• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Analisis Perlindungan Nasabah Bank dalam Transaksi

Menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Di Indonesia

Indonesia adalah negara hukum, maka segala kegiatan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara diatur berdasarkan hukum. Hukum memiliki peran yaitu khususnya dalam penentuan hak dan kewajiban dan perlindungan kepentingan sosial dan para individu. Hukum bekerja ditengah kehidupan masyarakat, sehingga tercipta hubungan antar individu yang satu dengan yang lain, agar berlangsung tertib dan teratur. Karena hukum secara tegas akan menentukan hak dan kewajiban antar individu yang saling berhubungan,

commit to user

serta tugas dan wewenang dihubungkan kesatuan (pemerintah) dengan kepentingan individu. Sehingga tidak terjadi ketegangan dan ketidakteraturan (Soedjono Dirdjosisworo, 1984: 126-127).

Lembaga perbankan adalah lembaga kepercayaan, dan untuk menjaga kepercayaan dan menghindari kekurangpercayaan itu sepantasnyalah bank serta pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan nasabah yang bersangkutan. Berawal dari adanya hubungan hukum antara bank dan nasabah yang berdasarkan oleh perjanjian. Maka sewajarnyalah apabila kepentingan nasabah memperoleh perlindungan hukum. Dalam permasalahan ini kepentingan nasabah yang perlu dilindungi adalah yang berkaitan dengan transaksi transfer dana menggunakan ATM.

Transfer dana butuh perhatian khusus karena sangat sering digunakan oleh masyarakat negara ini untuk memperlancar proses pengiriman uang. Transfer dana ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, apalagi dengan cara-cara transfer dana yang ditawarkan bank semakin maju dan mempermudah serta mempercepat pelayanan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya terdapat berbagai masalah yang dihadapi nasabah terkait transfer dana yang dilakukan melalui ATM. Permasalahan bisa terjadi karena faktor kesalahan dari nasabah, faktor kesalahan dari pihak bank, maupun kesalahan dari teknologi yang digunakan dalam hal ini sistem elektronik (perangkat elektronik) yang digunakan oleh ATM, maupun permasalahan yang diakibatkan adanya motif menguntungkan diri sendiri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Selain adanya berbagai permasalahan, banyak hambatan yang dihadapi terkait dengan penegakan perlindungan hukum ini. Misalnya dalam hal kurangnya pengetahuan nasabah tentang transaksi dan produk perbankan yang menggunakan sistem elektronik. Hal ini tentunya sangat merugikan nasabah sebagai konsumen jasa perbankan dan menambah lemah kedudukan nasabah.

commit to user

Perlindungan hukum bagi tiap-tiap individu adalah hal yang sangat penting. Karena menyangkut hak asasi manusia, sehingga kepentingan dari tiap-tiap individu perlu dilindungi dan mendapat jaminan hukum. Perlindungan hukum ini telah diamanatkan oleh UUD 1945, untuk kemudian dijalankan dan diperluas dalam berbagai ketentuan undang-undang untuk diatur sesuai dengan kepentingan yang memerlukan perlindungan hukum. Sama halnya dengan perlindungan hukum terkait dengan transfer dana, juga telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Dalam penelitian ini, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana melalui penggunaan ATM ini perlu dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, apakah undang-undang yang ada telah ideal dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transfer dana melalui ATM. Seperti kita ketahui bahwa sampai saat ini jaminan perlindungan hukum bagi nasabah bank dirasakan masih lemah, apalagi terkait masalah transaksi perbankan secara elektronik yaitu transfer dana melalui ATM, padahal transaksi tersebut merupakan transaksi yang banyak dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Dasar hukum bagi bank untuk menjalankan kegiatan usahanya sehubungan dengan kegiatan memindahkan uang (transfer uang) Via Bank terdapat didalam Pasal 6 huruf (e) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menyatakan bahwa usaha bank umum adalah memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri, maupun untuk kepentingan nasabah. Dahulu bank dalam kegiatan transfer menggunakan sistem warkat (paper based) yang seiring dengan perkembangan teknologi, bank mengeluarkan alat transaksi transfer dengan menggunakan ATM yang lebih canggih karena menggunakan sistem elektronik dan kecanggihan teknologi.

commit to user

Upaya dari pemerintah dan perbankan dalam mengatasi permasalahan perlindungan terhadap nasabah bank ini diimplementasikan dengan menjalankan amanat UUD Tahun 1945, yaitu diatur dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka dari itu kita mengkaji perlindungan hukum bagi nasabah bank terkait dengan transfer dana melalui ATM dari ketiga undang-undang tersebut, apakah undang-undang tersebut telah ideal dalam memberikan perlindungan bagi nasabah bank terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian hukum ini. Penjelasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan

Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank, menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut adalah:

a. Bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan segala aspek usahanya, termasuk dalam penyelenggaraan kegiatan usaha dengan mengeluarkan ATM sebagai produk terbaru dalam transaksi transfer dana secara elektronik.

b. Berdasarkan Pasal 29 Ayat (3), bank dalam kegiatan usahanya wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank juga kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya pada bank. Bank dalam permasalahan juga harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabah pengguna ATM dalam hal transfer dana, dan menjalankan cara-cara dalam ketentuan ATM Card agar tidak merugikan nasabah jika terjadi suatu permasalahan.

commit to user

c. Berdasarkan Pasal 29 Ayat (4), diawal perjanjian antara bank dan nasabah, bank wajib memberikan penjelasan mengenai produk yang dikeluarkan dalam hal ini adalah ATM, sehingga nasabah dalam menggunakan ATM ini dalam transfer dana dapat mengerti ketentuan dan risiko yang timbul, sehingga dengan adanya keterbukaan informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank, nasabah memiliki pengetahuan mengenai produk yang digunakan, tetap dapat berhati-hati dalam bertransaksi, dan dapat menanggulangi serta memperkecil risiko yang akan terjadi.

d. Berdasarkan Pasal 37, jika terjadi permasalahan dengan transaksi perbankan yang menyebabkan berkurang, hilangnya dana nasabah yang disimpan di bank maka bank wajib menjamin dana nasabah yang dipercayakan kepada bank. Undang-undang perbankan ini juga mengamanatkan Lembaga Penjamin Simpanan untuk menjamin simpanan nasabah bank. Lembaga Penjamin Simpanan diperlukan ketika dana nasabah yang hilang, atau berkurang dalam jumlah besar. Hal ini juga berlaku dalam hal transfer dana menggunakan ATM jika terjadi masalah dengan dana nasabah bank saat melakukan transaksi transfer dana.

Ketentuan Undang-Undang Perbankan didalam pasal-pasal diatas mengisyaratkan adanya perlindungan hukum bagi nasabah bank secara umum. Dimana bank dalam menjalankan usahanya harus mengutamakan prinsip kehati-hatian, menggunakan cara-cara yang tidak merugikan nasabah dan menjamin dana nasabah lewat adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Undang-Undang Perbankan memang tidak secara khusus mengatur perlindungan hukum bagi nasabah bank pengguna ATM dalam transfer dana. Belum ada pasal yang mengatur secara khusus mengenai transfer dana, karena didalam undang-undang ini hanya mengatur usaha bank yang belum tersentuh teknologi, seperti halnya ATM. Akan tetapi bentuk perlindungan

commit to user

hukum yang telah disebutkan dapat menjadi prinsip awal bagi bank dalam melindungi nasabahnya.

Undang-Undang Perbankan belum mampu mengatasi perkembangan teknologi dan informasi sehingga belum dapat memberikan perlindungan yang sesuai. Meski begitu karena ATM merupakan produk perbankan untuk menjalankan transaksi perbankan, maka bank juga harus memperhatikan aspek perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Dalam hal nasabah mengunakan ATM sebagai sarana transaksi perbankan yaitu transfer dana, maka peraturan terkait dengan perlindungan nasabah dalam perundang-undangan tersebut juga berlaku bagi perlindungan nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan ATM. Meskipun Undang-Undang Perbankan belum menyebutkan dan mengatur secara khusus bentuk perlindungan hukum dalam transaksi transfer dana secara elektronik ini.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal-pasal dalam undang-undang ini memberikan perlindungan kepada konsumen barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan oleh pelaku usaha. Seperti kita ketahui nasabah merupakan konsumen jasa perbankan dan bank merupakan pelaku usaha sehingga hal-hal yang terkait dengan perlindungan konsumen dalam undang-undang ini terkait juga dalam hubungan antara bank dan nasabahnya.

Undang-undang ini mengatur dan menjaga agar pelaku usaha dalam hal ini bank untuk memperhatikan jasa yang diberikan, perangkat yang digunakan dalam pelayanan jasa perbankan serta mengatur hak dan kewajiban baik pelaku usaha maupun konsumen, sehingga dapat membatasi ruang gerak pelaku usaha untuk bersikap menguntungkan pihaknya sendiri tanpa memperdulikan kepentingan konsumen sebagai penikmat barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Selain Undang Perbankan,

Undang-commit to user

Undang Perlindungan Konsumen ini juga memberikan perlindungan bagi nasabah bank selaku konsumen jasa perbankan.

Sehubungan dengan pencantuman klausula baku, dalam perjanjian yang dibuat antara bank dan nasabah, ketika nasabah akan menggunakan layanan jasa perbankan pastilah ada yang disebut dengan klausula baku. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara pihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen (Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen). Sebagai contoh beberapa klausula baku dalam syarat dan ketentuan transfer dana pada slip transfer bank yang menyatakan sebagai berikut:

a. Transfer akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank.

b. Pengiriman transfer yang dilakukan bank tunduk pada hukum Negara Republik Indonesia termasuk ketentuan dan kebiasaan yang berlaku di bank.

c. Segala kerugian yang timbul karena:

1) Keterlambatan/ tidak dapat diteruskannya transfer oleh bank koresponden/bank lain;

2) Tidak terlaksananya transfer karena peraturan yang berlaku;

3) Hilang tidak lengkap atau cacatnya pesan transfer yang disebabkan hal-hal diluar kewenangan Bank;

Tidak dapat dimintakan pertangungjawabannya kepada bank.

Meskipun Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah melarang pencantuman klausula baku seperti yang disebutkan dalam Pasal 18, tetapi hal ini belum sepenuhnya diperhatikan oleh pihak bank dalam pembuatan perjanjian secara sepihak. Masih ada ketentuan dalam syarat

commit to user

transfer dana yang menyatakan pengalihan tanggungjawab bank dan menyatakan bahwa konsumen/nasabah tunduk kepada ketentuan yang berlaku di Bank. Selain itu bank kurang terbuka masalah informasi dan kurang menjelaskan risiko dari transfer serta tidak menjelaskan mengenai ketentuan dan syarat yang berlaku di bank sehingga pengetahuan nasabah kurang dalam hal ini.

Bank tidak wajib membuat kontrak tertulis dengan nasabahnya dalam hal transfer dana secara elektronik, kecuali dalam hal menerbitkan debit card atau credit card memang kontrak tertulis dengan nasabah perlu dibuat terutama karena pihak nasabah ikut berpartisipasi dalam program cash management, atau transfer dana dalam jumlah besar. Sebab masalah-masalah tersebut belum diakomodir pengaturannya dalam hukum/aturan perbankan konvensional (Munir Fuady, 2004: 140).

Karena bank tidak wajib membuat kontrak tertulis dalam transfer dana elektronik, maka beberapa aturan dalam syarat dan ketentuan transfer dana secara paper based, berlaku dalam transfer dana secara elektronik (dalam hal ini menggunakan ATM) karena prosedur dari kedua transfer tersebut sama, hanya ada beberapa perbedaan dalam pelaksanaanya (Munir Fuady, 2004: 135). Begitu juga dengan beberapa klausula baku yang ditetapkan bank. Yang menjadi permasalahan adalah dalam ketentuan transfer dana yang diberlakukan oleh bank, banyak nasabah yang kurang mengetahui, dan pihak bank pun jarang dan kurang terbuka dalam memberikan informasi mengenai ketentuan transfer dana yang menggunakan ATM Card dan informasi mengenai risiko dan hal-hal yang berkaitan dengan ATM Card lainnya. Hal ini yang membuat kedudukan nasabah semakin lemah.

commit to user

“Perlindungan hukum bagi konsumen bermaksud memberikan perlindungan bagi konsumen, yang meliputi hukum dalam pemberian informasi tentang produk bagi konsumen dan hukum yang mengatur tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk yang diproduksinya” (Abdul Halim Barkatullah, 2009: 233). Perlindungan nasabah bank dalam pennggunaan ATM dalam transaksi transfer dana yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini berupa ketentuan mengenai hak konsumen dalam hal ini nasabah, kewajiban bank sebagai pelaku usaha, tanggung jawab bank, hal pencatuman klausula baku, dan penyelesaian sengketa. Perlindungan konsumen harus memperhatikan asas manfaat, asas kepastian hukum, dan asas keadilan sesuai yang di atur didalam undang-undang ini.

Undang-undang ini mengatur kepentingan konsumen secara umum, belum mampu mengakomodir sepenuhnya kepentingan nasabah sebagai konsumen pengguna layanan transfer dana melalui ATM (hal-hal terkait dengan pemakaian produk ATM oleh nasabah), hanya pembatasan saja dalam hal pertanggungjawaban, dan aktivitas pelaku usaha dalam menjalankan usahanya termasuk didalamnya adalah bank dan cara menyelesaikan sengketa yang terjadi.

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Seiring dengan berkembangnya zaman, bank juga menggunakan kemajuan teknologi dalam segala transaksi perbankan. Penggunaan ATM sebagai sarana transfer dana juga menggunakan sistem dan perangkat elektronik. Undang-undang ini mengatur dan mencakup mengenai penggunaan jasa elektronik, termasuk dalam transfer dana menggunakan mesin ATM dan kartu ATM. Didalam undang-undang ini diatur mengenai informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik, kewajiban bank sebagai

commit to user

penyelenggara sistem elektronik, pertanggungjawaban dalam transaksi elektronik, perbuatan yang dilarang serta penyelesaian sengketa dalam transaksi elektronik.

Undang-undang ini dirasa dapat lebih memberikan perlindungan hukum yang lebih baik dibandingkan dengan undang-undang yang ada sebelumnya yang juga mengatur mengenai perlindungan hukum bagi nasabah bank. Undang-undang ini lebih mengantisipasi akibat dari transaksi secara elektronik, mengatur mengenai kerahasiaan informasi, mengatur mengenai hal atau perbuatan yang dilarang dalam penggunaan transaksi elektronik/ mencegah bentuk kejahatan yang menimbulkan kerugian penggunanya, masalah pembuktian dan sanksi pidana bagi pelanggarnya.

Didalam undang-undang ini masih menyebutkan perlindungan pengguna layanan jasa elektronik secara umum, belum mengatur secara khusus mengenai transaksi elektronik transfer dana menggunakan ATM, sehingga perlindungan hukum yang diberikan hanya sebatas apa yang tertuang dan diatur dalam undang-undang ini terkait dengan suatu transaksi elektronik, meski begitu kehadiran undang-undang ini dirasa dapat memberikan angin segar bagi pengguna layanan elektronik yaitu nasabah bank jika ada permasalahan dengan transaksi transfer dana melalui ATM, karena undang-undang sebelumnya belum mengatur mengenai suatu transaksi elektronik. Sehingga undang-undang ini semakin membantu dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank terkait dengan permasalahan yang diangkat.

Jika ditinjau dari ketiga peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia tersebut, perlindungan hukum bagi nasabah bank dalam transaksi transfer dana menggunakan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dapat disimpulkan, sebagai berikut:

commit to user 1. Asas Perlindungan Nasabah

Dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah harus diperhatikan mengenai Asas Perlindungan Nasabah, yang terdiri dari:

a.Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar pelaku usaha yaitu bank dan konsumen yaitu nasabah, untuk menaati hukum dan memperoleh jaminan kepastian hukum (segala penyelengaraan transaksi dan hubungan antara bank dan nasabah mendapat pengakuan hukum didalam dan diluar pengadilan).

b.Asas Manfaat

Asas ini juga mencakup asas keamanan dan asas keselamatan konsumen. Perlindungan nasabah bank harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi nasabah bank sebagai konsumen.

c.Asas Kehati-hatian

Asas ini sebagai landasan bagi pihak bank dan nasabah untuk memperhatikan aspek-aspek yang mendatangkan kerugian. Pihak bank sebagi pelaku usaha dituntut lebih memperhatikan asas ini dalam menjalankan kegiatan usahanya. Menurut asas ini pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam menjalankan usahanya, dan bagi konsumen untuk beritikad baik dalam bertransaksi. Asas ini juga disebut dengan prinsip kehati-hatian.

d.Asas Keadilan

Asas ini mengutamakan keseimbangan untuk memperoleh hak dan pelaksanaan kewajiban baik oleh bank maupun nasabah.

Dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank khususnya terkait dengan transfer dana melalui ATM, ketiga peraturan tersebut telah

commit to user

menganut asas perlindungan nasabah, yang juga harus diterapkan oleh bank dalam menjalankan usahanya sehingga ada keseimbangan antara kepentingan nasabah dan bank. Jika asas perlindungan terhadap nasabah ini dapat di implementasikan dengan baik, maka dalam setiap hubungan yang terjadi antara nasabah dan bank akan berjalan dengan baik dan dapat saling menjaga kepentingan para pihak, sehingga dalam setiap permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik pula dan menguntungkan bagi masing-masing pihak.

2. Ketentuan Mengenai Pelepasan Pertanggungjawaban

Menurut peraturan perundang-undangan diatas, bank dapat melepaskan diri dari pertanggungjawaban jika:

a. Tanggung jawab pelaku usaha dalam hal ini adalah bank sebagaimana dimaksud didalam Pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak berlaku jika dapat dibuktikan bahwa masalah yang terjadi karena kesalahan nasabah sebagai konsumen. Pelepasan tanggung jawab bank jika terjadi keadaan memaksa (overmacht) tidak berlaku dalam pasal ini, karena pelepasan tanggung jawab bank untuk memberikan ganti rugi berdasarkan keadaan memaksa tidak disebutkan. Pasal 19 ini menyatakan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen” (Pasal 19 Ayat (5)) (Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen).

b. Penyelenggara elektronik yaitu ATM disini adalah pihak bank. Bank bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan elektroniknya (ATM nya). Pertanggungjawaban bank tidak berlaku jika dapat dibuktikan adanya keadaan memaksa, kesalahan atau kelalaian dari nasabah. “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian

commit to user

pihak pengguna Sistem Elektronik” (Pasal 15 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik). Perlindungan bagi pelaku usaha dalam pasal tersebut jika hal dapat dibuktikan adanya kerugian bukan atas kesalahnya, bisa saja karena kelalaian nasabah maupun adanya keadaan memaksa..

Sedangkan nasabah dapat menghindari diri dari pertanggungajawaban jika:

a. Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

“jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi” (Pasal 21 Ayat 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik)

b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik (Pasal 21 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik).

Dari pasal tersebut para pihak yang terlibat dalam suatu proses transaksi dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban jika terjadi permasalahan dengan transaksi elektronik yang dilakukan bila dapat dibuktikan adanya keadaan memaksa, kesalahan yang bukan berasal dari kesalahan dan kelalaian nasabah ataupun dari pihak bank.

3. Alat Bukti Dalam Transaksi Elektronik

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat

commit to user

bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia (Pasal 5 angka (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik).

Karena transfer dana menggunakan ATM merupakan transaksi elektronik maka, bukti atau dokumen elektronik sebagai bukti dari adanya transaksi elektronik adalah sah dan telah diakui sebagai alat bukti yang sah dimata hukum. Bukti struk transaksi yang dikeluarkan mesin ATM setelah transaksi adalah sah sebagai alat bukti, dan dapat digunakan untuk menguatkan kedudukan nasabah dalam memperjuangkan haknya jika terjadi permasalahan yang merugikan.

4. Pembuktian

Dalam hal ini pembuktian diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan “Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha”. Pasal ini menyatakan yang dibebani tanggung jawab pembuktian jika terdapat permasalahan merupakan tanggung jawab bank sebagai pelaku usaha karena bank dianggap lebih mengerti mengenai produk yang dikeluarkan, terkait dengan masalah ini adalah transfer dana melalui ATM.

Rumusan Pasal 28 ini kemudian dikenal dengan sistem pembuktian terbalik. Beban pembuktian terbalik, dalam praktik belum dilaksanakan secara konsisten, meski telah diatur dalam Undang-undang ini, beberapa kasus yang sampai di Pengadilan masih menggunakan prinsip lama dengan beban pembuktian pada konsumen. Pembalikan beban pembuktian dalam UUPK dapat menjadi “boomerang” bagi konsumen, karena pelaku usaha memiliki kemampuan untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah,

commit to user

sehingga konsumen kewalahan menghadapi kemampuan pelaku usaha ini. (Abdullah Halim Barkatullah, 2009: 234-235).

5. Hak Konsumen/ Nasabah bank

Dalam hal ini adalah hak dari nasabah bank terhadap jasa layanan transfer dana via ATM yang digunakan atas hubungannya dengan Bank, seperti yang telah disebutkan dan diatur dalam Pasal 4 huruf (a), (c), (d), (e), (f), (g), (h) dan huruf (i) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

6. Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank

Kewajiban Pelaku Usaha, dalam hal ini adalah kewajiban bank sebagai pelaku usaha untuk mengutamakan kepentingan nasabahnya dan juga

Dokumen terkait