• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Astutik (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Earning Per Share, Price Earning Ratio, dan Debt to Equity Ratio terhadap Return Saham Pada Perusahaan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian Astutik mengambil kesimpulan antara lain:

1. Secara simultan, variabel Earning Per Share, Price Earning Ratio, dan Debt to Equity Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap return saham, dengan koefisien determinasi sebesar 0,372 atau sebesar 37,2%, sedangkan sisanya sebesar 62,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. 2. Secara parsial variabel Earning Per Share berpengaruh secara signifikan

terhadap return saham dengan koefisien determinasi parsial sebesar 31%, variabel Price Earning Ratio tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham dengan koefisien determinasi sebesar 2,1%, dan variabel Debt to Equity Ratio juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham dengan koefisien determinasi sebesar 2,9%.

3. Berdasarkan koefisien determinasi yang diperoleh variabel EPS, PER dan DER, dapat diketahui bahwa variabel berpengaruh paling dominan dan efektif dalam memprediksi return saham adalah variabel Earning Per Share (EPS).

Cahyati (2006) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividen Per Share Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Melihat dari hasil analisis perhitungan regresi, hasil penelitian Cahyati menunjukkan bahwa variabel dividen per share tahun sebelumnya (DPSt-ı) dan earning per share yang secara signifikan mempengaruhi dividen per share. Dapat diinterpretasikan bahwa dividen per share sekarang dipengaruhi dividen per share tahun sebelumnya, keengganan menurunkan besarnya dividen ini disebabkan oleh karena biasanya investor menganggap bahwa penurunan DPS sebagai tanda bahwa perusahaan sedang mengalami kesulitan finansial. Sedangkan variabel lainnya yaitu current ratio, debt to equity ratio, dan total asset turn over tidak signifikan mempengaruhi dividen pershare. Pengujian secara serentak atau uji-F menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas mempengaruhi variabel terikat R² = 0,577 ini berarti bahwa secara simultan kelima variabel bebas tersebut (Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Earning per Share, Dividen tahun sebelumnya, Total Asset Turn Over) mampu menjelaskan DPS sebesar 57,7% sedangkan sisanya yaitu 42,3% dijelaskan oleh variabel lain diluar model yang diuji dalam penelitian ini. Seperti Return On Investment (ROI), Growth Of Soul (GOS), Profit after Taxes, dan lain-lain.

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dividen Per Share

Dividen Per Share dapat didefenisikan sebagai pendapatan setelah pajak yang dibagikan kepada pemegang saham. Dividen Per Share yang tinggi diyakini dapat meningkatkan harga saham (Cahyati, 2006).

Menurut Riyanto (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya dividen per share yang diberikan perusahaan kepada investor, yakni:

1. Posisi likuiditas perusahaan

Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi. Kewajiban yang harus dipenuhi adalah hutang jangka pendek (Sutrisno, 259: 2000). Current Ratio merupakan rasio yang membandingkan antara aktiva lancar dengan hutang lancar (Sutrisno, 259: 2000). Dimana jika suatu perusahaan, current ratio-nya lebih dari satu, artinya perusahaan tersebut likuid. Tingginya current ratio berarti semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.

2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang

Sebelum melakukan perluasan usaha, perusahaan harus telah merencanakan kebutuhan dana untuk membayar kembali hutang tersebut dimasa yang akan datang. Hutang dapat dilunasi pada saat jatuh tempo dengan mengganti hutang tersebut dengan hutang baru. Debt to Equity Ratio merupakan rasio hutang terhadap modal. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono, 2001: 66). Suatu perusahaan akan memprioritaskan keuntungan yang diperolehnya untuk membayar hutang sedangkan sisanya akan dibagikan sebagai Dividen Per Share. Hal ini yang menyebabkan Debt to Equity Ratio berpengaruh dalam pembagian dividen.

3. Stabilitas dividen

Untuk mempertahankan kestabilan dividen tersebut tentunya kita perlu mempertahankan dividen tahun sebelumnya (DPSt-ı). Dividen tahun sebelumnya dianggap mempengaruhi kebijakan dividen pada saat ini. Dividen tahun sebelumnya (DPSt-ı) akan menjadi cerminan bagi investor untuk memperkirakan dividen pada saat ini, apakah dividen yang dibayarkan mengalami penurunan atau kenaikan.

4. Tingkat keuntungan yang mampu diraih perusahaan,

Suatu perusahaan yang menjalankan operasinya tentu mampu menghasilkan tingkat keuntungan bersih atau earning. Earning yang dinyatakan dalam tiap lembarnya disebut Earning Per Share (Harahap, 2008:305). Sedangkan dividen akan dibayarkan bila perusahaan memperoleh keuntungan bersih, maka Earning Per Share tentu saja akan mempengaruhi besarnya dividen.

5. Perputaran penjualan

Perputaran penjualan yang tinggi akan mencerminkan kinerja perusahaan secara finansial. Jika penjualan tinggi dan total aktivanya tetap, maka perputaran assetnya akan tinggi. Total Asset Turn Over adalah rasio yang menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dan mendapatkan laba (Sartono, 2001: 120). Dengan demikian semakin tinggi perputaran asset perusahaan, berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan membagikan dividen per share-nya.

C. Kebijakan Pembagian Dividen

Menurut Sutrisno (2001: 304) ada beberapa bentuk pemberian dividen tunai yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Bentuk kebijakan dividen tersebut antara lain:

1. Pembagian dividen secara tunai atau cash dividen. Pembagian dividen secara tunai terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:

a. Kebijakan Pemberian Dividen Stabil

Kebijakan pemberian dividen stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap perlembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan dalam beberapa tahun, dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya mantap dan stabil, maka dividen juga akan ditingkatkan. Untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan pemberian dividen stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena beberapa alasan yakni bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap mempunyai resiko yang kecil, bisa memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang, akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab dividen akan selalu dibayarkan. b. Kebijakan Dividen Meningkat

Dengan kebijakan ini perusahaan akan membayarkan dividen kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil. Kebijakan dividen meningkat ini diharapkan

dapat memberikan kesan kepada para investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang semakin berkembang peningkatannya di masa yang akan datang. Kebijakan dividen meningkat ini akan menumbuhkan tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan karena dividen yang diberikan kepada investor meningkat secara stabil. c. Kebijakan Dividen dengan Rasio yang Konstan

Kebijakan ini memberikan dividen yang besarnya meliputi besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar laba yang diperoleh semakin besar pula dividen yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar yang digunakan sering disebut dividen payout ratio.

d. Kebijakan Pemberian Dividen Reguler yang Rendah Ditambah Ekstra Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen perlembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

2. Pembagian Stock Dividen

Salah satu kebijakan yang bisa diambil oleh perusahaan adalah dengan memberikan dividen tidak dalam bentuk uang, tetapi dividen diberikan dalam bentuk saham. Artinya pemegang saham akan diberi tambahan saham sebagai pengganti cash dividen. Pemberian stock dividen tidak akan mengubah besarnya jumlah modal sendiri, tetapi akan mengubah komposisi modal sendiri perusahaan yang bersangkutan. Karena pada

dasarnya pemberian stock dividen ini akan mengurangi pos laba ditahan di neraca dan akan ditambahkan ke pos modal saham.

3. Kebijakan Stock Split

Apabila harga pasar saham suatu perusahaan terlalu tinggi, mengakibatkan banyak investor kurang berminat terhadap saham perusahaan. Oleh karena itu perusahaan bisa mengambil kebijaksanaan untuk meningkatkan jumlah lembar saham melalui stock split yaitu pemecahan nilai nominal saham kedalam nilai nominal yang lebih kecil. Dengan stock split ini jumlah lembar saham menjadi lebih banyak, maka mangakibatkan harga saham turun. Oleh karena itu, dengan stock split maka harga saham akan menjadi lebih murah, sehingga harga pasar masih dalam trading range tertentu. 4. Kebijakan Repurchase Stock

Repurchase Stock adalah pembelian kembali saham-saham perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham atau investor.

D.Teori-Teori Kebijakan Dividen

a. Dividen Irrelavance (Ketidakrelevanan Dividen)

Modgliani dan Miller berpendapat bahwa dalam kondisi keputusan investasi yang given, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang saham. Nilai perusahaan dibentuk oleh earning power dan assets perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan investasi. Sementara itu keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.

Hal yang penting dari pendapat Modgliani dan Miller adalah bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Dalam kondisi investasi yang given, maka apabila perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham, perusahaan harus mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen tersebut. Dengan demikian kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat penjualan saham baru. Dengan demikian apakah laba yang diperoleh dibagikan sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan tidak mempengaruhi kemakmuran pemegang saham.

Modgliani dan Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempunyai efek terhadap harga saham perusahaan maupun cost of capital-nya. Argumen inilah yang disebut kebijakan dividen tidak relevan. b. Bird –in-The Hand Theory (Teori Burung didalam tangan)

Kepercayaan bahwa kebijakan dividen perusahaan merupakan hal yang tidak penting, secara tidak langsung membuat para investor berasumsi bahwa pendapatan yang mereka harapkan melalui perolehan modal akan berbeda besarnya dengan pendapatan yang berasal dari dividen. Hal ini disebabkan karena dividen lebih bisa diramalkan daripada pendapatan modal, manajemen dapat mengontrol dividen, tapi tak dapat mendikte harga saham. Investor kurang yakin akan menerima pendapatan dari perolehan modal daripada dividen (Keown, 2000: 607).

Dengan mendapatkan dividen (a bird in the hand) adalah lebih baik daripada saldo laba (a bird in the hand) karena pada akhirnya saldo laba tersebut mungkin tidak akan terwujud sebagai dividen dimasa yang akan datang (it can fly away). Pandangan yang menyatakan dividen lebih pasti daripada perolehan modal disebut ”bird in the hend theory”. (teori burung ditangan).

c. Dividen Rendah Meningkatkan Nilai Saham

Pandangan ketiga adalah dividen yang rendah mempengaruhi harga saham, sehingga dividen dapat merugikan investor. Pendapat ini didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak antara pendapatan dividen dan perolehan modal. Setiap investor harus membayar pajak pendapatan untuk memaksimumkan pengembalian setelah pajak atas investasi, investor berusaha meminimumkan tingkat pajakatas pendapatan, atau menunda pembayaran pajak jika memungkinkan (Keown, 2000: 608).

Saham yang memungkinkan penundaan pajak (dividen rendah perolehan modal tinggi) mungkin akan dijual pada harga premi yang relatif sama terhadap saham yang telah dikenakan pajak. Oleh karena itu, dividen yang rendah akan membantu investor menunda pajak atas investasinya, sedangkan dividen yang tinggi akan meningkatkan pembayaran pajak pendapatan investor, sehingga return setelah pajak yang diperolehnya berkurang. Berdasarkan logika pemikiran tersebut, kebijakan dividen rendah akan meningkatkan harga saham perusahaan.

d. Teori Dividen Residu

Teori dividen residu adalah teori yang menyatakan bahwa dividen dibayar dari kapital yang sama setelah selesai mendapat keuntungan investasi keuangan. Jika perusahaan memiliki biaya pengembangan, yang mungkin secara langsung mempengaruhi keputusan dividen, maka perusahaan harus menerbitkan jumlah sekuritas yang lebih besar untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk kegiatan investasi.

Dasar dari kebijakan residual adalah investor lebih menginginkan perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada membagikannya dalam bentuk dividen apabila laba yang diinvestasikan kembali tersebut dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada tingkat pengembalian laba yang dihasilkan sendiri oleh investor dari investasi lain dengan risiko yang sebanding.

e. Teori Dividen Isyarat (Dividen Signaling Theory)

Signal atau isyarat adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan (Brigham, 2001: 13). Suatu isyarat (signal) dapat bermanfaat bagi investor dan pengambil keputusan apabila memenuhi empat hal, yaitu:

1. Manajemen harus selalu mempunyai dorongan yang tepat untuk mengirimkan isyarat yang jujur, walaupun beritanya buruk.

2. Isyarat dari suatu perusahaan yang sukses tidak mudah diterima oleh pesaingnya yang kurang sukses.

3. Isyarat harus mempunyai hubungan yang cukup beraarti dengan kejadian yang dapat diamati. (misalnya, dividen yang lebih tinggi saat ini akan dihubungkan dengan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang).

4. Tidak menekan biaya pada pengiriman syarat yang efektif.

Penggunaan dividen sebagai alat untuk mengirimkan isyarat yang nyata kepada pasar mengenai hasil kerja perusahaan pada masa yang akan datang merupakan cara yang tepat, walaupun mahal tetapi berarti. Hanya perusahaan-perusahaan yang prospeknya baik dapat melakukan hal ini. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang kurang sukses tidak dapat melakukan hal yang sama untuk meniru cara ini, karena tidak mempunyai arus yang cukup kuat untuk melakukannya. Dengan demikian pasar akan bereaksi terhadap perubahan dividen yang dibayarkan, karena pasar yakin bahwa pemberi isyarat adalah perusahaan yang sukses (Keown. 2000).

E.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen

Menurut Riyanto (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen antara lain:

1. Posisi Likuiditas Perusahaan

Posisi likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham.

2. Kebutuhan Dana untuk membayar Hutang

Apabila suatu perusahaan menetapkan bahwa pwlunasan hutangnya akan diambilkan dari laba ditahan , berarti perusahaan harus menyisihkan sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang akan dibayarkan sebagai dividen.

3. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan

Makin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang untuk membiayai pertumbuhan perusahaan tersebut, biasanya lebih senang untuk menahan earning-nya daripada dibayarkan sebagai dividen kepada para pemegang saham. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan makin besar dana yang dibutuhkan, makin besar kesempatan untuk memperoleh keuntungan, makin besar bagian dari pendapatan yang ditahan dalam perusahaan. 4. Pengawasan terhadap Perusahaan

Ada perusahaan yang mempunyai kebijakan hanya membiayai ekspansinya dengan dana yang berasal dari sumber intern saja. Kebijakan tersebut dijalankan atas dasar pertimbangan bahwa kalau ekspansi dibiayai dengan dana yang berasal dari hasil penjualan saham baru akan melemahkan control dari kelompok dominan sisalam perusahaan.

Demikian pula kalau membiayai ekspansi dengan utang akan memperbesar resiko finansialnya. Mempercayakan pada pembelanjaan

intern dalam rangka usaha mempertahankan control terhadap perusahaan berarti mengurangi dividen payout ratio-nya.

Menurut Sutrisno (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen diantaranya yaitu:

1. Posisi Solvabilitas Perusahaan

Jika perusahaan dalam kondisi solvabilitasnya kurang menguntungkan, biasanya perusahaan tidak membagikan laba. Hal ini disebabkan laba yang diperoleh lebih banyak digunakan untuk memperbaiki posisi struktur modalnya.

2. Posisi Likuiditas perusahaan

Cash Dividen merupakan arus kas keluar bagi perusahaan. Oleh karena itu bila perusahaan membayarkan dividen berarti harus bisa menyediakan uang kas yang cukup banyak dan ini akan menurunkan tingkat likuiditas perusahaan. Bagi perusahaan yang kondisi likuiditasnya kurang baik, biasanya dividen yang dibagikan kecil sebab sebagian besar laba digunakan untuk menambah likuiditas. Namun perusahaan yang sudah mapan dengan likuiditas yang baik cenderung memberikan dividen yang lebih besar.

3. Kebutuhan untuk melunasi Utang

Semakin banyak utang yang harus dibayar semakin besar dana yang harus disediakan sehingga akan mengurangi jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Disamping itu dengan jatuh temponya utang, berarti dana utang tersebut harus diganti. Alternatif mengganti dana utang bisa dengan mencari utang baru, bisa juga

dengan sumber intern dengan memperbesar laba ditahan. Hal ini tentunya akan memperkecil dividen yang akan dibagikan.

4. Rencana perluasan

Perusahaan yang berkembang ditandai dengan semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan, hal ini bisa dilihat daari perluasan yang dilakukan perusahaan. Semakin pesat pertumbuhan perusahaan, semakin pesat perluasan yang dilakukan. Konsekuensinya semakin besar kebutuhan dana untuk membiayai perluasan tersebut. Kebutuhan dana dalam rangka ekspansi tersebut bisa dipenuhi baik dari utang, menambah modal sendiri yang berasal dari pemilik, dan salah satunya juga bisa diperoleh oleh internal resources berupa memperbesar laba yang ditahan. Dengan demikian semakin pesat perluasan yang dilakukan perusahaan semakin kecil dividen yang dibagikan.

5. Kesempatan Investasi

Semakin terbuka kesempatan investasi semakin kecil dividen yang dibayarkan sebab dananya digunakan untuk memperoleh kesempatan investasi. Namun bila kesempatan investasi kurang baik, maka dananya lebih banyak digunakan untuk membayar dividen.

6. Stabilitas pendapatan

Bagi perusahaan yang pendapatannya stabil, dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham lebih besar dibanding dengan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil. Perusahaan yang pendapatannya stabil tidak perlu menyediakan kas lebih banyak,

sedangkan perusahaan yang pendapatannya tidak stabil harus menyediakan uang kas yang cukup besar untuk berjaga-jaga.

7. Pengawasan terhadap perusahaan

Kadang-kadang pemilik tidak mau kehilangan kendali terhadap perusahaan. Apabila perusahaan mencari sumber dana dari modal sendiri, kemungkinan akan masuk investor baru dan ini tentunya akan mengurangi kekuasaan pemilik lama dalam mengendalikan perusahaan. Jika dibelanjai dari utang resikonya cukup besar. Oleh karena itu perusahaan cenderung tidak membagi dividennya agar pengendalian tetap berada ditangannya.

F. Kendala atas Pembagian Dividen

Beberapa kendala dalam pembagian dividen, antara lain: 1. Kontrak Utang

Biasanya membatasi pembagian dividen dari laba ditahan yang dihasilkan setelah pinjaman diberikan. Kontrak utang juga seringkali mensyaratkan bahwa tidak ada dividen yang dapat dibagikan kecuali kalau rasio lancar, rasio kemampuan membayar bunga (time-interst-earned-ratio) dan rasio-rasio pengaman lainnya melebihi batas minimum yang ditetapkan.

2. Pembatasan saham preferen

Biasanya, dividen saham biasa tidak akan dapat dibayarkan jika perusahaan belum membayarkan dividen untuk saham preferennya.

3. Ketidakcukupan Laba

Pembayaran dividen tidak boleh melebihi “laba yang ditahan” pada pos neraca. Pembayaran resmi ini disebut “impaiment of capital rule”, dirancang untuk melindungi kreditor.

4. Ketersediaan Kas

Dividen tunai dapat dibagikan hanya dengan uang kas. Jadi kekurangan kas di bank dapat membatasi pembagian dividen. Namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan pinjaman kepada bank.

5. Denda pajak atas penahanan laba yang tidak wajar.

Jika rasio pembayaran dividen suatu perusahaan sengaja dimuat rendah untuk menolong para pemegang sahamnya menghindari pajak pribadi, perusahaantersebut akan dikenai denda yang berat.

Faktor-faktor yang mendorong investor yang mengharapkan dividen daripada capital gain antara lain:

1. Pengurangan atas ketidakpastian

Pendapatan yang didapat dari capital gain mengandung tingkat kepastian yang tinggi, lebih daripada pembagian keuntungan yang saat ini.

2. Indikasi kekuatan perusahaan

Pengumuman dan pembayaran dividen mengandung informasi yang menyatakan bahwa perusahaan pada saat itu benar-benar sehat (likuiditas dan profitabilitas yang baik).

3. Kebutuhan akan pendapatan saat ini

Sebagian pemegang saham pada umunya mensyaratkan pendapatan dari investasi yang ditanamkan bagi pemenuhan kebutuhannya, dengan demikian tentunya dia akan menghindari penjualan saham hanya untuk mendapatkan capital gain. Investor semacam itu akan lebih mengharapkan dividen karena tidak mempengaruhi persentase kepemilikan.

4. Aspek Hukum

Peraturan Bursa Efek Jakarta menyatakan bahwa apabila emiten selama tiga tahun berturut-turut tidak membayarkan dividen maka otomatis perusahaan akan dikeluarkan dari bursa. Hal ini jelas mendorong perusahaan untuk membayarkan dividennya.

BAB III

GAMBARAN PERUSAHAAN

A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Indonesia adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan Ekonomi Nasional. Bursa Efek Indonesia berperan juga dalam upaya mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan Pasar Modal Indonesia yang stabil.

Bursa Efek Indonesia berawal dari berdirinya Bursa Efek di Batavia, yang dikenal sebagai Jakarta pada saat ini, oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 14 Desember 1912. Sekuritas yang diperdagangkan adalah saham dan obligasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan sekuritas lainnya.

Perkembangan Bursa Efek di Batavia sangat pesat sehingga mendorong pemerintah Belanda membuka Bursa Efek Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan Bursa Efek Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Kedua bursa ini kemudian ditutup karena terjadinya gejolak politik di Eropa awal tahun 1939. Bursa efek di Jakarta pun akhirnya ditutup juga akibat terjadinya perang dunia ke dua tahun 1942, sekaligus menandai berakhirnya aktivitas pasar modal di Indonesia.

Efek di Jakarta kembali dihentikan karena adanya inflasi dan resesi ekonomi. Hal ini tak berlangsung lama sebab Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali dan akhirnya mengalami kebangkitan pada tahun 1970. Kebangkitan ini disertai dengan dibentuknya Tim Uang dan Pasar Modal, disusul tahun 1976

berdirinya BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal) serta berdirinya perusahaan dan investasi PT Danareksa. Kebangkitan ini didukung dengan

Dokumen terkait