• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perbandingan Terhadap Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Menurut Hukum Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Menurut Hukum

ANALISIS PERBANDINGAN TERHADAP PENGULANGAN SEWA MENURUT HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM

D. Analisis Perbandingan Terhadap Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Menurut Hukum Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Menurut Hukum

Perdata Dan Hukum Islam

Berdasarkan realitas tentang pola sewa menyewa yang ada di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, dapatlah disimpulkan bahwa pelaksanaan sewa menyewa dilaksanakan sejak awal sampai sekarang berdasarkan kebiasaan pada masyarakat setempat.

Merujuk pada kebiasaan tersebut, maka boleh jadi yang telah dilaksanakan di desa Morella terkait dengan sewa menyewa merujuk pada peraturan tentang sewa menyewa berlaku terhadap segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.23

Hal senada pelaksanaan sewa dalam hukum perdata memiliki unsur-unsur, sebagai berikut;

1. Unsur Essensialia, adalah bagian perjanjian yang harus selalu ada di dalam suatu perjanjian, bagian yang mutlak, dimana tanpa adanya bagian tersebut

22Helmi Karim, Fiqih Muamalah (Cet. II; Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1997), h. 30

23R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan (Jakarta: Pradya Paramita, 1987), h. 4

perjanjian tidak mungkin ada. Unsur-unsur pokok perjanjian sewa menyewa adalah barang dan harga.

2. Unsur Naturalia, adalah bagian perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat diganti, sehingga bagian tersebut oleh Undang-Undang diatur dengan hukum yang sifatnya mengatur atau menambah.

3. Unsur Aksidentalia, adalah bagian perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut, jadi hal yang diinginkan tersebut juga tidak mengikat para pihak karena memang tidak ada dalam Undang-Undang, bila tidak dimuat, berarti tidak mengikat.24

Sejalan dengan itu, jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah atau tanah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan.25

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian yang dibuat itu tetap berlaku terus. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.

Dalam hal pelaksanaannya masing-masing pihak memiliki kewajiban diantaranya pihak penyewa diatur dalam Pasal 1560, 1561, 1564 dan 1566 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Penyewa wajib melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan;

24Idil Victor, Permasalahan Pokok Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalam http://idilvictor.blogspot.com.html, diakses tanggal, 4 Mei 2016

25Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya (Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 78

b. Memelihara benda yang disewakan itu sebaik-baiknya dan mempergunakan benda tersebut menurut kegunaannya;

c. Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama masa sewa menyewa, kecuali ia dapat membuktikan bahwa kerusakan itu bukan karena kesalahannya, tetapi terjadi diluar kekuasaannya;

d. Harus mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan seperti menerima barang tersebut.26

Merujuk dari uraian tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa penyewa berhak untuk menggunakan atau menikmati objek sewa selama masa sewa menyewa berlaku. Selama itu hak penyewa dimaksud tidak hilang sekalipun objek dialihkan (dijual) kepada pihak ketiga, kecuali terjadinya pelepasan atau pembatalan perjanjian karena suatu sebab. Dalam Hukum Perdata dikenal suatu kaedah yang diatur dalam Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa “. Pasal ini memberikan kedudukan yang kuat bagi penyewa dalam memanfaatkan objek sewa, namun jika hal tersebut telah diperjanjikan.27

Hal tersebut sejalan dengan ketentuan secara umum semua kegiatan mùāmālah haruslah memenuhi prinsip hukum muamālat, sebagai berikut;

1. Pada dasarnya segala bentuk mùāmālah adalahmubāh, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Qur‟an dan as-Sunnah. prinsip ini mengandung arti bahwa, hokum Islam memberikan kesempatan yang luas terhadap perkembangan bentuk dan macam-macammùāmālah.

2. Muamālat dilakukan atas dasar suka rela (suka sama suka) tanpa sedikitpun mengandung unsur-unsur paksaan. Unsur suka-rela atau kerelaan pada setiap akad dalam muamālat sangatlah penting sebab tanpa mengandung unsur kerelaan antara kedua belah pihak berarti dalam perjanjian tersebut mengandung unsur paksaan, unsur paksaan itulah yang nantinya akan mengakibatkan perjanjian (akad) menjadi tidak sah atau batal. Dalam prinsip

26 Lihat Penjelasan pasal 1560, 1561, 1564 dan 1566 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

27 Liahat pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

kerelaan ini juga memperingatkan agar kebebasan berkehendak pihak-pihak yang bersangkutan senantiasa diperhatikan.

3. Muamālat dilakukan atas dasar pertimbangan yang manfaat dan menghindari mudharat dalam kehidupan di masyarakat.

4. Muamālat harusnya dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menjauhi unsur-unsur penganiayaan, dan unsur- unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.28

Sejalan dengan ketentuan tersebut, sebagaimana yang terjadi di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, melaksanakan hal tersebut terkait dengan secara keseluruhan masyarakatnya adalah beragama Islam, sehingga dalam pelakaksanaan sewa menyewa bermuara pada aturan muamalah atau aturan Islam, namun hal tersebut tidak secara tegas dikatakan. Di sisi lain hal tersebut, terjadi perbedaan pendapat karena berhubung tidak ada nas yang tegas melarang menyewakan barang sewaan, maka kiranya jelas bahwa dalam Islam hal itu tidak dilarang. Selama hal itu tidak bertentangan dengan aturan-aturan lain dalam Islam. Dan pola sewa menyewa yang dibolehkan itu seperti seorang menyewa rumah besar, lalu kamar-kamarnya disewakan lagi kepada orang lain dengan mendapatkan keuntungan dari persewaan tersebut atau seseorang yang menyewa hasil hutan kemudian penyewa tersebut meyewakan kepada pihak ketiga, sepanjang tidak ada keberatan kepada yang menyewakan sebagai pemilik objek tersebut. 29

Olehynya itu, Islam telah membenarkan adanya kegiatan sewa-menyewa.

Sebagaimna dijelaskan oleh allah dalam QS. al-Zukhruf (43): 32, sebagai berikut;



28 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1993), h. 10

29 H Hamzah Ya‟qub, Kode Etik Dagang Dalam Islam (Cet. II; Bandung: Diponegoro, 1992), h. 333

Terjemahnya; Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.30

Berdasarkan ayat tersebut dapatlah dipahami bahwa kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan yang pada prinsipnya saling membantu dan menolong antara orang yang memiliki sesuatu yang dapat dimanfaatkan orang lain maka hal tersebut wajar-wajar saja dalam kehidupan sebab memang dalam kehidupan, Allah telah menetapkan satu lebih kaya atau punya harta lebih dari yang lain.

Selain itu, Allah menghendaki dari saling membantu tersebut janganlah seseorang terlalu mengambil untung terhadap hal-hal yang dibantukan kepada orang lain sebab apa yang mereka kumpulkan tidak akan sebaik nikmat yang diberikan oleh Allah.

Sejalan dengan alquran QS. al-Zukhruf (43): 32, juga dijelaskan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda sebagai berikut;

َمٌَْا َمَمبَع ْمَّهَس ََ ًِْيَهَع ُالله ىَّهَص ِالله ُل ُُْس َر َّنَابَمٍُْىَع ُالله َى ِض َر َرَمُع ِهْبا ِهَع ْنَا ُي ُُْهَئْسَف بَمٍَُن ٍةَيا ََ ِر ْىِف ََ ًِْيَهَع ٌقَّفَتُم ٍع َر َز ََْأ ٍرَمَث ْهِم بٍَْىِم ُجُرْخَيبَم ِرْطَشِب َرَبْيَخ ًِْيَهَع ُالله ىَّهَص ِالله ُل ُُْس َر ْمٍَُن َلبَقَف ْرِمَّتنا ُفْصِو ْمٍَُن ََبٍََهْيَع ُُْفْكَي ْنَا ىَهَعبٍَِب ْمٌُ َّرِقُي ُرَمُع ْمٌَُ َ َأ ىَّتَابٍَِب َْ رُّرَقَفبنًىْئِابَم َ ِنَ ىَهَعبٍَِب ْمُ رُّرِقُو ْمَّهَس ََ

ٍمِهَسْمِن ََ . ِالله ُل ُُْس َر َّنَأ :

َه ِمبٌَ ُُْهِمَتْعَي ْنَا َ َعبٍََض َرَا ََ َرَبْيَخ َمْحَو َرَبْيَخِد ٍَُُْب ىَنِإ َعَفَد ُمَّهَس ََ ًِْيَهَع ُالله ىَّهَص بٌَ ِرُمَث ُرْطَا ْمٍَُن ََ ْمٍَُنا َُْمَا .

31

Artinya; „Dari Ibnu Umar ra. (katanya: Sesungguhnya Rasulullah saw memperkerjakan orang-orang Khaibar dengan upah separuh dari hasil buah-buahan atau tanaman. Muttafiq „alaih. Dan dalam suatu riwayat bagi keduanya lalu mereka tetap menggarap tanah itu hingga Umar ra.

mengusir mereka. Menurut riwayat muslim bahwa Rasulullah saw.

30 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, Op. Cit., h. 798

31 Ibnu Hajar al-Askalani, Fathul Bari, Syarah Shahih Bukhariy, Juz V (Cet. I; Beyrut:

Maktabah Darul Bazz, 1989), h. 12

Menyerahkan kepada Yahudi Khaibar pohon kurma dan tanahnya dengan syarat mereka menggarapnya dengan biaya mereka sendiri dan bagi mereka separuh dari hasil buahnya‟.32

Dari hadis tersebut dapatlah disimpulkan bahwa sewa-menyewa yang dibenarkan atau dibolehkan dalam Islam adalah sewa-menyewa dengan orang yang berlainan agama, dalam bentuk sewa-menyewa penggunaan tanah seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dengan kaum Yahudi dengan pembayaran separuh dari hasil tanah yang digarap tersebut.

Sesuai dengan konsep kepemilikan, diantara sebab-sebab pemilikan adalah al-tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki), maka buah yang dihasilkan dari tanaman yang disewakan adalah milik pemilik tanaman dan pemilik tanaman tersebut memiliki hak sepenuhnya untuk mentasharrufkan buah tersebut termasuk mengakadkan sewa menyewa tanaman atasnya. Dengan demikian hak sepenuhnya atas buah tersebut adalah milik dari pemilik tanaman yang berhak melakukan apa saja terhadap buah tersebut berdasarkan kerelaannya. Jika dilihat dari sisi ini maka akad sewa menyewa tanaman diperbolehkan sepanjang pemilik tanaman tersebut menyewakan tanamannya berdasarkan kerelaannya.

Berdasarkan hasil analisis atas pembahasan dan realitas tentang pelaksanaan pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, maka dapatlah disimpulkan bahwa di satu sisi mereka melaksanakan pola sewa menyewa berdasarkan kebiasaan turun temurun dan itu identik dengan yang telah dilaksanakan berdasarkan KUH Perda Sebagaimana pasal-pasal terkait dalam pembahasan sebelumnya. Di sisi lain bahwa masyarakat desa Morella merupakan desa muslim yang kemudian berpengaruh pada pelasksanaan sewa menyewa yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan indikator setiap pelaksanaan sewa memenuhi unsur; ada objek, ada penyewa dan ada yang menyewakan hartanya sesuai batas waktu tertentu serta akad dan sama-sama ikhlas.

32 Abu bakar Muhammad, Terjemah Subulussalam Jilid III (Cet. Surabaya: al-Ikhlas, 1945), h. 279

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan, maka peneliti dapatlah menemukan beberapa kesimpulan yang signifikan terkait dengan Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, sebagai berikut;

1. Janji dan kepercayaan adalah sendi-sendi yang amat penting dalam hukum perdata. Lain halnya dalam hukum pidana dan hukum ketatanegaraan, maka dalam hukum perdata ada banyak peraturan-peraturan hukum yang terciptanya yang terserah kepada atau tergantung dari tindakan orang-orang perseorang-orangan yang berkepentingan dan yang tidak diadakan oleh alat-alat perlengkapan negara yang berwajib membentuk undang-undang.

Dengan demikian manusia dalam hidup dan kehidupan ini, barulah bisa berkecukupan bila salah satu faktornya harus melakukan kegiatan sewa-menyewa atas kesepakatan bersama dan atas dasar tolong-menolong sebagai cara pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga ulama menganggap bahwa sewa-menyewa merupakan hal yang dibenarkan dan bahkan harus selalu diadakan.

2. Pelaksanaan pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, yaitu pola sewa menyewa berdasarkan kebiasaan turun temurun dan itu identik dengan yang telah dilaksanakan berdasarkan KUH Perdata Sebagaimana pasal-pasal terkait dalam pembahasan sebelumnya. Di sisi lain, masyarakat desa Morella merupakan desa muslim yang kemudian berpengaruh pada pelasksanaan sewa menyewa yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan indikator setiap pelaksanaan sewa memenuhi unsur; ada objek, ada penyewa dan ada yang menyewakan hartanya sesuai batas waktu tertentu serta akad dan sama-sama ikhlas.

69

B. Saran

1. Diharapkan dengan adanya pemberlakuan ketentuan pola sewa menyewa menurut KUH Perdata dan hukum Islam tersebut dapat dijadikan sebagai alat perlindungan hukum terhadap para pelaku sewa menyewa, sehingga dapat mengurangi pelanggaran terhadap hal tersebut.

2. Diharapkan dengan tulisan ini, dapat dijadikan rujukan pertimbangan bagi bagi pelaku sewa mnyewa sesuai dengan ketententuan tersebut, sekaligus sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya yang mengangkat topik yang sama.

Dokumen terkait