• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak (Studi Putusan No. 826/Pid.B/2007/PN.Mdn)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Aminah Aziz, 1998, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press

Aryanti ,2003,Fungsi Sosial Case Study dalam proses peradilan dan Pembinaan

terhadap para pelanggar hukum, Jakarta, Pusdiklat Depertemen

Kehakiman RI

Andi Hamzah, 2008, Asas-asas Hukum PIdana. PT. Reneka Cipta edisi revisi A. Fuad Usfa, Tongat, 2004, Pengantar Hukum PIdana. UMM Press.

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum PIdana 1. Rajawali Pres. Jakarata. Bambang waluyo, 2004, Pidana dan Pemidanaan, sinar grafika

Darwan Prinst, 1997, Hukum Anak Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung Irma Setyowati Seomitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta

Maulana Hassan Wadong,2000, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Wirasarana Indonesia, Jakarta

Marlina, 2010,Pengantar Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Hukum

Pidana. USU Press. Medan

Marianti Soewandi, 2003, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan

Bimbingan Dan Penyululuhan Klien. Jakarta

Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem

(2)

Purnianti, Mimik Sri Supatmi, Ni Made Martini Tinduk, Analisa Situas Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia,

R. Soesilo, 1998, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Beserta Dengan

Komentar-Komentarnya lengkap Pasal demi Pasal, Politeia,

Bogor,

Sumarsono A. Karim, 2003, Metodedan Teknik Penelitian Kemasyarakatan, Jakarta, Pusdiklat Dep. Kum & HAM RI

Wagiati Soetdjo, 2008,Hukum Pidana Anak. Refika Aditama

Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika. Jakarta

B. Undang-undang

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

C. Wawancara

Wawancara dengan Hakim Anak Pengadilan Negeri mendan tanggal 19 April 2010 Di Pengadilan Negeri Medan

(3)

BAB III

BENTUK PIDANA YANG DIJATUHKAN HAKIM TERHADAP ANAK TERKAIT DENGAN PERKEMBANGAN TEORI PEMIDANAAN

A. Jenis Pidana Secara Umum

Pidana adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik. Jadi, dalam sistem hukum pidana kita yang menganut asas praduga tak bersalah ( Presumption of ennocence

). Pidana sebagai raksi atas delik yang dijatuhkan harus berdasarkan pada vonis

Hakim melalui sidang paradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan. Apabila tidak terbukti bersalah maka tersangka harus dibebaskan.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) (WvS) telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam pasal 10 diatur dua pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari empat jenis pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana.22

a. Pidana pokok meliputi

Jenis-jenis pidana menurut Pasal 10 KUHP ialah sebagai berikut :

1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; 4. Pidana denda.

b. Pidana Tambahan meliputi

1. Pencabutan beberapa hak tertentu;

22

(4)

2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman Putusan Hakim.

Jenis pidana dalam RUU-KUHP baru menjadi lain, sesuai dengan perkembangan sistem pemidanaan, yang tersebut dalam Pasal 58, yaitu :23

1. Pidana pokok Ke-1 pidana penjara Ke-2 pidana tutupan

Ke-3 pidana pengawasan (control) Ke-4 pidana denda

Ke-5pidana kerja social (community service)

2. Urutan pidana pokok diatas menentukan berat ringannya pidana. Pidana mati diatur dalam pasal berikutnya, pasal 59 yang mengatakan pidana mati bersifat khusus.

Pidana tambahan juga diatur di dalam pasal lain, yaitu pasal 60, sebagai berikut :

1) Pidana tambahan

Ke-1 pencabutan hak-hak tertentu

Ke-2 perampasan barang-barang tertentu dan tagihan Ke-3 pengumuman putusan Hakim

Ke-4 pembayaran ganti kerugian Ke-5 pemenuhan kewajiban adat

23

(5)

187-2) pidana tambahan hanya dapat dijatuhkan apabila tercantum secara tegas dalam perumusan tindak pidana.

3) Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat dan pencabutan hak yang diperoleh korporasi dapat dijatuhkan oleh hakim sesuai dengan kebutuhan walaupun tidak tercantum dalam perumusan tindak pidana.

4) Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan adalah sama dengan tindak pidananya.

Rincian pidana adalah sebagai berikut : 1. Pidana Pokok

1) pidana mati

Pidana mati adalah puncak dari segala pidana. Pidana ini banyak dipersoalkan orang antara golongan yang pro dan kontra. Salah satu keberatan terhadap pidana mati yaitu sifatnya yang mutlak, siratnya yang tidak mungkin untuk mengadakan perubahan dan perbaikan apabilan pidana itu telah dijalankan. Di negara belanda pidana mati dihapuskan pada tahun 1870. tetapi hindia belanda pada saati itu, bahwa di Hindia Belanda kemungkinan pelanggaran ketertiban adalah lebih banak dan lebih mengancam daripada di negeri Belanda.

(6)

yang tajam. Di samping itu alat-alat pemerintahan Negara, seperti kepolisian kurang lengkap disbanding negeri belanda.

Berdasarkan pertimbangan di atas itulah maka dianggap tidak dapat dipertanggung jawabkan apabila pidana mati itu dihapuskan juga di Hindia Belanda. Dalam alam pemikiran pembentukan KUHP bahwa penjatuhan pidana mati adalah dipandang sebagai tindakan hukum yang darurat (menurut Jokers Noordrecht), maksudnya ialah baru dijatuhi bila memang sangat perlu dan mendesak oleh karena itu pidana mati dalam KUHP dapat kita perhatikan hanya dikenakan terhadap beberapa jenis kejahatan saja, yaitu:

a. Kejahatan-kejahatan yang mengancam keselamatan seperti tersebut dalam pasal 104,105,111 ayat 2,124 ayat 3 jo 129

b. Kejahatan-kejahatan pembunuhan, seperti tersebut dalam pasal 104,105,111 ayat 2

c. Kejahatan pencurian dan pemerasan dalam keadaan yang memberatkan sepeti pasal-pasal 365 ayat 4, 368 ayat 2

d. Kejahatan-kejahatan pembajakan laut, pantai dan sungai, seperti dalam pasal 444.

2) Pidana penjara

(7)

sedikit satu hari dan selama-lamanya berturut-turut 15 tahun, ayat 3; pidana 15 tahun ini dapat dipertinggi lagi sampai 20 tahun ini dapat dipertinggi lagi sampai 20 tahun berturu-turut yakni dalam hal

a. kehahatan yan pidananya mati, penjara seumur hidup atau, b. kejahatan yang pidananya hakim antara pidana seumur hidup,

c. dari sebab tambahan pidana, karena gabungan kejahatan (concurcus) ulangan kejahatan.

d. terjadi kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 (pemberatan karena jabatan) dan 52 a (pemberatan karena dengan memakai bendera seragam) sedangkan pasal 4 menyatakan tentang batas yang paling tinggi yang bersifat mutlak dari pidana penjara yaitu selama berturut-turut 20 tahun.

3) Pidana Kurungan

Pidana kurungan juga merupakan pidana hilangnya kemerdekaan/pembatasan kemerdekaan bergerak. ada perbedaan yang jelas antara pidana penjara dengan pidana kurungan.

a. hal ini jelas ditentukan oleh pasal 69 KUHP, bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis oleh urutan susunan dalam pasal 10

(8)

belehdijatuhkan selama-lamanya satu tahun empat bulan dalam hal mana terjadi gabungan peristiwa pidana (concurcus), karena ulangan peristiwa pidana (recidive) atau yang tercantum dalam pasal 52 KUHP (pegawai negeri yang melanggar kewajibannya yang istimewa dalam jabatannya karena melakukan perbuatan yang dapat dipandang pidana: ditambah sepertiganya.]

c. dalam KUHP dapat kita lihat bahwa delik-delik yang diancam dengan pidana kurungan adalah merupakan delik-delik yang lebih ringan, seperti kejahatan, kealpaan dan pelanggaran-pelanggaran

d. pada pelaksanaan pidana kurungan juga lebih ringan daripada pidana penjara.

4) Pidana Denda

Pidana denda hampir ada pada semua tindak pelanggaran yang tercantum dalam buku III KUHP sebagai pidana kurungan. Terhadap kejahatan-kejahatan ringan dan kejahatan cukupan. pidana denda ini diancam sebagai alternative pidana kurungan. Sedangkan bagi kejahatan-kejahatan berat jarang sekali diancam dengan pidana denda.

2. Pidana Tambahan

1) Pidana Pencabuh Hak-Hak Tertentu

(9)

Hak-hak yang dapat dicabut telah dapat ditentukan dalam pasal 35 KUHP a. Hak memegang ( memangku ) atas pada umumnya atau jabatan

tertentu

b. Hak masuk angkatan bersenjata

c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum

d. Hak menjadi penasehat (Readman) atau pengurus menurut hukum

(Gerechtelijke Bewindroerder) Hak menjadi wali, wali pengawas,

pangampu anak sendiri.

e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampu atas anak sendiri

f. Hak menjalankan pencaharian (Beroep) yang tertentu. 2) Perampasan Barang-barang tertentu

Perampasan barang-barang suatu pidana hanya diperkenankan terhadap barang-barang tertentu. Undang-undang pidana tidak mengenal perampasan seluruh kekayaan.

Pasal 39 KUHP menentukan :

(10)

3) Pengumuman Putusan Hakim

Sebenearnya tiap-tiap putusan dengan pintu terbukan dan secara umum. Tetapi kadang-kadang pembentuk undang-undang merasa perlu supaya sampai luas diketahui umum. Ini melihat kepada sifat dari pada perbuatan pidananya. Inilah kegunaan pidana tambahan yang disebut di atas.

Undang-undang menentukan pada perbuatan-perbuatan pidana manakah dapat dijatuhkan pidan tambahan ini. Biasanya ini dilakukan dengan melakukan Ikhtisar dari pada putusan itu dalam Surat kabar. Biaya untuk palaksanaan pengumuman ini ditanggung oleh si terhukum.24

B. Teori Pemidanaan

(11)

dalam pelaksanaan hukum pidana subjektif itu berakibat diserangnya hak dan kepentingan hukum pribadi manusia tadi, yang justru dilindungi oleh hukum pidana itu sendiri. Misalanya pejabat yang dijatuhi pidana penjara atau kurungan dan dijalankan, artinya hak atau kemerdekaan bergeraknya dirampas, atau dijatuhi pidana mati dan kemudian dijalankan, artinya denga engaja membunuhnya. oleh karena itulah, hukum pidana objektif dapat disebut sebagai hukum sanksi istimewa.

Jelas kiranya pidana yang diancam dalam pasal 10 KUHP itu apabila telah diterapkan, justru menerang kepentingan hukum dan hak pribadi manusia yang sebenarnya dilindungi oleh hukum. Tentulah hak menjalankan hukum pidana subjektif ini sangat besar sehingga hanya boleh dimiliki oleh Negara saja. Mengenai Negara yang seharusnya memiliki hak ini tidak ada perbedaan pendapat. Negara merupakan organisasi social tertinggi, yang bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan dan mempertahankan tata tertib/ketertiban masyarakat. Dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tugas itu, maka wajar jika Negara melalui alat-alatnya deberi hak dan kewenangan untuk menjatuhkan dan menjalanakan pidana.

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun yang banyak itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan besar, yaitu :

1. teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien); 2. teori relative atau teori tujuan (doel theorien);

(12)

Dasar pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan pinderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan penkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau Negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memerhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai suatu yang praktis, tetapi bermasud satu-satunya penderitaan bagi penjahat.25

Teori pembalasan ini bisa terbagi atas dua macam, yaitu :26

1) Teori pembalasan yang objektif, yang berorientasi pada pemenuhan kepuasan dari perasaan dendam di kalangan masyarakat. Dalam hal ini tindakan si pembuat kejahatan harus dibalas dengan pidana yang merupakan suatu bencana atau kerugian yang seimbang dengan kesengsaraan yang diakibatkan oleh si pembuat kejahatan.

2) Teori pembalasan yang subjektif, yang berorientasi pada penjahat. Menurut teori ini kesalahan si pembuat kejahatanlah yang harus mendapat balasan. Apabila kerugian atau kesengsaraan yang besar

25

(13)

disebabkan oleh keslahan yang ringan, maka si pembuat kejahatan sudah seharusnya dijatuhi pidana yang ringan.

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorien)

Oleh karena teori pembalasan kurang memuaskan, maka timbul teori relatif ini. Teori ini bertitik tolak pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib dalam masyarakat. Yang menjadi tujuan adalah tata tertib masyarakat dan unutk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana. Menurut sifat tujuannya teori ini dapat dibagi tiga macam, yaitu :

1) Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)

2) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering) 3) Bersifat membinasakan.

Adapun menurut sifat pencegahannya ada dua macam yaitu : a. Pencegahan umum (generale preventie)

b. Pencegahan khusus (special prevetie)

Teori relative atau teori tujuan yang tertua adalah teori pencegahan umum. Diantara teori pencegahan umum ini yang tertua adalah teori yang bersifat menakut-nakuti. Menurut teori ini, bahwa untuk melindungi ketertiban umum (masyarakat) terhadap suatu tindak pidana maka pelaku yang tertangkap harus dijadikan contoh dengan pidana yang sedemikian rupa sehingga semua orang menjadi taubat karenanya.

(14)

untuk mencegah niat jahat dari si pelaku tindak pidana yang telah dijatuhi pidana agar tidak melakukan tindak pidana lagi.

3. Teori Gabungan atau Teori Campuran

Apabila ada dua pendapat yang saling berhadapan biasanya ada suatu pendapat yang berada di tengah. Demikian juga dalam teori hukum pidana ini, disamping adanya teori pembalasan dan teori tujuan ada pula teori ketiga yang disampingnya usur pembalasan (vergelding) juga mengakui unsure memperbaiki pelaku. Teori ini dikenal dengan teori gabungan atau teori campuran atau

vergeldings theorien.

4. Teori Pembinaan

Teori pembinaan lebih mengutamakan perhatiannya pada si pelaku tindak pidana, bukan pada tindak pidana yang telah dilakukan. pidana tidak didasarkan pada berat ringannya tindak pidana yang dilakukan, melainkan harus didasarkan pada keperluan yang dibutuhkan untuk dapat memperbaiki si pelaku tindak pidana.

Menurut teori ini tujuan pidana untuk merubah tingkah laku dan kepribadian sipelaku tindak pidana agar ia meninggalkan kebiasaan jelek yang bertentangan dengan norma hukum serta norma lainnya agar supaya ia lebih cenderung untuk mengetahui norma yang berlaku. Dengan kata lain tujuan pidana adalah untuk memperbaiki pelaku tindak pidana.

(15)

perundang-undangan sendiri dalam KUHP tidak memberikan suatu teori hukum pidana sebagai dasar pemidanaan, sehingga dapat dikatakan bahwa ia memberikan kebebasan pada hakim teori manakah yang hendak digunakan dalam penetapan pidana. Ilmu hukum pun tidak memberikan peganang yang tetap, bahkan tidak terdapat persesuaian padangan, teori manakah yang harus dijadikan landasan untuk menjatuhkan pidana untuk menetapkan straftoemetingnya, apakah

vergeldings, prevensi umum ataupun pengamanan dari masyarakat dapat dijadikan

landasan bagi penjatuhan pidana. 5. Teori Restorative Justice

Saati ini ada Teori baru mengenai Pemidanaan anak dikenal dengan Teori

Restorative Jastice. Teori ini memandang bahwa perlunya usaha yang tepat bagi

semua pihak yang terkait dan bersentuhan dengan tindak pidana yang terjadi untuk menanggulanginya. Proses penanggulangan anak pelaku tindak pidana dilakukan secara penal dan non penal. Secara penal yaitu dengan penerapan sanksi pidana dan secara non penal dengan tindak diversi oleh aparat penegak hukum dan peyelesaian di luar peradilan formal dengan Restorative Justice.27

Konsep Restorative Jastice merupakan teori keadilan yang tumbuh dan berkembang dari pengalaman pelaksanaan pemidanaan di berbagai Negara dan akar budaya masyarakat yang ada sebelumnya dalam menangani permasalahan criminal jauh lebih sebelum dilaksanakannya sistem peradilan pidana tradisional. Konsep tersebut berkembang bersamaan dengan perkembangan zaman dari waktu ke waktu. Hal ini telah dikemukakan oleh orang-orang yang banyak membahas

27

(16)

permasalahan yang berhubungan dengan sistem peradilan pidana secara umum dan khusus meneliti masalah Restorative Jastice seperti Braithwaite (Australia), Elmar G.M. Weitekamp (Belgia), Howard Zehr (USA), Kathleen Daly (Australia), Mark S. Umbreit (USA), dan Robert Coates (USA).28

Praktek pelaksanaan victim offender mediation didapatkan perlakuan dan peran serta yang berbeda dengan peradilan tradisional. Perlakuan tersebut adalah peran serta korban yang terlibat langsung dalam pembuatan kesepakatan hukuman, sehingga dapat menentukan hasil keputusan yang terjadi. Dalam proses

victim offender mediation bukan hanya korban yang terjadi focus peran, tapi

pelaku juga dilibatkan secara langsung dan dapat berperan dalam perumusan keputusan, sehingga terapresiasi secara nyata dan langsung.

Para pengamat dan praktisi yang membahas tentang Restorative Jastice menyimpulkan selama ini korban secara esensial tidak diikut setakan dalam proses peradilan pidana tradisional. Para korban hanya membutuhkan sebagai saksi jika diperlukan, tapi dalam kebijakan pengambilan keputusan hanya dilakukan oleh hakim berdasarkan pemeriksaan selama proses pengadilan. Bagi pelaku ketertiban meraka dalam persidangan selama proses pengadilan. Bagi pelaku ketertiban mereka dalam pengadilan hanya bersifat pasif saja, kebanyakan peran dan pertisipasi mereka diwakili dan disuarakan oleh pihak pengacaranya.

29

28

(17)

Berikut beberapa prinsip yang terkait dalam konsep Restorative Jastice yang timbul dalam draft Declaration of Basic Principle on The of Restorative

Jastice Programmer in Criminal Matters.30

1) Program Restorative Jastice berarti beberapa program yang menggunakan proses Restorative Jastice atau mempunyai maksud mencapai hasil

Restorative (Restorative outcome).

2) Restorative outcome adalah sebuah kesepakatan yang dicapai sebagai hasil

dari proses Restorative Jastice. Contoh : restitution, community sevice dan program yang bermaksud memperbaiki korban dan masyarakat dan mengembalikan korban dan/atau pelaku.

3) Restorative process dalam hal ini adalah suatu proses dimana korban,

pelaku dan masyarakat yang diakibatkan oleh kejahatan berpartisipasi aktif bersama-sama dalam membuat penyelesaian masalah kejahatan dan di campuri oleh pihak ketiga. Contoh proses restorative mediation,

conferencing dan circles.

4) Parties dalam hal ini adalah korban, pelaku individu lain atau anggota

masyarakat yang merasa dirugikan oleh kejahatan yang dilibatkan dalam program Restorative Jastice.

5) Facilitator dalam hal ini adalah pihak ketiga yang menjalankan fungsi

memfasilitasi partisipasi keikut sertaan korban, pelaku dalam pertemuan. Menurut pandangan konsep Restorative Jastice penanganan kejahatan yang terjadi bukan hanya menjadi tanggung jawab Negara akan tetapi juga

30

(18)

merupakan tanggung jawab masyarakata. Oleh karena itu konsep Restorative

Jastice dibangaun berdasarkan pengertian bahwa kejahatan yang telah

menimbulkan kerugian harus dipulihkan kembali baik kerugian yang diderita oleh korban maupun kerugian yang ditanggung oleh masyarakat.

Terhadap pandangan konsep Restorative Jastice banyak para ahli menyebutkan sebagai paradigm baru dalam pola berfikir menanggapi tindak pidana yang terjadi. Dalam pelaksanaannya konsep Restorative Jastice member banyak kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelesaian masalah kriminal. Konsep Restorative Jastice menjadi suatu kerangka berfikir dalam upaya penyelesaian terhadap kasus tindak pidana yang terjadi. Alternatif penyelesaian yang dilakukan sebagai sebuah upaya peyelesaian yang menciptakan keadilan yang berperikemanusiaan.31

C. Sanksi Pidana Terhadap Anak Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

(19)

kepada anak agar setelah menlalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya menjadi orang yang lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.

Undang-undang nomor 3 tahun 1997 juga diatur mengenai batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti tercantum dalam pasal 4 ayat (1), yaitu sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka menurut pasal 4 ayat (2) Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tetap diajukan ke sidang anak.

Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 sampai 12 tahun hanya dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan social anak.

Undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 24 ditetukan bahwa :

1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah : a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

(20)

c. Menyerahkan kepada Departemen social, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan pembinaan latihan kerja.

2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim.

Pidana yang dijatuhkan terhadap anak nakal, menurut Pasal 23 Undang-undang nomor 3 tahun 1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pdana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang-baragn tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

Penjelasan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengdilan Anak ditegaskan bahwa :

“Dalam menentukan pidana atau pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak, hakim menperhatikan berat ringannya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anak yang besangkutan. Disamping itu, hakim juga harus menperhatikan keadaan si anak, keadaan rumah tangga orang tua, wali atau orang tua asuh, hubungan anggota keluarga dan keadaan lingkuangannya. Demikian pula hakim wajib memperhatikan laporan pembimbing kemasyarakatan.”

Berikut ini beberapa pasal dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anakn yang berkaitan dengan ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal.

1. Pasal 26

(21)

2) Apabila anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 tahun.

3) Apabila anak nakal sebagaiman dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) huruf b.

4) Apabila anak nakal sebagaimana dimasud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24.

2. Pasal 27

Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa.

3. Pasal 28

1) Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling besar ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa.

(22)

4. Pasal 30

1) Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun.

2) Apabila terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 huruf a, dijatuhkan pidana pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1), maka anak tersebut ditempatkan di bawah pengawasan jaksa dan bimbingan pembimbing kemasyarakatan.

Pasal 26,27 dan pasal 28 teresebut di atas terdapat istilah ancaman pidana maksimum. Dalam konteks Hukum pidana ada 2 (dua) manaca ancaman pidana maksimum, yakni ancaman pidana maksumum umum dan ancaman maksimum khusus. Maksumum umum disebut dalam pasal 12 ayat (2) KUHP, yakni pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek 1 (satu) hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut. Jadi pidana maksimum umum adalah maksumum lamanya pidana bagi semua perbuatan pidana. Adapun maksimum lamanya pidana bagi tiap-tiap perbuatan pidana adalah maksimum Khusus. Misalanya Pasal 362 KUHP tentang pencurian diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

(23)

pidana yang tidak dapat dijatuhkan kepada anak-anak yang belum dewasa, yaitu :32

a. Pidana Mati;

b. Pidana tambahan barupa pencabutan hak-hak tertentu, dan c. Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim.

32

(24)

BAB IV

PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PENELITIAN

KEMASYARAKATAN DALAM PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK DALAM KASUS PERKARA NOMOR 826/Pid B/2007/PN/Mdn A. Kasus Posisi

1. Kronologis

(25)

berpakaian preman. Tersangka langsung dibawa dan ditahan untuk diproses sisuai hukum yang berlaku karena tersangka disangka melakukan penganiayaan terhadap pealaku tabrakan tersebut.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada pokok perkara adalah sebagai berikut :

Pertama :

Bahwa ia terdakwa Jekson Aritonang baik bertindak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hatopan Situmeang (berkas terpisan) pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain masih dalam bulan Januari 2007 bertempat di lantai Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan. Dimuka umum secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut.

(26)

Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkan saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bahagian kepala sebanyak tiga kali juga bahagian rusuk sebanyak dua kali. Kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditunjang oleh terdakwa.

1. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh : dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho, jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

Tangan : Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm.

Kesimpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

2. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pad Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung, Jalan HM. Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G. No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam.

(27)

Dada : luka memar pada bagian kanan ukurang 8x3 cm.

Kesumpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 170 ayat (1) KUHPidana atau

Kedua :

Bahwa ia terdakwa Jekson Aritonang baik bertindak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama denga Hatopan Situmeang (berkas terpisah) pada hari Selasa tanggal 30 Januari 2007 sekira pukul 20.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain masih dalam bulan Januari 2007 bertempat di lantai Jalan Menteng Raya / Panglima Denai Kec. Medan Amplas atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Medan. Orang yang melakukan, menyuruh atau turut serta melakukan, malakukan penganiayaan terhadap orang atau barang, yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(28)

Ricky Naibaho terjatuh dan saksi Ricky Naibaho tertimpa sepeda motor sedangkang saksi Richardo Parluhutan Hutagalung berdiri dan mencari sandal, kemudian datang terdakwa dan langsung memukul saksi Richardo Parluhutan Hutagalung pada bagian kepala sebanyak tiga kali dan juga bahagian rusuk sebanyak dua kali kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditendang oleh terdakwa.

1. Sesuai deng Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho Jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar / dalam

Tangan: Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm

Kesumpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

2. Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani olah dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung. Jalan HM Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

(29)

Dada : luka memar pada dada bagian kanan ukuran 8x3 cm

Kesimpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam pasal 351 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.

B. Pembuktian Dalam Persidangan

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan maka pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka jaksa penuntut umum membuktikan dakwaan sebagaimana pasal 170 ayat (1) KUH Pidana, dengan unsur-unsur sebagai berikut :

Barang siapa Dumuka umum

Bersama-sama melakukan kekerasan terhadap Richardo Hutagalaung Berdasarkan uraian-uraian seperti tersebut maka jaksa penuntut umum bekeyakinan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Bersama-sama melakukan kekerasan dimuka umum yang mengakibatkan luka” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 170 ayat (1) KUH Pidana.

C. Pembuktian Kasus Putusan Nomor 826/Pid B/2007/PN/Mdn

(30)

Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan dalam persidangan secara berturut-turut dikemukakan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, dan dikuatkan dengan barang bukti :

Keterangan saksi-saksi : 1. Rizky Naibaho

Menerangkan :

a. Sehat jasmani dan rohani dan bersedia diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya

b. Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa di kantor polisi sehubungan dengan terjadinya peristiwa pemukulan terhadap diri korban c. Kejadian tersebut terjadi pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 pukul

20.30 Wib di Jln Menteng Raya / Panglima Denai tepatnya di depan Terminal Amplas medan yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) orang laki-laki namun 4 (empat) orang diantaranya pelaku yang dapat dikenali saksi d. Adapun yang menjadi korban selain saksi adalah teman dari saksi yang

bernama Rizky Naibaho yang waktu kejadian bahwa saksi bersama Rizky Naibaho mengendarai sepeda motor dan melintas di depan Terminal Amplas Medan tersebut hingga terjadi pelanggaran antara saksi dengan seorang perempuan yang melintas berjalan kaki di jalan tersebut

(31)

f. Tersangka Haposan Situmeang memukul rusuk sebelah kanan saksi korban sebanyak 2 (dua) kali dan tersangka Jekson Aritonang memukul kepala saksi korban sebanyak 2 (dua) kali

g. Adapun sebabnya korban dan saksi Rizky Naibaho dipukuli oleh tersangka tersebut adalah karena saksi korban dan saksi menabrak kaki seorang perempuan yang berjalan kaki ditempat tersebut hingga saksi korban dan saksi jatuh dari atas sepeda motor yang dikendarainya

h. Akbat pukulan yang dilakukan oleh tersangka tersebut, saksi korban mengalami bengkak pada kepala dan luka gores pada rusuk sebelah kanan i. Saksi membenarkan bahwa 2 (dua) orang tersangka masing-masing yang

bernama Haposan Situmeang dan Jekson Aritonang yang dikemukakan kepada saksi oleh saksi membenarkan bahwa kedua tersangka tersebut adalah yang melakukan penganiayaan terhadap saksi korban dan saksi Rizky Naibaho

j. Atas perbuatan tersangka tersebut, saksi korban merasa keberatan dan menuntut agar terhadap ke 2 (dua) tersangka dapat dihukum sesuai dengan hokum yang berlaku

k. Seluruh keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

2. Rizky Naibaho Menerangkan :

(32)

b. Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa dikantor polisi sehubungan dengan terjadinya peristiwa pemukulan terhadap diri saksi dan juga terhadap korban Richardo Parluhutan Hutagalung

c. Kejadian tersebut terjadi pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 pukul 20.30 Wib di Jln Menteng Raya / Panglima Denai tepatnya didepan Terminal Amplas Medan yang dilakukan oleh 10 (sepuluh) orang laki-laki namun 4 (empat) orang diantaranya pelaku yang dapat dikenali saksi d. Adapun yang menjadi korban adalah saksi bersama terman dari saksi yang

bernama Richardo Parluhutan Hutagalung yang mana waktu kejadian bahwa saksi membonceng saksi Richardo Parluhutan Hutagalung dengan naik sepeda motor dan melintas di depan Terminal Amplas Medan tersebut hingga terjadi pelanggaran antara saksi dengan seorang perempuan yang melintas berjalan kaki di jalan tersebut

e. Saat terjadinya pelanggaran tersebut lalu saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung terus berdiri dan ramai datang sebanyak 10 (sepuluh) orang dan terus memukuli saksi korban dan juga saksi tidak luput dari pukulan dan kaki sebelah kanan saksi disepak / ditunjang oleh para pelaku secara beramai-ramai dan Haposan Situmeang dan tersangka Jekson Aritonang f. Tersangka Haposan Situmeang memukul rusuk sebelah kanan saksi korban

sebanyak 2 (dua) kali dan tersangka Jekson Aritonang memukul kepala saksi korban sebanyak 2 (dua) kali

(33)

h. Setelah saksi korban dipukuli oleh pelaku tersebut lalu seorang diantara pelaku Jekson Aritonang turut bersama saksi untuk membawa perempuan yang ditabrak korban tersebut untuk berobat sedangkan tersangka Haposan Situmeang membawa saksi korban dabn sepeda motor yang dipakai saksi ke pos Polisi paterumbak di Simpang Jln. Sisinganmangaraja Medan i. Adapun sebenarnya terjadinya pemukulan secara bersama-sama terhadap

saksi dan korban tersebut adalah karena saksi korban dan saksi menabrak kaki seorang perempuan yang berjalan kaki ditempat tersebut hingga saksi korban dan saksi jatuh dari atas sepeda motor yang dikendarai saksi dan saksi korban

j. Saksi membenarkan bahwa 2 (dua) orang tersangka masing-masing bernama Haposan Situmeang dan Jekson Aritonang yang dikemukakan kepada saksi oleh saksi membenarkan bahwa kedua tersangka tersebut adalah yang melakukan penganiayaan terhadap saksi korban dan saksi Rizky Naibaho

k. Akibat pukulah yang dilakukan oleh tersangka tersebut, saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung mengalami bengkak pada kepala dan luka gores pada rusuk sebelah kanan serta kaki sebelah kanan saksi bengkak akibat disepak oleh masing-masing tersangka

l. Seluruhnya keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

(34)

a. Sehat jasmani dan rokhani dan bersedia untuk diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya

b. Mengetahui sebabnya dipanggil hingga diperiksa dikantor polisi sehubungan dengan terjadinya penganiayaan terhadap saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Rizky Naibaho yang terjadi di Jln Panglima Denai tepatnya didepan Terminal Amplas Medan pada hari selasa 30 Januari 2007 pukul 20.30 Wib

c. Kajadian tersebut diketahui oleh saksi tidak tahu karena saat kejadian tersebut dimana saksi yang ditabrak kedua orang saksi korban Richardo Parluhutan Hutagalung tersebut, saksi terjatuh dan terus pingsan

d. Setelah saksi di Rumah Sakit Estomihi Jln Sisingamangaraja Medan barulah saksi sadar dan mengetahui bahwa laki-laki yang menabrak saksi korban yaitu Rizky Naibaho telah mengantarkan saksi korban untuk berobat bersama salah seorang laki-laki nama Jekson Aritonang dan kemudian Jekson Aritonang ditangkap polisi sewaktu di Jln Sisingamangaraja depan pajak simpang Limun Medan karena diduga turut melakukan pengniayaan terhadap kedua orang saksi yang menabrak saksi tersebut.

e. Seluruhnya keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh

(35)

a. Sehat jasmani dan rohani dan bersedia untuk diperiksa dan akan memberikan keterangan yang sebenarnya

b. Saksi menerangkan pada hari selasa 30 Januari 2007 pukul 21.50 Wib didalam kedai tuak yang ada dipinggir jalan yaitu Jln Panglima Denai medan (depan Termninal Amplas Medan) dan adapun sebabnya adalah karena tersangka dituduh turut melakukan penganiayaan terhadap kedua saksi korban masing-masing Richardo Parluhutan Hutagalung dan saksi Ricky Naibaho yang melakukan pelanggaran terhadap seorang perempuan yang berjalan kaki di Jln Panglima DenaiMedan Tersebut pada hari selasa tanggal 30 Januari 2007 Pukul 20.30 Wib

c. Saat terjadinya pelanggaran yang dilakukan kedua orang tersebut terhadap seorang perempuan yang berjalan kaki tersebut, saksi berada di dalam kedai tuak yang berada di pinggir jalan tersebut yang berjarak kurang lebih 10 Meter (sepuluh) meter dariu tempat kejadian

d. Saksi tidak mengakui dan mungkir dan tidak ada melakukan pemukulan terhadap kedua orang saksi korban tersebut dan tidak ada melihat / mengetahui siapa yang melakukan pemukulan terhadap kedua korbanb tersebut

(36)

dimana tersangka membawa sepeda motor tersebut dengan membonceng korban tersebut

f. Saksi tidak mengakui bahwa saat terjadinya pemukulan yang dilakukan terhadap korban, saksi tidak mengakui bahwa tidak ada mengatakan : Borukunya itu, borukunya itu, adikku nya itu, adikkunya itu

g. Keseluruhan keterangan dibenarkan oleh saksi dan diterangkan dengan tidak ada paksaan baik bujukan atau pengaruh.

Keterangan terdakwa :

Terdakwa Jekseo Aritonang, pada pokoknya di depan persidangan menerangkan sebagai berikut :

(37)

sebanyak dua kali kemudian saksi Ricky Naibaho berdiri dan juga dipukul dan ditendang oleh terdakwa.

Surat

Sesuai deng Visum et Refertum No. 22/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani oleh dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Ricky Naibaho Jalan Sriti No. 89 P. Mandala Medan dengan hasil pemeriksaan luar / dalam

Tangan: Luka memar pada bagian siku ukuran 4x3 cm

Kesimpulan :

Luka-luka memar akibat trauma benda tumpul.

Sesuai dengan Visum et Refertum No. 23/VER/P/PRM-03/2007 tanggal 31 Januari 2007 yang dibuat dan ditandatangani olah dr. Suhelmi, SpB selaku dokter pada Rumah Sakit PIRNGADI Medan telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang laki-laki bernama Richardo Parluhutan Hutagalung. Jalan HM Jhoni Aspol Pasar Merah Blok G No. 13 Medan dengan hasil pemeriksaan luar/dalam :

Kepala : benjol pada bagian belakang kepala sebelah kanan ukuran 1x1 cm

Dada : luka memar pada dada bagian kanan ukuran 8x3 cm

Kesimpulan :

(38)

2. Pembuktian Hakim Atas Fakta

Menimbang, bahwa terdakwa didakwa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tanggal Februari 2007 No Reg Perk PDM yang berbunyi sebagai berikut :

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dakwaan terhadap terdakwa tersebut Penuntut Umum telah mengjukan saksi-saksi yaitu

1. Richardo Parluhutan Hutagalung

2. Ricky Naibaho

Saksi-saksi tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam berita acara yang dibuat oleh penyidik

Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh penyidik

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti Visum et Refertum Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi samua unsure dari pasal 170 (1) KUHPidana

(39)

Menimbang, bahwa hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana.

D. Hasil Penelitian Kemasyarakatan

I. Identitas A. Klien

1. Nama : Jekson Aritonang 2. Tempat / tgl lahir : Muara 15 Pebruari 1989 3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Agama : Kristen

5. Bangsa/Suku bangsa : Indonesia / Batak Toba 6. Pendidikan : SMP Kls 1 ( D O ) 7. Pekerjaan : Kernet Angkutan 8. Status Perkawina : Belum Kawin

9. Alamat : Jl. Panglima Denai Gg. Rawa No. Medan Amplas

B. Orang Tua Wali

Ayah :

a. Nama : Patar Aritonang b. Tempat / tgl lahir : ± 53 tahun c. Agama : Kristen

(40)

e. Pendidikan : SD (tamat) f. Pekerjaan : Tani

g. Alamat : Jl. Tapanuli Utara h. Keterangan : Ayah Kandung

Ibu :

a. Nama : Surun Br. Siregar b. Tempat / tgl lahir : Toba, 53 tahun

c. Agama : Kristen

d. Bangsa/Suku bangsa : Indonesia / Batak Toba e. Pendidikan : SD (tamat)

f. Pekerjaan : Tani

g. Alamat : Simpang Padang Pasir Rantau Parapat h. Keterangan : Ibu kandung (Penjamin)

[image:40.595.120.514.555.755.2]

C. Susunan Keluarga Tabel 1 :

(41)

II. Masalah

Berdasarkan hasil intervieu pada hari kamis tanggal 8 pebruari 2007 dingan klien, keluarga dan pihak terkait dalam masalah ini kami susun dalam laporan Penelitian Kemasyarakatan sebagai berikut :

1. Penahanan Klien

Berdasarkan Surat Laporan Polisi Kota Beasar Medan Sekitarnya No. Pol. 352 / 2007/Tabes tanggal 30 januari 2007 Klien Jekson Aritonga ditahan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana Penganiayaan oleh

Poltabes MS. terhitung mulai tanggal 30 Januari 2007 sampai diadakannya Penelitian Kemasyarakatan dari BAPAS Klas I Medan

2. Kronologis Pelanggaran

a. Menurut keterangan klien saat Pembimbing Kemasyarakatan mengintervieu di Poltabes medan memberikan keterangan sebagai berikut :

(42)

menarik/memegang dan memukul sebanyak 1 kali kesalah satu pengendara sepeda motor agar jangan melarikan diri dan mengatakan bahwa mereka harus bertanggung jawab disaat seperti itu tiba-tiba massa sudah berdatangan dan memukuli pelaku tabrakan tersebut. akhirnya setelah diramai-ramaikan oleh massa pelaku tabrakan tersebut mau bertanggung jawab dengan membawa korban berobat karena anggota tubuh korban ada yang luka dan terkilir. Disaat kedua pelaku korban tabrakan dan klen sudah berada di jalan sisinga mangaraja dekat pajak simpang limun Medan untu mengantar korban berobat tanpa sepengetahuan klien salah satu dari pelaku ternaya pelaku tabrakan tersebut menelepon seseorang, tidak berapa lama datang seorang laki-laki dan klien langsung ditangkap ternyata pelaku tabrakan tersebut menelepon polisi yang langsung datang dengan berpakaian preman klien langsung dibawa dan ditahan untuk diproses sesuai hukum yang berlaku karena klien disangka melakukan penganiayaan terhadap pelaku tersebut.

3. Latar Belakang dan Faktor Penyebab Masalah

Adapun yang melatar belakangi dan factor penyebab masalah sebagai berikut :

(43)

b. Mulanya pertengkaran antara Klien dan korban secara spontanitas saja dimana klien merasa kasihan melihat ada korban kecelakaan di jalan raya yang sedang membutuhkan pertolongan sementara pelaku mau melarikan diri.

c. Klien bermaksud untuk menolong korban tersebut namun akhirnya klien jadi ikut terlibat langsung dalam peristiwa kecelakaan itu. d. Timbul rasa emosional seketika ( Arogansi Pemuda ) pada diri

Klien, mempertahankan harga dirinya untuk diakui keberadaannya di lingkungan tersebut.

e. Tingkat pendidikan yang masih minim serta pengetahuan yang terbatas dan usia Klien yang masih muda membuatnya tidak dapat memilah-milah perbuatan yang bertentangan dan melanggar hukum yang berakibat mendapat sanksi hukum atas dirinya.

f. Faktor lingkungan kurang baik karena di lingkungan tersebut anak-anak berteman bukan dengan seusianya.

4. Akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan Klien a. Pribadi Klien

Klien harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum, untuk sementara waktu aktifitasnya sehari-hari sedikit terhambat dikarenakan klien disibukkan dengan urusan masalahnya di kepolisian

(44)

Keluarga merasa sedih dan malu karena masalah ini merupakan aib bagi keluarganya

c. Korban

Pihak korban bernama Richardo Parluhutan Hutagalung warga jalan menteng kelurahan amplas merasa dirugikan secara materi mengalami luka dan sakit sehingga melapor ke pihak Berwajib untuk diproses secara hukum

d. Lingkungan Masyarakat

Akibatnya terhadap masyarakat merasa prihatin dan mengharapkan agar masalah ini dapat secepatnya diselesaikan dengan jalan damai karena klien dan korban sama-sama bermaksud untuk menolong korban kecelakaan tersebut.

III. Riwayat Hidup Klien

1. Riwayat hidup klien sejak dalam kandungan

Riwayat hidup klien sejak dalam kandungan adalah sehat dan normal, lahir dirumah dibantu bidan desa

2. Perkembangan kesehatan klien

a. Perkembangan kesehatan klien menurut pengamatan kami dan keterangan klien dapat dikatakan wajar-wajar saja sesuai dengan usianya.

(45)

3. Riwayat Pendidikan

Klien mulai masuk pendidikan formal di SD Negeri Muara (Tapanuli Utara) selama di SD klien tidak pernah tinggal kelas, setamat dari SD klien melanjutkan ke SMP negeri di muara dan hanya sampai kelas I (satu) lalu berhenti kemudian mengangur sampai sekarang.

4. Riwayat Pekerjaan

Klien saat ini tidak mempunyai pekerjaan menetap sebelum bermasalah klien sedang belajar mengemudi angkutan atau sopir

IV. Pandangan Masa Depan

Menurut pengakuan klien semasa kecil klien bercita-cita ingin menjadi TNI ataupun Polri, tetapi setelah putus sekolah harapan tersebut sirna dengan sendirinya. Klien berharap penegak hukum memberi keringanan pada dirinya karena akan meneruskan aktifitasnya meningkatkan kemahirannya sebagai sopir atau driver.

V. Tanggapan Klien Terhadap Masalahnya

Ketika ditanya tanggapan atas masalah yang dihadapinya klien merasa menyesal dan bersalah sehingga membuat seluruh keluarga susah. klien berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan merasa jera.

VI. Keadaan Keluarga

(46)

orang tua klien menikah pada tahun 1977 di Tapanuli Utara. Dikaruniai lima orang anak dan klien merupakan anak ke lima dari lima bersaudara atau bungsu.

2. Relasi social dalam keluarga

Menurut keterangan klien dan orang tua klien hubungan relasi social dalam keluarga berjalan baik. klien dan saudaranya saling menyayangi juga dengan ibunya, dan menurut pengakuan kelurganya termasuk taat beragama.

3. Relasi social keluarga dengan lingkungan masyarakat

Relasi social keluarga dengan lingkungan berjalan baik dan biasa-biasa saja selalu aktif dalam kegiatan social di lingkungannya.

4. Keadaan Sosial Ekonomi keluarga

Keadaan social ekonomi keluarga tergolong ekonomi lemah, ayah klien sudah menginggal dunia lima tahun yang lalu sementara ibu klien hanya petani dan seluruh biaya keluarga ditanggulangi dengan cara hidup pas-pasan di desa

5. Keadaan rumah

(47)

VII. Keadaan Lingkungan Masyarakat Tempat Tinggal Klien

Strata social masyarakat ekonomi menengah ke bawah mempunyai mata pencaharian beraneka macam terdiri dari suku jawa dan batak yang beragama islam dan Kristen yang berinteraksi social terlihat baik dan akur.

VIII. Tanggapan - Tanggapan 1. pihak keluarga

Pihak keluarga berharap agar anaknya atau klien diberi hukuman seringan-ringannya serta keluarga masih bersedia menerima klien dan masih sangat menyayangi klien.

2. Korban

Korban menyerahkan kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai hukum yang berlaku. namun demikian masih mau berdamai jika keluarga klien menganti kerugian korban, berupa materi untuk biaya pengobatan korban 3. Masyarakat dan pemerintah setempat

Masyarakat dan pemerintah setempat merasa prihatin dan menyerahkan kasus ini kepada pihak berwajib dan berharap diberi jalan damai antar korban dan klien.

IX. Kesimpulan Dan Saran

(48)

Berdasarkan Pengamatan dan informasi yang diperoleh dari klien, keluarga serta pihak terkait dengan ini pembimbing kemasyarakatan BAPAS Klas I medan menyimpulkan sebagai berikut :

1) Pada dasarnya klien bermaksud/meninggalkan korban tidak lari dari tanggung jawabnya sebagai pelaku tabrak lari di jalan raya.

2) Klien mengakui perbuatannya spontanitas tanpa direncanakan atau didorong pihak lain, hal ini dilakukan karena merasa kasihan atau emosi seketika karena Klien melihat orang membutuhkan pertolongan, Klien bermaksud untuk menolong tetapi akhirnya Klien terlibat dalam pertengkaran tersebut, dan Klien juga sempat memukul kepala korban sebanyak 1(satu) kali dengan tangannya tetapi tidak mengakibatkan luka korban.

3) Pendidikan rendah, pengetahuan terbatas membuat klien belum dapat memilah perbuatan yang benar dan yang salah

4) Klien mengakui perbuatannya dan menyesal serta berjanji tidak mengulangi lagi, dan beru pertaman ini berurusan dengan pihak berwajib

5) Keluraga Klien masih sanggup membimbing dan membina Klien.

b. Saran-saran

(49)

dipersidangan dengan memperhatikan UU. No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan UU. No. 23 Tahun 2002, maka kami dari BAPAS Medan memberikan saran sebagai berikut :

Agar Klien diberikan hukuman yang seringan-ringannya yang mana Pelanggaran Hukum yang dilakukan bukanlah unsure kesengajaan (balas dendan) melainkan tindakan tersebut ia lakukan agar korban tidak lari dari tanggung jawabnya sebagai pelaku dari peristiwa tabrakan tersebut. Klien baru pertama kali berurusan denga Hukum.

E. Putusan Hakim

Pengadilan Negeri Medan yang meemriksa dan mengadili perkara pidana dengan acara biasa telah menjatuhkan putusan dalam perkara terdakwa :

Nama Lengkap : Jekson Aritonang Tempat lahir : Muara

Umur/Tgl Lahir : 17 Tahun/ 15 Februari 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jl. Panglima Denai Gg. Rawa Medan Amplas Agama : Kristen

Pekerjaan : --

(50)

Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara sejak tanggal 31 Januari 2007 s.d sekarang

Pengadilan Negeri tersebut : Membaca dan sebagainya, Mengingat Pasal 170 (1) KUHP

PENGADILAN NEGERI TERSEBUT

Telah membaca Surat penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan tertanggal 6 Maret 2007 No. 826/pid.B/2007 PN.Mdn. tentang penunjukan Hakim yang memeriksa perkara ini

Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa

Menimbang, bahwa Penuntut Umum dalam tuntutan pidana terhadap terdakwa pada pokoknya sebagai berikut :

a. Menyatakan bahwa terdakwa Jekson Aritonang telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindaka pidana “Bersama-sama melakukan kekerasan dikuka umum yang mengakibatkan luka” sibagaimana dalam pasal 170 (1) KUHP

b. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa tersebut selama 1 tahun 3 bulan potong tahanan

c. Menyatakan barang bukti nihil

(51)

Menimbang, bahwa atas tuntutan pidana tersebut, terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.

Menimbang, bahwa atas terdakwa didakwa Penuntut Umum berdasarkan surat dakwaan tanggal Februari 2007. No. Reg.Perk.PDM, yang berbunyi sebagai berikut

Menimbang, bahwa untuk menguatkan dakwan terhadap terdakwa tersebut, Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yaitu :

1. Ricardo P. Hutagalung

2. Ricky Naibaho

Saksi-sakti tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh penyidik

Menimbang, bahwa terdakwa dipersidangan telah memberikan keterangan yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti (Visum Et Repertum). Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsure dari pasal 170 (1) KUHP

(52)

Menimbang, bahwa Hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya yang telah dilakukan karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana

Menimbang, bahwa mengenai barang bukti yang diajukan oleh Penuntut umum di persidangan akan ditetapkan dalam amar putusan dibawah ini

Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah, maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini

Menimbang, bahwa sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan

Yang memberatkan

a. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan merugikan saksi korban

Yang meringankan

b. Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi lagi

c. terdakwa belum pernah dihukum

Menimbang, bahwa dengan mempertimbangkan segala sesuati yang termuat dalam Berita Acara persidangan ini dianggap merupakan bagian yang tidak terlepas dari putusan ini

Mengingat pasal-pasal Undang-undang yang bersangkutan

1. Menyatakan terdakwa, Jekson Aritonang tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Dimuka umu secara

(53)

bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan luka”.

2. Menjatuhkan pidana atas diri terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 1 bulan

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa sebelum putusan ini berkekuatan hukum tetap, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan

4. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan

5. Memerintahkan agar barang bukti nihil

6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 1000,-

Demikianlah diputuskan oleh Hakim Tunggal Hakim Anak Pengadilan Negeri Medan pada hari Rabu tanggal 11 April 2007. oleh kami PINTA ULI TARIGAN, SH, putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Hakim tersebut dan dengan didampingi oleh ROSMERI SITINJAK, SH. Panitera Pengganti dan dihadiri oleh SEPTERBRINA, SH Jaksa Penuntut Umum dihadapan terdakwa.

F. Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan

(54)

yang diatur di dalam undang-undang.33

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 59 ayat (1) Tentang Pengadilan Anak disebutkan: Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orangtua, wali, atau orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagai anak. Ayat (2) : Putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarkatan. Hal tersebut jelas bahwa penelititan kemasyarakatan merupakan hal yang harus

Putusan hakim terhadap Perkara no. 826/Pid.B/2007/PN. Mdn tidak ada menyinggung masalah Penelitan kemasyarakatan, dalam putusan tersebut terdapat lamapiran Hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai pemasyarakatan namun pada bagian menimbang putusan tersebut sama sekali tidak ada menyinggung tentang litmas. Sebenarnya penelitian kemasyarakatan itu harus di muat secara jelas agar kita paham apa yang menjadi fungsi Penelitian kemasyaraktan tersebut dan harus disebutkan juga dalam putusan sehingga putusan tersebut ada kaitannya dengan Penelitian Kemasyarakatannya.

Sementara dalam putusan tersebut ada terlampir hasil penelitian kemasyarakatan yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dan hasil Penelitian Kemsyarakatan yang di buat Oleh Balai Pemasyarakatan tersebut sesuai dengan Buku petunjuk Bimbingan petugas kemasyarakatan Model BK 4, sebagai pedoman yang baku bagi Petugas Balai Pemasyarakatan dalam melakukan Penelitian Kemasyarakatan.

33

(55)

dipertimbangkan sebelum ada putusa hakim yang berkekuatan hukum tetap karena jelas ada diatur dalam undang-undang, namun pada kenyataanya Putusan nomor 826/Pid.B/2007/PN/Mdn. sama sekali tidak mempertimbangkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dalam amar putusannya, bahkan dalam amar putusan hakim tidak ada samasekali menyinggung tentang hasil penelitian kemasyarakatan yang telah dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan. Hal ini menyebabkan putusan hakim tersebut batal demi hukum sebagaimana di sebutkan pada penjelasan pasal 59 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak “ yang dimaksud dengan wajib dalam ayat ini adalah apabila ketentuan ini tidak dipenuhi, mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 28 ayat (1) menyebutkan : Berdasarkan pasal 28 Hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidud dalam masyarakat. Hakim tidak saja menuntut putusan Hakim sesuai dengan hukum dan atau memutuskan perkara mestinya tidak hanya membolak-balik fakta-fakta hukum dan berupaya menjustifikasi pandangannya berdasarkan bunyi kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan, tetapi dalam waktu bersamaan sisuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.34

Hasil penelitian kemasyarakatan memang sering tidak menjadi pertimbangan oleh hakim dalam memutus suatu perkara walaupun sebenarnya Penelitian kemasyarkatan terhadap klien telah dilakukan oleh Pembimbing kemasyarakatan. Hal ini terjadi karena aparat penegak hukum di Negara kita

34

(56)

khususnya di lingkungan Sumatera Utara belum terjalinnya koordinasi yang baik antar lembaga penegak hukum itu sendiri baik dari Penyidik, Kejaksaan, Pengadilan Dan Lembaga Balai Pemasyarakatan.35 Masing-masing lembaga merasa punya kewenangan sendiri-sendiri tetapi demi terjaganya penegakan hukum dan wibawa hukum di negeri ini sebaiknya harus ada koordinasi antar lembaga agar tercipta keadilan yang diharapkan sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia.

35

(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, Petimbangan Hakim Terhadap Penelitian Kemasyarakatan Dalam Penjatuhan Pidana Terhadap Anak dapat disimpulkan sebagai berikut :

(58)

masyarakat. Apabila ada upaya pemisahan, hendaklah dipertimbangkan bahwa pemisahan tersebut semata-mata demi pertumbuhan dan perkembangan anak secara sehat dan wajar serta harus merupakan kesempatan terahir/Ultimum

Remidium. (Pasal 14, pasal 16 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2002 tentang

perlindungan anak, pasal 59 ayat (1), pasal 66 ayat (4) UU HAM No. 39 Tahun 1999. Hakim Anak memberikan putusannya dan apabila dibandingkan dengan Rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan (PK) BAPAS yang tertuang di dalam hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS) dianggap tidak sesuai dengan Rekomendasi dalam Penelitian kemasyarakatan.

(59)

Pasal 24 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 ditetukan bahwa ada tiga Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal ialah :

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. Menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau

c. Menyerahkan kepada Departemen sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan pembinaan latihan kerja.

Pidana yang dijatuhkan terhadap anak nakal, menurut Pasal 23 Undang-undang nomor 3 tahun 1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pdana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi.

(60)

putusannya sama segala tidak ada menyinggung tentang hasil Penelitian Kemasyarakatan.

B. SARAN

1. Perlu Pemerintah dan DPR RI untuk mengamandemen Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dengan membuat Pasal khusus tentang kedudukan Penelitian Kemasyarakatan dan Pembimbing Kemasyarakatan agar memiliki kedudukan hukum yang sama dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menangani perkara anak yang berkonflik dengan hukum, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan putusan pengadilan.

2. Pemerintah perlu lebih memperhatikan dan mengontrol kenerja aparat penegak hukum agar dapat melaksanakan tugasnya secara professional khususnya dalam hal ini hakim, agar dalam menjatuhkan putusan terutama kepada anak dapat lebih bijaksana. Anak sebagai generasi penerus bangsa perlu kiranya diperhatikan bagaimana masa depannya, sehingga dalam menjatuhkan pidana terhadap anak diharapkan pidana tersebut dapat mendidik anak ke arah yang lebih baik dan tanpa mengurangi esensi dari penegakan hukum itusendiri. Masa depan bangsa kedepan berada di tangan Anak, sehingga perlu kiranya memperhatikan kehidupan dan masa depan anak.

(61)

BAB II

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENELITIAN KEMASYARAKATAN DALAM PROSES

PERADILAN PIDANA

A. Peranan Balai Pemasyarakatan

Pengadilan anak di Indonesia secara resmi dan diberlakukan sejak disahkannya Undang-undang RI. No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak. Timbul pertanyaan, benarkah pengadilan anak, disingkat sidang anak baru dilaksanakan tahun 1997. Jawabannya, tidak. Jauh sebelum itu sudah dimualai dicobakan sejak tahuh 1958 di semarang. Di Jakarta mulai tahun 1965 simua ini karena adanya pemikiran beberapa penegak hukum dan organisasi masyarakat yang merasa bertanggung jawab atas nasib anak-anak sebagai generasi muda harapan Bangsa, karena ketidak berdayaannya sehingga melakukan pelanggaran hukum.

Masalah anak nakal berkembang mengikuti perkembangan social yang makin maju, karena itu perlu segera ditangani. Pemikiran itu juga dengan berkembangnya Ilmu pengetahuan pekerjaan social criminal dan filsafah kemanusiaan, berkembang pula sistem perlakuan terhadap pelanggar hukum terutama sistem prelakuan terhadap anak berkembang dengan pesat, khususnya di Negara maju.11

Peranan Pembimbing kemasyarakatan sebagai anggota sidang perkara anak di Pengadialan Negeri.12

11

Marianti Soewandi, Buku Materi Kuliah Akademi Ilmu Pemasyarakatan Bimbingan

Dan Penyululuhan Klien. Jakarta 2003. hlm 87-88

12

(62)

1. Dasar Hukum Pembimbing Kemasyarakatan

Pembimbing kemasyarakatan telah disebut sejak sumula sebagai tenaga teknis Bapas. Juga sebagai tenaga fungsional dalam menegakkan hukum. Tugasnya tidak hanya membimbing klien dan menyajikan litmas untuk berbagai kepentingan, tetapi khususnya sebagai anggota sidang di pengadilan Negeri karena itulah perlu dijelaskan sejak kapan eksistensi pembimbing kemasyarakatan sebenarnya telah ada Undang-undang yang melandasinya. Dalam Wetboek van

strafrecht dengan perubahannya sejak 1917 KUHP baru itu diberlakukan mualai

1 Januari 1918, kronologisnya adalah sebagai berikut : 1) Dalam pasal 14. d. (2). KUHP

“Hakim boleh mewajibkan kepada seseorang Ambtenaar istimewa, supaya memberi pertolongan dan bantuan kepada siterhukum tentang perjanjian istimewa itu”

2) Ordonansi pidana bersyarat dan bebas bersyarat Stbl. Nomor 251. tanggal 4 mei 1926. Nomor 18 diberlakukan G.General 9 Juli 1926 Pada title 1 tentang pegawai istimewa

(63)

Pasal 12 (1) : “Pegawai Reklasering diwajibkan jaksa oleh Mentri Kehakiman untuk kepentingan pengawasannya”

Pasal 14 (1) : “Menteri Kehakiman dapat mencukupi, menunjuk Pegawai Istimewa yang sanggup menjalankan pekerjaan itu”

3) Surat Edarah Hakim Agung Sri widoyati, W.S, SH, tanggal 4 juli 1971 nomor M.A./PEM/040/1971. tentang “sidang perkara anak” menyebut : a) Harus hadir pekerja social

b) Harus ada laporan data sosial

4) Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor 06 – UM – 01 – 06 tahun 1983. tentang : “Tata tertib Persidangan dan tata raung sidang “, tanggal 16 Desember 1983

5) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 17 Februari 1982, Nomor : B/22/0/E/2/1982. tentang : “Pengiriman Putusan Pidana Bersyarat Pada balai Bispa (BAPAS).”

6) Surat Edaran Jaksa Agung RI tanggal 9 Januari 1986 Nomor : R-001/A-6/1/86. SIFAT “ RAHASIA” Hak Litmas untuk penuntutan, Tindak Pidana Narkotika, denga Pelaku Usia Muda.

(64)

8) DOR. Stbl nomor 741. Tahun 1917 tanggal 17 juli 1926. disyahkan oleh

SECRETARIAT GENERAL EROBRETE. Banyak memuat pasal tentang

pegawai reklasering dan litmas.

9) Juga banyak terdapat penyebutan : Probation officer dan social inquiry

Report. yang di bahas pada :

c) SMR. For Juvannile justice dan d) SMR For Non Constodial measure

10)Dalam Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pembimbing Kemasyarakatan dimuat dalam pasal 1 (2), pasal 29 (8), pasal 34 (1),(3), pasal 36, pasal 38, pasal 59 (2).

11)Dalam Undang-undang RI No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Tidak ada satu pasal pun yang menyebut. Pembimbing kemasyarakatan atau Litmas yang disebut sebagai berikut :… Klien “Dibimbing” oleh BAPAS

(65)

2. Tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam proses Pengadilan anak

Setelah Undang-undang Pengadilan Anak tahun 1997 disyahkan, dengan kata lain pembimbing kemasyarakatan telah mempunyai dasar hukum yang kuuat dalam tugasnya membuat litmas, hadir dalam sidang sebagai anggota sidang anak, danmembimbing klien. Untuk mudahnya uraian tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam proses peradilan anak dibagi dalam tiga tahap sebagai berikut :

1) Tugas Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebelum ada Putusan Hakim atau Pra Ajudication.

a) Tugas PK sebelum sidang anak berlangsung tiada lain membuat Litmas yang deserahkan kepada Hakim. Pihak Polisi segera member tahu Bapas untu membuat Litmas bagi tahanan aha yang baru dalam pemeriksaan Polisi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 34 (1) a bahwa :”Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam perkara Anak Nakal, baik di didalam maupun di luar sidang Anak denga membuat laporan hasil Penelitian kemasyarakatan”. Ini Bukti bahwa litmas penting bagi Hakim.

(66)

2) Tugas PK selama sidang dalam rangka memeriksa dan memutuskan perkara anak oleh Hakim atau Adjudication. Pada masa Adjudication ini PK atas pemberitahuan Jaksa hadir dalam sidang anak, tidak lupa membawa arsip litmasnya. Keharusan PK hadir dalam sidan anak dapat dilaihat dalam pasal 57 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 sebagai berikut :” setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup unguk umum, terdakwa dipanggil masuk serta orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat dan Pembimbing Kemasyarakatan: Pasal 57 (2) “ Selama persidangan, terdakwa didampingi orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan Pembimbing kemasyarakatan”. Dalam sidang PK mempertanggung jawabkan litmas yang dibuatnya sebagai bahan pertimbangan Hakim agar putusannya tepat dan adil, disamping adanya berita acara Polisi dan surat dakwaan dari jaksa dan wajib menjawab pertanyaan hakim tentang klien yang bersangkutan yang berkaitan dengan litmasnya. Untuk menunjukkan pentingnya litmas bagi Hakim sebagai bahan pertimbangan dapat dilihat dalam pasal 59 ayat (2) sebagai berikut :”Putusan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib mempertimbangkan Penelitian Kemasyarkatan dari pembimbing Kemasyarakatan, yang diwajibkan mempertimbangkan litmas dari PK adalah Hakim yang akan mengucapkan putusannya, Lihat pasal 58 ayat (1).

(67)

Sekarang akan dijelaskan tugas PK sesudah Hakim menjatuhkan putusan kepada anak pelanggar hukum berupa pidana atau tindakan, dengan demikian pantaslah PK disebut sebagai fungsionalis “penegak hukum” yang mempunyai tugas :

a) Sebelum sidang anak wajib membuat litmas untuk bahan yang harus dipertimbangkan Hakim ; sama dengan Polisi wajib membuat Berita Acara hasil penyidikan terhadap tahanan anak. Juga sema dengan Jaksa yagn harus membuat tuntutan.

b) Harus hadir dalam sidang anak sebagai anggota sidang untuk mempertanggung jawabkan litmasnya, memberikan sumbang dengan tidan bermaksud melampui kewenangan Hakim seperti tercantum dalam litmasnya dan menjawab pertanyaan Hakim atas masalah yang terkait denga kliennya. PK juga sebagai pendamping bagi klien terutama bagi klen yang tidak ada orang tua atau walinya.

c) Kini setelah Hakim memutuskan anak dengan kijatuhinya pidana ataupun tidakan yang dibina di liar Lembaga. maka PK wajib melakukan Bimbingan terhadap kliennya.

(68)

Pemasyarkatan. ini artinya tugas PK tidak hanya membimbinga klien berasal dari Lapas Dewasa maupun Anak.

B. Proses Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan

Bimbingan terhadap klien di luar Lapas maupun pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan tidak akan terlepas dari metode apa yang dipakai dalam melaksanakan tugas membimbing klien. Pembimbing Kemasyarakatan dalam membimbing klien maupun melakukan tugas lain yang beragam harus menguasai metode dari berbagai disiplin ilmu sesuai dengan kondisi dan situasi klien. Bagi seorang pekerja social (Social Worker) yang bekerja pada departemen kesehatan, seharusnya dilengkapi dengan pengetahuan beserta metodenya yang diperlukan guna menunjang tugasnya sebagai pekerja departemen kesehatan, demikian pula PK sebagai pekerja social bida

Gambar

Tabel 1 :

Referensi

Dokumen terkait

“ Dalam penyelesaian perkara anak, hakim wajib mempertimbangkan laporan hasil penelitian masyarakat yang dihimpun oleh pembimbing kemasyarakatan mengenai data

Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yang menggambarkan atau menguraikan suatu hal menurut apa adanya tanpa membuat perbandingan atau

Untuk mengetahui apakah hakim dalam memberikan putusan telah menjalankan tugas sesuai dengan kewenangan yang diberikan serta memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, korban,

C.S.T.Kansil, Christine.S.T.Kansil, Latihan Ujian Hukum Pidana , Jakarta, Sinar Dirdjosisworo, Soedjono, Hukum Narkotika Indonesia , Jakarta, Alumni, 1986 Dirdjosisworo, Soedjono,

Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan di luar Indonesia “Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank, ataupun mengenai

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara

Istilah jarimah ta’zīr menurut hukum pidana Islam adalah tindakan yang berupa edukatif (pengajaran) terhadap pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi had dan

Untuk menunjukkan pentingnya litmas bagi Hakim sebagai bahan pertimbangan dapat dilihat dalam pasal 59 ayat (2) sebagai berikut :”Putusan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib