tahun 2009 tertinggi dimiliki oleh perusahaan Sepatu Bata, Tbk sebesar Rp 1.904 sedangkan terendah dimiliki oleh perusahaan Kimia Farma, Tbk sebesar Rp 2,51.

Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa DPS perusahaan cenderung fluktuatif. Namun perusahaan tetap memberikan dividen kepada investor. Sesuai dengan teori Bird In The Hand, yang dikemukakan oleh Myron Gordon dan John Litner yang menyatakan bahwa investor akan lebih menghargai pendapatan yang berupa dividen daripada keuntungan modal. Hal ini diterapkan perusahaan karena perusahaan memahami keinginan investor untuk memperoleh dividen sebagai keuntungan atas investasi yang dilakukan investor pada perusahaan.

B. Analisis Statistik

Penggunaan model analisis yang digunakan peneliti dalam menguji hipotesis adalah dengan regresi berganda. Peneliti melakukan Uji-F dan Uji-t pada tiap variabel dependent (dividen per share) dengan variabel independent (CR, DER, EPS DPSt-1, dan TATO). Untuk melihat keabsahan persamaan regresi yang dibuat, pembuatan regresi dilandasi oleh asumsi-asumsi yang tidak boleh dilanggar.

1. Pengujian Asumsi Klasik

Persamaan regresi linear berganda harus memberikan hasil yang representatif, agar model persamaan regresi linier berganda memberikan hasil yang representatif sesuai kriteria Best, Linear, Unbiased, Estimated (BLUE), maka dilakukan uji asumsi dasar klasik sebelum model tersebut digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Persamaan yang dibangun harus memenuhi asumsi dasar : data berdistribusi normal, tidak

terjadi gejala multikolinearitas, tidak ada gejala autokorelasi, dan tidak terjadi heterokedastisitas. Adapun uji asumsi dasar klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk seperti lonceng. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola residul data seperti distribusi normal, yakni distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan. (Situmorang, 2008:55)

Gambar 4.1

Regression Standardized Residual

10 8642 0-2 Frequency 504030 20100

Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa variabel terikat yaitu DPS mempunyai data residul yang tidak berdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan oleh distribusi data menceng ke kiri.

Gambar 4.2

Observed Cum Prob0.40.60.81.0 0.2 0.0 Expect ed C um Prob 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized ResidualDependent Variable: DPS

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Pada scatter plot, titik yang mengikuti data di sepanjang garis diagonal menunjukkan data telah berdistribusi normal. Namun, Scatter plot pada Gambar 4.2 memperlihatkan titik-titik yang tidak tersebar di sepanjang garis diagonal dan memotong arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Namun, seringkali data kelihatan normal karena mengikuti arah garis diagonal, padahal belum tentu data tersebut berdistribusi normal. Untuk memastikan apakah data di sepanjang garis diagonal tersebut berdistribusi normal

melihat data residual apakah berdistribusi normal atau tidak. Jika nilai Asym.sig

(2-tailed) > taraf nyata (α=0,05) maka data residual berdistribusi normal,

sebaliknya jika nilai Asym.sig (2-tailed) < taraf nyata (α) maka data residual tidak

berdistribusi normal.

Tabel 4.7 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 85

Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000

Std. Deviation 729,38346025 Most Extreme Differences Absolute ,316 Positive ,316 Negative -,217 Kolmogorov-Smirnov Z 2,916

Asymp. Sig. (2-tailed) ,000

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Tabel 4.7 memperlihatkan nilai bahwa nilai Asymp.Sig (2tailed) adalah sebesar 0,001 (lebih kecil dari taraf nyata α=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data residual tidak berdistribusi normal. Data yang tidak berdistribusi normal dapat diperbaiki dengan menggunakan Logaritma Natural pada data tersebut. Sehingga pada penelitian ini, data diolah kembali dengan menggunakan Logaritma Natural. Pada gambar 4.3 disajikan Histogram variabel dependen setelah data diperbaiki.

Gambar 4.3

Regression Standardized Residual

3 21 0-1 -2-3 Frequency 12.5 10.0 7.5 5.0 2.5 0.0 HistogramDependent Variable: Ln_DPS Mean =1.11E-15฀ Std. Dev. =0. 969฀ N =84

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Pada grafik histogram diatas dapat dilihat bahwa variabel DPS telah berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan oleh distribusi data tersebut tidak menceng kekiri atau menceng kekanan. Uji normalitas juga dapat dilakukan dengan melihat penyebaran data (titik) pada garis diagonal dari grafik normalitas (normal p-p plot). Jika data menyebar disekitar garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Namun jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.

Gambar 4.4

Observed Cum Prob0.40.60.81.0 0.2 0.0 Expect ed Cum Prob 1.0 0.8 0.60.4 0.2 0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized ResidualDependent Variable: Ln_Y

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Gambar 4.4 memperlihatkan titik-titik yang tersebar di sepanjang garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa data telah berdistribusi normal. Untuk memastikan apakah data di sepanjang garis diagonal tersebut berdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji Kolmogorov Smirnov (1-sample KS) yakni dengan melihat data residualnya apakah berdistribusi normal atau tidak. Jika nilai Asym.sig (2-tailed) > taraf nyata

(α=0,05) maka data residual berdistribusi normal, sebaliknya jika nilai Asym.sig

Tabel 4.8 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize d Residual

N 84

Normal Parameters(a,b) Mean ,0000000

Std. Deviation ,72637973 Most Extreme Differences Absolute ,060 Positive ,060 Negative -,057 Kolmogorov-Smirnov Z ,552

Asymp. Sig. (2-tailed) ,920

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa nilai Asymp.Sig (2-tailed) adalah sebesar 0,920 lebih besar dari taraf nyata (α=0,05). Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa data residua l telah berdistribusi normal. b. Uji multikolinieritas

Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan linier antara variabel bebas (Situmorang, 2008: 101). Kriteria keputusan:

Tolerance > 0,1 VIF < 5

Hasil pengujian multikolinieritas dijelaskan dalam tabel 4.10 sebagai berikut:

Tabel 4.9 Coefficients(a) Coefficientsa ,448 1,562 ,287 ,775 -,189 ,294 -,042 -,641 ,523 ,329 3,036 -,084 ,234 -,024 -,358 ,721 ,328 3,047 ,569 ,084 ,531 6,734 ,000 ,228 4,384 ,444 ,081 ,436 5,482 ,000 ,224 4,466 ,028 ,073 ,015 ,388 ,699 ,994 1,006 (Const ant) Ln_CR Ln_DER Ln_EPS Ln_X4 Ln_TATO Model 1 B St d. Error Unstandardized Coeffic ients Beta St andardiz ed Coeffic ients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: Ln_DPS a.

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa semua variabel bebas tidak terkena masalah multikolinieritas. Hal ini dilihat dari bahwa semua variabel bebas sesuai dengan kriteria keputusan.

c. Uji Autokorelasi

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi terdapat korelasi kesalahan antara kesalahan pengganggu pada periode ke-t dan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (periode ke t-1). Gejala autokorelasi dideteksi dengan menggunakan Durbin Watson test. Kriteria yang menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi adalah du<DW<4-du. Hasil pengujian autokorelasi yang dilakukan dengan SPSS ditampilkan pada Tabel 4.10 sebagai berikut :

Tabel 4.10 Hasil uji autokorelasi

Model Summary(b)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 ,943(a) ,889 ,882 ,74930 1,643

a Predictors: (Constant), Ln_TATO, Ln_DER, Ln_EPS, Ln_CR, Ln_DPSt-1

b Dependent Variable: Ln_DPS

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Tabel 4.10 tersebut memperlihatkan bahwa nilai Durbin Watson adalah sebesar 1,643 sedangkan hasil pengujian menurut tabel adalah sbb :

N=jumlah sampel = 85 K=jumlah variabel bebas= 5

Pada tingkat signifikan α=0,05 diperoleh du sebesar 1,63 sehingga

diperoleh keputusan du<DW<4-du sebesar 1,63<1,643<2,37 sehingga keputusan yang diambil adalah bahwa tidak tidak ada autokorelasi positif atau negatif.

d. Uji heteroskedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran plot melalui gambar scatterplot sebagai berikut:

Gambar 4.5 Diagram Scatterplot

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Grafik scatterplot yang ditampilkan pada Gambar 4.5 memperlihatkan titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tidak tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Hal ini memenuhi salah satu asumsi bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi. Heterokedastisitas dapat juga dideteksi melalui uji glejser. Tabel 4.11 berikut ini menampilkan hasil pengujian heterokedastisitas dengan uji glejser.

Tabel 4.11 Coeffi cientsa -,209 ,918 -,227 ,821 ,107 ,173 ,116 ,617 ,539 ,232 ,138 ,315 1,681 ,097 ,019 ,050 ,087 ,388 ,699 ,034 ,048 ,164 ,723 ,472 -,025 ,043 -,062 -,573 ,569 (Const ant) Ln_CR Ln_DE R Ln_EP S Ln_X4 Ln_TA TO Model 1 B St d. E rror Unstandardized Coeffic ients Beta St andardiz ed Coeffic ients t Sig.

Dependent Variable: AB SUT a.

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa semua variabel bebas tidak signifikan terhadap variabel terikat. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi dari masing-masing variabel bebas lebih besar dari tingkat signifikansi α (sig>0,05). Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa data bebas dari heterokedastisitas. 2. Regresi Linear berganda

Regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yakni CR, DER, EPS DPSt-1, dan TATO terhadap variabel terikat yaitu deviden per share pada perusahaan sektor manufaktur. Berikut ini menunjukkan hasil uji regresi melalui pengolahan data dengan SPSS 15.00 for windows.

Tabel 4.12 Hasil Uji Regresi

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Berdasarkan Tabel 4.12 maka dihasilkan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:

DPS = 0,448-0,189CR-0,084DER+0,569EPS+0,444DPSt-1+0,028TATO+e Dimana:

Y¡ = Deviden Per Share (DPS) X1 = Current Ratio (CR)

X2 = Debt to Equity Ratio (DER) X3 = Earning Per Share (EPS)

X4 = DPS Tahun Sebelumnya (DPSt-1) X5 = Total Asset Turn Over (TATO) a = konstanta

b1,2,3,4,5 = Koefisien Regresi Variabel X1,2,3,4,5 e = Standar error

Interpretasi model:

a. Konstanta sebesar 0,448. Hal ini menunjukkan bahwa jika tidak terdapat variabel bebas yaitu CR, DER, EPS, DPSt-1, dan TATO maka nilai DPS adalah sebesar 0,448.

Coefficientsa ,448 1,562 ,287 ,775 -,189 ,294 -,042 -,641 ,523 -,084 ,234 -,024 -,358 ,721 ,569 ,084 ,531 6,734 ,000 ,444 ,081 ,436 5,482 ,000 ,028 ,073 ,015 ,388 ,699 (Constant) Ln_CR Ln_DER Ln_EPS Ln_ DPSt-1 Ln_TATO Model 1 B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Dependent Variable: Ln_DPS a.

b. Koefisien regresi variabel CR adalah negatif 0,189. Hal ini menyatakan bahwa setiap kali terjadi penurunan 1 satuan CR, maka nilai DPS akan berkurang 0,189 dengan asumsi variabel lain tetap. c. Koefisien regresi variabel DER adalah negatif 0,084. Hal ini

menyatakan bahwa setiap kali terjadi penurunan 1 satuan DER, maka nilai DPS akan berkurang 0,084 dengan asumsi variabel lain tetap. d. Koefisien regresi variabel EPS adalah positif 0,569. Hal ini

menyatakan bahwa setiap kali terjadi kenaikan 1 satuan EPS, maka nilai DPS akan bertambah 0,569 dengan asumsi variabel lain tetap. e. Koefisien regresi variabel DPSt-1 adalah positif 0,444. Hal ini

menyatakan bahwa setiap kali terjadi kenaikan 1 satuan DPSt-1, maka nilai DPS akan bertambah 0,444 dengan asumsi variabel lain tetap. f. Koefisien regresi variabel TATO adalah positif 0,028. Hal ini

menyatakan bahwa setiap kali ada kenaikan 1 satuan TATO, maka nilai DPS akan bertambah 0,028 dengan asumsi variabel lain tetap. 3. Koefisien determinasi

Tabel 4.13

Model Summ aryb

,943a ,889 ,882 ,74930 Model 1 R R Square Adjust ed R Square St d. E rror of the Es timate Predic tors: (Constant), Ln_TATO, Ln_DER, Ln_EPS , Ln_CR, Ln_X4

a.

Dependent Variable: Ln_DP S b.

Sumber: Hasil Pengolahan dengan SPSS versi 15.00 (Agustus 2010)

Nilai adjusted R Square pada Tabel 4.13 menunjukkan proporsi variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Semakin tinggi nilai Adjusted

R Square maka akan semakin baik model bagi regresi karena menandakan bahwa kemampuan variabel bebas menjelaskan variabel terikat juga semakin besar. Adjusted R Square pada model regresi adalah bernilai 0,882 berarti pengaruh CR, DER, EPS, DPSt-1, dan TATO terhadap harga saham adalah sebesar 88,2% sedangkan 11,8% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak termasuk dalam model seperti Return On Investment (ROI), Growth Of Soul (GOS) Profit After Tax, dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara variabel terikat Deviden Per Share dengan variabel bebas (CR, DER, EPS, DPSt-1, dan TATO) adalah cukup erat karena nilainya di mendekati 100%. Tingkat keeretan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang dilihat dari Adjusted R Square ditunjukkan dengan range 0-1 yang dimana apabila semakin mendekati 1 maka hubungannya akan semakin erat (Situmorang, 2008:155).

4. Pengujian hipotesis

Adapun hipotesis pada penelitian yaitu :

Dokumen terkait