• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jenis-jenis flora yang ada di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan dan dimasyarakatkan. Eksplorasi dan inventarisasi untuk menyelamatkan plasma nutfah tanaman anggrek ini diterapkan agar tanaman anggrek tidak terancam punah. Tetapi permasalaham penyakit timbul ketika memelihara anggrek di rumah kaca atau di kebun (Munawaroh, 2001). Penyakit yang meninfeksi anggrek antara lain dapat diakibatkan oleh bakteri dan fungi. Kedua penyakit ini berbeda dari cara serangannya, gejalanya, penyebarannya, penanggulangannya, dan pencegahannya (http://lcnursery.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 April 2010).

Menurut Hasanuddin (2003) yang mengatakan bahwa, saat ini sudah menjadi satu pengetahuan bahwa pengendalian hayati memainkan peranan penting dalam bidang pertanian, karena penggunaan bahan kimia sebagai pestisida dapat menyebabkan toksik pada manusia, hewan dan tumbuhan. Kebiasaan para petani menyemprot pestisida secara sembarangan menyebabkan timbulnya strain baru dari fungi-fungi patogen pada tanaman, yang ditunjukkan adanya kekebalan fungi yang tumbuh pada tanaman terhadap fungisida sintetis tertentu atau dosis efektif, fungisida sintetis dapat mencapai dua kali dosis anjuran. Untuk menghindari kondisi yang lebih parah, tindakan yang perlu dilakukan adalah mengganti fungisida yang biasa dipakai dengan fungisida yang berbeda bahan aktif dan cara kerjanya.

Pengendalian penyakit tanaman dengan fungisida dan bakterisida sintetis selama ini tidak efektif dalam mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh fungi patogen, banyak masalah yang merugikan bagi kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung diantaranya menimbulkan toksik yang melekat pada hasil tanaman yang akan mengganggu kesehatan konsumen, pencemaran lingkungan serta membunuh organisme lainnya yang bukan sasaran. Kelemahan dari pemberian pupuk kandang yang diberikan dalam pemupukan pada tanaman anggrek pun menyebabkan

(2)

tertinggalnya mikroorganisme seperti fungi di areal tanaman anggrek tersebut (http:// www.warintekjogja.com/. Diakses pada tanggal 16 April 2010).

Penyakit bercak hitam pada tanaman anggrek merupakan penyakit yang cepat menular melalui akar dan alat yang tidak steril, gejalanya timbul warna cokelat kehitaman pada bagian tanaman yang terserang. Mulai dari daun ke atas sampai ke tunas dan ke bawah hingga ujung akar. Tanaman terlambat tumbuh, kerdil dan mengakibatkan kematian. Penyakit busuk dengan gejalanya terdapat bintil-bintil kecil berwarna cokelat pada bagian tanaman yang terkena penyakit. Penyakit bercak cokelat dengan gejalanya bercak cokelat pada permukaan daun, lalu menyebar keseluruh bagian tanaman (http://www.warintekjogja.com/anggrek.pdf. Diakses tanggal 16 April 2010).

Busuk lunak, busuk pucuk batang yang disebabkan oleh Erwinia carotovora pada anggrek menyerang pangkal batang, tunas baru, mata tunas, dan akar. Cara serangan masuk ke dalam jaringan tanaman melalui lubang tanaman, luka pada tanaman, dan bekas potongan (Semangun, 1996). Gejalanya berupa jaringan tanaman yang terserang berubah warna menjadi kuning kemudian cokelat, biasanya mengeluarkan cairan lendir berbau busuk. Penyebaran penyakit disebabkan oleh percikan air hujan yang jatuh ke tanah kemudian dipantulkan ke atas kembali, angin, tangan manusia, serangga, gesekan pakaian manusia, alat-alat pemotong. Pengendaliannya mengkarantina tanaman yang terserang, menjauhkan dari tanaman sehat, membakar tanaman, membersihkan alat pemotong dengan dibakar atau menggunakan alkohol 70% sebelum digunakan (http: //lcnursery. wordpress. com. pen yakit-anggrek/ diakses tanggal 27 april 2010).

Busuk cokelat yang disebabkan oleh Phytomonas cattleyae, bakteri ini biasa menyerang anggrek genus Phalaenopis sp., dan Cattleya sp., tetapi tidak menutup kemungkinan anggrek genus lain. Pada Cattleya sp., menyerang daun-daun tua yang penyebarannya dibatasi spot hitam pada permukaan daun. Cara serangan masuk ke dalam jaringan tanaman melalui stomata dan kutikula (http://lcnursery.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 april 2010). Pada Phalaenopsis sp., serangannya sangat cepat, busuk cokelat di tengah daun walaupun daun anggrek tersebut tidak luka,

(3)

genangan air sisa penyiraman di atas permukaan daun. Gejalanya daun berubah warna kemudian melunak seperti berair di dalam jaringan (Semangun, 1996).

Gejala yang biasanya menyerang Phalaenopsis sp., dan Paphiopedilum sp., terdapat bercak cokelat, lunak dan berair pada permukaan daun, lalu menyebar keseluruh bagian tanaman (Semangun, 1996). Pengendaliannya dengan memotong semua bagian yang terinfeksi dengan alat yang steril. Merendam tanaman dengan natriphene atau physan selama kira-kira 1 jam, menyemprotkan fungisida antibiotik Streptomycin atau physan 20 (http://www.duniahobi.com. Diakses pada tanggal 27 April 2010).

Busuk hitam merupakan penyakit paling merusak yang menyerang tanaman anggrek, Cattleya sp., adalah yang terbanyak. Penyebabnya Pythium ultimum, gejalanya menginfeksi daun, kemudian menjalar sampai akhirnya ke akar. Daerah daun yang terinfeksi terdapat bercak berwarna cokelat dan dikelilingi oleh warna kuning, kontras dengan bagian daun lainnya yang berwarna hijau. Daerah pangkal daun yang terinfeksi berwarna kehitaman lalu melunak, jika ditekan akan mengeluarkan cairan dan proses pembusukannya cepat. Pada akar awalnya menjadi keriput, kemudian warnanya berubah menjadi cokelat tua dan akhirnya putus (Semangun, 1996). Untuk penanggulangan, bagian tanaman yang terinfeksi dipotong sampai batas area yang bebas dari penyakit dengan alat yang steril setelah itu merendam tanaman pada fungisida dan dikeringkan sebelum di tanam kembali. Menghindari busuk hitam dengan menjaga agar tanaman dan sekelilingnya tidak terlalu basah. Pemberian pupuk dengan kalsium yang tinggi akan mencegah busuk hitam pada daun. Untuk pengendaliannya dapat menggunakan fungisida (http://www.duniahobi.com/. Diakses pada tanggal 27 April 2010).

Busuk cokelat yang disebabkan oleh Sclerotium rolfsii biasanya penyakit ini menginfeksi Paphiopedilum sp., yang berawal dari munculnya noda air yang kecil karena air menempel pada daun dalam beberapa waktu, kemudian akan menyebar dengan cepat dan daun berubah warna menjadi cokelat tua. Daun yang patah atau terluka adalah tempat awal penyebarannya (Semangun, 1996). Penanggulangannya dengan memotong daun jika terdapat warna cokelat seperti bubur pada dasar daun dengan gunting yang steril (http://www.duniahobi.com/. Diakses tanggal 27 April 2010). Busuk akar yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani. Gejalanya akar

(4)

membusuk dan menjalar ke akar dan batang, daun dan batang menguning, berkeriput, tipis dan bengkok mengakibatkan tanaman menjadi kerdil dan tidak sehat (Semangun, 1996).

Beberapa isolat bakteri kitinolitik berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen pengendali hayati fungi patogen tanaman. Uji pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri kitinolitik menunjukkan bahwa terdapat isolat bakteri kitinolitik yang mampu menghambat pertumbuhan fungi uji. Meski demikian, kemampuan menghambat pertumbuhan fungi uji bervariasi (Suryanto et al., 2009a; Suryanto et al., 2009b; Suryanto et al., 2009e). Hal ini menunjukkan bahwa spesifisitas masing-masing bakteri berbeda. Menurut Irawati (2008) mengatakan bahwa bakteri kitinolitik dengan kode BK08, LK08, KR05, BK07 dan BK09, memiliki kemampuan dalam menghambat Ganoderma boninense, Fusarium oxyforum, dan Penicillium citrinum. Perbedaan tersebut dapat berasal dari kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan enzim-enzim yang mampu mendegradasi dinding sel fungi (Suryanto et al., 2009e).

Kitinase dan kitin deasetilase adalah enzim yang aktif mengkatalisis degradasi kitin. Kitinase dapat menghidrolisis kitin secara acak pada ikatan glikosidiknya, sedang kitin deasetilase menghidrolisis kitin menjadi produk yang mempunyai daya guna yang lebih tinggi seperti kitosan (Saleh et al., 1994). Banyak jenis mikroorganisme dapat memproduksi enzim pendegradasi kitin dan kitosan, baik bakteri seperti Bacillus megaterium (Pelleter et al., 1990), Streptomyces spp., (Boucher et al., 1992), Bacillus circulans (Alam et al., 1996), dan Vibrio alginolyticus (Ohishi et al., 1996), Pseudomonas aeruginosa (Wang dan Chang, 1997),

Streptococcus lydicus (Crawford dan Mahadevan, 1997). Beberapa jenis fungi seperti Aspergillus carneus (Sherief et al., 1991), Mucor rouxii (Bouriotis et al., 1993;

Kafetzoupoulos et al., 1994; Martinou et al., 1995) Aspergillus nidulans (Alfonso et

al., 1995; Reves et al., 1995), Absidia coerulea (Gao et al., 1995), dan Trichoderma reesei juga menghasilkan enzim serupa (Morikawa et al., 1998).

(5)

1.2 Permasalahan Penelitian

Kitinase digunakan dalam pertanian sebagai pengendali fungi patogen tanaman dan hama serangga (Patil et al., 2000). Namun hingga saat ini belum dilakukan penelitian pada fungi yang menyerang tanaman anggrek.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui potensi bakteri kitinolitik sebagai agen pengendali hayati terhadap fungi patogen pada tanaman anggrek Cattleya sp., Vanda sp., dan Phalaenopsis sp.

1.4 Hipotesis Penelitian

Bakteri kitinolitik mampu menghambat pertumbuhan fungi patogen yang diisolasi dari tanaman anggrek Cattleya sp., Vanda sp., dan Phalaenopsis sp.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan bakteri kitinolitik sebagai pengendali hayati pada tanaman anggrek Cattleya sp., Vanda sp., dan Phalaenopsis sp.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode pemberian tugas dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa dan ketuntasan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berfikir kritis mahasiswa pendidikan biologi Se-Kota Pekanbaru dalam kategori Cukup dengan persentase

Perusahaan Pertambangan karena untuk membiayai operasionalnya membutuhkan dana besar untuk itu salah satu pemenuhanya menggunakan hutang yang besar pula, tetapi

Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan dan sesuai dengan Tabel 5, dapat diketahui bahwa terdapat 21 responden (77,8%) mengalami diare tidak memanfaatkan

namun problem yang terjadi adalah proses implementasi peraturan tersebut di masyarakat. Dalam teori implementasi kebijakan menurut Edward III, ia menggambarkaan

Sebagaimana diilustrasikan pada gambar 3, penilaian kinerja 360 derajat mengakomodasi proses evaluasi kognitif terhadap penilaian kinerja yang dialami individu karena

Bila tujuan agama, melindungi ke- turunan manusia, berarti pula seluruh benih-benih manusiapun dilindungi, maka ovum-ovurnnyapun dihormati dalam arti tidak boleh dijadikan

Hal ini pula yang dilakukan oleh pimpinan Perusahaan X, yaitu dengan pengiriman para manajer dan staf Divisi Manufaktur untuk pelatihan Six Sigma ke Cina dan Singapura,