• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP

F. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian

Putusan hakim harus memuat semua isi dari apa yang terjadi dalam proses peradilan dan semua unsur-unsur yang dilakukan untuk menunjang jalannya proses persidangan agar tidak terjadi ke tidak sesuaian putusan hakim dengan

yang diatur di dalam undang-undang.33

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 59 ayat (1) Tentang Pengadilan Anak disebutkan: Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orangtua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagai anak. Ayat (2) : Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarkatan. Hal tersebut jelas bahwa penelititan kemasyarakatan merupakan hal yang harus

Putusan hakim terhadap Perkara no. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn tidak ada menyinggung masalah Penelitan kemasyarakatan, dalam putusan tersebut terdapat lamapiran Hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai pemasyarakatan namun pada bagian menimbang putusan tersebut sama sekali tidak ada menyinggung tentang litmas. Sebenarnya penelitian kemasyarakatan itu harus di muat secara jelas agar kita paham apa yang menjadi fungsi Penelitian kemasyaraktan tersebut dan harus disebutkan juga dalam putusan sehingga putusan tersebut ada kaitannya dengan Penelitian Kemasyarakatannya.

Sementara dalam putusan tersebut ada terlampir hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dan hasil Penelitian Kemsyarakatan yang di buat Oleh Balai Pemasyarakatan tersebut sesuai dengan Buku petunjuk Bimbingan petugas kemasyarakatan Model BK 4, sebagai pedoman yang baku bagi Petugas Balai Pemasyarakatan dalam melakukan Penelitian Kemasyarakatan.

33

Hasil wawancara dengan Hakim Anak Pengadilan Negeri mendan tanggal 19 April 2010 Di Pengadilan Negeri Medan

dipertimbangkan sebelum ada putusa hakim yang berkekuatan hukum tetap karena jelas ada diatur dalam undang-undang, namun pada kenyataanya Putusan nomor 826/Pid.B/2007/PN/Mdn. sama sekali tidak mempertimbangkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dalam amar putusannya, bahkan dalam amar putusan hakim tidak ada samasekali menyinggung tentang hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan. Hal ini menyebabkan putusan hakim tersebut batal demi hukum sebagaimana di sebutkan pada penjelasan pasal 59 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak “ yang dimaksud dengan wajib dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 28 ayat (1) menyebutkan : Berdasarkan pasal 28 Hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidud dalam masyarakat. Hakim tidak saja menuntut putusan Hakim sesuai dengan hukum dan atau memutuskan perkara mestinya tidak hanya membolak-balik fakta-fakta hukum dan berupaya menjustifikasi pandangannya berdasarkan bunyi kaidah- kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dalam waktu bersamaan sisuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.34

Hasil penelitian kemasyarakatan memang sering tidak menjadi pertimbangan oleh hakim dalam memutus suatu perkara walaupun sebenarnya Penelitian kemasyarkatan terhadap klien telah dilakukan oleh Pembimbing kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena aparat penegak hukum di Negara kita

34

khususnya di lingkungan Sumatera Utara belum terjalinnya koordinasi yang baik antar lembaga penegak hukum itu sendiri baik dari Penyidik, Kejaksaan, Pengadilan Dan Lembaga Balai Pemasyarakatan.35 Masing-masing lembaga merasa punya kewenangan sendiri-sendiri tetapi demi terjaganya penegakan hukum dan wibawa hukum di negeri ini sebaiknya harus ada koordinasi antar lembaga agar tercipta keadilan yang diharapkan sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia.

35

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, Petimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Peranan Balai Pemasyarakatan dalam penelitian kemasyarakatan dalam proses peradilan pidana, dalam Putusan Nomor 826/Pid.B/2007/PN.Mdn secara hukum belumlah terpenuhi/terlaksana. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Pasal 59 ayat (2) menyebutkan : “ Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan.” Yang dimaksud dengan “wajib” dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan ini batal demi hukum. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tahun 2004 Tentang kekuasaan kehakiman, pasal 28 ayat (1) menyebutkan : berdasarkan pasal 28, Hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hakim tidak saja menuntut putusan Hakim sesuai dengan hukum dan atau memutuskan perkara mestinya tidak hanya membolak-balik fakta-fakta hukum dan berupaya menjustifikasi pandangannya berdasarkan bunyi kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dalam waktu bersamaan sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam

masyarakat. Apabila ada upaya pemisahan, hendaklah dipertimbangkan bahwa pemisahan tersebut semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar serta harus merupakan kesempatan terahir/Ultimum

Remidium. (Pasal 14, pasal 16 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak, pasal 59 ayat (1), pasal 66 ayat (4) UU HAM No. 39 Tahun 1999. Hakim Anak memberikan putusannya dan apabila dibandingkan dengan Rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) BAPAS yang tertuang di dalam hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS) dianggap tidak sesuai dengan Rekomendasi dalam Penelitian kemasyarakatan.

2. Bentuk pidana yang dijatuhkan hakim terhadap anak terkait dengan perkembangan teori pemidanaan. Undang-undang nomor 3 tahun 1997 juga diatur mengenai batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti tercantum dalam pasal 4 ayat (1), yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka menurut pasal 4 ayat (2) Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tetap diajukan ke sidang anak. Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-undang ini ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social anak.

Pasal 24 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 ditetukan bahwa ada tiga Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah :

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau

c. Menyerahkan kepada Departemen sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan pembinaan latihan kerja.

Pidana yang dijatuhkan terhadap anak nakal, menurut Pasal 23 Undang- undang nomor 3 tahun 1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pdana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

3. Pertimbangan Hakim terhadap penelitian kemasyarakatan dalam penjatuhan pidana terhadap anak perkara putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn. Pasal 59 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 jelas disebutkan pada Pasal (1) : Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orangtua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagai anak. Pasal (2) : Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarkatan. Dalam putusan ini hakim sama sekali tidak mempertimbangkan hasil Penelitian kemasyarkatan yang dilakukan oleh Petugas Kemasyarakatan hal ini dilihat dari pertimbangan hakim dalam amar

putusannya sama segala tidak ada menyinggung tentang hasil Penelitian Kemasyarakatan.

B. SARAN

1. Perlu Pemerintah dan DPR RI untuk mengamandemen Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dengan membuat Pasal khusus tentang kedudukan Penelitian Kemasyarakatan dan Pembimbing Kemasyarakatan agar memiliki kedudukan hukum yang sama dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menangani perkara anak yang berkonflik dengan hukum, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan putusan pengadilan.

2. Pemerintah perlu lebih memperhatikan dan mengontrol kenerja aparat penegak hukum agar dapat melaksanakan tugasnya secara professional khususnya dalam hal ini hakim, agar dalam menjatuhkan putusan terutama kepada anak dapat lebih bijaksana. Anak sebagai generasi penerus bangsa perlu kiranya diperhatikan bagaimana masa depannya, sehingga dalam menjatuhkan pidana terhadap anak diharapkan pidana tersebut dapat mendidik anak ke arah yang lebih baik dan tanpa mengurangi esensi dari penegakan hukum itusendiri. Masa depan bangsa kedepan berada di tangan Anak, sehingga perlu kiranya memperhatikan kehidupan dan masa depan anak.

3. Hakim dalam menjatuhkan putusan agar mempertimbangkan semua yang termuat dalam persidangan sehingga Undang-undang atau peraturan sebagai dasar/landasan hakim dalam memutus suatu perkara dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan pembentukan aturan tersebut.

BAB II

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES

PERADILAN PIDANA

A. Peranan Balai Pemasyarakatan

Pengadilan anak di Indonesia secara resmi dan diberlakukan sejak disahkannya Undang-undang RI. No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak. Timbul pertanyaan, benarkah pengadilan anak, disingkat sidang anak baru dilaksanakan tahun 1997. Jawabannya, tidak. Jauh sebelum itu sudah dimualai dicobakan sejak tahuh 1958 di semarang. Di Jakarta mulai tahun 1965 simua ini karena adanya pemikiran beberapa penegak hukum dan organisasi masyarakat yang merasa bertanggung jawab atas nasib anak-anak sebagai generasi muda harapan Bangsa, karena ketidak berdayaannya sehingga melakukan pelanggaran hukum.

Masalah anak nakal berkembang mengikuti perkembangan social yang makin maju, karena itu perlu segera ditangani. Pemikiran itu juga dengan berkembangnya Ilmu pengetahuan pekerjaan social criminal dan filsafah kemanusiaan, berkembang pula sistem perlakuan terhadap pelanggar hukum terutama sistem prelakuan terhadap anak berkembang dengan pesat, khususnya di Negara maju.11

Peranan Pembimbing kemasyarakatan sebagai anggota sidang perkara anak di Pengadialan Negeri.12

11

Marianti Soewandi, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Bimbingan

Dan Penyululuhan Klien. Jakarta 2003. hlm 87-88

12

1. Dasar Hukum Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing kemasyarakatan telah disebut sejak sumula sebagai tenaga teknis Bapas. Juga sebagai tenaga fungsional dalam menegakkan hukum. Tugasnya tidak hanya membimbing klien dan menyajikan litmas untuk berbagai kepentingan, tetapi khususnya sebagai anggota sidang di pengadilan Negeri karena itulah perlu dijelaskan sejak kapan eksistensi pembimbing kemasyarakatan sebenarnya telah ada Undang-undang yang melandasinya. Dalam Wetboek van

strafrecht dengan perubahannya sejak 1917 KUHP baru itu diberlakukan mualai

1 Januari 1918, kronologisnya adalah sebagai berikut : 1) Dalam pasal 14. d. (2). KUHP

“Hakim boleh mewajibkan kepada seseorang Ambtenaar istimewa, supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada siterhukum tentang perjanjian istimewa itu”

2) Ordonansi pidana bersyarat dan bebas bersyarat Stbl. Nomor 251. tanggal 4 mei 1926. Nomor 18 diberlakukan G.General 9 Juli 1926 Pada title 1 tentang pegawai istimewa

Pasal 11 (1) : Untuk tiap-tiap daerah yang mempunyai pengadilan negeri dapat seorang atau “Pegawai Istimewa”. Istilah ini yang dimaksud adalah pembimbing kemasyarakatan. (2) Mereka mendapat bantuan “Pegawai Reklasering” atau wakil pegawai Reklasering. Dalam Ordonansi bahasa belanda “Ambtenaar der Reclasering” yang dimaksud adalah pegawai istimewa atau Pembimbing Kemasyarakatan. (4) Tempat dan kedudukannya ditetapkan oleh mentri kehakiman.

Pasal 12 (1) : “Pegawai Reklasering diwajibkan jaksa oleh Mentri Kehakiman untuk kepentingan pengawasannya”

Pasal 14 (1) : “Menteri Kehakiman dapat mencukupi, menunjuk Pegawai Istimewa yang sanggup menjalankan pekerjaan itu”

3) Surat Edarah Hakim Agung Sri widoyati, W.S, SH, tanggal 4 juli 1971 nomor M.A./PEM/040/1971. tentang “sidang perkara anak” menyebut : a) Harus hadir pekerja social

b) Harus ada laporan data sosial

4) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06 – UM – 01 – 06 tahun 1983. tentang : “Tata tertib Persidangan dan tata raung sidang “, tanggal 16 Desember 1983

5) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 17 Februari 1982, Nomor : B/22/0/E/2/1982. tentang : “Pengiriman Putusan Pidana Bersyarat Pada balai Bispa (BAPAS).”

6) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 9 Januari 1986 Nomor : R-001/A- 6/1/86. SIFAT “ RAHASIA” Hak Litmas untuk penuntutan, Tindak Pidana Narkotika, denga Pelaku Usia Muda.

7) Sutar Edaran Ketua Mahkamah Agung RI tanggal 17 November 1987 Nomor 6 tahun 1987. Perihal : Tata Tertib Sidang Anak, Menunjuk Peraturan Menteri Kehakiman RI tahun 1983 nomor 06 – UM.01.06. Perihal Tata Tertib Sidang Anak.

8) DOR. Stbl nomor 741. Tahun 1917 tanggal 17 juli 1926. disyahkan oleh

SECRETARIAT GENERAL EROBRETE. Banyak memuat pasal tentang

pegawai reklasering dan litmas.

9) Juga banyak terdapat penyebutan : Probation officer dan social inquiry

Report. yang di bahas pada :

c) SMR. For Juvannile justice dan d) SMR For Non Constodial measure

10)Dalam Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pembimbing Kemasyarakatan dimuat dalam pasal 1 (2), pasal 29 (8), pasal 34 (1),(3), pasal 36, pasal 38, pasal 59 (2).

11)Dalam Undang-undang RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Tidak ada satu pasal pun yang menyebut. Pembimbing kemasyarakatan atau Litmas yang disebut sebagai berikut :… Klien “Dibimbing” oleh BAPAS

Demikianlah gambaran dasar hukum Pembimbing Kemasyarakatan yang terkait dengan Litmas sebelu disahkannya Undang-undang Pengadilan Anak. Semua usaha itu agar sidang anak dapat berjalan demi perlindungan dan kesejahtraan anak. Supaya fungsional penegak hukum yang bertugas sebagai anggota sidang dapat diakui dan memiliki dasar hukum. Hal ini adalah sejarah bagaimana perjuangan mereka dalah usaha mendapatkan pengakuan keberadaan pembimbing kemasyarakatan sebagai anggotas sidang Anak, seam setara dan sejajar dengan Jaksa, Hakim dan Panitera, yagn selayaknya berhak atas tunjangan fungsional seperti penegak hukum lainnya.

2. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam proses Pengadilan anak

Setelah Undang-undang Pengadilan Anak tahun 1997 disyahkan, dengan kata lain pembimbing kemasyarakatan telah mempunyai dasar hukum yang kuuat dalam tugasnya membuat litmas, hadir dalam sidang sebagai anggota sidang anak, danmembimbing klien. Untuk mudahnya uraian tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam proses peradilan anak dibagi dalam tiga tahap sebagai berikut :

1) Tugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebelum ada Putusan Hakim atau Pra Ajudication.

a) Tugas PK sebelum sidang anak berlangsung tiada lain membuat Litmas yang deserahkan kepada Hakim. Pihak Polisi segera member tahu Bapas untu membuat Litmas bagi tahanan aha yang baru dalam pemeriksaan Polisi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 34 (1) a bahwa :”Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di didalam maupun di luar sidang Anak denga membuat laporan hasil Penelitian kemasyarakatan”. Ini Bukti bahwa litmas penting bagi Hakim.

b) Maksud dalam pasal 34 (1) a tersebut adalah agar Hakim segera menerima litmas bersamaan dengan Berita Acara Polisi dan Surat Dakwaan dari Penuntut Umum. Ironisnya litmas itu bersifat “rahasia” tetapi dengan mulalui Polisi dan Jaksa baru sampai di tangan Hakim. tentu bukan menjadi rahasia lagi. Jika isinya sangat pribadi bagi klien hak asasi anak jadi tidak terlindungi.

2) Tugas PK selama sidang dalam rangka memeriksa dan memutuskan perkara anak oleh Hakim atau Adjudication. Pada masa Adjudication ini PK atas pemberitahuan Jaksa hadir dalam sidang anak, tidak lupa membawa arsip litmasnya. Keharusan PK hadir dalam sidan anak dapat dilaihat dalam pasal 57 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 sebagai berikut :” setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup unguk umum, terdakwa dipanggil masuk serta orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat dan Pembimbing Kemasyarakatan: Pasal 57 (2) “ Selama persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan Pembimbing kemasyarakatan”. Dalam sidang PK mempertanggung jawabkan litmas yang dibuatnya sebagai bahan pertimbangan Hakim agar putusannya tepat dan adil, disamping adanya berita acara Polisi dan surat dakwaan dari jaksa dan wajib menjawab pertanyaan hakim tentang klien yang bersangkutan yang berkaitan dengan litmasnya. Untuk menunjukkan pentingnya litmas bagi Hakim sebagai bahan pertimbangan dapat dilihat dalam pasal 59 ayat (2) sebagai berikut :”Putusan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib mempertimbangkan Penelitian Kemasyarkatan dari pembimbing Kemasyarakatan, yang diwajibkan mempertimbangkan litmas dari PK adalah Hakim yang akan mengucapkan putusannya, Lihat pasal 58 ayat (1).

Sekarang akan dijelaskan tugas PK sesudah Hakim menjatuhkan putusan kepada anak pelanggar hukum berupa pidana atau tindakan, dengan demikian pantaslah PK disebut sebagai fungsionalis “penegak hukum” yang mempunyai tugas :

a) Sebelum sidang anak wajib membuat litmas untuk bahan yang harus dipertimbangkan Hakim ; sama dengan Polisi wajib membuat Berita Acara hasil penyidikan terhadap tahanan anak. Juga sema dengan Jaksa yagn harus membuat tuntutan.

b) Harus hadir dalam sidang anak sebagai anggota sidang untuk mempertanggung jawabkan litmasnya, memberikan sumbang dengan tidan bermaksud melampui kewenangan Hakim seperti tercantum dalam litmasnya dan menjawab pertanyaan Hakim atas masalah yang terkait denga kliennya. PK juga sebagai pendamping bagi klien terutama bagi klen yang tidak ada orang tua atau walinya.

c) Kini setelah Hakim memutuskan anak dengan kijatuhinya pidana ataupun tidakan yang dibina di liar Lembaga. maka PK wajib melakukan Bimbingan terhadap kliennya.

Dasar hukum yang melandasi bahwa pembimbing Kemasyarakatan harus membimbing klien yang dibina di luar Lapas, diatur dalam Undang-undang Pengadilan Anak seperti pada pasal 1 butir 11 sebagai berikut : “PK adalah petugas Pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan yang melakukan bimbingan wrga binaan

Pemasyarkatan. ini artinya tugas PK tidak hanya membimbinga klien berasal dari Lapas Dewasa maupun Anak.

B. Proses Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan

Bimbingan terhadap klien di luar Lapas maupun pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan tidak akan terlepas dari metode apa yang dipakai dalam melaksanakan tugas membimbing klien. Pembimbing Kemasyarakatan dalam membimbing klien maupun melakukan tugas lain yang beragam harus menguasai metode dari berbagai disiplin ilmu sesuai dengan kondisi dan situasi klien. Bagi seorang pekerja social (Social Worker) yang bekerja pada departemen kesehatan, seharusnya dilengkapi dengan pengetahuan beserta metodenya yang diperlukan guna menunjang tugasnya sebagai pekerja departemen kesehatan, demikian pula PK sebagai pekerja social bidang kehakiman, tanpa adanya metode sebagai landasan kerja pada Bapas tidak akan berhasil baik dalam menjalankan tugasanya.

Pembimbing Kemasyarakatan sebagai pekerja social bidang kehakiman (Probation Officer) telah memiliki pengetahuan pekerja social atau social work yang dilengkapi dengan metode pekerjaan social (Social Work Methode), akan tetapi batapapun yang professional dalam tugas membimbing klien. Metode pendekatan akan membuka aspek kehidupan yang tersembunyi, mengetahui factor penyebab terjadinya masalah, menyoroti kejadian dalam kehidupan kelompok. Juga dapat mendiskripsikan secara detail/rinci kehidupan keluarga berdasarkan observasi intensif. Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadialn Anak pasal 38 menyebutkan :”Pembimbing Kemsyarakatan dan pekerja social harus

mempunyai keahlian sesuai dengan tugas dan kewajibannya atau mempunyai keahlian sesuai dengan tugasnya dan jiwa pengabdian dibidang kesejahtraan social”.13

Beberapa syarat bagi PK dalam melaksanakan tugas secara porfesional, kecuali ilmu pengetahuan khusus yang harus dimiliki, perlu menguasai metode dan tehnik bimbingan untuk kliennya :14

a. Tehnik Wawancara/Interview.

Tehnik ini terbagi dalam dua bagian : 1. Tehnik wawancara secara bebas.

Dalam wawancara ini PK tidak boleh langsung bertanya dalam hal-hal pokok tentang masalah yang dihadapi klien. Terlebih dahulu PK mendapatkan kepercayaan klien, ditanyakan hal-hal keadaannya sehari- hari, kesehatan dan sebagainya dan dapat dilakukan secara terbuka dimana saja. Bagi klien yang ada di Lapas lebih mudah sehingga dapat dilakukan beberapa kali wawancara ini dapat dilakukan secara bertahap.

2. Tehnik wawancara secara mendalam (depth interview) apabila telah mendapat kepercayaan dengan mudah dilanjutkan secara mendalam mengenai segala permasalahan yang akan dituangkan dalam laporan nanti. Wawancara ini dapat dilakukan dalam rangka tertutup, atau di ruangan konseling, dengan keterampilan khusus pasti dapat diperoleh keterangan yang akurat karena kesabaran dan taktik yang cerdik.

b. Cara memanggil untuk lapor diri.

13

Ibid. hlm 53-54 14

Pemanggilan ini dilakukan dalam rangka lapor diri untuk bimbingan klien. Setelah PK mendapat pemberitahuan dari Jaksa (PK-30/52) disertai vonis atau surat ketetapan yang telah dieksekusi melaluai kepala Bapas, PK memanggil klien untuk datang ke Bapas, baik untuk administrasi maupun bimbingan. Pelaksanaan lapor diri ini dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok dengan melihat kondisi klien yang bersangkutan. Dalam kegiatan ini PK harus melakukan kegiatan kreatif dengan macam-macam cara sebagai PK yang professional. Hanya dengan nasehat-nasehat saja bimbingan klien tidak akan berhasil. Saat lapor diri inilah dapat dilakukan berbagai kegiatan seperti tuntunak kerja, bimbingan rohani secara perorangan maupun permainan/olah raga, kesenian, keperpustakaan dan sebagainya. Sehingga dengan kebersamaan ini keakraban dan keharmonisan akan mendukung keberhasilan bimbingan terpadu.

c. Tehnik Kunjungan Rumah (Home Visit)

Kunjungan rumah atau Home Visit oleh PK untuk melengkapi tehnik-tehnik lain yaitu :

1. Mencari data dalam rangka pembuatan litmas baik untuk hakim maupun atas permintaan Kalapas ataupun Instansi lain.

2. Dalam rangka bimbingan klien.

Untuk memerlukan data yang diperlukan berhubungan langsung denganklien, orang tua atau keluarga dan masyarkat lingkungannya, sehingga dapat diperoleh data yang lengkap dan akurat. Dalam menjalankan tugas tersebut PK dilengkapi surat tugas Ka. Bapas yang

diatur dalam tata usaha pemasyarakatan bidang khusus Bapas. Dengan melakukan kunjungan rumah PK akan mendapat gambaran keadaan klien, keluarganya, pendidikan, keadaan social ekonomi keluarga dan masyarakatnya, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan hidup klien yang bersangkutan. Selanjutnya dapat melakukan analisa apa yang perlu dilakukan guna perbaikan yang harus dilakukan klien maupun keluarga. d. Tehnik dengan melakukan Quistioner atau daftar pertanyaan.

Tehnik ini juga dapat digunakan untuk diisi oleh klien atau keluarganya, akan tetapi hasilnya kadang-kadang kurang dapat dipercaya dalam mengisi

Dokumen terkait