• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.3 Analisis Data Penelitian

Analisis data penelitian merupakan pemaparan hasil penelitian yang didapatkan dengan melakukan wawancara dengan 11(sebelas) informan penelitian yang dianggap dapat mewakili dan memberikan data terhadap implementasi prinsip-prinsip Good Governance di Badan Penanman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang bidang Penanaman Modal.

Data yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan dianalisis dengan menggunakan teori dari prinsip-prinsip Good Governance dalam OECD oleh

Gisselquist (2012). Teori tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan pada suatu implementasi prinsip-prinsip Good Governance dapat dilihat dari 6 indikator prinsip-prinsip Good Governance. Berikut ini merupakan kategori yang telah disusun oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian di lapangan, yaitu

Accountability, Transparency, Efficiency and effectiveness, Responsiveness, Forward vision, and Rule of law.

Berikut adalah analisis data penelitian mengenai Implementasi Prinsip-Prinsip Good Governance di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang bidang Penanaman Modal.

4.3.1 Accountability

Accountablity menggambarkan bagaimana pertanggung jawaban para penentu kebijakan atau para pengambil keputusan di pemerintahan, sektor swasta, dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan, serta bagaimana

pemerintah dipilih dan diawasi, sehingga menuntut adanya bentuk transparansi dan bentuk pertanggungjawaban dari pemerintah untuk melaporkan, menjelaskan dan dapat dipertanyakan terhadap tiap tindakan, produk keputusan atau kebijakannya. Berikut adalah analisis data peneliti terkait indikator

Accountability.

Akuntabilitas dalam analisis data ini yaitu melihat sejauhmana Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang menerapkan mekanisme pertanggungjawabanan sesuai dengan tugas dan wewenangnya, bagaimana akurasi dan kelengkapan informasi yang disampaikan kepada sektor swasta dan masyarakat, mengenai pihak mana saja yang terlibat dalam pembuatan laporan kinera pegawai tersebut, serta mengenai keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam menilai proses keseluruhan kegiatan yang telah dilakukan oleh BPMPTSP dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai.

Berikut adalah hasil wawancara dengan I1-1 sebagai pilar pemerintah terkait mekanisme pertanggungjawabanBadan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang, yaitu:

“terkait dengan penilaian kinerja memang ada beberapa penilaian. Pertama dari aspek sasaran kerja pegawai (SKP). Yang kedua terkait dengan perilaku kerja. Sasarannya adalah yang pertama yaitu orientasi pelayanan, kedua terkait integritas, ketiga terkait dengan komitmen, keempat terkait disiplin pegawai, kelima terkait kerjasama, yang keenam terkait dengan kepemimpinan. Ini dijumlahkan secara keseluruhan nilainya berapa, apakah baik, apakah kurang baik, atau sangat baik. Kemudian dinilai sesuai rata-rata penilaian. Penilaian itu memang menjadi keharusan pada setiap pegawai dengan membuat SKP sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2010 kalau tidak salah tentang disiplin pegawai dan laporan kinerja pegawai. Ini semuanya harus baik.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)

Berdasarkan contoh gambaran SKP dan hasil wawancara dengan I1-1 di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam melaksanakan mekanisme pertanggungjawabannya Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang dengan membuat laporan tentang disiplin pegawai dan laporan kinerja pegawai dalam bentuk Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Dimana, Sasarannya adalah yang pertama yaitu orientasi pelayanan, kedua terkait integritas, ketiga terkait dengan komitmen, keempat terkait disiplin pegawai, kelima terkait kerjasama, yang keenam terkait dengan kepemimpinan. Bentuk laporan pertanggungjawaban itu sendiri dibuat sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2010tentang disiplin pegawai dan laporan kinerja pegawai.

Selain itu, terdapat bentuk pertanggung jawaban Bidang Penanaman Modal dalam melakukan pelaporan kegiatan yang dapat diketahui dari hasil wawancara dengan I1-2 sebagai pilar pemerintah, yaitu:

“pelaporan kinerja ya, setiap pegawai mempunyai tugas atau tupoksinya masing-masing. Memang masing masing sudah memiliki job description nya berdasarkan job description itu maka tiap bulan mereka membuat suatu laporan pekerjaan masing-masing yang diketahui oleh kepala bidang dan kepala badan.Ada laporan bulanan ada laporan tahunan dari semua izin-izin yang diberikan BPMPTSP khususnya Penanaman Modal. Misalnya SIUP, TDP.” (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)

Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-2 di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam melaksanakan mekanisme pertanggungjawabannya Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang khususnya bidang Penanaman Modal selain membuat laporan tentang disiplin pegawai dan laporan

kinerja pegawai dalam bentuk Sasaran Kinerja Pegawai (SKP yaitu dengan membuat laporan bulanan ada laporan tahunan dari semua izin-izin yang diberikan BPMPTSP khususnya Penanaman Modal. Kemudian, dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan bahwa dalam pembuatan laporan pertanggung jawaban tersebut tidak ada keikutsertaan masyarakat atau sektor swasta dalam pembuatan laporan hasil kinerja pegawai. Hal ini disampaikan secara tegas oleh H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang yaitu sebagai berikut:

I1-1 : …dari unsur staf sampai dengan pimpinan. Jadi kalau staf itu yang menilai atasannya. Atasannya dinilai oleh atasannya lagi berdasarkan target kinerja. Jadi, ada kesepakatan antara bawahan dengan atasan yang wajib dikerjakan oleh bawahan. Jadi, tidak ada keterkaitan dengan pihak swasta karna merupakan hak pegawai negeri untuk membuat laporan kerja. Jadi yang menilai itu bukan masyarakat tapi atasan langsung terhadap bawahan. (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang)

Merujuk dari hasil wawancara tersebut dapat kita lihat bahwa BPMPTSP belum memiliki kebijakan untuk melibatkan masyarakat atau sektor swasta untuk menilai kinerja pegawai dalam memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Hal tersebut menjadi salah satu hal yang dikeluhkan msyarakat mengenai tidak adanya keterlibatan langsung masyarakat atau sektor swasta dalam menilai pelayanan yang diberikan oleh BPMPTSP. Berikut hasil wawancara mengenai keluhan pemohon dalam pembuatan izin yaitu:

I2-1 : Belum ada. Perizinan terpadu ini justru seharusnya setiap tahunnya melakukan riset untuk melihat kepuasan pelayanan perizinan. Kalau

perlu online saja supaya efektif dan mengurangi biaya. (wawancaradengan Muhammad selaku pemohon izin)

I2-2 :Seharusnya, ada tapi disini tidak ada. Tidak ada wadah untuk masyarakat memberikan penilaian kinerja pegawai.

(wawancara dengan Mela Rosmiatin selaku pemohon izin)

Dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan diatas dapat dianalisis bahwa masyarakat dan sektor swasta mengeluhkan dengan ketidakikutsertaan mereka dalam menilai pelayanan yang diberikan BPMPTSP, dimana keterlibatan mereka semestinya diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja dan pelayanan terpadu satu pintu di Kota Tangerang. Disisi lain, mengenai ketepatan dan kelengkapan informasi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Tangerang dalam memberikan pelayanan pembuatan izin pada bidang Penanaman Modal kepada masyarakat dapat kita lihat melalui hasil wawancara dengan I1-1 dan I1-2 yaitu:

I1-1 : “kita sudah berusaha meningkatkan pelayanan dibidang informasi khususnya pelayanan penanaman modal melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa. Kita selalu mensosialisasikan terkait dengan proses perizinan bidang penanaman modal.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)

I1-2 : “ketepatan pelayanan tergantung kepada persyaratan itu lengkap dan benar atau tidak, tergantung pemohon menyampaikan persyaratan dengan lengkap dan benar atau tidak sesuai dengan Penpres 97 tahun 2014 tentang PTSP. Jadi tidak ada BPMPTSP mempersulit ketika persyaratan yang disampaikan lengkap dan benar. Jadi sesuai dengan SOP contoh SIUP dan TDP maksimal 3 hari sesuai dengan Perda No. 3 tahun 2010. (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)

Berdasarkan hasil wawancara dengan kedua pilar pemerintah tersebut bahwa dalam memberikan kelengkapan informasi izin pada Bidang Penanaman Modal sudah disosialisasikan melalui website BPMPTSP yang dapat diakses oleh masyarakat yaitu bpmptspkotatangerang.go.id, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa. I1-2juga menyatakan bahwa ketepatan pelayanan tergantung kepada persyaratan yang pemohon ajukan apakah sudah lengkap dan benar atau belum. Namun, ketika dikonfirmasi kepada pemohon langsung yaitu beberapa informan yang telah diwawancarai mengenai kelengkapan dan ketepatan infromasi mengenai persyaratan pembuatan izin yang diberikan oleh BPMPTSP kepada masyarakat menurut I2-1 dan I2-3menyatakan keluhannya sebagai berikut:

I2-1 : “Kalo untuk informasi mungkin butuh sosialisasi ke masyarakat, kalau seperti saya yang sifatnya berbadan hukum kalau perusahaan sudah ada informasi secara langsung mungkin ada yang cari tahu sendiri tapi ketika melakukan pengurusan mungkin sudah mulai membaik jadi sudah mulai bagus berbeda dengan yang lain. Karna saya beberapa kali mengurus di DKI dan di Provinsi Banten. Disini bisa dikatakan lebih baiklah. Tapi masalah sosialisasi masih kurang. Penyampaian informasi masih kurang artinya boleh dikatakan saya selama mengurus izin disini belum ada sosialisasi secara langsung terutama ke perusahaan-perusahaan atau pemohon artinya masyarakat datang kesini langsung untuk mencari tahu.” (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin di BPMPTSP)

I2-3 : “terkadang tidak begitu lengkap, jadi tidak ada keterbukaan, misalnya disini tidak ada perizinan seperti itu harusnya kan diliatin tuh tentang KBLI nya. Izin ini tidak ada disini. Seperti yang kemarin itu kan ya kita jadi bingung sendiri gimana kan kasihan orang mau bikin usaha tapi gak bisa bikin perizinnnya harusnya diperlihatkan izin apa saja yang boleh dibuat dan harusnya diarahkan tapi ini gak ada arahan jadi gak ada solusinya. (Wawancara dengan Mela Rosmiatin selaku pemohon izin di BPMPTSP)

Hal tersebut juga dipertegas oleh hasil wawancara peneliti dengan I3-1

selaku Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten yang menyatakan sebagai berikut: I3-1 : “dari hasil survei yang telah kami lakukan kepada beberapa

pemohon melalui angket yang kami berikan, hasilnya menyatakan bahwa informasi dan pelayanan yang dibeikan pegawai BPMPTSP bidang Penanman Modal belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat. Karena terkait informasi dan kami setelah kami cek beberapa laporan yang masuk di komisi infornasi, menurut versi ombudsman mengenai pasal 22 UU 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, komponen tersebut belum terpenuhi.” (Wawancara dengan Hari Widiarsa selaku Asisten Ombudsman RI Provinsi Banten)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dari pilar pemerintah, pilar swasta, dan pilar civil society ditemukan bahwa adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Analisis penulis bahwa proses penyampaian infromasi atau sosialisasi dari pemerintah mengenai kelengkapan persyaratan izin belum sampai dengan baik kepada masyarakat, walaupun pihak BPMPTSP sudah berupaya untuk mensosialisasikan terkait persyaratan dan proses pembuatan izin melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa. Ternyata, mekanisme penyampaian melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massatersebut belum bisa diterima baik dan belum sampai kepada masyarakat.

Hal tersebut dapat kita lihat dengan masih adanya keluhan dari masyarakat yang menyatakan bahwa selama ini tidak ada sosialisasi langsung yang diberikan pemerintah kepada masyarakat mengenai izin khusunya izin di bidang Penanaman Modal.

4.3.2 Transparecy

Transparansi merupakan penyediaan informasi tentang pemerintahan bagi publik dan dijaminnya kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Transparansi tersebut dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipahami.

Transparansi yang peneliti maksud dalam analisis data penelitian ini yaitu melihat bagaimana kemudahan akses sektor swasta dan masyarakat dalam mengakses data mengenaisyarat-syarat serta prosedur pembuatan izin, mengenai proses penyampaian informasi atau kebijakan pelayanan dalam pembuatan izin, mengenai media apa saja yang digunakan oleh BPMPTSP kota Tangerang dalam penyampaian informasi pelayanan izin, kemudian hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses penyampaian informasi pelayanan kepada masyarakat serta mengenai ketepatan pegawai mengenai waktu dan transparansi biaya yang dibutuhkan dalam proses keluarnya izin. Berikut adalah hasil wawancara mengenai kemudahan akses masyarakat dalam memperoleh data atau informasi mengenai syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin.

I1-1 : “terkait dengan persyaratan, kita juga sudah menyiapkan brosur dan juga pemohon juga dapat langsung datang ke counter, kemudian dijelaskan permohonan yang hendak diajukan lalu diberi penjelasan oleh penjaga counter terkait persyaratan perizinan yang harus dipenuhi, baik secara administrative maupun secara fisik. Pemohon harus datang melalui counter langsung tanpa melalui calo. Kemudian, melalui website, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa.Begitu juga melalui sosialisasi kepada masyarakat secara langsung. Ini dilaksanakan di 13

kecamatan, sudah dilakukan setiap tahun secara rutin.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP) I1-2 : “kita sebenarnya sudah membuka informasi kepada masyarakat

secara online. Jadi masyarakat bisa membuka website pelayanan perizinan dimana disitu akan mendapatkan informasi-informasi serta formulir permohonan izin. Kita juga mengadakan sosialisasi di kecamatan-kecamatan. Kemudian melalui penyebaran booklet, kemudian ada juga yang berbentuk billboard.” (Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)

I1-3 : “menurut saya sangat mudah, karena sudah bisa diakses lewat internet atau datang langsung ke lokat pelayanan BPMPTSP. Informasi juga dapat diakses melalui media cetak maupun media elektronik, dan media lainnya.” (Wawancara dengan Purwanto Heru selaku Kasubid Pengawasan dan Pengendalian BPMPTSP)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat kita lihat bahwa pihak BPMPTSP sudah memberikan kemudahan akses kepada sektor swasta dan masyarakat dalam mengakses data mengenaisyarat-syarat serta prosedur pembuatan izinmelalui website BPMPTSP Kota Tangerng secara online, melalui brosur, reklame, billboard, dan juga media massa, atau informasi bisa didapat dengan datang langsung ke counter perizinan. BPMPTSP sendiri khususnya bidang Penanaman Modal juga telah memberikan informasi syarat-syarat serta prosedur pembuatan izinmelalui sosialisasi kepada masyarakat secara langsung. Hal Ini dilaksanakan di 13 kecamatan, sudah dilakukan setiap tahun secara rutin.

Berikut salah satu bukti dokumentasi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada penyelenggaraan kegiatan sosialisasi pelayanan perizinan kepada masyarakat.

(Gambar 4.2: Kegiatan Sosialisasi Pelayanan Perizinan)

(Gambar 4.3: Kegiatan Expo Kota Tangerang)

Namun, pada kenyataannya hal tersebut belum disambut dan diterima baik oleh masyarakat maupun sektor swasta selaku pemohon pembuatan izin. Hal tersebut bisa kita lihat dari adanya pengaduan atau keluhan masyarakat mengenai transparansi syarat-syarat serta prosedur pembuatan izin yaitu:

I2-1 : “untuk pengumuman satu per satu itu kurang efektif tapi paling tidak secara kolektif itu memang perlu. Tapi sejauh ini belum pernah secara kolektif pun.” (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin)

I2-2 : “Melalui spanduk itu tidak memberikan informasi yang jelas kepada pengusaha.” (Wawancara dengan Muhammad selaku pemohon izin)

I2-3 : “proses penyampaiannya masih kurang, ya kita sebagai masyarakat gak terlalu paham jadi kalau misalnya ada izin ya tidak bisa diberi perizinan ya diberi pengarahan harusnya bagaimana. Kalau yang kemaren itu kan kitanya jadi diputer-puter sampai ke Kementrian Keuangan, ke OJK (otoritas jasa keuangan) makanya saya jadi bingung. Klien saya sudah buat usaha tapi tidak bisa bikin izin. Tapi di kota Tangerang Selatan bisa kan aneh, jadi disini tidak ada keterbukaan untuk memperlihatkan KBLI nya, sampai klien saya juga complain kok di Tangerang Selatan bisa disini tidak bisa. Mungkin tiap daerah beda beda ya.” (Wawancara dengan Mela Rosmiatin selaku pemohon izin)

I2-4 : “kayaknya kurang sampai, kurang kalau kita gak datang kesini dan nanya langsung. Jadi tidak ada sosialisasi secara langsung.” (Wawancara dengan Sari selaku pemohon izin)

I2-5 : “dipermudah, dengan catatan syarat administrasi lengkap.” (Wawancara dengan Ahmad Yasin selaku pemohon dari Biro Jasa)

Merujuk dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan beberapa infroman dari pilar sektor swasta dan civil society ternyata terjadi kesenjangan antara harapan dengan kenyataan bahwa upaya yang BPMPTSP lakukan dalam memberikan kemudahan akses kepada masyarakat dalam memenuhi informasi terkait persyaratan, prosedur, serta proses pembuatan izin belum terealisasi dengan baik. Faktadilapangan ternyata masih banyak masyarakat dan sektor swasta yang tidak mengetahui adanya sosialisasi yang BPMPTSP (pemerintah) mengenai transparansi pelayanan pembuatan izin tersebut. Hal tersebut seperti yang telah dikemukakan oleh informan I2-1, I2-2, I 2-3, dan I2-4 bahwa

sejauh ini pemerintah belum melakukan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat.

Mereka menganggap sosialisasi yang pemerintah lakukan melalui media massa, media elektronik, media cetak, website, spanduk, billboard, dan melalui penyebaran booklet kurang efektif. Jadi, mereka harus datang ke Kantor BPMPTSP langsung untuk mendapatkan informasi pembuatan izin secara jelas. Proses penyampaian informasi tersebut juga mengalami beberapa kendala di lapangan, seperti sosialisasi terkait informasi tentang pelayanan perizinan belum sampai langsung kepada masyarakat atau para pengusaha.

Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil wawancara yang telah peneliti lakukan sebagai berikut, yaitu:

I1-1 : “hambatannya karna memang masyarakat tidak memahami betapa pentingnya perizinan. Masyarakat terkadang juga merasa mengurus perizinan itu sulit, mengurus perizinan itu waktunya lama, dan biayanya mahal. Padahal kalau mereka tau bahwa mengurus perizinan tidak seperti yang mereka bayangkan oleh masyarakat.” (Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP)

I1-2 : “hambatan-hambatannya sebenarnya tergantung pada pemahaman masyarakat, terkadang karna ketidaklengkapan persyaratan mereka enggan mengurus sendiri, bahkan mereka menggunakan calo. Padahal kalau informasi didapatkan langsung kepada kita, biaya pengurusan untuk bidang Penanaman Modalkan gratis, tapi kalau melalui calo kan ya ada biaya biaya lagi.”

(Wawancara dengan Sasa Sukmana selaku Kepala Bidang Penanaman Modal BPMPTSP)

I1-4 : “Hambatan di antaranya untuk pengumpulan para pengusaha untuk diberi sosialisasi tentang izin, kadang-kadang kita undang yang datang sedikit. Kita sudah undang ternyata yang datang

perwakilannya, jadi tidak bisa mendapat informasi yang penuh. Banyak kendala yang kita hadapi termasuk anggaran juga kalau gak ada anggarannya bagaimana kita mau melakukan sosialisasi.” (Wawancara dengan H. Juliasselaku Kepala Bidang Data dan Advokasi)

Berdasarkan dari hasil wawancara diatas, peneliti melihat bahwa BPMPTSP sudah berupaya untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui media online maupun secara langsung kepada masyarakat melalui kegiatan sosialisasi pelayanan perizinan seperti gambar 4.2 dan 4.3 diatas, tetapi masih ada masyarakat atau pihak pengusaha itu sendiri tidak mau mengikutinya. Disamping itu, masyarkat terkadang belum memahami betapa pentingnya perizinan, mereka masih menganggap kalau mengurus perizinan itu sulit, mengurus perizinan itu waktunya lama, dan biayanya mahal. Bahkan tak sedikit dari mereka sektor swasta maupun masyarakat menggunakan jasa calo untuk mengurus perizinan.

Disamping itu, yang menjadi penghambat tidak sampainya informasi perizinan yaitu ketika BPMPTSP mengadakan kegiatan sosialisasi terkait prosedur serta pelayanan pembuatan izin, terkadang para pengusaha yang telah BPMPTSP undang untuk hadir pada kegiatan tersebut yang datang sedikit. BPMPTSP sendirisudah berusaha mengundang para pengusaha maupun sektor swasta untuk dapat hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut tetapi mereka ternyata hanya mendatangkan perwakilannya, jadi mereka tidak mendapatkan informasi secara penuh. Kemudian, mengenai ketepatan waktu dan transparansi biaya pembuatan izin juga belum jelas.

Proses dari awal sampai keluarnya izin pun dinilai masih lamban dan belum sesuai dengan SOP dalam pelayanan terpadu satu pintu. Hal tersebut sesuai fakta dilapangan yang masih ditemukan keluhan dari masyarakat mengenai waktu dan biaya pembuatan izin setalah obeservasi langsung kepada pemohon sebagai berikut:

I2-1 : “agak lambat, saya pernah membuat izin sampai satu bulan baru jadi. (Wawancara dengan Junaidi selaku pemohon izin)

I2-2 : “2 minggu itu bahkan lebih. Kalau gak salah informasi nya disini 2 minggu izin selesai tapi kebanyakan lewat dari 2 minggu.” (Wawancara dengan Muhammad selaku pemohon izin)

Hal tersebut dipertegas dengan adanya pernyataan dari salah satu informan I3-2 dari pilar Civil Society (Masyarakat Madani) yaitu sebagai berikut:

I3-2 : “… kalau hal kebijakan atau penyampaian informasi pembuatan izin saya sebagai pihak independent di Tangerang belum terlalu banyak kebijakan yang diberikan oleh pegawai BPMPTSP dalam pembuatan izin karna saya sering melihat masyarakat ada saja yang mengeluhkan kalau proses perizinan agak lambat.”

(Wawancara dengan Syarif selaku Pimpinan Surat Kabar Info Publik)

Jadi, merujuk pada hasil wawancara denganinforman I3-2 selaku pimpinan surat kabar info publik yang merupakan pihak independent dari Kota Tangerang berpendapat bahwa belum terlalu banyak kebijakan yang diberikan oleh pihak BPMPTSP dalam proses awal pembuatan izin sampai dikeluarkannya surat izin tersebut sehingga membuat ketepatan waktu pelayanan menjadi tidak optimal. Kemudian, mengenai sosialisasi dan transparansi biaya terkait izin di bidang Penanaman Modal bahwa untuk semua izin di bidang penanaman modal tidak

dipungut biaya atau gratis. Setelah peneliti melakukan wawancara dengan I1-1 dan I1-2 ternyata hal tersebut telah disosialisasikan oleh pihak Penanaman Modal kepada masyarakat.

I1-1 : “kalau untuk izin di penanaman modal semuanya gratis tidak ada biaya. Dan hal tersebut juga kami sosialisasikan kepada masyarakat, karena masyarakat berhak tau terhadap pembiayaan dalam pengurusan perizinan. Dan hal tersebut sudah ada aturannya, ada undang-undangnya yaitu UU 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah.”

(Wawancara dengan H. Aswani selaku Sekretaris BPMPTSP Kota Tangerang)

Namun, pada kenyataannya setelah dikonfirmasi ulang kepada pemohon pembuatan izin di BPMPTSP khususnya bidang Penanaman Modal ternyata masih ditemukan beberapa keluhan dari masyarakat bahwa masih ada oknum pegawai BPMPTSP sendiri yang mengenakan biaya untuk mengurus izin. Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil wawanacara yang telah peneliti lakukan sebelumnya sebagai berikut:

I2-1 : “sejauh ini saya langsung bayar ke DPKD ya untuk izin reklame. Kalau dari pengurusan izinnya sendiri sih ya jujur ada beberapa pegawai yang meminta biaya untuk keluarnya izin. Ya mau gak mau saya harus mengeluarkan uang dari kantong

Dokumen terkait