• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Pendorong dan Penghambat Pengembangan Karir Pegawai Fungsional Menggunakan Force Field Analysis

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. Tabulasi Silang (Crosstabs)

4.6. Analisis Faktor Penghambat Karir Pegawai Fungsional Menggunakan

4.6.2 Analisis Faktor Pendorong dan Penghambat Pengembangan Karir Pegawai Fungsional Menggunakan Force Field Analysis

Gambar 14.Diagram Fishbone Penghambat Pengembangan Karir

4.6.2 Analisis Faktor Pendorong dan Penghambat Pengembangan Karir Pegawai Fungsional Menggunakan Force Field Analysis

Force Field Analysis (Analisis Kekuatan Medan) adalah analisis yang

dapat digunakan untuk mengetahui pemicu dan penghambat suatu keputusan. Tahapan analisis Force Field (Analisis Kekuatan Medan) sebagai berikut:

1. Menentukan semua faktor pendorong yang merupakan potensi dalam pengembangan karir.

2. Menentukan semua faktor penghambat yang merupakan permasalahan dalam pengembangan karir.

3. Memberikan nilai setiap faktor pendorong dan faktor penghambat untuk menunjukkan sebarapa besar kekuatannya terhadap pengembangan karier. Adapun matriks analisis Kekuatan Medan dapat dilihat pada Gambar 15. Terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi strategi pengembangan karir diantaranya adalah penghambat dan pemicu dari stategi tersebut.

Banyaknya peraturan dan penilaian yang tidak sesuai dengan beban kerja

Proses yang lama

Waktu Standar pangkat &

jabatan yang lebih tinggi di temapat kerja baru saat mutasi

Penyesuaian pangkat di tempat baru yang kompleks

Penetuan standard dan waktu kenaikan pangkat/jabatan yang tidak jelasdan pasti

Kebijakan Pendidikan formal pegawai yang tidak diakui DJP Administrasi kenaikan jabatan yang lama Pengembangan karier terhambat Angka kredit Prosedur Prosedur yang terkadang tidak mengikuti aturan

Proses administrasi karier yang harus diikuti rumit

Kebijakan angka kredit yang tidak objektif Angka kredit terbengkalai akibat mutasi

58

Gambar 15. Matriks Force Field Analysis

1. Potensi (Faktor Pendorong) Pengembangan Karir

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (PNS) No.16 Tahun 1994 Bab I pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa jabatan fungsional PNS adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak dan Angka Kreditnya No.31/Kep/M.Pan/3/2003 pasal 2 adalah jabatan karir yang hanya dapat diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Pegawai fungsional memiliki jenjang karir yang jelas dan membantu mereka untuk dapat menentukan kemana arah atau tujuan dari kinerja yang dilakukan. Tingkatan pangkat dan jabatan yang ada pada jabatan fungsional memungkinkan seorang pegawai dapat mencapai tingkat (level) yang ingin dituju dalam karir untuk mencapai kepuasan dalam kinerjanya. Tunjangan pegawai fungsional yang telah diatur sangat memotivasi dan mendorong pegawai untuk berkinerja dengan baik serta berusaha mencapai pangkat yang lebih tinggi. Pendapatan/penghasilan ataupun reward yang diterima dapat menjamin kesejahteraan pegawai dengan baik sesuai dengan pangkat dan posisi yang dimiliki pegawai fungsional KPP Pratama Bogor yang dapat mendukung kinerja yang lebih baik.

Kebijakan instansi untuk menjadi instansi yang berintegritas memberikan dampak bagi pegawai fungsional KPP Pratama Bogor untuk berkinerja lebih

Kekuatan

Strategi Pengembangan

Karir

58 baik dan berusaha untuk mencapai karir atau pangkat/jabatan yang lebih

tinggi lagi. Integritas yang dimiliki oleh sebuah instansi mampu memberikan suasana kompetisi sehat antar pegawai fungsional untuk lebih maju sehingga berdampak baik pada pencapaian tujuan perusahaan. Fasilitas yang disediakan di KPP Pratama Bogor untuk mendukung pekerjaan di divisi fungsional memberikan pengaruh terhadap keinginan pegawai untuk melaksanakan pekerjaan dengan optimal. Hal tersebut akan mendorong para pegawai fungsional agar terpacu untuk mencapai kinerja lebih baik yang berpengaruh pada hasil penilaian kinerja yang baik untuk kemajuan atau peningkatan pangkat atau jabatan masing-masing. Untuk pencapaian karir yang lebih baik tentunya seorang pegawai tidak dapat bekerja sendiri untuk mencapai hal tersebut. Komitmen tim untuk bekerjasama secara profesional dalam melaksanakan pekerjaan memberikan dampak psikologis yang baik bagi pegawai dalam mencapai jenjang karir yang lebih baik.

2. Permasalahan (Faktor Penghambat) Pengembangan Karir

Secara keseluruhan pegawai fungsional KPP Pratama Bogor memiliki jenjang karir dan mengalami peningkatan pangkat dan jabatan. Namun dalam proses pencapaian karir tidak jarang terjadi kesulitan dan hambatan yang dialami untuk mencapai proses tersebut. Bagi sebagian pegawai fungsional di Direktorat Jenderal Pajak, pengembangan karir yang dijalani sesuai dengan target yang diinginkan namun tidak berlaku bagi sebagian pegawai yang lain. Diantara banyaknya faktor pendukung pengembangan karir pegawai fungsional ada banyak masalah atau penghambat dan menjadi keluhan pegawai fungsional dalam mencapai karirnya. Angka kredit, yang menyebabkan terhambatnya pengembangan karir yang dirasakan oleh pegawai fungsional KPP Pratama Bogor adalah rumitnya proses yang harus dilakukan dalam pemenuhan angka kredit. Birokrasi dan kriteria kinerja yang tidak jelas yang menyebabkan sulitnya pencapaian kinerja sebagai syarat pengisian angka kredit. Banyaknya peraturan dan penilaian yang tidak sesuai dengan beban kerja yang telah diselesaikan. Ada banyak pekerjaan yang telah terselesaikan oleh pegawai namun penilaiannya berbeda pada saat pengisian angka kredit. Selain itu proses yang lama juga menjadi masalah sehingg

58 sangat mengganggu dalam memenuhi persyaratan dan kriteria pengisian

angka kredit yang telah ditetapkan. Proses yang berbelit-belit dan terkadang tidak sesuai dengan standar dan aturan yang telah ditentukan. Prosedur yang tidak mengikuti standar yaitu proses maupun tahap yang berjalan untuk peningkatan karir terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

Kebijakan yang ditetapkan untuk angka kredit tidak objektif dirasakan para pegawai fungsional di KPP Pratama Bogor. Penetapan bobot angka pada setiap unsur kerja tidak sesuai dengan pelaksanaan kinerja yang telah dilakukan. Selain itu, pendidikan formal yang dimiliki oleh pegawai fungsional tidak diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penyesuaian gelar yang diterima dari pendidikan tertentu tidak dapat dilakukan penyetaraan terhadap jenjang pangkat dan jabatan di divisi fungsional. Waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi bobot angka kredit pada setiap kegiatan cukup lama untuk penyesuaian kenaikan pangkat. Selain penentuan standar dan waktu yang tidak jelas dan pasti untuk penilaian kinerja pegawai fungsional juga jadi masalah. Adanya program mutasi atau pemindahan tempat kerja menyebabkan pencapaian angka kredit di tempat kerja yang lama tidak berlaku pengakumulasian untuk pencapaian angka kredit di tempat yang baru. Pegawai harus memulai dari awal untuk pemenuhan angka kredit di tempat yang baru. Selain itu terdapat kesulitan penyesuaian pangkat di tempat baru, dimana pangkat dan jabatan yang tinggi yang dicapai di tempat kerja yang lama tidak berlaku ditempat baru. Pangkat dan jabatan harus disesuaikan dengan penyusunan kedudukan jabatan menurut tingkatan pangkat oleh setiap pegawai yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang baru. Artinya, pegawai fungsional di KPP Pratama Bogor memiliki kemungkinan perubahan jabatan di KPP Pratama lain menjadi seksi pelaksana atau yang lainnya sesuai pangkat/golongan yang ada.

Menggunakan alat analisis ini akan diketahui seberapa kuat faktor pendorong atau faktor penghambat mempengaruhi pengembangan karir. Semua kekuatan yang mendukung adanya perubahan kemudian ditulis dalam kolom sebelah kiri, sementara semua kekuatan penghambat di tulis dalam kolom sebelah kanan. Kekuatan pendorong dan penghambat ini harus dipilah

58 menurut tema yang sama, kemudian diberi skor sesuai dengan

kepentingannya masing-masing. Mulai dari skor satu (lemah), hingga skor lima (kuat). Dari uraian diatas pengelompokan faktor pendorong dan faktor penghambat pengembangan karir dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Faktor pendukung dan faktor penghambat pengembangan karir pegawai fungsional KPP Pratama Bogor

Faktor pendukung Faktor pengehambat

1. Sarana/prasarana memadai yang disediakan untuk mendukung pekerjaan di divisi fungsional..

1. Penyesuaian pangkat/jabatan yang tidak sama di tempat kerja baru dan tidak adanya pengakuan angka kredit yang dicapai ditempat kerja sebelumnya pada saat mutasi. 2. Komitmen tim untuk bekerja secara

profesional.

2. Waktu untuk pemenuhan angka kredit yang tidak jelas dan belum pasti.

3. Jenjang karir yang jelas. 3. Prosedur yang panjang pencapaian karier yang tidak mengikuti aturan atau standar yang ditetapkan.

4. Pendapatan/reward yang diterima mencukupi.

4. Pendidikan formal yang dimiliki pegawai fungsional diluar persetujuan masa belajar DJP tidak diakui dalam angka kredit.

5. Komitmen Direktorat Jenderal Pajak untuk menjadi instansi yang berintegritas.

5. Kebijakan angka kredit yang kurang objektif.

Faktor Pendukung Faktor Penghambat

Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa faktor pendukung yang memiliki kekuatan paling dominan yaitu sarana dan prasarana memadai yang disediakan untuk mendukung pekerjaan di divisi fungsional KPP Pratama Bogor. Berarti faktor pendukung ini berpengaruh untuk memicu pengembangan karir pegawai fungsional. Faktor di peringkat 1 berhubungan erat dengan kelancaran dalam pelaksanaan tugas yang diberikan. Di peringkat ke-2 terdapat komitmen tim untuk bekerja secara profesional. Faktor pendukung ini membantu pegawai untuk melakukan tugas dan pekerjaan secara tepat waktu dan berkualitas yang akan berdampak positif terhadap penilaian kinerja. Jenjang karir yan jelas berada di peringkat ke-3, faktor pendukung ini membantu pegawai fungsional dalam mengarahkan dan merencanakan karir mereka sesuai dengan jenjang yang telah di tentukan. Pada peringkat 4 yaitu pendapatan/reward yang diterima mencukupi, dimana

58 faktor ini berperan sebagai motivasi untuk menorong pegawai mencapai karir

setinggi-tingginya. Untuk pemberian peringkat kepentingan yang terakhir adalah komitmen Direktorat Jenderal Pajak untuk menjadi instansi yang berintegritas mendapat peringkat ke-5. Pengembangan karir pegawai fungsional, faktor pendukung yang terakhir adalah sebagai pelengkap untuk lebih memotivasi pegawai fungsional dalam berkinerja.

Pada faktor penghambat, penyesuaian pangkat/jabatan yang tidak sama ditempat kerja baru dan tidak adanya pengakuan angka kredit yang dicapai di tempat kerja senelumnya pada saat mutasi mendapat peringkat pertama atau 1, dimana dalam pelaksanaan kinerja pegawai fungsional memiliki jadwal mutasi kerja ke Kantor Pelayanan Pajak lainnya. Untuk penyesuaian pencapain angka kredit dan pangkat/jabatan tidak di akui di temapat kerja baru karena sesuai dengan peraturan yang ada. Pada prioritas di peringkat ke-2 terdapat faktor penghambat waktu untuk pemenuhan angka kredit yang tidak jelas dan belum pasti. Posedur pencapaian karir yang tidak mengikuti atuan atau standar yang ditetapkan mendapat peringkat ke-3. Faktor penghambat ini sering menjadi kendala dalam proses memenuhi persyaratan yang terkadang tidak sesuai dengan aturan dan standar sehingga menghambat ketepatan waktu pegawai untuk mencapai karirnya. Peringkat ke-4 pada faktor penghambat adalah pendidikan formal yang dimiliki oleh pegawai fungsional yang tidak diakui dalam angka kredit. Seorang pegawai fungsional yang memiliki latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan penyesuaian terlebih dulu dengan pendidikan dan pelatihan yang diberikan atau diselenggarakan oleh DJP. Kebijakan angka kredit yang kurang objektif menjadi prioritas peringkat ke-5. Penentuan penilaian kinerja yang ditetapkan terkadang tidak sesuai dengan beban kerja yang telah dikerjakan oleh seorang pegawai fungsional.

3. Strategi dan Rencana Aksi

Hasil analisis kekuatan medan yang telah dilakukan maka diperoleh strategi dan rencana aksi untuk memperkuat faktor pendorong dan memperlemah faktor penghambat dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24.

58 Strategi dan rencana aksi dapat membantu pegawai fungsional untuk

mengatasi masalah yang dihadapi dalam pengembangan karir dan membantu pihak manajemen untuk mengetahui bagaimana langkah yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang ada.

Tabel 23. Strategi dan rencana aksi untuk memperkuat faktor pendorong

Faktor Pendorong Strategi yang Dilakukan Untuk Memperkuat Kekuatan

Pendorong

Rencana Aksi

1.Sarana/prasarana memadai yang disediakan untuk mendukung pekerjaan di divisi fungsional

Pemenuhan kebutuhan fasilitas komputerisasi.

Menyediakan fasilitas komputerisasi dari divisi Subag. Umum dan supply dari kantor pusat

2.Komitmen tim untuk bekerja secara profesional

Mengadakan forum pegawai fungsional yang dipandu oleh ketua tim

Sering dilakukan acara pertmuan antar pegawai fungsional untuk bahas permaslahan dan cari solusi. 3.Jenjang karir yang jelas Penilaian kinerja yang rutin

dilakukan

Penilaian langsung ke bawah artinya pimpinan menilai bawahan langsung selama melaksanakan tugas-tugas rutin.

4.Pendapatan/reward yang diterima mencukupi

Secara kasat mata sudah kelihatan sejahterah/layak dalam kehidupan secara umum.

Kehidupan terjadwal dalam keseharian dengan adanya waktu untuk rekreasi atau refresing keluar. 5.Komitmen Direktorat Jenderal

Pajak untuk menjadi instansi yang berintegritas

Mengadakan acara/momen kebersamaan dari instansi.

Membuat acara/kegiatan di luar lingkungan kerja kantor

Tabel 24. Strategi dan rencana aksi untuk mengatasi faktor penghambat

Faktor Penghambat Strategi Yang Dilakukan Untuk Melemahkan Kekuatan Penghambat

Rencana Aksi

1.Penyesuaian pangkat/jabatan yang tidak sama di tempat kerja baru dan tidak adanya

pengakuan angka kredit yang dicapai ditempat kerja sebelumnya pada saat rotasi/mutasi kerja

Mengetahui bahwa setiap KPP memiliki jenjang pangkat yang lebih tinggi untuk suatu jabatan tertentu.

Pejabat yang berwenang untuk memutasi pegawai

memperhatikan pangkat dan jabatan pegawai yang akan dimutasi agar setara dengan tingatan pangkat di tempat kerja yang baru.

2.Waktu untuk pemenuhan angka kredit yang tidak jelas

Bagi pegawai dan penilai lebih cermat dalam penelusuran penilaian dan angka kredit.

Penilai lebih aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengawas dan menilai kinerja. 3.Prosedur yang panjanguntuk

pencapaian karier yang tidak mengikuti aturan atau standar yang ditetapkan

Mengevaluasi diri pegawai fungsional untuk peninjauan pencapaian karir.

Memperbaiki cara dan sikap dalam berkinerja.

4. Pendidikan formal yang dimiliki pegawai fungsional diluar persetujuan masa belajar DJP tidak diakui dalam angka kredit.

Mengetahui latar belakang pendidikan apa diakui Direktorat Jenderal Pajak untuk pemenuhan angka kredit.

Mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

5.Kebijakan angka kredit yang kurang objektif

Mengajukan peninjauan ulang atas penilaian yang sudah diberikan.

Memberikan masukan kepada ketua tim terkait penilaian kinerja. .

58 4.7. Implikasi Manajerial

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka yang menjadi implikasi manajerial adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Partial Least Square dapat diketahui bahwa indikator penilaian kinerja yang memiliki pengaruh besar terhadap pengembangan karir pegawai fungsional adalah motivasi. Motivasi yang diberikan kepada pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan karir pegawai fungsional. Dimana semakin meningkatnya penghargaan yang diberikan oleh atasan kepada pegawai fungsional akan mendorong pegawai untuk mencapai prestasi kerja yang lebih baik lagi. Indikator pengembangan karir kualifikasi dan kompetensi sudah diterapkan dengan baik di divisi fungsional. Standar kompetensi pegawai fungsional dalam pegembangan karir KPP Pratama Bogor sudah sangat baik dan pantas sehingga hal tersebut dapat mendorong pegawai untuk mencapai karir yang lebih baik dengan kompetensi yang mereka miliki. Pada indikator kompetensi, KPP Pratama Bogor dan Direktorat Jenderal Pajak memberikan pendidikan dan pelatihan yang lebih baik untuk meningkatkan kompetensi/kemampuan yang sesuai dengan dengan syarat yang ditentukan dan sebagai dasar untuk pengembangan karir. 2. Faktor-faktor yang menyebabkan terhambatnya pengembangan karir pegawai

fungsional yang dianalisis menggunakan Fishbone adalah angka kredit, prosedur, waktu, dan kebijakan. Diperlukan masukan/saran implementatif dari pihak Direktorat Jenderal Pajak dan pegawai fungsional itu sendiri sebagai solusi untuk dapat mengatasi penyebab tersebut. Misalnya pada angka kredit, dapat diberikan pemahaman bagi pegawai fungsional bagaimana cara pemenuhan angka kredit dengan melakukan pekerjaan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan melaksanakannya dengan tepat waktu.

3. Melalui analisis kekuatan medan (Force Field Analysis) diketahui bahwa yang menjadi faktor pendorong pengembangan karir pegawai fungsional adalah sarana dan prasarana memadai yang disediakan untuk mendukung pekerjaan di divisi fungsional. Hal ini didukung dengan pemenuhan

58 kebutuhan fasilitas komputerisasi yang dapat di supply dari sub bagian umum

dan kantor pusat. Faktor penghambat pengembangan karir adalah penyesuaian pangkat dan jabatan yang belum sama kebijakannya di tempat kerja baru dan belum sepenuhnya terdapat pengakuan angka kredit yang dicapai di tempat kerja sebelumnya pada saat rotasi/mutasi kerja. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi adalah dengan mengetahui bahwa setiap Kantor Pelayanan Pajak memiliki jenjang pangkat yang berbeda bahkan lebih tinggi sesuai dengan jenis Kantor Pelayanan Pajak untuk suatu jabatan tertentu, maka perlu dilakukan penyesuaian dan sosialisasi terlebih dahulu.

Kesimpulan

1. Penilaian kinerja pegawai fungsional pada KPP Pratama Bogor berdasarkan persepsi pegawai secara umum tergolong baik. Persepsi pegawai terhadap pengetahuan, keterampilan, motivasi dan peran sudah dilaksanakan dengan baik oleh pegawai Fungsional KPP Pratama Bogor.

2. Pengembangan karir berdasarkan persepsi pegawai tergolong dalam kategori baik. Kompetensi dan kualifikasi dalam pengembangan karir sudah dilaksanakan dengan baik di divisi fungsional KPP Pratama Bogor.

3. Secara garis besar penilaian kinerja berpengaruh positif terhadap pengembangan karir. Motivasi merupakan bagian dari penilaian kinerja yang paling berpengaruh.

4. Faktor-faktor penghambat pengembangan karir adalah klasifikasi angka kredit, prosedur, waktu, dan kebijaksanaan. Faktor pemicu/pendorong yang paling kuat untuk pengembangan karir adalah sarana/prasarana memadai yang disediakan untuk mendukung pekerjaan di divisi fungsional. Faktor penghambat yang paling kuat untuk pengembangan karir adalah penyesuaian pangkat/jabatan tidak sama di tempat kerja baru dan tidak adanya pengakuan angka kredit yang dicapai di tempat kerja sebelumnya pada saat mutasi/rotasi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diajukan saran-saran dalam rangka peningatan kinerja dan pengembangan karir sebagai berikut:

1. KPP Pratama Bogor dan Direktorat Jenderal Pajak sebaiknya lebih meningkatkan motivasi pegawai fungsional dalam melaksanakan kinerja untuk peningkatan karir. Dapat dilakukan dengan cara mamberikan penghargaan yang baik dari atasan atas kinerja yang telah dicapai.

2. KPP Pratama Bogor sebaiknya meningkatkan pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada pegawai fungsional serta memperbaiki atau mempertahankan kualifikasi/standar kompetensi dalam pengembangan karir. Dapat dilakukan dengan menambah pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada pegawai fungsional.

3. Pegawai fungsional sebaiknya memperbaiki kinerja dan mengevaluasi diri serta memperhatikan aturan dalam penilaian kinerja dan pengembangan karir di divisi fungsional.

4. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan sejenis terkait pengaruh penilaian kinerja terhadap pengembangan karir pada pegawai struktural Kantor Pelayanan Pajak yang sama atau lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Berger, L.A. and Berger, D.R. 2008 Best Practices on Talent Management. PPM, Jakarta.

Ghozali, I. 2008. Metode Alternatif dengan Partial Least Square. Universitas Diponegoro, Semarang.

Handoko, H. 2003. Keunggulan Kompetitif Melalui Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Amara Books, Yogyakarta.

Hutapea, P. dan N.Toha. 2008. Kompetensi Plus Teori, Desain, dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis. PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Mangkunegara, A.P. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. PT Refika Aditama, Bandung.

Mangkuprawira, S. dan A.S Hubeis. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Ghalia Indonesia, Bogor.

Marliani, D. 2011. Analisis Program Pengembangan Karir Melalui Talent

Management pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Skripsi

pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.

Oktavianto, R.M. 2010 Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT XYZ Bogor). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Palan, R. 2003. Competency Management.PPM, Jakarta.

Prihadi, F.S. 2004. Asesment Center (Identifikasi, Pengukuran, dan Kompetensi). PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Puspitasari, D.E. 2009 Analisis Pengaruh Pengembangan Karier Berbasis Kompetensi dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai (Studi Kasus Institut Pertanian Bogor). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Peranian Bogor, Bogor.

Rivai,V.(2009) Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. PT Raja Grafindo, Jakarta.