• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA SEWA MENYEWA DI DESA MORELLA KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA SEWA MENYEWA DI DESA MORELLA KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN OPERASIONAL PENELITIAN KATEGORI PENELITIAN PENELITI MADYA

BANTUAN PENELITIAN KOMPETITIF KOLEKTIF

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AMBON

KEMENTERIAN AGAMA RI TAHUN ANGGARAN 2018

LAPORAN PENELITIAN

POLA SEWA MENYEWA DI DESA MORELLA KECAMATAN LEIHITU KABUPATEN MALUKU TENGAH PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

PENELITI

Hasan, M. Ag (Ketua TIM) NIP. 19750320200604 1 004

Jurusan Manajemn Bisnis Syariah Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

IAIN Ambon 2017

PERNYATAAN KEASLIAN

(2)

Yang bertanda tangan di bawah ini;

Nama : Hasan, M. Ag

NIP : 19750320200604 1 004

Gol./Jabatan : III/d/Penata

Pekerjaan : Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Menyatakan bahwa penelitian saya yang berjudul: Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Perspektif Hukum Islam pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Tahun 2017 merupakan penelitian yang sebenar-benarnya, asli, dan bukan tiruan atau plagiat. Saya bertanggung jawab sepenuhnya dan menjamin kebenaran data, hasil penelitian dan segala proses dari penelitian ini.

Demikianlah peryataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak benar, maka saya siap bertanggungjawab dan diberi sanksi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ambon, Desember 2017 Peneliti

Hasan, M. Ag

NIP. 19750320200604 1 004

(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Perspektif Hukum Islam”. Dalam pengembangannya peneliti mengangkat permasalahan pokok bagaimana Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Perspektif Hukum Islam

Metode penelitian yang digunakan dalam penitian; jenis penelitian field reasearch dengan orientasi deskriptif kualitatif, pendekatan normatif, metode pengumpulan data menggunakan wawancara metode sedangkan analisis data menggunakan deduksi, induksi dan komparatif.

Adapun hasil penelitian yang dikemukakan yaitu sewa menyewa merupakan suatu bentuk janji dan kepercayaan yang merupakan sendi-sendi penting dalam hukum perdata.

Lain halnya dalam hukum pidana dan hukum ketatanegaraan, maka dalam hukum perdata ada banyak peraturan-peraturan hukum yang terciptanya yang terserah kepada atau tergantung dari tindakan orang-orang perseorangan yang berkepentingan dan yang tidak diadakan oleh alat-alat perlengkapan negara yang berwajib membentuk undang-undang.

Dengan demikian manusia dalam hidup dan kehidupan ini, barulah bisa berkecukupan bila salah satu faktornya harus melakukan kegiatan sewa-menyewa atas kesepakatan bersama dan atas dasar tolong-menolong sebagai cara pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga ulama menganggap bahwa sewa-menyewa merupakan hal yang dibenarkan dan bahkan harus selalu diadakan. Pelaksanaan pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah, yaitu pola sewa menyewa berdasarkan kebiasaan turun temurun dan itu identik dengan yang telah dilaksanakan berdasarkan KUH Perda Sebagaimana pasal-pasal terkait dalam pembahasan sebelumnya.

Di sisi lain, masyarakat desa Morella merupakan desa muslim yang kemudian berpengaruh pada pelasksanaan sewa menyewa yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan indikator setiap pelaksanaan sewa memenuhi unsur; ada objek, ada penyewa dan ada yang menyewakan hartanya sesuai batas waktu tertentu serta akad dan sama-sama ikhlas.

Semoga dengan penelitian ini dapat menambah khazanah pengetahuan bagi peneliti-peniti selanjutnya yang mengangkat pokok permasalah tentang Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Perspektif Hukum Islam.

Kata Kunci: Pola, Sewa, Menyewa

(4)

ABSTRACT

This research titled “Rents Pattern in Morella Village, Leihitu District, Central Maluku District, Perspective of Islamic Law". In its development, the researcher raised the main problem how rent rent pattern in Morella village, Leihitu district, Central Maluku district, Islamic law perspective

Research methods used in the research; type of reasearch field research with descriptive qualitative orientation, normative approach, data collection method using interview method while data analysis using deduction, induction and comparative.

The results of the research put forward that rent is a form of promise and trust that are important joints in civil law. In the case of criminal law and constitutional law, in civil law there are many rules of law that are created which are up to or dependent on the actions of private individuals of interest and which are not held by the means of state equipment that is obliged to form laws . Thus humans in this life and life, then can afford if one of the factors must perform the lease activities on mutual agreement and on the basis of help-help as a way of fulfilling the needs of human life so that scholars consider that the lease is justified and even should always be held. Implementation of rent hire pattern in Morella village, Leihitu sub-district of Central Maluku District, which is rent hire pattern based on hereditary habits and it is identical to that which has been implemented based on KUH Perda As the related chapters in the previous discussion. On the other hand, the villagers of Morella are Muslim villages which subsequently influenced the rent leases carried out by the community with indicators of each lease fulfilling the elements; there are objects, there are tenants and some who rent their property within certain time limit as well as akad and equally sincere.

Hopefully with this research can add the treasury of knowledge for the next researchers who raised the issue about Rental Rent Pattern in Morella Village Leihitu District Central Maluku Perspective Islamic Law.

Keywords: Patterns, Rent, Rent

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga peneliti dapat merampungkan laporan hasil penelitian ini, tak lupa pula salawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia ke jalan yang benar.

Dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini, banyak menghadapi hambatan dan kesulitan. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya Laporan penelitian ini dapat terselesaikan. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar- besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Pimpinan perguruan tinggi; DR. Hasbollah Toisuta, M.Ag, selaku Rektor, DR.

Mohdar Yanlua, MH, selaku Wakil Rektor I, Dr. Ismail DP, M. Pd selaku Wakil Rektor II, dan DR. Abdullah Layuapo, M. Pd, selaku Wakil Rektor III, yang dengan penuh kebijaksanaan dan tanggungjawabnya memimpin Institut ini sehingga penelitian ini.

2. Dr H, Sulaiman, M. Si, selaku kepala Lembaga penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Ambon dan stafnya, yang telah memberikan saran dan masukan dalam berbagai segi, sehingga dengan upayanyalah, laporan hasil penelitian dapat diselesaikan.

3. DR Ismail DP, M. Pd dan Drs. H. Muhammad M, M. Hum selaku raviuwer yang telah banyak memberikan saran, masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam rangka perbaikan laporan hasil penelitian, sehingga dapat terselesaikan.

4. Dr. Djumadi, MHI, selaku dekan fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, selaku pimpinan peneliti, yang tak henti-hentinya memberikan motivasi sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Peneliti tidak mampu membalas yang diberikan kecuali memohon dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Akhirnya dengan iringan do’a semoga bantuan dari berbagai pihak tersebut mendapat imbalan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Wassalam

Ambon, Desember 2017 Peneliti

Hasan, M. Ag

NIP. 19750320200604 1 004

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL ... i

LEMBAR HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

LEMBAR ABSSTRAK INDINESIA ... iv

LEMBAR ABSSTRAK INGGRIS ... v

LEMBAR HASIL PENILAIAN ADMINISTRASI, AKADEMIK REVIUER ... vi

LEMBAR SURAT KEPUTUSAN REKTOR ... vii

SURAT PERJANJIAN KERJA ... xiii

LEMBAR BERITA ACARA SERAH TERIMA UANG ... xx

LEMBAR KWITANSI PENERIMAAN UANG ... xxi

LEMBAR KATA PENGANTAR ... xxiii LEMBAR DAFTAR ISI ... xxiv

LEMBAR DAFTAR TABEL ... xxvi

LEMBAR DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Signifikansi Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. KAJIAN TEORI A. Kajian Riset Sebelumnya ... 6

B. Sewa-Menyewa Menurut Hukum Perdata ... 7

1. Pengertian Sewa Menyewa ... 7

2. Unsur-Unsur dan Syarat Sewa Menyewa ... 8

3. Jenis-Jenis Sewa Menyewa ... 14

C. Tinjauan Tentang Sewa-Menyewa Menurut Islam ... 20

1. Pengertian Sewa Menyewa ... 20

2. Dasar Hukum Sewa Menyewa ... 21

3. Rukun Dan Syarat Sewa-Menyewa ... 28

4. Perjanjian Sewa-Menyewa ... 34

D. Kerangka Pikir ... 35

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian .... ... 36

B. Subjek Penelitian ... 36

C. Lokasi Penelitian ... 36

(7)

D. Populasi dan Sampel ... 36

E. Objek Penelitian .... ... 36

F. Sumber Data Penelitian ... 37

G. Teknik Pengumpulan Data ... 37

H. Teknik Analisis Data ... 37

I. Jadwal Penelitian ... 38

BAB. IV. ANALISIS PERBANDINGAN TERHADAP PENGULANGAN SEWA MENURUT HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM A. Sejarah Singkat Negeri Morella ... 39

B. Kondisi Geografis ... 44

C. Implementasi Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah ... 48

D. Analisis Perbandingan Terhadap Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Menurut Hukum Perdata Dan Hukum Islam... ... 63

BAB. V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

LAMPIRAN ... 74

(8)

LEMBAR DAFTAR TABEL

TABEL KERANGKA PIKIR PENELITIAN ... 35

TABEL JADWAL PENELITIAN ... 38

TABEL JUMLAH PENDUDUK MENURUT USIA NEGERI MORELLA ... 45

TABEL TABEL TINGKAT PENDIDIKAN NEGERI MORELLA ... 45

TABEL TINGKAT EKONOMI MASYARAKAT NEGERI MORELLA ... 47

(9)

LEMBAR DAFTAR LAMPIRAN

SURAT IZIN PENELITIAN ... 75 SURAT KETERANGAN SELESAI PENELITIAN ... 76 INSTRUMEN PENELITIAN ... 77

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebelum merdeka rakyat Indonesia tunduk pada hukum adat daerah masing-masing, kemudian sejak munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia pada abad sekitar abad ke-7 Masehi, dengan bukti munculnya berbagai kesulatan, misalnya; Kesultanan Ternate, Tidore, Aceh, Jambi, Palembang, Mataram dan Kerajaan Islam lainnya.1

Sejalan dengan itu, maka di Indonesia sistem hukum yang diberlakukan cukup fariatif atau bersifat majemuk yaitu berlaku beberapa sistem hukum antara lain; sistem hukum adat, sistem hukum barat, dan sistem hukum Islam yang secara keseluruhan tumbuh dalam masyarakat serta dikembangkan dalam ilmu pengetahuan dan dipraktekkan dalam peradilan agama sedangkan hukum Barat dan Adat dipraktekkan di Pengadilan Negeri.2

Kaitannya dengan itu, maka, hukum Islam, hukum Adat, dan hukum Barat berlaku di Indonesia, yang kemudian dituangkan dalam aturan perundang- undangan yang tumbuh dan berlaku dalam masyarakat, dan dikembangkan oleh ilmu dan praktek peradilan. hukum Barat yang diadopsi dalam sistem hukum di Indomesia seperti; KUH Perdata, dan hukum Dagang, sementara hukum Islam yang diadopsi seperti; perkawinan dan Waris, sedangkan hukum Adat seperti;

hukum Tanah, sehingga dalam pelaksanaanya sistem hukum tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan. Adapun terkait dengan hal spesifik tentang pengaturan perjanjian sewa-menyewa antara hukum perdata Barat dan hukum Islam pasti ada perbedaan-perbedaan dan persamaan. 3

Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umunya, dimana sewa menyewa merupakan suatu perjanjian

1Juhaya S. Praja. Hukum Islam di Indonesia; Pemikiran dan Praktek, (Cet. II; Bandung:

PT. Rosdakarya, 1994), h.69

2 Moh. Idris Ramulya. Asas-Asas Hukum Islam, Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Islam Dalam Sistem Hukum Islam di Indonesia, (Cet. II; Jakarta: Sinar Grafika 1997), h. 38

3Muhammad Daud Ali, Kedudukan Dalam Sistem Hukum di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Risalah, 1984), h. 7.

1

(11)

konsensual. Artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik pencapian sepakat antara pihak yang penyewa dengan pihak yang menyewakan.4 Sejalan dengan uraian tersebut, Perjanjian sewa-menyewa dalam hukum Perdata (BW) diatur dalam pasal 1548 yang berbunyi; Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya.5

Sementara dalam Islam dianjurkan dalam melakukan kegiatan muamalah apapun bentuknya, maka harus didasarkan atas kesepakatan dua belah pihak dengan tetap mengedepankan nilai-nilai Islam, dimana bila suatu kesepakatan bertentangan dengan hukum Islam maka hal itu haram hukumnya dan tidak boleh dilakukan.6

Untuk itu, sewa menyewa dalam Islam adalah kegiatan mengambil manfaat dari barang atau benda milik orang lain dengan jalan lewat pemberian imbalan kepada pemiliknya, lewat suatu kesepakatan bersama dan dalam ikatan perjanjian tersebut tidak boleh ada hal-hal yang menyalahi aturan dalam hukum Islam. Misalnya “merusak barang yang disewa, melakukan perjanjian sewa dengan anak kecil dan sebagainya.7

Dalam hukum perdata perbuatan mengulang sewa dianggap wanprestasi atau kelalaian maka dengan sendirinya perjanjian atau kesepakatan sewa menyewa antara penyewa dan yang menyewa menjadi bubar, dan pihak pemberi sewa tidak dapat menarik kembali barang yang disewakanya. Hal itu sebagaimana dimuat dalam pasal 1559 KUH Perdata sebagai berikut; Si penyewa, jika kepadanya tidak telah diperizinkan, tidak diperbolehkan mengulang sewakan barang, yang disewanya, maupun melepaskan sewanya kepada orang lain, atas ancama pembatalan perjanjian dan pengantian biaya rugi dan bunga, sedangkan

4 R Subekti, Aneka Perjanjian (Cet. X; Bandung: PT Citra Aditnya Bakhti, 1995), h. 39

5 R Subekti & R Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Cet. XXX;

Jakarta: Pradya Paramitha, 1999), h. 381

6 Sayid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid 13 (Cet. III; Bandung: al-Ma,arif, 1999), h. 15

7 Syekh Muhammad al-Ghizzi, Fathul Qarib (Cet. I; Bandung: Agenda Karya, 1995), h.

202

(12)

pihak yang menyewakan, setelah pembatalan itu, tidak diwajibkan mentaati perjanjian sewa ulang. Jika yang disewa itu berupa objek yang disewakan oleh sipenyewa, maka dapatlah ia atas tanggung jawab sendiri, menyewakan sebahagian kepada orang lain, jika kekuasaan itu telah dilarang dalam perjanjian.8 Sementara dalam Islam, masih kontroversi menurut para ulama; Imam Abu Hanifah dan pengikut-pengikutnya melarang yang demikian dengan alasan bahwa cara tersebut termasuk dalam memperoleh keuntungan dari apa yang tidak memerlukan tanggungan. Karena tanggungan terhadap barang asal adalah atas pemiliknya, yaitu orang yang menyewakan. Lagi pula termasuk dalam hal menjual apa yang belum diterima. Sedangkan Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan segolongan fukaha lainya memperbolehkan menyewakan barang yang disewa, karena dipersamakan dengan jual beli. Perbedaan pendapat karena berhubung tidak ada nas yang tegas melarang menyewakan barang sewaan, maka kiranya jelas bahwa dalam Islam hal itu tidak dilarang. Selama hal itu tidak bertentangan dengan aturan-aturan lain Islam. Dan pengulangan sewa yang dibolehkan itu seperti seorang menyewa rumah besar, lalu kamar-kamarnya disewakan lagi kepada orang lain dengan mendapatkan keuntungan dari persewaan tersebut 9

Erat kaitannya dengan hal tersebut di atas, desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Malaku Tengah, merupakan desa yang secara keseluruhnya masyarakatnya beragama Islam, namun dalam keseharian mereka juga kental dengan nilai-nilai tradisi atau adat, sehingga secara realitas sewa menyewa tetap dilaksanakan dengan menggunakan versi adat dan versi Islam dan secara realitas pula pengulangan sewa tetap dilaksanakan.

Merujuk dari persoalan tersebut, maka menurut penulis merupakan permasalah yang perlu diangkat dalam rangka meluruskan pemikiran masyarakat, sehingga dalam praktek sewa menyela disesuaikan dengan aturan-aturan sesuai nilai-nilai Islam. Olehnya itu permalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana Pola Sewa Menyewa di Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah Perspektif Hukum Islam.

8 R Subekti & R Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata., Op. Cit., h. 383

9 H Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Dalam Islam (Cet. II; Bandung: Diponegoro, 1992), h. 333

(13)

B. Rumusan dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah.

Bersdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, maka rumusan permasalahan di dibagi menjadi dua sub masalah, yaitu :

a. Bagaimana pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah?

b. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah

2. Pembatasan Masalah.

Dari uraian masalah tersebut di atas, maka pembatasan masalah dalam Penelitan ini berkisar pada masalah perspektif hukum Islam terhadap pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.

C. Signifikansi Penelitian

Adapun signifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah

2. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian.

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini antara lain adalah :

a. Untuk mengetahui pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah

b. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah.

2. Kegunaan Penelitian.

Adapun kegunaan penelitian yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut;

a. Untuk menjadi bahan rujukan dalam rangka pengembangan pengetahuan bagi penulis mengenai perbandingan pola sewa menyewa

(14)

menurut hukum perdata dan hukum Islam, serta sebagai rujukan bagi penulis selanjutnya terkait dengan tema yang sama.

b. Menjadi bahan masukan dan pengetahuan bagi pembaca yang berupaya mendapatkan informasi tentang perbandingan pola sewa menyewa menurut hukum perdata dan hukum Islam, serta dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dibidang sewa menurut hukum perdata dan hukum Islam

(15)

BAB II KAJIAN TEORI

I. Kajian Riset Sebelumnya

Terkait dengan sewa menyewa merupakan kajian yang telah banyak diteliti oleh peneliti sebelumnya, baik itu penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kitab KUH Perdata maupun penedekan Islam, dan bahkan telah banyak pula yang melaksanakan penelitian perbandingan sewa menyewa antara hokum perdata dan hokum Islam. Hal tersebut terbukti telah banyak terdapat dalam berbagai literature baik dari segi hukum perdata Barat/Nasional maupun dari segi hukum Islam, sebagai berikut;

R. Subekti, dalam bukunya Aneka Perjanjian, bahwa secara umum menjelaskan teori perjanjian menurut hukum perdata yang mana “si penyewa tidak boleh mengulang sewakan maupun melepaskan sewa tanpa diperijinkan pemilik barang” hal tersebut lebih cenderung kepada etika sewa meyewa secara umum.

Lain halnya, H. Chairuman Pasaribu, dalam bukunya Hukum Perjanjian Dalam Islam, mengatakan bahwa; pihak penyewa dapat mengulang sewakan kembali, dengan ketentuan bahwa penggunaan barang yang disewa tersebut harus sesuai dengan penggunaan yang disewa sebelumnya, sehingga tidak menimbulkan kerusakan terhadap barang yang disewakan.

Sejalan dengan itu, Sayyid Sabiq, dalam bukunya “Fiqih Sunnah”

menjelaskan bahwa sewa menyewa dalam Islam merupakan akad yang dilaksanakan oleh pihak penyewa dan yang menyewakan diperbolehkan kepada pihak yang menyewakan barang sewaan sesuai dengan peruntukannya atau dengan kata lain sepanjang dalam pelaksanaan sewa menyewa tersebut tidak bertentangan dengan akad awalnya, maka sepanjang itu pun sewa menyewa masih berlaku sampai pada batas waktu yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.

Selain dalam referensi tersebut di atas, Mardani dalam bukunya, Fiqhi Ekonomi Syariah, menjelaskan akad sewa disamakan dengan ijarah yang mana ijarah merupakan pemberian kesempatan kepada penyewa untuk mengambil

6

(16)

kemanfaatan dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama. Dalam buku tersebut lebih cenderung menjelaskan bahwa sewa yang dimaksudkan adalah penggunaan potensi yang telah dieperjanjikan sampai pada batas tertentu dan habis dengan sendirinya.

Merujuk pada penjelasan-penjelasan dalam buku-buku atau referensi atau hasil penelitian tersebut dapatlah disimpulkan bahwa telah banyak yang menulis atau melakuakan penelitian dengan objek yang sama yakni tentang sewa- menyewa secara umum sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka geluti. Namun pemeliti merasa masih dapat mengkaji persoalan sewa meyewa dalam konteks kasuistis yang terjadi di desa Morella. Olehnya itu, pengkajian yang dilakukan penelitia dalam penelitian adalah mencoba mengeksplorasi secara khusus tentang pola sewa menyewa di desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah perspektif hukum Islam.

II. SEWA-MENYEWA MENURUT HUKUM PERDATA A. Pengertian Sewa Menyewa

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.1Sewa-menyewa adalah akad yang menyangkut suatu manfaat, sedang pokoknya tidak berubah dari status hukum yang asal.2

Sewa-menyewa adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain, dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang, seperti kendaraan, rumah, dan manfaat karya seperti musik, bahkan dapat juga berupa

1Lihat Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2Departemen Agama, SyariahUntuk Aliyah(Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagan Agama Islam Depag RI, 1984), h. 81

(17)

karya pribadi seperti pekerjaan.3Sedangkan dalam Kamus Ensiklopedi Umum, sewa-menyewa adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh penyewa untuk penggunaan barang milik orang lain.4

Perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat.5

Sewa-menyewa adalah Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya.6

Selain itu, perjanjian sewa-menyewa adalah pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda dari pihak yang menyewakan.7

Berdasarkan uaraian tersebut, maka dapatlah dipahami bahwa sewa- menyewa merupakan akad perjanjian antara satu pihak sebagai pemberi sewa dan pihak yang lain sebagai penyewa dalam objek terntu yang memiliki konsekuensi, yang mana penyewa dapat mempergunakan objek yang disewa berupa tanah, rumah, hasil hutan dan lainnya sepanjang tidak melanggar ketentuan dalam perjanjian.

B. Unsur-Unsur dan Syarat Sewa Menyewa

3 H. Chairuman Pasaribu dkk, Hukum Perjanjian Dalam Islam(Cet. I; Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h. 52

4Hasan Sadillly, Ensiklopedi Umum (Cet. XX; Yogyakarta: Kanisius. 1993), h. 85

5Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan(Jakarta: Pradya Paramita, 1987),h. 53

6R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata(Cet. XXII; Jakarta: PT. Inter Masa, 1989), h.

164

7Salim. H.S, Hukum Kontrak ( Jakarta: Sinar Grafika, 2010 ), h. 59

(18)

1. Unsur-Unsur Sewa Menyewa

Pada dasarnya terkait dengan unsur-unsur sewa menyewa, terdapat 3 unsur yang melekat, sebagai berikut;

a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa.

b. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada sipenyewa untuk sepenuhnya dinikmati.

c. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula.8

Selain itu, dalam sewa menyewa juga disebut dengan unsur- unsur, Essensialia, Naturalia dan Aksidentalia, sebagai berikut;

a. Unsur Essensialia, adalah bagian perjanjian yang harus selalu ada di dalam suatu perjanjian, bagian yang mutlak, dimana tanpa adanya bagian tersebut perjanjian tidak mungkin ada. Unsur-unsur pokok perjanjian sewa menyewa adalah barang dan harga.

b. Unsur Naturalia, adalah bagian perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat diganti, sehingga bagian tersebut oleh Undang-Undang diatur dengan hukum yang sifatnya mengatur atau menambah.

c. Unsur Aksidentalia, adalah bagian perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut, jadi hal yang diinginkan tersebut juga tidak mengikat para pihak karena memang tidak ada dalam Undang-Undang, bila tidak dimuat, berarti tidak mengikat.9

Sejalan dengan uraian tersebut di atas, maka dapatlah dipahami bahwa, unsur klausula Aksidentalia yang berbentuk berdasarkan unsur Aksidentalia sebagai salah satu unsur pokok dari suatu perjanjian, yang mempunyai peranan yang penting dalam perjanjian sewa menyewa, karena dengan adanya klausula

8Lihat penjelasan, pasal 1548 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

9Idil Victor, Permasalahan Pokok Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalam http://idilvictor.blogspot.com.html, diakses tanggal, 4 Mei 2016

(19)

Aksidentalia yang dibuat dan disepakati sendiri oleh para pihak dapat melengkapi ketentuan-ketentuan yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan Pemerintah maupun Hukum kebiasaan. Sehingga dapat terangkum dalam suatu perjanjian yang mengikat dan berlaku layaknya Undang-Undang bagi para pihak yang membuat dan menyepakati (facta surt servanda). Dengan demikian, perlindungan hukum bagi para pihak terutama pemilik atau pihak yang menyewakan akan lebih terjamin.10

Olehnya itu, jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dan bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah atau tanah atau lainnya yang disewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan.11

Kaitannya dengan itu, unsur pertama dan kedua dapat dibuktikan berdasarkan pasal 1548 KUH Perdata, sebagai berikut;

Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.12

Sedangkan untuk unsur ketiga dapat dibuktikan berdasarkan pasal 1571 KUH Perdata, sebagai berikut;

Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan setelah salah satu pihak memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya dengan mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.13

Merujuk pada pasal 1548 KUH Perdata dan 1571 KUH Perdata tersebut, maka dapatlah dipahami bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa batas waktu merupakan hal yang penting, dan meskipun dalam

10Rerry Aprillia, Hal-hal Yang Harus Ada di Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalam http://www.docstoc.com, Diakses tanggal 4 Mei 2016

11Qirom S. Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya (Yogyakarta : Liberty, 1985), h.78

12Lihat pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

13 Lihat pasal 1571 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(20)

Pasal 1548 KUH Perdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.

Perjanjian sewa menyewa termasuk dalam perjanjian bernama.Perjanjian ini adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya perjanjian ini sudah syah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.

Peraturan tentang sewa menyewa ini berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.14

Merujuk pada uaraian tersebut, istilah perjanjian telah dijelaskan di dalam Bab II Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Hal tersebut dinamakan Perjanjian Obligator karena suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak merupakan pengertian yang cenderung lebih sempit dari perjanjian, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan dalam bentuk tertulis.15

14LJ Van Apeldoren, Inleiding Tot de Studie Van Het Nederlanse Recht, Diterjemahkan oleh; Oetarid Sadino dengan Judul: Pengantar Ilmu Hukum (Cet. XXVIII; Jakarta: Pradya Paramitha, 2000), h. 41

15Sudikno Mertokusumo, Diktat Kursus Hukum Perikatan (Ujung Pandang, 1988), h. 1

(21)

2. Syarat-Syarat Sewa Menyewa

Berdasarkan berbagai pendapat mengenai perjanjian diatas, maka dapat dipahami bahwa Syarat perjanjian Sewa Menyewa adalah, sebagai berikut;

a. Adanya para pihak

Para pihak dalam perjanjian sedikit ada dua orang yang disebut sebagai subyek perjanjian.Yang menjadi subyek perjanjian dapat dilakukan oleh orang maupun badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.

b. Adanya persetujuan antara para pihak

Persetujuan tersebut bersifat tetap yang dihasilkan dari suatu perundingan yang pada umumnya membicarakan syarat-syarat yang akan dicapai.

c. Adanya tujuan yang akan dicapai

Tujuan yang akan dicapai dalam perjanjian tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.

d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan

Prestasi adalah suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.

e. Adanya bentuk-bentuk tertentu

Bentuk-bentuk tertentu yang dimaksud adalah secara lisan maupun tulisan, sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

(22)

f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. 16

Sedangkan menurut Munir Fuady, agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat syah secara umum dan syarat syah secara khusus, sebagai berikut;

1. Syarat sah yang secara umum terbagi atas beberapa syarat, sebagai berikut;

a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, sebagai berikut;

1) Kesepakatan kehendak 2) Wenang buat

3) Perihal tertentu 4) Kuasa yang legal

b. Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata, sebagai berikut;

1) Syarat itikad baik

2) Syarat sesuai dengan kebiasaan 3) Syarat sesuai dengan kepatutan

4) Syarat sesuai dengan kepentingan umum 2. Syarat sah yang khusus terdiri dari

a. Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu b. Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu c. Syarat Akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian-

perjanjiantertentu

d. Syarat izin dari yang berwenang.17

16R.Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perdata (Cet. XI; Bandung: Sumur Bandung, 1992), h. 40

17Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) (Bandung: Citra aditya Bakti, 2001), h. 33

(23)

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian yang dibuat itu tetap berlaku terus.Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian, terlebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian/apa saja hak dan kewajiban para pihak. Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan para pihak perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negosiasi diantara pihak. Melalui negosiasi para pihak bersupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan ( kepentingan melalui proses tawar menawar ).18

Dalam perjanjian sewa menyewa ditemui adanya sesuatu yang menjadi objek. Pada dasarnya apa yang menjadi objek sewa menyewa adalah apa yang merupakan objek hukum. Jadi objek sewa menyewa adalah merupakan objek hokum.Yang dimaksud dengan objek hukum (recht subject) adalah segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subjek hukum serta dapat dijadikan objek dalam suatu hubungan hukum.19

18Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil (Jakarta : Prenada Media Group, 2010 ), h.1

19Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar)(Yogyakarta : Liberty, 1999), h. 68

(24)

Peraturan tentang sewa menyewa, berlaku terhadap segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.20

Berdasarkan pada uraian tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa untuk melaksanakan suatu perjanjian, terlebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian atau apa saja hak dan kewajiban para pihak, sehingga pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan para pihak terbentuk suatu perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negosiasi diantara pihak yang kemudian melahirkan perjanjian di satu pihak sebagai penyewa yang menyepakati ketentuan tenggang waktu dan bentuk barang yang disewakan oleh yang meyewakan suatu barang baik itu barang bergerak maupun barang tidak bergerak untuk diambil manfaatnya dalam tenggang waktu tertentu.

C. Jenis-Jenis Sewa Menyewa

Dalam kitab undang-undang hukum perdata (BW), jenis-jenis sewa menyewa secara umum dibagi menjadi dua adalah sebagai, berikut;

1. Penyewaan Rumah

Dalam proses penyewaan rumah diatur dalam pasal 1581 sampai dengan pasal 1587, sebagai berikut;

Adapun pelaksanaannya penyewaan rumah secara spesifik berkaitan dengan penyewa yang tidak melengkapi sebuah sewa rumah dengan perabot

20R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan(Jakarta: Pradya Paramita, 1987), h. 4

(25)

rumah secukupnya dalam hal ini dijelaskan dalam pasal 1851 KUH Perdata, sebagai berikut;

Penyewa yang tidak melengkapi sebuah sewa rumah dengan perabot rumah secukupnya. Dapat dipaksa untuk mengosongkan rumah itu kecuali bila ia memberikan cukup jaminan untuk pembayaran uang sewa.21

Jika dalam sementara berlangsungnya sewa rumah namun penyewa mengalami cacat atau tidak memenuhi syarat yang telah diakadkan pertama, maka yang menyewakan berhak menyewakan kepada pihak lain atau pihak kedua, namun pihak kedua tidak berkewajiban membayar lebih dari jumlah yang ditetapkan, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1582 KUH Perdata sebagai berikut;

Seorang penyewa kedua tidak wajib membayar kepada pemilik lebih dari jumlah harga sewa kedua yang masih terutang kepada penyewa pertama pada waktu dilakukan suatu penyitaan dan ia tak boleh mengajukan pembayaran yang dilakukan sebelumnya. kecuali jika pembayaran itu dilakukan menurut suatu perjanjian yang dinyatakan dalam persetujuan sewa itu atau menurut kebiasaan setempat.22

Kaitannya dengan pembetulan dari rumah sewa pada dasarnya harus dilakukan oleh yang menyewakan, namun jika dalam kondisi tertentu maka penyewa boleh melakukannya, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1583, 1585 dan 1586 KUH Perdata, sebagai berikut;

Pembetulan-pembetulan kecil sehari-hari, dipikul oleh penyewa. Jika tidak ada persetujuan mengenai hal itu maka dianggap demikianlah pembetulan pada lemari toko, daun jendela, kunci dalam, kaca jendela, baik di dalam maupun di luar rumah dan segala sesuatu yang dianggap termasuk itu, menurut kebiasaan setempat. Meskipun demikian, pembetulan-pembetulan itu harus dipikul oleh pihak yang menyewakan bila pembetulan itu terpaksa dilakukan karena kerusakan barang yang disewa atau karena keadaan yang memaksa. Pasal 1585; Sewa mebel untuk melengkapi sebuah rumah, tempat kediaman, toko atau ruangan lainnya, harus dianggap telah dibuat untuk jangka waktu penyewaan rumah, tempat kediaman, toko atau ruangan menurut kebiasaan setempat. Pasal 1586; Penyewaan kamar yang dilengkapi dengan mebel harus dianggap telah dilakukan untuk tahunan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun; untuk bulanan, bila dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap bulan; untuk harian, bila dibuat

21 Lihat pasal Pasal 1581 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

22 Lihat pasal Pasal 1581 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(26)

atas pembayaran sejumlah uang tiap hari. Jika tidak ternyata bahwa penyewaan dibuat atas pembayaran sejumlah uang tiap tahun, tiap bulan atau tiap hari, maka penyewaan dianggap telah dibuat menurut kebiasaan setempat.23

Sedangkan hal yang terkait dengan penjagaan semua fasilitas yag telah ada diwajibkan kepada penyewa jika diperjanjikan, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1584 KUH Perdata, sebagai berikut;

Menjaga kebersihan sumur, kolam air hujan, dan tempat buang air besar dibebankan kepada pihak yang menyewakan, jika tidak diperjanjikan sebaliknya. Menjaga kebersihan asap, jika tidak ada perjanjian dibebankan kepada pihak yang menyewa.24

Dalam ketentuan perjanjian sewa rumah mengenai batas waktu telah dijelaskan dalam Pasal 1587 KUH Perdata, sebagai berikut;

Jika penyewa sebuah rumah atau ruangan, setelah berakhirnya waktu yang ditentukan dalam suatu persetujuan tertulis, tetap menguasai barang sewa, sedangkan pihak yang menyewakan tidak melawannya maka dianggaplah bahwa penyewa tetap menguasai barang yang disewanya atas dasar syarat- syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan oleh kebiasaan setempat, dan ia tidak dapat meninggalkan barang sewa atau dikeluarkan dari situ, kecuali sesudah ada pemberitahuan tentang penghentian sewa, yang dilakukan menurut kebiasaan.25

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa sewa rumah dilksanakan atas akad antara penyewa dengan yang menyewakan dengan ketentuann tertulis atau tidak tertulis dengan ketentuan yang telah disyaratkan yakni selain ada penyewa dan yang meyewakan, ada peretujuan, barang sebagai objek yang disewakan serta ada ketentuan batas waktu sewa.

2. Sewa Tanah

Kaitannya dengan proses pelaksanaan sewa menyewa tanah, telah dijelaskan secara rinci dalam KUH Perdata dalam pasal 1588 sampai dengan pasal 1600, sebagai berikut;

Dalam pasal 1588 KUH Perdata menjelaskan ketentuan umum tentang persetujuan sewa tanah dengan ketentuan, sebagai berikut;

23 Lihat pasal Pasal 1583, 1585 dan 1586 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

24 Lihat pasal Pasal 1584 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

25 Lihat pasal Pasal 1587 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(27)

Jika dalam suatu persetujuan sewa menyewa tanah disebut suatu ukuran luas yang kurang atau lebih dan luas yang sesungguhnya, maka hal itu tidak menjadi alasan untuk menambah atau mengurangi harga sewa, kecuali dalam hal-hal dan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Bab 5 buku ini.26

Dalam Pasal 1589 KUH Perdata, lebih cenderung menjelaskan sanksi terhadap penyewa yang melanggar perjanjian, sebagaimana pasal 1589 KUH Perdata, sebagai berikut;

Jika penyewa tanah tidak melengkapi tanah itu dengan ternak atau peralatan pertanian yang diperlukan untuk pengembalian atau penanaman; jika ía berhenti melakukan pengembalian atau penanaman. atau dalam hal itu tidak berlaku sebagai kepala rumah tangga yang baik, jikaia memakai barang yang disewa untuk suatu tujuan yang lain dengan tujuan yang dimaksudkan atau, pada umumnya, jika ia tidak memenuhi janji-janji yang dibuat dalam persetujuan sewadan karena itu timbul suatu kerugian bagi pihak yang menyewakan. Maka pihak itu berhak untuk menuntut pembatalan sewa menurut keadaan, serta penggantian biaya, kerugian dan bunga.27

Sedangkan pada pasal 1591 KUH Perdata menjelaskan tentang kewajiban, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga, untuk melaporkan kepada pemilik tanah itu segala peristiwa yang dilakukan dalam mengerjakan tanahyang disewa, sebagai berikut;

Penyewa tanah diwajibkan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga, untuk melaporkan kepada pemilik tanah itu segala peristiwa yang dilakukan dalam mengerjakan tanah yang disewa. Pemberitahuan itu harus dilakukan dalam jangka waktu yang sama seperti yang ditentukan antara waktu gugatan dari hari menghadap di muka sidang pengadilan menurut jarak tempat-tempat.28

Kaitannya dengan itu, dalam pasal 1592 KUH Perdata menjelaskan ketentuan tentang sewa untuk beberapa tahun selama waktu sewa, seluruh atau separuh penghasilan setahun hilang karena kejadian-kejadian yang tak dapat dihindarkan, maka penyewa dapat menuntut suatu pengurangan uang sewa, sebagai berikut;

Jika dalam suatu sewa untuk beberapa tahun selama waktu sewa, seluruh atau separuh penghasilan setahun hilang karena kejadian-kejadian yang tak dapat dihindarkan, maka penyewa dapat menuntut suatu pengurangan uang

26Lihat pasal 1588 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

27Lihat pasal 1589 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

28Lihat pasal 1591 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(28)

sewa, kecuali jika ía telah memperoleh penggantian kerugian karena penghasilan tahun-tahun sebelumnya. Jika ia tidak mendapat ganti rugi, maka perkiraan tentang pengurangan uang sewa tidak dapat dibuat selain pada waktu berakhirnya sewa, bila kenikmatan dan semua tahun telah diperumpamakan satu sama lain. Walaupun demikian, Hakim dapat mengizinkan penyewa menahan sebagian dan uang sewa untuk sementara waktu, menurut kerugian yang telah diderita.29

Namun ketentuan tersebut tidak dapat berlaku jika sewa hanya dilakukan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan penghasilan telah hilang seluruhnya atau separuhnya, maka penyewa dibebaskan dari pembayaran seluruh harga sewa atau sebagian harga sewa menurut imbangan. Bila kerugian kurang dari separuh, maka ia tidak berhak atas suatu pengurangan. Hal tersebut sebagai mana dijelaskan dalam Pasal 1593 KUH Perdata, sebagai berikut;

Jika sewa hanya dilakukan untuk satu tahun, sedangkan penghasilan telah hilang seluruhnya atau separuhnya, maka penyewa dibebaskan dari pembayaran seluruh harga sewa atau sebagian harga sewa menurut imbangan.

Bila kerugian kurang dari separuh, maka Ia tidak berhak atas suatu pengurangan.30

Sementara dalam Pasal 1594 KUH Perdata, menjelaskan selanjutnya tentang penyewa tidak dapat menuntut pengurangan bila kerugian itu diderita setelah penghasilan dipisahkan dari tanah, kecuali jika dalam persetujuan sewa ditentukan bahwa pemilik harus memikul bagiannya dalam kerugian, asal penyewa tidak lalai menyerahkan kepada pemilik itu bagiannya dari penghasilan.

Begitu pula penyewa tidak dapat menuntut suatu pengurangan, jika hal yang menyebabkan kerugian sudah ada dan sudah diketahui sewaktu persetujuan sewadibuat.31

Kaitannya dengan itu, sewa menyewa tanah secara garis besar dapat dilakasanakan dengan 2 cara yakni secara tertulis dan tidak tertulis, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1597 dan 1598, sebagai berikut;

Pasal 1597, Sewa tanah yang dibuat secara tak tertulis, dianggap telah dibuat untuk sekian lama, sebagaimana dibutuhkan oleh si penyewa untuk mengumpulkan semua hasil dari tanah yang disewa. Demikianlah maka

29Lihat pasal 1592 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

30Lihat pasal 1593 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

31Lihat pasal 1594 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(29)

sewa sebidang padang rumput, sebidang kebun buah-buahan, dan semua tanah lain yang hasilnya dikumpulkan seluruhnya dalam waktu satu tahun, dianggap telah dibuat untuk satu tahun. Sewa tanah pertanian yang ditanami dengan bermacam-macam tanaman secara berganti-ganti dianggap telah dibuat untuk sekian tahun, menurut macam tanaman. Dan pasal 1598; Jika setelah berakhirnya suatu sewa yang dibuat tertulis, penyewa tetap menguasai barang sewa dan dibiarkan menguasainya, maka akibat-akibat sewa yang baru diatur menurut ketentuan pasal yang lalu.32

Sejalan setelah terjadinya perjanjian sewa tanah, maka dapat diakhiri dengan ketentun yang di muat dalam Pasal 1599 dan Pasal 1600 KUH Perdata, sebagai berikut;

Pasal 1599; Penyewa yang sewanya berakhir dan penggantinya, wajib saling membantu sedemikian rupa sehingga memudahkan keluarnya yang satu dan masuknya yang lain, baik mengenai penanaman untuk tahun yang akan datang maupun mengenai pemungutan hasil-hasil yang masih berada di ladang, atau pun mengenai hal-hal lain; segala sesuatunya menurut kebiasaan setempat. Dan Pasal 1600; Begitu pula penyewa, pada waktu berangkat, harus meninggalkan jerami dan pupuk dari tahun sebelumnya, jika ia menerimanya pada waktu penyewaan dimulai, bahkan meskipun ia tidak menerimanya, pemilik dapat meminta supaya jerami dan pupuk ditinggalkan, menurut suatu perkiraan yang akan dibuat.33

Berdasarkan uraian pasal-pasal tersebut di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa segala ketentuan yang menjelaskan mengenai tata aturan perjenjian yang dilaksanakan dalam sewa menyewa tanah; mulai dari perjanjian secara tertulis dan tidak tertulis, ketentuan sanksi dan ketentuan batas waktu, serta ketentuan proses pengembalian objek tanah dari yang menyewa kepada yang menyewakan.

Hasil analisis tentang ketentuan yang menjelaskan sewa menyewa tanah telah jelas dalam pasal 1590 sampai dengan pasal 1600 KUH Perdata, diawali dari akad Penyewa yang sewanya berakhir dan penggantinya, wajib saling membantu sedemikian rupa sehingga memudahkan keluarnya yang satu dan masuknya yang lain, baik mengenai penanaman untuk tahun yang akan datang maupun mengenai pemungutan hasil-hasil yang masih berada di ladang, atau pun mengenai hal-hal lain segala sesuatunya menurut kebiasaan setempat. Sampai pada batas waktu

32Lihat pasal 1597 dan 1598 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

33Lihat pasal 1599 dan 1600 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(30)

akhir penyewa harus meninggalkan barang sewaan secara utuh, sebagaimana dilaksnakan sejak awal.

III. TINJAUAN TENTANG SEWA-MENYEWA MENURUT ISLAM A. Pengertian Sewa Menyewa

Secara bahasa sewa (Ijārah) berasal dari kata al-ajru yang berarti al-iwa (ganti) oleh karena itu al awāb (pahala) dinamakan al ajru (pahala). Menurut pengertian syarā‟, al Ijārah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.34

Sewa menyewa (Al-Ijarah) berasal dari kata Al-Ajru yang berarti Al.

Iwadhu (ganti). Menurut pengertian syara, Al-Ijara ialah “suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”.35

Ijarah atau pure leasing adalah pemberian kesempatan kepada penyewa untuk mengambil kemanfaatan dari barang sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.36 Menurut Sulaiman Rasyid, mempersewakan ialah “akad atas manfaat yang dimaksud lagi diketahui, dengan tukaran yang diketahui menurut syarat-syarat yang akan datang”.37 Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam mùāmālah adalah Ijārah. Menurut bahasa Ijārah berarti upah, ganti atau imbalan, dalam istilah umum dinamakan sewa- menyewa. Oleh karena itu Ijārah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atau imbalan atas pemanfaatan barang atau suatu kegiatan38

34TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah (Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 1997), h. 94

35Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13 (Cet. III; Bandung: al-Ma‟arif, 1993), h. 12

36H. Karnaen Perwaatmatdja & H. Muhammad Syafii Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank Islam (Cet. III; Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1999), h. 29

37Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap) (Cet.XXV; Bandung: Sinar Baru, 1992), h. 284

38 Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: Rajawali Press. 1993), h. 9

(31)

Menurut Syekh Muhammad, setiap barang yang diambil manfaatnya tanpa merusak tubuhnya boleh dipersewakan jika manfaatnya itu dapat dipastikan dengan dua hal, yaitu (1) lamanya masa kerja, dan (2) dengan pekerjaan itu sendiri. Kalau tidak menyebutkan waktu dan pekerjaan dalam akad, maka sewanya dibayar dimuka, kecuali ada perjanjian untuk dibayar dibelakang.39 Menurut Departemen Agama, sewa-menyewa adalah “akad yang menyangkut suatu manfaat, sedang pokoknya tidak berubah dari status hukum yang asal”.40

Menurut bahasa, Ijarah berarti buruh atau upah, sedangkan menurut istilah syara adalah akad manfaat terhadap barang tertentu yang diserahkan kepada orang lain dan dapat ditukarkan dengan barang tertentu lainnya.41

Menurut Chairuman Pasaribu, sewa-menyewa adalah pengambilan manfaat sesuatu benda, jadi dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, dengan perkataan lain, dengan terjadinya peristiwa sewa-menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari benda yang disewakan tersebut, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang, seperti kendaraan, rumah, dan manfaat karya seperti musik, bahkan dapat juga berupa karya pribadi seperti pekerjaan.42

Dengan demikian berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapatlah dipahami bahwa pada dasarnya sewa menyewa atau ijārah memiliki pengertian umum yaitu meliputi upah atas pemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu kegiatan atau upah karena melakukan pekerjaan sewa-menyewa adalah kegiatan yang dilakukan antara dua pihak, dimana satu pihak bertindak sebagai penyewa dan dipihak yang lain bertindak sebagai yang memberi sewa, terhadap barang yang dapat memberikan manfaat dan yang hanya berpindah dari hak barang tersebut hanyalah manfaatnya sesuai dengan kesepakatan antara pihak yang

39Qadli Abu Syuja‟al Ashfahani, diterjemahkan Sirajduddin „Abbas. Kitab Fiqih Ringkas.

(Cet. V; Jakarta: Pustaka Iarbiaah, 1992), h. 39

40Departemen Agama, Syariah Untuk Madrasah Aliyah, Jilid 2a Semester III (Jakarta:

Direktorat Jenderal Kelembagan Agama Islam Depag RI, 1983/1984), h. 81

41Syekh Muhammad al-Ghizzi, alih bahasa Ibnu Zuhri, Fat-hul Qarib (Cet. I; Bandung:

Trigenda Karya, 1995), h. 201

42 H. Chairuman Pasaribu dkk, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Cet. II; Jakarta: Sinar Grafika, 1996), h. 52

(32)

menyewa dengan pihak pemberi sewa, demikian pula dengan besarnya imbalan atau pembayaran dan lamanya masa sewa untuk barang yang disewakan tersebut.

B. Dasar Hukum Sewa Menyewa Dalam Islam

Islam telah membenarkan adanya kegiatan sewa-menyewa. Banyak dalil- dalil yang terdapat dalam Islam baik dalam al-Qu‟an maupun sunnah Rasulullah yang mengisyaratkan tentang kebolehan melakukan sewa-menyewa. Misalnya Firman Allah dalam QS. al-Zukhruf (43): 32, sebagai berikut;





















































Terjemahnya; Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.43

Berdasarkan ayat tersebut dapatlah dipahami bahwa kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan yang pada prinsipnya saling membantu dan menolong antara orang yang memiliki sesuatu yang dapat dimanfaatkan orang lain maka hal tersebut wajar-wajar saja dalam kehidupan sebab memang dalam kehidupan, Allah telah menetapkan satu lebih kaya atau punya harta lebih dari yang lain.

Selain itu, Allah menghendaki dari saling membantu tersebut janganlah seseorang terlalu mengambil untung terhadap hal-hal yang dibantukan kepada orang lain sebab apa yang mereka kumpulkan tidak akan sebaik nikmat yang diberikan oleh Allah.

43 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Yayasan Penyelenggaran dan Penterjemah/ Penafsiran al-Qur‟an, 1999), h. 798

(33)

Dengan demikian sewa menyewa dalam Islam itu dibolehkan antara orang yang memiliki barang atau sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh orang lain dengan pembayaran yang sesuai dengan kemampuan sipenyewa dan selama hal- hal tersebut masih dalam batas-batas wajar atau tidak bertentangan dengan aturan- aturan dalam Islam. hal tersebut sebaagaimana dijelaskan oleh Allah dalam QS.

al-Bakarah (2): 233, sebagai berikut;



































































































































Terjemahnya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang

(34)

patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. 44

Dari ayat di atas, dapatlah dipahami bahwa sewa-menyewa dalam hal menyusukan anak sesuai dengan imbalan yang setimpal dan wajar dibenarkan dalam Islam. Ini mengindikasikan bahwa sewa-menyewa dalam Islam itu bukan hanya terkait dengan masalah barang atau harta benda yang dimiliki tetapi sewa- menyewa dalam Islam juga dapat berupa kemampuan seperti; kemampuan menyusukan anak, dibolehkan dalam Islam.

Dalam QS. al-Qashhas (28): 26-27, Allah juga berfirman sebagai berikut;



















































































Terjemahnya : salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka

44 Ibid., h. 57

(35)

aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik".45

Berdasarkan ayat tersebut dapatlah dipahami bahwa sewa-menyewa yang dibenarkan dalam Islam adalah sewa-menyewa dalam bentuk tenaga, dimana bila seseorang disewa karena punya kekuatan atau tenaga untuk disuruh mengerjakan suatu pekerjaan tertentu sesuai kesepakatan maka hal itu dibolehkan selama pihak yang punya tenaga atau kekuatan itu menyanggupi pekerjaan yang ditawarkan kepadanya lantaran tenaganya yang dibutuhkan.

Menurut Hamkah dalam kitab tafsirnya; Tafsir al-Azhar dikemukakan bahwa QS. Al-Qashash (28) 26–27, pada intinya mengisahkan tentang kehidupan nabi Musa yang lantaran tenaganya kuat maka ia ditawari mengembalakkan kambing milik Nabi Syuaib selama 8 Tahun. Nabi Musa menyanggupi persyaratan Nabi Syuaib agar bekerja ditambah lagi dua tahun, maka genap menjadi sepuluh tahun bekerja kepada Nabi Syuaib sehingga ia akhirnya dinikahkan dengan salah satu anaknya dengan maharnya dari tenaganya bekerja selama sepuluh tahun.46

Dengan demikian berdasarkan penjelasan-penjelasan firman Allah di atas dapatlah dipahami bahwa sewa-menyewa yang dibolehkan dalam Islam itu boleh dalam bentuk barang atau harta, dan dalam bentuk kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, seperti tenaga seseorang atau kemampuan untuk menyusukan anak orang, dimana hal itu dibenarkan selama tidak bertentangan dengan aturan hukum Islam seperti kepada yang punya kemampuan atau barang tersebut diberikan imbalan yang setimpal dengan pekerjaanya serta disepakati antara pihak yang menyewa dan yang menyewakan.

Selain dalil dalam al-quran yang menjelaskan sewa menyewa juga dijelaskan dalil-dalil dalam bentuk hadis, misalnya sabda Rasulullah yang

45 Ibid., h. 613

46Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid II (Cet. III; Singapura: Pustaka Nasional PT Ltd, 1993), h.

5322

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: tidak ada perbedaan pengaruh floor core stabilisasi exercise dan swiss ball core stabilisasi exercise terhadap kemampuan fungsional work related low back pain

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian suplementasi formula tepung ikan gabus dalam meningkatkan kadar albumin serum pada pasien sindrom

Pada subjek A yang diasuh orangtua tunggal akibat ayahnya meninggal ditemukan bahwa perubahan pola komunikasi yang terjadi adalah dari intentionalist model, menuju

Penyakit bercak hitam pada tanaman anggrek merupakan penyakit yang cepat menular melalui akar dan alat yang tidak steril, gejalanya timbul warna cokelat kehitaman pada bagian

Variabel Pelatihan memiliki koefisien korelasi terhadap Kinerja sebesar 0,361 menunjukkan hubungan cukup kuat dengan koefisien determinasi atau besarnya kontribusi yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan penerapan metode Ummi dalam pembelajaran Al-Qur‟an yang dilaksanakan di Sekolah Tahfizh Plus Khoiru Ummah dan SD Islam As-Salam

Manusia diperintahkan untuk membangun alam ini sesuai dengan tujuan yang dikehendaki-nya, Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan

Guna untuk memperdalam peneliti menyelesaikan skripsi yang berjudul metode linguistic Al – Alusi dalam menafsirkan ayat – ayat surat Ali Imran.