• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Penulis Tentang Cyber Sex

PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM TENTANG CYBER SEX

D. Analisis Penulis Tentang Cyber Sex

Dalam merumuskan pengertian cyber sex tentunya harus berdasarkan keadaan suatu masyarakat atau bangsa. Misalnya Negara barat akan berbeda pemahamannya dengan Negara di Asia, seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan budaya dari masing-masing Negara berbeda. Budaya barat yang dalam berbusana lebih terbuka, berbeda dengan Indonesia yang lebih mengarah pada budaya ketimuran yang lebih mengutamakan moral dan segala hal, sehingga ironisnya, ditengah-tengah arus informasi yang mudah diakses melalui internet, cyber sex pun semakin menjamur. Sebut saja. Triple x, Asian-Thumbs, schoolgirl. Tak hanya itu cyber sex lokal pun tak kalah serunya. Apalagi kalau kita melihat beberapa situs. Dengan maraknya situs-situs panas, gambar dan foto bugil, VCD “HOT” bak jamur dimusim hujan tiba, yang dapat menyesatkan akidah umat Islam. Bak gayung bersambut. Ketua Komisi Fatwa MUI, KH. Maruf Amin,

mengeluarkan fatwa pengharaman terhadap segala bentuk dan prilaku senonoh tersebut, tegasnya.66

Apa yang diistilahkannya itu seperti ada sekumpulan atau segelincir masyarakat yang berkongsi impian yang sama mengenai reality yang dikelirukan. Mereka seperti melarikan diri dari pada kekeliruan realiti yang dialami dan terjun kedalam ruang maya. Kehidupan dibalik skrin adalah kehidupan alternative atau pelarian masyarakat barat dan pada reality kehidupan masyarakat modern yang bagi kumpulan subbudaya dibarat sedang menuju kehancuran.

Tepat disebut hukum dalam pengertian sebenar-benarnya hukum, dan juga tidak tepat disebut sebagai law in cyber space atau cyber space law atau cyber law. Teori mereka mengenai hukum itu lebih tepat dikatakan sebagai sebab-sebab yang memungkinkan munculnya cyber space. Kemudian timbulnya pertanyaan mengapa konfigurasi atau arsitektur seperti itu yang sarat dengan teknologi dikatakan oleh mereka sebagai hukum. Sebenarnya konfigurasi seperti itu lebih tepat dikatakan sebagai teknik, artinya untuk dapat berkomunikasi melalui jaringan komunikasi global dan masuk ke cyber space, ada persyaratan teknis yang harus dipenuhi, baik pada komputernya sendiri maupun pada jaringan komunikasi global itu. Persyaratan-persyaratan seperti itulah yang disebut sebagai

66

hukum yang mau tidak mau harus dipenuhi sebagai standard dalam berkomunikasi atau berperilaku dicyber sex.67

Jika mengacu pada proses yang menyebabkan timbulnya standard pada peralatan yang ada pada computer maupun jaringan komunikasi global, maka prosesnya didasarkan pada sebuah perjanjian (agreement) yang dalam tingkat dunia dikordinasikan oleh internasional organization of standardization (ISO). Berdasarkan konfigurasi dan proses tersebut, maka tidaklah salah jika mereka menyebut architecture of cyber space sebagai hukum atau law in cyber space atau cyber space law. Akan tetapi, jika digunakan criteria hukum yang terdapat dalam ilmu hukum, konfigurasi semacam itu belum dapat dikatakan sebagai hukum. Setelah cyber space muncul baru akan muncul pertanyaan hukum apa yang berlaku atau diperlukan dalam ruang yang dinamakan cyber space itu. Cyber sex memiliki karakteristik yang borderless, sehingga menimbulkan persoalan mengenai rezim hukum apa yang dapat diberlakukan disana. Beberapa Negara mencoba untuk mengatur prilaku manusia dicyber sex, akan tetapi karena Negara itu memiliki kedaulatan dan dibatasi oleh wilayah teritorial, menjadi pertanyaan sesungguhnya sampai batas mana Negara itu mengatur cyber sex. Pertanyaan ini muncul karena ada pendapat yang mengatakan bahwa aturan bersifat local ordinance.

67

Agus Rahajo. SH. M. Hum, cyber crime, pemahaman dan upaya pencegahankejahatan teknologi, h.21.

Pada bab ini, penulis akan mengemukakan tentang cyber sex serta hukum dan penanggulangannya dengan beberapa bentuk dari kedua hukum tersebut.

1. Cyber Sex Dalam Perspektif Hukum Islam

Seperti yang telah dikemukan diatas, bahwa Islam tidak secara jelas menjelaskan tentang hukum pidana cyber sex, melainkan Islam menerangkan secara garis besarnya saja. Bahwa Islam adalah agama yang sempurna, dalam artian Islam mencangkup segala aspek kehidupan manusia. Tanpa sex, maka kita tidak akan pernah lahir, karena Nabi Adam dan Ibu Hawa tidak hanya diem-dieman belaka setelah diusir dari surga.

Sobat muda muslim, pencegahan lebih baik dari pengobatan. Bukan apa-apa secara umum banyak orang berkencan dan mendapatkan sumber erotik dari sex on line. Satu hal yang pasti dalam hal ini adalah kita tidak melibatkan kontak fisik. Cyber sex menurut ahli terapi seks joel D. block. PHD adalah perangsang seksual bagi sebagian orang, suatu cara menjadi terangsang secara aman tanpa resiko emosional dan fisik.68 Sebagian muslim dinegara ini ber Islam tidak secara kaffah. Selama ini, ruh agama tidak dibawa dalam hidup keseharian. Manurut hukum islam, cyber sex itu termasuk mengarah kepada perbuatan zina, karena cyber sex itu adalah factor yang paling dominan untuk seseorang berbuat zina bahkan perkosaan, karena cyber sex itu bisa membangkitkan nafsu seksual seseorang.

68

Islam juga melarang segala sesuatu yang dapat menjerumuskan pada perbuatan zina, misalnya seks bebas, bacaan porno, film, cyber porn, atau VCD porno dan jogged yang sangat erotis. Syariat islam juga mewajibkan menutup aurat sebagai syarat utama berpakaian yang islami, karena dengan jalan itu peluang bagi terjadinya cyber sex tersebut dapat dieliminir. Penegasan tersebut terdapat dalam surat An-Nur ayat 30-31 dan surat AL-Ahzab ayat 33 seperti yang telah penulis kemukakan. Juga terdapat dalam hadis Nabi berbunyi:

ﺎ ﺮ ْا ْ ْا ْ ﺆ و آﺎﻄْ ْا ْ آ ْ بْﻮ ْ ﺎ ﺛﺪ

ْ ةدﺎ ْ ﺮْ ْ ﺪْ ْ ﺪْ ﻮْا ﺎ ﺛﺪ

ْ بْﻮ ْ لﺎ ﺪ ﺎ

ْ د ﺮْﻜ أ ْ ءﺎ ْ ا ْنأ ﺎ ﻬْ ﷲا ﻰ ر ﺔ ﺋﺎ ْ ﻚْرد

ضﺮْ ﺄ قﺎ ر بﺎ ﺛ ﺎﻬْ و و ْ ﷲا ﻰ ﷲا لْﻮ ر ﻰ

ْ ﷲا ﻰ ﷲا لْﻮ ر ﺎﻬْ

لﺎ و و

:

اذإ ةأْﺮ ْا نإ ءﺎ ْ ا ﺎ

ﻰ إ رﺎ أو اﺬهو اﺬه إ ﺎﻬْ ىﺮ ْنأ ْ ْ ْ ْ ْا ﻐ

ْ آو ﻬْ و

)

دواد ﻮ ا اور

(

Artinya:

Di riwayatkan oleh ya’kub bin ka’ab Al-Anthaky dan muammal bin Al-Fadhli Al-Harany berkata Diriwayatkan oleh Al-Walid dan Sa’id bin Basyir dari Qatadah dari khalid berkata ya’kub bin Duraik atau Aisyah RA, Asma bin Abu Bakar pernah bertemu Rosulullah saw, dengan memakai pekaian tipis. Maka Rosulullah saw berpaling darinya, dan bersabda: Hai Asma, sesungguhnya jika seseorang perempuan yang telah haidh tidak dibenarkan untuk diperlihatkan darinya, kecuali ini dan ini, seraya Rosulullah mengisyaratkan kepada muka dan kedua telapak tangan nya (HR. Abu Daud).

Bahwa hadis diatas sangat berkaitan dengan larangan Allah swt untuk mendekati perbuatan zina, karena dengan sesuatu yang dianggap sepele yaitu dengan melihat keindahan tubuh perempuan pada akhirnya akan ditakutkan

menjadi sebuah hal yang berakibat fatal yaitu perzinahan, untuk itulah rasulullah saw melarang melihat atau bagi kaum perempuan memperlihatkan keindahan tubuhnya pada orang lain, hanya muka dan telapak tangan saja yang menjadi dispensasi dalam hal ini.

Hadits ini menunjukkan bahwa dalam berpakaian seseorang tidak dibenarkan mengenakan pakaian tipis yang dapat memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhnya terutama bagi perempuan, karena aurat perempuan lebih banyak dibanding aurat laki-laki. Larangan ini ditujukan kepada perempuan yang telah mengalami masa haidh yang pertama, sebagai salah satu petanda bahwa ia telah balig. Tujuan larangan Rasulullah saw ini karena berpakaian tipis seperti itu bisa menimbulkan pikiran yang tidak baik bagi seseorang yang melihatnya.

Dari ayat-ayat maupun hadits-hadits diatas, dapatlah dipahami bahwa Islam sangat tegas dalam mengatur kehidupan seksual. Dengan mengharuskan menutup aurat, terutama bagi perempuan dan larangan memamerkan bagian-bagian tubuh baik secara langsung atau media-media elektronik (cyber sex) yang mampu membangkitkan nafsu seksual sehingga dapat membawa kapada perbutan jahat dan nista. Dengan begitu jelaslah bahwa dalam islam, cyber sex adalah perbuatan haram dan dilarang agama.

Begitu juga menurut fatwa MUI tentang pornografi dan pornoaksi No. 287 tahun 2001 yang menjelaskan bahwa cyber sex itu adalah haram.

Sedangkan hukum yang ditentukan terhadap perilaku tidak pidana cyber sex adalah Ta’zir yang dapat menberikan efek jera bagi pelakunya. Adapun bentuk hukuman ta’zir itu sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku.

Apabila hukuman ta’zir itu dijatuhkan, maka diharapkan tindak pidana cyber sex ini dapat diberantas, ditanggulangi dan dicegah, kemudian pendekatan dengan cara pendidikan moral, kembali kepada nilai-nilai spiritual, mengembangkan citra media yang kontruktif, dan gerakan kampanye anti cyber sex. Agar kemaslahatan hidup bermasyarakat dan bernegara menjadi lebih terarah, baik didunia maupun diakhirat.

2. Cyber Sex Dalam Perspektif Hukum Positif.

Perkembangan teknologi informasi yang terjadi dimasyarakat berkembang dengan meningkatnya daya pikir masyarakat terhadap hal tersebut, kejahatan pun timbul akibat dari masyarakat. Karena tidak dapat dipungkiri jika sesuatu berkembang dengan baik maka akan ada sesuatu keburukan. Adapun kejahatan menurut Mabel A. Elliot dalam bukunya crime in modern society (1952), melihat kejahatan dari beberapa sudut:

a. Crime as a social problem. Dilihat dari sudut sosiologi, maka kejahatan adalah salah satu masalah yang paling gawat dari disorganisasi sosial karena penjahat bergerak dalam aktivitas-aktivitas yang membahayakan bagi dasar-dasar pemerintahan, hukum, undang-undang, ketertiban dan kesejahteraan.

b. Crime as a psychological problem. Psikologi selalu mengingatkan bahwa kejahatan itu dibuat oleh penjahat. Kejahatan itu dibuat oleh penjahat dan

penjahat itu adalah manusia, yang atas dasar apapun juga mempunyai motif untuk melakukan perbuatan –perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Oleh karena itu, dilihat dari sudut psikologis, kejahatan kecuali memang adalah perbuatan yang dilakukan oleh seorang penjahat adalah perbuatan dari orang-orang yang sama dengan kita. (The experience of crime behaviours is not different from the experience of human behoviour).

c. Crime as a psychosocial problem. Kelakuan dari seorang penjahat, bila mana dilihat dari sudut masyarakat adalah suatu kelakuan yang menyeleweng (deviant behaviour).

d. Crime as a legal. Sosial problem. Definisi kejahatan, setiap perbuatan atau kegagalan untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang yang untuk tindakannya tersebut dapat dijatuhi pidana dalam bentuk denda atau punishment, hilang kemerdekaan, dibuang keluar daerah, pidana mati dan lain-lain.69

Dalam hal ini cyber sex dipandang sebagian kalangan netter sebagai hal yang menyenangkan. Melakukan kegiatan tersebut tanpa disadari mengakibatkan kecanduan, serta dapat menimbulkan hal yang bersifat patologis bagi user.70

69

Ibid, Purnianti, Mashab dan penggolongan teori dan kriminologi citra aditya, bandung, 1994, h.5-6.

70

Semua tingkah laku yang melarang adapt-istiadat masyarakat.2. situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar dari warga masyarakat mengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya, dan merugikan banyak orang.

Tentu saja hal tersebut suatu sikap perilaku seks menyimpang yang akan bertentangan dengan KUHP yang berkaitan dengan kesusilaan dan pelanggaran kesusilaan. Yang terdapat dalam buku II KUHP Bab XIV tentang kejahatan kesusilaan pasal 281, 282, 283, serta buku ke III KUHP Bab VI tentang pelanggaran kesusilaan. Dan RUU-KUHP pasal 378 (14.02) dan RUU tentang Anti Pornografi pasal 18 sampai pasal 31.

Dalam KUHP pasal 282 dan pasal 283, dipandang kurang efektif dan tidak memberikan hasil yang maksimal dalam memberantas, menaggulangi, dan mencegah tindak pidana cyber sex tetapi justru sebaliknya, semakin marak dan terus berkembang sehingga sampai pada tahap yang memprihatinkan.

Sedangkan dalam RUU Tentang Anti Pornografi, sudah cukup memadai, sanksi-sanksi terhadap perilaku tindak pidana cyber sex ini sudah sangat sesuai dengan perbuatannya. Namun sangat disayangkan, RUU tentang anti pornografi ini belum disyahkan oleh pemerintah.

Tetapi tujuan dari KUHP pasal 282, dan 283, RUU KUHP pasal 387 (14.02) serta RUU Anti Pornografi adalah ingin membuat atau agar pelaku tindak pidana cyber sex ini jera dan tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Secara karakteristik pada user yang sering menggunakan situs terlarang tersebut akan berubah yang mengakibatkan dalam pikirannya selalu berfikir hal-hal yang berbau sex, serta dapat mengambil tindakan yang bersifat cabul, atau tidak senonoh.

Suatu perbuatan dapat dijatuhi pidana, jika telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana atau rumusan delik, hanya tidak selalu suatu perbuatan dapat dijatuhi pidana jika perbuatan tersebut tercantum didalam rumusan delik,71 maka diperlukan tiga syarat, bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, yaitu: a. Perbuatan manusia.

b. Bersifat melawan hukum, dan c. Perbuatan yang dapat dicela.

Dalam kaitannya dengan kejahatan yang dilakukan dalam dunia maya perbuatan hukum yang dilakukan akan terbentur dengan KUHP pasal 1 ayat 1 mengenai asas legalitas, yang berkaitan dengan hukum positif.

Apabila hukum sudah bisa ditegakkan, maka diharapkan tindak pidana positif cyber sex dapat diberantas, ditanggulangi dan dicegah, kemudian penegakkan hukum pidana, mengoptimalkan undang-undang cyber crime. Agar kebaikan hidup bermasyarakat dan bernegara menjadi lebih baik disemua lingkungan masyarakat dan pemerintah.

71

D. Schaffmeister, H. kelijzer, H. kelijzer, E. PH. Sutorus, Hukum Pidana Yogyakarta, liberty, 1995, cet. Ke-1, h. 27.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.

Dengan melihat dari pembahasan Bab-bab sebelumnya, adapun kesimpulan yang dapat kemukakan antara lain:

Pengguna internet untuk mengakses situs-situs porno terkadang sangat sulit dihidari, mengingat situs-situs semacam ini tersedia sangat banyak dalam dunia maya. Dengan menjamurnya situs sex diinternet. Ini timbul karena ada hal-hal yang didasari dengan rasa ketidak puasandan rasa keingintahuan, seperti:

Factor sosial dari interaksi tersebut muncul rasa keingintahuan tentang informasi yang didapat dari temannya dan mendapatkan tentang cyber sex hasil dari obrolan yang dilakukan secara beramai. Tentu saja obrolan selanjutnya tidak ingin ketinggalan. Maka dia mencari tahu dengan datang kewarnet untuk mencari tahu tentang cyber sex.

Factor ekonomi saat ini bertebaran warung-warung internet atau populer disebut dengan warnet. Dengan harga sewa yang relatif murah, tidak sulit lagi untuk mengakses materi porno untuk memuaskan hasrat sex melalui internet atau dikenal dengan cyber sex.

Para pengakses situs porno atau cyber sex tanpa disadari dapat melakukan tindakan yang bersifat pontologis. Artinya situs porno dapat menimbulkan tindak krimanal dan perilaku sex menyimpang. Hal yang lain cyber

sex sering kali menciptakaan fantasi-fantasi seksual yang dapat mempengaruhi para netter melupakan waktu dan fikiran kearah negative, jika sudah kencaduan cyber sex sebagai berikut

1. Tidak peduli dengan masa depan. 2. Perbutan maksiat.

3. Kurang produktif.

Upaya penaggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan yang meliputi adanya keterpaduan (intergralitas)antara politik criminal dan politik sosial dan keterpaduan antara upaya penaggulangan kejahatan dengan, penal dan non penal. Upaya penggulangan kejahatan yang intergral mengandung arti pula bahwa masyarakat dengan seluruh potensinya harus dipandang sebagai bagian dari politk criminal memberikan suatu perlindungan terhadap masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Menurut hukum Islam cyber sex itu termasuk mengarah kepada perbuatan zina, karena cyber sex itu adalah factor yang paling dominan untuk seseorang berbuat zina bahkan pemerkosaan, karena cyber sex itu bisa membangkitkan nafsu seksual seseorang. Sedangkan hukum yang ditentukan terhadap perilaku tindak pidana cyber sex adalah ta’zir yang dapat memberikan efek jera bagi pelakunya.

Dalam hal ini cyber sex dipandang sebagian kalangan netter sebagai hal yang menyenangkan. Melakukan kegiatan tersebut tanpa disadari mengakibatkan kecanduan, serta dapat menimbulkan hal yang bersifat pantalogis

bagi user. Tentu saja hal tersebut suatu sikap prilaku seks menyimpang yang akan bertentangan dengan KUHP yang berkaitan dengan kesusilaan dan pelanggaran kesusilaan. Yang terdapat dalam buku II KUHP Bab XIV tentang kejahatan kesusilaan. Apabila hukum sudah bisa ditegakkan, maka diharapkan tindak pidana positif cyber sex diberantas, ditanggulangi dan dicegah.

Perkembangan teknologi computer melahirkan suatu sistem jaringan internet yang pada awalnya berkembang dimiliter. Dalam perkembangannya teknologi informasi tersebut menimbulkan kejahatan jenis baru, menimbulkan permasalahan hukum serta dampak yang ditimbulkan, disebut cyber crime dengan menggunakan fasilitas computer melalui jaringan internet. Salah satu diantaranya cyber sex yaitu merupakan suatu perbuatan pornografi dan pornoaksi.

Cyber sex diinternet mengalami perkembangan, dengan menggunakan media tersebut seseorang dapat memiliki kesempatan dan kemampuan melakukan hal yang berkaitan dengan tindakan kesusilaan serta tidak tersentuhnya hukum mengenai teknologi yang menunjang terjadinya cyber sex, yang dapat diakses, disebarluaskan oleh siapa saja dan kapan saja. Berbeda dengan hukum Islam, mengenai masalah cyber sex dipandang sesuatu yang haram untuk dilakukan, jangankan untuk dilakukan untuk didekati pun dilarang oleh Allah SWT. Cyber sex dapat memberikan dampak negative, terutama pada remaja, dalam hal ini mereka tentu saja akan terganggu pada sikap mental dan prilaku yang dapat merugikan bagi dirinya. Tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan penegakan hukum, peran serta masyarakat dan kemajuan teknologi. Karena perkembangan

cyber itu sendiri tidak dapat dihentikan secara langsung namun dapat diatasi dengan kemajuan teknologi dengan menggunakan penyaring perangkat lunak (software) untuk memblokir situs porno tersebut.

Berdasarkan ketentuan diatas ternyata KUHP dan RUU-KUHP seperti dalam pasal 282 KHUP dan 412 RUU-KUHP, merpukan memiliki kesaman dalam memberikan suatu perspektif tentang masalah pornografi yang dapat menimbulkan kejahatan kesusilaan dan pelanggaran. Hal ini dapat timbul jika seseorang telah melakukan kegiatan netter terhadap situs tertentu, lalu melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan pasal-pasal kesusilaan maka netter tersebut dapat terjerat.

Tetapi untuk lebih kepada teknologi informasi dimana seorang netter dalam melakukan penjelajahan situs tertentu, dan dia tidak melakukan apa-apa sesudahnya dapat diperkirakan netter tersebut tidak akan terjerat pasal diatas. Namun RUU tentang anti pornografi, RUU pemanfaatan teknologi dan RUU tindak pidana dibidang teknologi informasi memberikan suatu batasan terhadap penggunaan media komuniksi yang secara lebih jelas.

B. Saran-saran

Berpedoman pada pembahasan yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang perlu dikemukakan antara lain:

1. Kepada legislative dapat segera segera menyusun suatu bentuk perundang-undangan yang khusus mengatur permasalahan cyber sex karena akibatnya dapat merusak moral generasi muda, serta belum adanya kontroler terhadap

perkembangan cyber sex. Maka perlu dibentuknya Uundang-undang cyber sex tersebut.

2. Untuk mengefektifkan undang-undang tersebut maka diperlukan kepada setiap pimpinan daerah DPRD dan walikota untuk menyusun suatu perda untuk pengawasan dan kontroling ditingkat daerah.

3. Kepada para intansi-intansi terkait untuk melakukan penelitian terhadap perkembangan cyber sex. Agar dapat memberikan solusi atau meminimalisir pada permasalahan cyber sex.

4. Adanya kerja sama antara aparat dengan masyarakat untuk memberikan informasi kepada semua elemen masyarakat terutama remaja terhadap kejahatan cyber sex, dengan cara memberikan pendidikan moral serta pendidikan agama juga diiringi dengan kampanye anti cyber sex.

5. memberikan batasan dan pengawasan terhadap remaja saat memasuki dunia maya yang dilakukan oleh orang tua dan guru.

Dokumen terkait