• Tidak ada hasil yang ditemukan

Limfosit merupakan salah satu sel imun dari kelompok sel darah putih yang bertanggung jawab terhadap pertahanan tubuh manusia untuk melawan penyakit. Aktivitas sel imun secara umum dapat dilihat pada Lampiran 9. Sel limfosit memiliki peranan penting dalam proses respon imun spesifik karena

dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen intraseluler maupun ekstraseluler, seperti antigen di dalam darah atau di dalam cairan tubuh lainya. Fungsi utama limfosit adalah memberikan respon terhadap antigen (benda-benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas seluler (Paul, 2008).

Proliferasi merupakan salah satu bentuk aktivitas sel hidup. Pada sel limfosit, proliferasi merupakan fungsi dasar biologis limfosit dan respon proliferatif secara in vitro yang dapat menggambarkan fungsi limfosit serta status imun suatu individu. Kemampuan limfosit untuk berproliferasi atau membentuk klon menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan. Jika sel limfosit dikultur dengan penambahan mitogen, maka limfosit akan akan memberikan respon dengan cara berproliferasi (memperbanyak diri).

Pengukuran jumlah proliferasi sel limfosit manusia yang dilakukan di dalam penelitian ini untuk mengetahui kemungkinan radikal bebas yang terbentuk oleh oksigen dari air minum penambah oksigen dapat menghambat proses proliferasi sel limfosit B dan T manusia. Jika proliferasi limfosit terhambat maka jumlah sel limfosit di dalam tubuh akan menurun. Hal tersebut akan menyebabkan terganggunya respon imun spesifik, yang dilakukan oleh sel limfosit B dan T sehingga akan mempengaruhi keseimbangan fungsi kerja sistem imun secara keseluruhan. Gangguan sistem imun dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang di mana tubuh akan menjadi sangat rentan terhadap penyakit dan bahkan dapat menyebabkan kematian (Harris, 1991).

Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat kemungkinan dampak negatif yang timbul dari konsumsi air minum penambah oksigen secara teratur terhadap sel limfosit B dan T yang berperan dalam respon imun spesifik. Pengukuran proliferasi dilakukan dengan metode kolorometri MTT yang menggunakan indeks stimulasi sebagai indikator jumlah sel hidup. Metode ini sudah banyak digunakan untuk mengukur proliferasi sel, termasuk sel limfosit. Menurut Freimoser et al., (1999), metode ini cukup akurat dibandingkan metode konvensional yang menggunakan pewarna tryphan blue

untuk mengukur proliferasi sel limfosit. Prinsip metode ini adalah dengan mengukur produk akhir biru formazan akibat adanya aktivitas enzim suksinat dehidrogenase yang mereduksi MTT (garam tetrazolium) yang berwarna kuning.

a. Proliferasi Sel Limfosit B

Limfosit B yang berperan sebagai mediator imunitas humoral, mengalami transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi. Antibodi yang dihasilkan digunakan untuk melawan antigen (senyawa asing), berupa bakteri dan senyawa toksin yang masuk ke dalam tubuh. Sel limfosit B dapat berproliferasi secara in vitro dengan baik dengan adanya mitogen lipopolisakarida (LPS) bakteri Gram negatif atau mitogen pokeweed (PWM). Mitogen ini merupakan substansi kimia yang secara umum dapat berupa protein atau lektin yang dapat menstimulasi pembelahan sel secara mitosis. Menurut Harris (1991), LPS merupakan mitogen yang spesifik mampu menstimulasi sel B saja tetapi tidak bersifat mitogenik pada sel T, sedangkan PWM dapat digunakan untuk menstimulasi sel B maupun sel T. Di dalam penelitian ini digunakan mitogen LPS Salmonella Typhosa untuk menstimulasi aktivitas proliferasi sel limfosit B.

Pada umumnya beberapa jenis lipopolisakarida bakteri Gram negatif dapat digunakan untuk menstimulir proliferasi sel limfosit B, seperti LPS E. coli, LPS S. Typhi, dan LPS S. Typhosa. Mitogen LPS memiliki efek imunogenik yang mampu menstimulasi aktivitas proliferasi sel limfosit B meskipun dalam dosis yang kecil (Snow, 1991). LPS atau lipopolisakarida merupakan komponen penyusun dinding sel bakteri Gram negatif yang mampu menginduksi aktivitas proliferasi sel makrofag dan sel B. Prinsip kerja mitogen adalah menginduksi sintesis DNA sel limfosit B, merangsang aktivitas perbanyakan diri, serta menstimulir sintesis antibodi yang dihasilkan oleh sel B

Setelah sel B limfosit terpapar oleh mitogen LPS, maka terjadi perkembangan menjadi dua jalur. Jalur pertama, limfosit akan langsung

berdiferensiasi menjadi sel plasma dan membentuk antibodi (Ig) yang berfungsi sebagai respon imun, kemudian sel akan membelah lalu kembali dalam keadaan istirahat menjadi sel B memori. Jalur berikutnya, rangsangan mitogen akan membuat sel B memori yang sedang beristirahat menjadi aktif yang menandakan sel B melakukan respon proliferasi menjadi sel plasma dan mensekresikan Ig spesifik (Harris, 1991)

Pada penelitian konsentrasi mitogen LPS Salmonella Typhosa yang digunakan 25 μg/ml yang ditambahkan sebanyak 80 μl ke dalam kultur sel yang berarti setiap kultur sel mengandung 10 μg/ml. Hal tersebut berdasarkan yang dikatakan oleh Snow (1991) bahwa penggunaan mitogen

LPSSalmonella Typhosa sebanyak 10 μg/ml dapat menunjukkan aktivitas

proliferasi sel limfosit B enam kali lebih banyak daripada sel limfosit normal. Jadi konsentrasi tersebut cukup untuk melihat aktivitas proliferasi sel B. Penggunaan konsentrasi mitogen yang lebih tinggi akan semakin meningkatkan aktivitas proliferasi sel B. Oleh karena itu konsentrasi mitogen sebanyak 10 μg/ml kultur sel banyak digunakan dalam berbagai penelitian untuk menguji pengaruh suatu zat atau bahan (seperti zat yang bersifat antioksidan) terhadap aktivitas proliferasi sel limfosit B, baik pada hewan percobaan atau pada manusia.

Pengujian proliferasi sel limfosit B ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang dapat timbul dari konsumsi air minum penambah oksigen secara teratur terhadap sistem imun spesifik, terutama respon imun humoral yang dijalankan oleh sel B. Di samping itu untuk membuktikan kemungkinan radikal bebas yang dapat terbentuk karena konsumsi air minum penambah oksigen yang dapat merusak atau tidak sel-sel tubuh, termasuk di dalamnya sel limfosit yang berperan sebagai garda utama sistem imun manusia. Kemungkinan kerusakan sel limfosit akan mempengaruhi status imun seseorang sehingga tubuh menjadi sangat rentan terhadap penyakit.

b. Nilai Indeks Simulasi Proliferasi Sel Limfosit B

Analisis proliferasi limfosit sel B dilakukan dengan menggunakan metode pewarnaan MTT. Semua sel hidup termasuk sel limfosit memiliki enzim suksinat dehidrogenase yang dapat bereaksi dengan senyawa MTT untuk menghasilkan kristal formazan yang berwarna biru. Kristal formazan ini merupakan indikator jumlah sel hidup, dalam hal ini sel limfosit hidup. Pengukuran kristal formazan dilakukan menggunakan microplate reader dengan mengukur nilai absorbansinya. Semakin tinggi nilai absorbansi maka semakin tinggi pula nilai indeks stimulasinya yang menandakan jumlah sel hidup limfosit pun semakin banyak dan semakin tinggi aktivitasnya (Liu et al., 1997).

Indeks stimulasi dengan metode MTT merupakan rasio atau perbandingan antara banyaknya jumlah formazan yang diserap oleh sel yang dikultur dengan media pertumbuhan sel yang berisi mitogen atau antigen terhadap jumlah formazan yang diserap oleh sel yang dikultur dengan media pertumbuhan saja. Dari nilai IS proliferasi sel limfosit B sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen terlihat bahwa semua perlakuan, baik kelompok 1 (10 ppm), kelompok 2 (80 ppm), serta kelompok 3 (130 ppm) menunjukkan peningkatan nilai IS. Data lengkap nilai IS proliferasi sel B kelompok 1 dapat dilihat pada Lampiran 10, sedangkan nilai IS rata-ratanya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Nilai IS proliferasi sel B awal sebelum intervensi pada responden kelompok 1 (konsumsi air minum penambah oksigen 10 ppm) berkisar antara 0.834-1.145, sedangkan setelah intervensi nilai IS akhir proliferasi sel B berkisar antara 0.943-1.432. Hubungan nilai indeks stimulasi proliferasi sel B sebelum dan sesudah intervensi pada responden kelompok 1 dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur dengan LPS S. Typhosa sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 10 ppm kelompok 1

Berdasarkan uji statistik menggunakan Paired Samples T-Test dengan membandingkan nilai IS awal dan akhir responden kelompok 1 yang mengkonsumsi air minum penambah oksigen 10 ppm menunjukkan nilai IS awal rata-rata proliferasi sel B kelompok 1 sebesar 0.986 dan nilai IS akhir rata-rata setelah intervensi meningkat secara nyata (p<0.05) menjadi 1.179. Selisih nilai indeks rata-rata awal dan akhir intervensi sebesar 0.193. Hasil statistiknya disajikan lebih lengkap pada Lampiran 16.

Peningkatan jumlah proliferasi sel B responden kelompok 1 pada akhir intervensi memiliki arti bahwa konsumsi air minum penambah oksigen 10 ppm ini signifikan dalam meningkatkan jumlah proliferasi sel limfosit B. Aktivitas proliferasi sel limfosit B yang meningkat tersebut merupakan hal yang wajar di mana responden kelompok 1 mengkonsumsi air minum penambah oksigen 10 ppm yang tidak lain adalah air minum biasa. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya air minum biasa sama halnya seperti air minum dalam kemasan pada suhu ruang memiliki kandungan oksigen sekitar 7-12 mg/l. Peningkatan proliferasi yang terjadi lebih dipengaruhi oleh status kesehatan responden. Pada kondisi normal, di

mana asupan makanan dan minuman seimbang, baik dari segi kualitas dan kuantitas, serta kondisi tubuh yang fit dan sehat, proliferasi sel limfosit akan berjalan dengan baik dan normal. Responden yang menjalankan pola makan yang sehat, contohnya mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan yang mengandung antioksidan dalam jumlah yang cukup, dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit. Di samping itu, kegiatan dan kebiasaan responden sehari-hari pun akan berpengaruh terhadap proliferasi limfosit. Misalkan responden yang melakukan aktivitas fisik yang berat serta pola hidup yang tidak sehat cenderung akan menghasilkan radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh, termasuk sel limfosit.

Pada responden kelompok 2 (konsumsi air minum penambah oksigen 80 ppm), di dapatkan hasil bahwa nilai IS proliferasi sel B awal sebelum intervensi berkisar antara 0.712-1.155. Sedangkan nilai IS akhir proliferasi sel B setelah intervensi berkisar antara 0.936-1.147. Histogram nilai indeks stimulasi proliferasi sel B sebelum dan sesudah intervensi pada responden kelompok 2 dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur dengan LPS S. Typhosa sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 80 ppm kelompok 2

Nilai IS awal rata-rata proliferasi sel limfosit B pada responden kelompok 2 yang mengkonsumsi air minum penambah oksigen 80 ppm adalah 0.954 dan meningkat menjadi 1.038 setelah intervensi. Dari hasil tersebut didapatkan nilai IS akhir rata lebih tinggi dari nilai IS rata-rata awal dan terdapat selisih sebesar 0.084. Data lengkap nilai IS proliferasi sel B kelompok 2 sebelum dan setelah intervensi dapat dilihat pada Lampiran 12, sedangkan nilai IS rata-ratanya dapat dilihat pada Lampiran 13.

Uji sidik ragam menggunakan Paired Samples T-Test menunjukkan hasil bahwa nilai IS rata-rata pada responden kelompok 2 yang mengkonsumsi air minum penambah oksigen 80 ppm tidak signifikan (p>0.05) antara sebelum dan sesudah intervensi. Hal tersebut menandakan bahwa jumlah proliferasi sel limfosit B antara sebelum perlakuan dan sesudah mengalami perlakuan tidak berbeda nyata. Keadaan ini dapat diartikan bahwa mengkonsumsi air minum penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 80 ppm tidak menurunkan proliferasi sel limfosit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa air minum penambah oksigen 80 ppm aman untuk dikonsumsi secara teratur dan tidak terbukti menurukan jumlah sel limfosit B sebagai salah satu sel imun manusia. Untuk hasil uji sidik ragam lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17.

Hasil analisis ini melengkapi penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2005) yang menyatakan bahwa konsumsi air minum penambah oksigen tidak menyebabkan terjadinya kerusakan DNA pada sel limfosit manusia dan tikus. Begitu juga dengan hasil penelitian Speit et al. (2002) yang mengatakan bahwa oxygenated water tidak menyebabkan efek genotoksik pada sel V79 Chinese hamster yang diuji menggunakan metode alkaline comet assay (single cell gel electrophoresis).

Perlakuan pada kelompok 3 menggambarkan bahwa responden mengkonsumsi air minum penambah oksigen pada konsentrasi oksigen terlarut cukup tinggi, yaitu 130 ppm sebanyak dua kali sehari selama 12 hari. Hasil pengukuran menggunakan metode MTT didapatkan bahwa

terjadi peningkatan nilai IS sesudah intervensi dibandingkan dengan nilai IS sebelum intervensi. Nilai IS proliferasi sel B awal sebelum intervensi pada responden kelompok 3 (konsumsi air minum penambah oksigen 130 ppm) berkisar antara 0.899-1.240, sedangkan setelah intervensi nilai IS akhir proliferasi sel B berkisar antara 0.954-1.274. Data lengkap nilai IS serta nilai IS rata-rata proliferasi sel B responden kelompok 3 sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15. Sedangkan histogram hubungan nilai indeks stimulasi proliferasi sel B sebelum dan sesudah intervensi pada responden kelompok 3 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur dengan LPS S. Typhosa sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 130 ppm kelompok 3

Berdasarkan uji statistik menggunakan Paired Samples T-Test dengan membandingkan nilai IS awal dan akhir responden kelompok 3 yang mengkonsumsi air minum penambah oksigen 130 ppm menunjukkan nilai IS awal rata-rata proliferasi sel B kelompok 1 sebesar 1.030 dan nilai IS akhir rata-rata setelah intervensi meningkat secara tidak nyata (p>0.05) menjadi 1.094. Selisih nilai indeks rata-rata awal dan akhir intervensi kelompok 3 sebesar 0.064. Hasil statistiknya disajikan lebih lengkap pada

Lampiran 18. Hasil analisis ini membuktikan bahwa pada air minum penambah oksigen yang mengandung konsentrasi tinggi, yaitu 130 ppm yang dikonsumsi selama 12 hari kepada 10 orang responden tidak menghambat aktivitas proliferasi sel limfosit B manusia secara signifikan.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa konsumsi air minum penambah oksigen

(oxygenated water) terbukti secara nyata mampu meningkatkan

konsentrasi oksigen terlarut dalam darah. Forth dan Adam (2001) yang melakukan percobaan terhadap kelinci membuktikan bahwa terjadi peningkatan tekanan parsial oksigen sebesar 10 mmHg pada pembuluh vena porta hepatica setelah mengkonsumsi oxygenated water 80 ppm. Kesimpulan lain yang didapat yaitu konsumsi air beroksigen dapat meningkatkan saturasi oksigen oleh hemoglobin sebesar 3% pada pembuluh periferi manusia (Jenkins et al., 2001). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa oksigen dalam air minum yang masuk melalui saluran pencernaan mampu diserap oleh usus sehingga dapat menambah suplai oksigen bagi aktivitas sel (Nestle et al., 2004).

Berbagai penelitian tersebut semakin menguatkan fakta terhadap oxygenated water bahwa oksigen yang berasal dari air minum dan melalui saluran pencernaan dapat diserap oleh tubuh. Oksigen ini kemudian akan digunakan untuk proses metabolisme sel lebih lanjut dalam hal sintesis energi (ATP). Namun masih saja ada keraguan dari masyarakat umum mengenai keamanan konsumsi air minum penambah oksigen secara teratur. Kekhawatiran yang timbul di mana oksigen dengan kadar berlebih di dalam tubuh malah akan merusak sel dan membahayakan bagi kesehatan manusia.

Berdasarkan dari ketiga jenis perlakuan yang menggunakan sampel air minum penambah oksigen 10, 80, dan 130 ppm didapatkan hasil bahwa konsumsi air minum penambah oksigen ini tidak berpengaruh nyata menghambat atau menurunkan aktivitas proliferasi sel limfosit B manusia. Bahkan secara umum ketiga kelompok perlakuan tersebut menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah proliferasi sel limfosit B

manusia setelah intervensi yang ditandai dengan nilai IS rata-rata setelah konsumsi lebih tinggi dibandingkan nilai IS rata-rata sebelum konsumsi. Namun setelah diuji secara statistik kenaikan nilai IS tersebut ternyata tidak signifikan yang artinya konsumsi air minum penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 80 dan 130 ppm tidak berbeda dengan air minum biasa (konsentrasi oksigen terlarut 10 ppm) dalam hal menstimulasi proliferasi sel limfosit B.

Hasil ini semakin memperkuat jawaban atas semua keraguan dan ketakutan terhadap kemungkinan oksigen yang dikonsumsi akan merusak sel imun, terutama sel limfosit. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsumsi air minum penambah oksigen 80 dan 130 ppm secara teratur terbukti tidak mengganggu aktivitas proliferasi sel limfosit B dan sistem kekebalan humoral manusia di dalam tubuh, mengingat sel limfosit B berperan dalam memproduksi antibodi yang digunakan untuk untuk menjaga sistem imun humoral di dalam tubuh (Cambier, 1987).

c. Proliferasi Sel Limfosit T

Limfosit T mengambil peran dalam pengenalan antigen pada imunitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang berbeda sebagai subpopulasi. Respon imun seluler diperlukan untuk melawan mikroorganisme intraseluler maupun ekstraseluler yang tidak dapat dijangkau oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel B.

Pada prinsipnya sel limfosit T bertugas untuk membantu aktivitas sel B untuk menjaga sistem imun di dalam tubuh. Sel limfosit T tidak mampu berdiferensiasi menjadi sel plasma seperti sel B, tetapi tumbuh menjadi sel yang mampu menghasilkan faktor yang merangsang reaksi perusakan seluler. Faktor-faktor tersebut adalah faktor penghambat migrasi (MIF atau Migration Inhibiting Factor), faktor sitotaktik (mencederai berbagai jenis sel), faktor interferon, serta faktor lainnya, seperti interleukin. Zat-zat ini sebagian akan dilepas pada saat terjadi interaksi antara limfosit T dengan antigen spesifik untuk menghancurkan sel asing (Harris, 1991).

Seperti halnya pada sel B, sel limfosit T pun dapat berproliferasi secara in vitro karena adanya interaksi dengan mitogen. Menurut Snow (1991), terdapat beberapa jenis mitogen yang mampu menstimulai pembelahan sel T, yaitu pokeweed (PWM), fitohemaglutinin (PHA), dan concanavalin A (Con A). Pada penelitian ini digunakan mitogen Con A untuk mengetahui efek konsumsi air minum penambah oksigen terhadap proliferasi sel T manusia. Mitogen ini dapat merangsang terjadinya transformasi blast subpopulasi sel limfosit T. Apabila suatu mitogen menyentuh dan merangsang aktifitas limfosit T maka akan terbentuk kekebalan seluler di dalam tubuh.

d. Nilai Indeks Simulasi Proliferasi Sel Limfosit T

Aktivitas sel T dalam berproliferasi (berkembang biak), seperti halnya aktivitas sel B pun dapat diukur dengan menggunakan indeks stimulasi (SI). Indikasi aktivitas proliferasi sel T dapat diukur dengan menggunakan metode pewarnaan MTT dengan membandingkan nilai absorbansi kultur sel yang diberi mitogen dengan kultur sel yang hanya berisi media pertumbuhan saja. Dari nilai tersebut dapat diketahui pengaruh konsumsi air minum penambah oksigen terhadap proliferasi sel limfosit T dengan mengukur nilai indeks stimulasi sebelum dan sesudah intervensi.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sel limfosit T menggunakan mitogen Con A, nilai IS proliferasi sel T awal sebelum intervensi pada responden kelompok 1 (konsumsi air minum penambah oksigen 10 ppm) berkisar antara 0.886-1.223, sedangkan setelah intervensi nilai IS akhir proliferasi sel T berkisar antara 0.873-1.308. Data lengkap nilai IS dan nilai IS rata-rata proliferasi sel T responden kelompok 1 sebelum dan sesudah intervensi dapat dilihat pada Lampiran 19 dan Lampiran 20. Hubungan nilai indeks stimulasi proliferasi sel limfosit T sebelum dan sesudah intervensi pada responden kelompok 1 dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 10 ppm kelompok 1

Analisis sidik ragam menggunakan Paired Samples T-Test menunjukkan bahwa nilai IS awal rata-rata proliferasi sel limfosit T kelompok 1 sebesar 1.002 dan nilai IS akhir rata-rata setelah intervensi meningkat secara tidak nyata (p>0.05) menjadi 1.086. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan selisih nilai indeks rata-rata awal dan akhir intervensi sebesar 0.084. Kenaikan nilai IS rata-rata yang diukur memiliki arti bahwa aktivitas proliferasi sel limfosit T berjalan secara normal. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada kondisi kesehatan tubuh yang normal, sistem imun manusia akan bekerja dengan normal pula. Hasil uji sidik ragam secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 25.

Pada responden kelompok 2 yang mengkonsumsi air minum penambah oksigen 80 ppm didapatkan nilai IS proliferasi sel T awal sebelum intervensi berkisar antara 0.778-1.339, sedangkan setelah intervensi nilai IS akhir proliferasi sel T berkisar antara 0.937-1.057. Histogram hubungan nilai indeks stimulasi proliferasi sel limfosit T sebelum dan sesudah intervensi pada responden kelompok 2 dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 80 ppm kelompok 2

Nilai IS awal rata-rata proliferasi sel limfosit T pada responden kelompok 2 yang mengkonsumsi air minum penambah oksigen 80 ppm adalah 0.996 dan meningkat menjadi 1.004 setelah intervensi. Dari hasil tersebut didapatkan nilai IS akhir rata lebih tinggi dari nilai IS rata-rata awal dan terdapat selisih sebesar 0.008. Data lengkap nilai IS proliferasi sel T kelompok 2 sebelum dan setelah intervensi dapat dilihat pada Lampiran 21, sedangkan nilai IS rata-ratanya dapat dilihat pada Lampiran 22.

Berdasarkan uji statistik menggunakan T-Test paired sample didapatkan hasil bahwa nilai indeks stimulasi proliferasi sel limfosit T reponden kelompok 2 yang diukur setelah 12 hari intervensi tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai indeks stimulasi sebelum intervensi. Hasil tersebut menegaskan bahwa konsumsi air minum penambah oksigen konsentrasi 80 ppm tidak menghambat aktivitas proliferasi sel limfosit T pada responden manusia. Hasil uji statistik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 26.

Pada responden kelompok 3 yang mengkonsumsi air minum penambah oksigen 130 ppm didapatkan nilai IS proliferasi sel T awal

sebelum intervensi berkisar antara 0.778-1.339, sedangkan setelah intervensi nilai IS akhir proliferasi sel T berkisar antara 0.937-1.057. Histogram hubungan nilai indeks stimulasi proliferasi sel limfosit T sebelum dan sesudah intervensi pada responden kelompok 3 dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 130 ppm kelompok 3

Hasil penghitungan nilai indeks stimulasi rata-rata proliferasi sel limfosit T pada responden kelompok 3 sebelum dan setelah intervensi adalah 1.008 dan 1.026. Terdapat sedikit peningkatan nilai IS rata-rata setelah intervensi dibandingkan sebelum intervesi sebesar 0.018. Data yang menyajikan nilai IS sebelum dan sesudah intervensi beserta rata-rata IS proliferasi sel T pada konsumsi air minum penambah oksigen konsentrasi 130 ppm, berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 23. dan Lampiran 24.

Uji statistik dengan T-Test paired sample menunjukkan hasil bahwa tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata antara nilai indeks stimulasi sel limfosit T yang diukur setelah 12 hari intervensi dengan nilai indeks stimulasi sebelum intervensi pada responden kelompok 3. Hal ini

Dokumen terkait