• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA. Oleh : INDRIA RAMADHANI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA. Oleh : INDRIA RAMADHANI F"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA

Oleh :

INDRIA RAMADHANI F24101084

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

INDRIA RAMADHANI F24101084

2009

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

EFEK KONSUMSI AIR MINUM PENAMBAH OKSIGEN TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT MANUSIA

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

INDRIA RAMADHANI F24101084

Dilahirkan pada tanggal 17 Juni 1983 di Tangerang, Banten

Tanggal Lulus : 11 Februari 2009

Menyetujui, Bogor, 1 Juni 2009

Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc. Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.

(4)

Indria Ramadhani. F24101084. Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen

terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc.

RINGKASAN

Air dan oksigen merupakan dua unsur penting yang merupakan syarat mutlak adanya kehidupan. Hal tersebut dapat dilihat dari lebih dari 70% tubuh manusia tersusun atas air dan suplai oksigen sangat vital untuk keberlangsungan proses metabolisme di dalam tubuh. Oksigen memiliki peran penting sebagai penangkap elektron pada tahap transport elektron untuk menghasilkan energi bagi tubuh.

Air minum penambah oksigen merupakan salah satu alternatif yang ditemukan oleh para ahli teknologi pangan untuk mengatasi masalah kekurangan oksigen pada manusia. Produk ini merupakan air yang diproses melalui penyaringan dan reverse osmosis, sterilisasi menggunakan ultraviolet dan ozonisasi, serta penginjeksian oksigen dengan tekanan tinggi pada suhu rendah. Oksigen yang larut dalam air dapat diserap oleh sel-sel epitel pada saluran pencernaan dan masuk ke dalam tubuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsumsi air minum penambah oksigen konsentrasi 10, 80, 130 ppm terhadap proliferasi sel limfosit B dan T manusia. Pengujian dilakukan kepada 25 orang reponden mahasiswa ITP yang dibagi menjadi 3 kelompok perlakuan pemberian air minum penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 10 ppm (kelompok 1), 80 ppm (kelompok 2), dan 130 ppm (kelompok 3). Intervensi dilakukan 2 kali sehari, yaitu setelah sarapan dan makan siang selama 12 hari. Analisis pengukuran proliferasi sel limfosit manusia dilakukan sebelum dan setelah 12 hari intervensi dengan menggunakan metode pewarnaan MTT [3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide]. Pengujian pengaruh air minum penambah oksigen dilakukan pada sel limfosit B yang dikultur dengan mitogen LPS Salmonella Typhosa dan sel limfosit T yang dikultur dengan mitogen Con A. Pengukuran proliferasi sel limfosit B dan T manusia dengan cara membandingkan nilai indeks stimulasi sebelum intervensi dengan nilai indeks stimulasi setelah 12 hari intervensi.

Hasil penelitian analisis proliferasi sel limfosit B manusia didapatkan peningkatan nilai IS rata-rata setelah 12 hari intervensi pada kelompok 1, 2, dan 3 masing-masing, yaitu 0.193; 0.084; dan 0.064. Berdasarkan uji statistik Paired Samples T-Test pada taraf 0.05 (p<0.05) menunjukkan bahwa pada kelompok 1 terjadi kenaikkan proliferasi limfosit B secara signifikan setelah konsumsi. Sedangkan pada kelompok 2 dan 3 kenaikkan yang terjadi tidak signifikan (p>0.05) terhadap proliferasi sel limfosit B manusia. Pada analisis proliferasi sel limfosit T manusia didapatkan peningkatan nilai IS rata-rata setelah 12 hari intervensi pada kelompok 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 0.084; 0.008; dan 0.018. Setelah dilakukan analisis sidik ragam menggunakan Paired Samples T-Test pada taraf uji 0.05 (p>0.05) memperlihatkan hasil bahwa konsumsi air minum penambah oksigen dengan konsentrasi oksigen terlarut 10, 80, maupun 130 ppm tidak berpengaruh secara nyata terhadap proliferasi sel limfosit T

(5)

manusia. Dengan demikian kesimpulan akhir penelitian ini adalah konsumsi air minum penambah oksigen secara teratur terbukti tidak menstimulasi proliferasi sel limfosit dan juga tidak menurunkan jumlah sel hidup sel limfosit B dan T pada manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa air minum penambah oksigen aman untuk dikonsumsi.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang, Banten pada tanggal 17 Juni 1983. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan keluarga Abdurrasjid M. Noor dan Een Sukaedah. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar selama 6 tahun (1989-1995) di SD Negeri VI Tangerang. Kemudian meneruskan ke sekolah menengah pertama di SMP Negeri I Tangerang selama 3 tahun (1995-1998), dan setelahnya melanjutkan studi ke SMU Negeri I Tangerang sejak tahun 1998-2001. Pada tahun 2001, penulis meneruskan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi dengan diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis cukup aktif terlibat di berbagai acara yang diselenggarakan oleh Departemen ITP. Salah satunya, penulis berperan sebagai panitia acara BAUR 2003 dan Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan. Di samping itu, selama menjalani kuliah, penulis juga turut aktif mengikuti berbagai seminar dan pelatihan, baik yang diadakan di dalam ataupun di luar lingkungan kampus.

Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian pada tahun 2005 yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di IPB dan membuat skripsi yang berjudul “Mempelajari Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia”. Selama periode tahun 2005-2008, penulis pernah bekerja pada salah satu perusahaan swasta PT. Inmarindotama yang bergerak di bidang produksi makanan jeli dan puding sebagai staf R&D (Research and Development) dan auditor halal internal perusahaan tersebut.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi yang berjudul “Mempelajari Efek Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen terhadap Proliferasi Sel Limfosit Manusia” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan melakukan penelitian terlebih dahulu.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, MSc selaku pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis di dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Dra. Suliantari, MS dan Bapak Ir. Arif Hartoyo, M.Si selaku dosen penguji atas kesediannya meluangkan waktu untuk menguji, memberi arahan, saran dan kritik yang membangun bagi penulis.

3. PT. Royal Kekaltama Beverages, atas dana proyek penelitian yang telah diberikan.

4. Pimpinan PT. Inmarindotama, beserta rekan-rekan kerja yang selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, terutama untuk Mbak Niken, Mbak Yani, Mbak Inay, Mbak Santi, Mbak Miko, Mbak Tuti, Pak Chandra, Pak Imron, Pak Syaiful, dan lain-lain yang tidak disebutkan namanya.

5. Seluruh staf dosen, laboran, teknisi maupun administrasi Departemen ITP dan Fakultas Kedokteran Hewan atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama melakukan studi di IPB.

6. Mamah dan Bapak yang tidak pernah bosan memberikan doa serta dukungan moril dan material setiap saat, terutama pada saat penyusunan skripsi ini sehingga penulis akhirnya mampu menyelesaikan studinya.

(8)

7. Aa Arif, Teh Dineu, Dhani, Sami, dan keponakanku Hasna yang selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. My best friend ever, Erwida Maulia, yang selalu ikut mendoakan penulis

untuk selalu mendapatkan yang terbaik di dalam hidupnya. Terima kasih atas pesahabatan yang indah sampai saat ini.

9. Teman-teman satu bimbingan : Devi, Gesi, Hana, Ade, Gesit atas bantuan kerja samanya di dalam melakukan penelitian.

10. Teman-teman angkatan 38, beserta kakak dan adik kelas atas jalinan silaturahmi yang tidak pernah putus sampai kapanpun.

11. Evie, Tyas, Muna, Mia, Dita, Lulu, Wiwik eks. teman kos yang selalu memberikan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

12. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu namanya atas semua bantuan, semangat, perhatian dan doa kepada penulis. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan kalian. Amin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu segala saran dan kritik yang membangun bagi penulis sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi bagi seluruh pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Air ... 5

B. Oksigen ... 7

1. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pernapasan ... 10

2. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pencernaan ... 12

3. Jalur Transportasi Oksigen melalui Sistem Peredaran Darah ... 16

4. Proses Katabolisme di dalam Sel... 21

C. Air Minum Penambah Oksigen ... 25

D. Radikal Bebas dan Kerusakan Sel... 31

1. Radikal Bebas ... 31

2. Stres Oksidatif dan Kerusakan Sel ... 34

E. Sistem Imun ... 35 1. Limfosit ... 37 a. Sel Limfosit B ... 39 b. Sel Limfosit T ... 40 2. Kultur Sel ... 42 3. Proliferasi Sel ... 44

F. Metode Pewarnaan MTT (MTT Assay) ... 45

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 48

A. Bahan dan Alat ... 48

1. Bahan ... 48

2. Alat ... 48

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 49

C. Metode Penelitian ... 49

1. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut di dalam Botol ... 49

2. Pemberian Air Minum Penambah Oksigen kepada Responden ... 49

3. Proses Pengambilan Darah ... 50

(10)

5. Pembuatan Larutan Pereaksi dan Media Kultur Sel ... 51

a. Persiapan Media Kultur Sel Limfosit ... 52

b. Pembuatan Larutan MTT 0.5% ... 52

c. Pembuatan Larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) ... 52

d. Pembuatan Larutan HCl-isopropanol 0.04 N ... 52

e. Pembuatan Larutan Tryphan Blue 0.2% ... 53

6. Pengujian Proliferasi Sel Limfosit ... 53

a. Isolasi Limfosit ... 53

b. Penghitungan Sel Limfosit ... 53

c. Proliferasi Sel Limfosit dengan Metode MTT ... 54

7. Analisis Statistik ... 55

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Kadar Oksigen Terlarut di dalam Botol ... 56

B. Konsumsi Air Minum Penambah Oksigen ... 59

C. Keadaan Umum Responden ... 60

D. Analisis Proliferasi Sel Limfosit B dan Limfosit T Manusia ... 60

1. Proliferasi Sel Limfosit B ... 62

2. Nilai Indeks Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit B ... 64

3. Proliferasi Sel Limfosit T ... 70

4. Nilai Indeks Stimulasi Proliferasi Sel Limfosit T ... 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karekteristik umum oksigen ... 8

Tabel 2. Komposisi udara dan unsur-unsur penyusunnya ... 9

Tabel 3. Tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida ... 16

Tabel 4. Hubungan kelarutan oksigen dalam air terhadap suhu ... 26

Tabel 5. Kelompok reactive oxygen spesies (ROS) ... 33

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Penampang paru-paru dan alveoli ... 12

Gambar 2. Penampang usus halus ... 14

Gambar 3. Reaksi reduksi pewarna MTT menjadi formazan ... 47

Gambar 4. Grafik konsentrasi oksigen terlarut selama 24 jam ... 57

Gambar 5. Orbisphere analyzer (Oxygen meter) ... 58

Gambar 6. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur dengan LPS S.Typhosa sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 10 ppm kelompok 1 ... 65

Gambar 7. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur dengan LPS S.Typhosa sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 80 ppm kelompok 2 ... 66

Gambar 8. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel B yang dikultur dengan LPS S.Typhosa sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 130 ppm kelompok 3 ... 68

Gambar 9. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 10 ppm kelompok 1 ... 72

Gambar 10. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 80 ppm kelompok 2 ... 73

Gambar 11. Histogram hubungan nilai IS proliferasi sel T yang dikultur dengan Con A sebelum dan sesudah intervensi air minum penambah oksigen 130 ppm kelompok 3 ... 74

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Proses difusi pasif oksigen dan karbon dioksida ... 86

Lampiran 2. Proses katabolisme ... 87

Lampiran 3. Proses glikolisis ... 88

Lampiran 4. Siklus Krebs... 89

Lampiran 5. Transpor elektron ... 90

Lampiran 6. Diagram alir produksi air minum penambah oksigen ... 91

Lampiran 7. Komposisi media RPMI-1640 ... 92

Lampiran 8. Pengukuran kadar oksigen terlarut di dalam botol selama 24 jam ... 93

Lampiran 9. Skema aktivitas sistem imun ... 94

Lampiran 10. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit B kelompok 1 ... 95

Lampiran 11. Nilai IS rata-rata proliferasi sel B responden kelompok 1 ... 96

Lampiran 12. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit B kelompok 2 ... 97

Lampiran 13. Nilai IS rata-rata proliferasi sel B responden kelompok 2 ... 98

Lampiran 14. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit B kelompok 3 ... 99

Lampiran 15. Nilai IS rata-rata proliferasi sel B responden kelompok 3 ... 101

Lampiran 16. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi sel limfosit B kelompok 1 ... 102

Lampiran 17. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi sel limfosit B kelompok 2 ... 103

Lampiran 18. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi sel limfosit B kelompok 3 ... 104

Lampiran 19. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T kelompok 1 ... 105

(14)

Lampiran 21. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T

kelompok 2 ... 107 Lampiran 22. Nilai IS rata-rata proliferasi sel T responden kelompok 2 ... 108

Lampiran 23. Hasil penghitungan nilai IS proliferasi sel limfosit T

kelompok 3 ... 109 Lampiran 24. Nilai IS rata-rata proliferasi sel T responden kelompok 3 ... 111

Lampiran 25. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi

sel limfosit T kelompok 1 ... 112 Lampiran 26. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi

sel limfosit T kelompok 2 ... 113 Lampiran 27. Hasil analisis paired samples T-Test proliferasi

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air dan oksigen merupakan dua unsur penting dalam kehidupan di antara sekian banyak unsur lainnya. Keberadaan keduanya merupakan syarat mutlak adanya suatu kehidupan di samping makanan. Air meliputi dua per tiga bagian permukaan bumi, begitu pula lebih dari 70% tubuh manusia tersusun atas air. Suplai air dan oksigen sangat diperlukan untuk keberlangsungan proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh.

Secara alami tubuh mendapatkan suplai oksigen dari udara bebas yang kemudian masuk melalui saluran pernafasan. Secara umum, kandungan oksigen di dalam atmosfer adalah 21%. Namun semakin berkembangnya zaman, peningkatan pencemaran udara dan perubahan cuaca menyebabkan kandungan oksigen menurun sebanyak 0.02% per tahunnya. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup manusia, di mana asupan oksigen yang masuk ke dalam tubuh menjadi semakin sedikit. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan pola hidup tidak sehat yang diterapkan manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tidak sehat dan berlemak, kebiasaan merokok dan minum alkohol, maupun gaya hidup manusia yang cenderung lebih banyak tinggal di ruang tertutup (ruangan ber-AC) menyebabkan tubuh menjadi kekurangan oksigen.

Salah satu faktor yang sangat penting untuk menunjang tercapainya metabolisme sel normal adalah ketersediaan oksigen dalam jumlah yang cukup. Semua makhluk hidup, khususnya manusia dapat hidup tanpa makan berminggu-minggu dan tanpa air berhari-hari, tetapi tidak dapat hidup lebih dari empat menit tanpa oksigen. Bahkan sel otak pun akan mati hanya dalam waktu 15 detik. Oleh karena itu kita sangat membutuhkan oksigen karena oksigen merupakan sumber kehidupan (Zakaria, et. al, 2005). Kekurangan oksigen dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada metabolisme sel manusia. Keadaan tidak normal ini akan memicu timbulnya berbagai penyakit di dalam tubuh, termasuk penyakit degeneratif ataupun kanker (Roach et al., 2001).

(16)

Dengan penggunaan teknologi yang berkembang sampai saat ini, kalangan industri berusaha untuk mencari solusi alternatif dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah memproduksi air minum penambah oksigen. Produk air minum ini diklaim mengandung oksigen 7-8 kali lebih besar dibandingkan dengan air minum biasa ataupun air minum dalam kemasan. Produksi air minum jenis ini meliputi proses filtrasi, reverse osmosis, dan sterilisasi dengan sinar ultraviolet dan ozonisasi, serta penginjeksian oksigen dengan tekanan tinggi (high pressure) pada suhu rendah (Purnama, 2004). Dengan adanya teknologi ini diharapkan air minum penambah oksigen dapat menyuplai oksigen melalui saluran pencernaan untuk mengatasi masalah kekurangan oksigen sehingga dapat digunakan untuk membantu reaksi metabolisme dalam tubuh.

Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa pada objek penelitian kelinci, air minum dengan kandungan oksigen 80 ppm dapat meningkatkan tekanan O2 pada pembuluh vena porta hepatica sebesar 10 mmHg, yaitu dari 58 mmHg menjadi 68 mmHg (Forth dan Adam, 2001). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa oksigen yang berasal dari air minum tersebut berpengaruh terhadap kenaikan kandungan oksigen yang diserap tubuh. Selain itu penelitian lain menyebutkan konsumsi air minum beroksigen dapat meningkatkan saturasi hemoglobin sebesar 3% pada pembuluh darah periferi (Jenkins et al., 2001). Menurut Nestle et al. (2004), adanya proses penyerapan oksigen yang terjadi di dalam lumen usus halus dapat diamati.dengan menggunakan teknik MRI (magnetic resonance imaging).

Kekhawatiran masyarakat terhadap produk air minum penambah oksigen salah satunya adalah kemungkinan terbentuknya radikal bebas berlebih di dalam tubuh yang membahayakan bagi sel-sel tubuh. Penelitian Schoenberg et al. (2002) membuktikan ternyata bahwa jumlah radikal bebas yang terbentuk dari air minum beroksigen (oxygenated water) tidak menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Konsumsi air minum penambah oksigen secara teratur dalam jangka panjang tidak meningkatkan kadar radikal askorbil secara signifikan. Menurut Speit et al. (2002) dengan

(17)

menggunakan comet assay, oxygenated water terbukti tidak menyebabkan efek genotoksik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis berusaha melakukan analisis lanjutan untuk membuktikan keamanan produk air minum penambah oksigen terhadap sistem imun, yang meliputi aktivitas proliferasi sel limfosit pada manusia.

Hipotesis dari penelitian ini adalah konsumsi air minum penambah oksigen yang masuk melalui saluran pencernaan dan diserap oleh tubuh kemungkinan dapat meningkatkan jumlah radikal bebas di dalam tubuh. Keberadaan radikal bebas ini mampu merusak sel-sel tubuh, terutama sel limfosit sebagai salah satu jenis sel imun yang sangat rentan terhadap senyawa asing yang bersifat toksik. Limfosit berperan sebagai garda utama yang pertama kali akan berhadapan dengan senyawa asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga gangguan terhadap aktivitas sel limfosit ini dapat menghambat kinerja sistem imun secara keseluruhan.

Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh merupakan sistem interaktif kelompok dari berbagai jenis sel imunokompeten yang bekerja sama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroba patogen dan zat-zat asing yang berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Limfosit adalah salah satu jenis sel yang bertanggung jawab terhadap aktivitas respon imun di dalam tubuh. Roitt (1971) mengatakan bahwa semakin baik respon imun tubuh maka semakin baik pula status kesehatan seseorang. Sel limfosit menjalankan tugas menjaga respon imun spesifik. Respon imun spesifik meliputi respon imun seluler (limfositik yang berkaitan dengan sel T) dan humoral (berkaitan dengan antibodi di dalam darah atau sel B).

MTT assay merupakan salah satu metode pewarnaan yang umum

dilakukan untuk mengetahui aktivitas proliferasi sel, termasuk sel limfosit. Pada metode ini dilakukan pengukuran nilai absorbansi untuk menentukan indeks stimulasi proliferasi sel limfosit sebelum dan sesudah mengkonsumsi air minum penambah oksigen.

(18)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek konsumsi air minum penambah oksigen terhadap proliferasi sel limfosit manusia. Sel limfosit yang meliputi sel B dan T diuji dengan menggunakan metode pewarnaan MTT (MTT Assay).

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Air

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Fungsi komponen ini tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen dengan bentuk V. Molekul air yang satu dengan molekul air lainnya bergabung dengan satu ikatan hidrogen, yaitu antara atom H molekul air satu dengan atom O dari molekul air yang lain (Parker, 2003).

Menurut Lehninger (1982), air dan produk ionisasinya (ion H+ dan OH-) sangat mempengaruhi sifat berbagai komponen penting sel, seperti enzim, asam nukleat, protein, dan lipid. Meskipun air memiliki sifat stabil secara kimiawi, senyawa ini juga mempunyai beberapa sifat istimewa. Keberadaan ikatan hidrogen menyebabkan air mempunyai sifat-sifat istimewa tersebut, antara lain sebagai pelarut yang sangat baik, memiliki konstanta dielektrik dan tegangan permukaan paling tinggi di antara cairan murni lainnya, transparan terhadap cahaya tampak dan sinar yang mempunyai panjang gelombang lebih besar dari ultraviolet, mempunyai densitas tertinggi dan sebagainya.

Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada suhu 0 °C dan tekanan 1 atm. Air menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan kita yang selalu bersirkulasi secara dinamik di lingkungan sekitar, mencakup tanah, udara, dan tumbuhan. Adapun keberadaan air memiliki berbagai kegunaan di dalam kehidupan sehari-hari semua makhluk hidup, tidak terkecuali bagi manusia. Setidaknya 50-90% dari total bobot tubuh suatu organisme tersusun atas air. Pada manusia, air menyusun 45-70% dari bobot tubuh orang dewasa (Lehninger, 1982).

Beberapa peranan air di dalam tubuh, antara lain : 1) pelarut zat-zat gizi, 2) pembawa zat gizi dan oksigen ke dalam sel, 3) katalisator reaksi-reaksi kimia yang berlangsung di dalam tubuh, 4) penjaga kestabilan suhu

(20)

tubuh, 5) penyeimbang elektrolit dalam tubuh, 6) mediator untuk membuang racun dari dalam tubuh, 7) pelindung organ dan jaringan tubuh vital, 8) pemelihara volume darah, dan 9) pelumas organ-organ tubuh, seperti sendi, otot, air mata, mukus, dan saliva (Parker, 2003).

Sebagai pelarut kuat, air mampu melarutkan berbagai zat gizi yang sifatnya larut dalam air (hidrofilik), seperti monosakarida, asam amino, lemak, vitamin, dan mineral, termasuk juga oksigen. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh kemampuan zat dalam mengimbangi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika zat tersebut tidak mampu mengimbangi gaya tarik-menarik antar molekul air, maka molekul-molekul zat akan menjadi tidak larut dan mengendap dalam air.

Parker (2003) mengatakan bahwa selain melarutkan, air juga bertanggung jawab membawa nutrisi, oksigen, dan hormon ke seluruh sel tubuh yang membutuhkan, serta mengangkut komponen sisa metabolisme dari dalam sel ke bagian luar tubuh. Pengeluaran tersebut dapat melalui paru-paru jika berbentuk gas karbondioksida, kulit (berupa keringat) dan ginjal (berupa urin), maupun feses. Jika tubuh kekurangan air, maka transportasi nutrisi, oksigen, dan hormon ke dalam sel akan terhambat sehingga dapat mengakibatkan daya tahan tubuh akan melemah.

Peranan air yang lain adalah sebagai katalisator di dalam berbagai reaksi kimia dalam sel. Air juga diperlukan untuk memecah dan menghidrolisis zat gizi kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana.

Sebagai penjaga kestabilan suhu tubuh, air mempunyai kemampuan untuk menyalurkan panas, sehingga memegang peranan penting dalam mendistribusikan panas di dalam tubuh. Sebagian panas yang dihasilkan dari metabolisme energi diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh sekitar 37oC. Suhu ini merupakan suhu paling efektif untuk bekerjanya enzim-enzim dalam tubuh. Kelebihan panas yang diperoleh dari metabolisme tubuh perlu segera dikeluarkan dari dalam tubuh. Sebagian besar pengeluaran suhu ini melalui penguapan (keringat) sehingga suhu tubuh tetap stabil. Sebagai

(21)

penyeimbang elektrolit dalam tubuh, air berguna untuk membantu mengontrol tekanan darah.

Untuk membantu reaksi yang berlangsung di dalam tubuh maka manusia membutuhkan air minum untuk dikonsumsi. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Menurut Belitz dan Grosch (1999), beberapa ketentuan air minum yang harus dipenuhi adalah bersih, jerih (clear), tidak berwarna (colourless), tidak berbau (odorless), tidak berasa (tasteless), tidak mengandung bakteri patogen, tidak mengandung substansi yang bersifat korosif dan hanya mengandung komponen terlarut pada jumlah tertentu, serta mineral pada konsentrasi normal di bawah 1 g/l. Air yang dapat diminum diartikan sebagai air yang bebas dari bakteri berbahaya dan bebas dari ketidakmurnian secara kimiawi.

Parker (2003) mengelompokkan air minum dalam kemasan dari sumbernya, air minum yang diperoleh dari sumber mata air (spring water), mata air pegunungan (mountain water), air tanah atau air sumur yang disalurkan dengan pipa dan dialiri melalui keran (ground water/artesian water), ataupun air permukaan (surface water). Adapun berbagai jenis sumber air tersebut melalui proses lanjutan, termasuk didalamnya filtrasi sehingga layak untuk memenuhi syarat air minum dalam kemasan. Air minum yang banyak beredar, antara lain air mineral dan air demineral.

B. Oksigen

Oksigen merupakan elemen paling vital di dunia karena tidak akan ada kehidupan tanpa keberadaan oksigen. Keberadaan elemen tersebut memproduksi setidaknya 90% dari energi hidup yang ada. Menurut Thomas (2005), oksigen ditemukan pertama kali pada awal abad ke-18, tepatnya pada tahun 1773 oleh ilmuwan kimia berkebangsaan Swedia Karl Scheele dan Joseph Priestley yang berkebangsaan Inggris. Oksigen memiliki simbol unsur O dan terletak pada golongan VI A pada sistem periodik bersama dengan belerang (S), selenium (Se), telurium (Te), dan polonium (Po). Atom ini termasuk ke dalam unsur non logam dan berwujud gas pada temperatur

(22)

ruangan. Gas oksigen memiliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa pada kondisi normal. Sumber utama oksigen bebas di udara merupakan hasil dekomposisi uap air oleh pancaran sinar UV pada lapisan atas atmosfer. Karakteristik oksigen secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik umum oksigen

No. Karakteristik Umum Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nomor atom Massa atom relatif Bilangan oksidasi Konfigurasi elektron Titik didih Titik lebur Massa jenis Elektronegativitas Radius atom Volume atom 8 15.9994 -2 [He]2s22p4 90.168 K 54.8 K 1.429 cm3 3.44 0.65ǖ 14.0 cm3/mol Sumber : Harris (2007)

Menurut Oxtoby et. al. (2007) molekul oksigen adalah salah satu dari komponen utama penyusun udara. Kandungan oksigen di udara atau atmosfer sekitar 21% yang berbentuk molekul diatomik (O2). Sedangkan jika di atas lapisan permukaan atmosfer oksigen dapat ditemukan dalam bentuk molekul monoatomik (O) dan triatomik (O3). Oksigen dihasilkan oleh tanaman selama proses fotosintesis dan sangat diperlukan untuk pernapasan aerobik pada hewan dan manusia. Komposisi udara yang menyusun atmosfer bumi dapat dilihat pada Tabel 2.

(23)

Tabel 2. Komposisi udara dan unsur-unsur penyusunnya

No. Unsur Penyusun Jumlah (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nitrogen (N2) Oksigen (O2) Argon (Ar) Karbondioksida (CO2) Neon (Ne) Helium (He) Metana (CH4) Kripton (Kr) Hidrogen (H2)

Dinitrogen oksida (N2O) Xenon (Xe) 78.11 21.00 0.93 0.03 1.82 x 10-5 5.20 x 10-6 1.50 x 10-6 1.10 x 10-6 5.00 x 10-7 3.00 x 10-7 8.70 10-8 Sumber : Oxtoby et. al. (2007)

Oksigen dibutuhkan manusia terutama dalam proses pernapasan sehingga dapat menghasilkan energi yang dapat digunakan untuk aktivitas kerja sel tubuh. Oksigen memegang peranan penting untuk mengoksidasi zat-zat gizi makromolekul, seperti karbohidrat, protein, maupun lemak menjadi molekul-molekul penyusun yang berukuran lebih kecil. Proses tersebut lebih dikenal dengan proses katabolime atau proses pemecahan. Respirasi atau pernapasan merupakan salah satu contoh proses katabolisme. Pada dasarnya oksigen digunakan pada proses katabolisme untuk menghasilkan energi dengan hasil metabolit sampingan berupa karbondioksida dan air. Energi tersebut selanjutnya berguna untuk proses metabolisme sel primer maupun sekunder, seperti sintesis protein dan komponen bioaktif sel (Harris, 2007).

Secara umum oksigen diambil dari udara bebas, kemudian akan masuk ke dalam sistem pernapasan yang selanjutnya akan diedarkan melalui pembuluh darah untuk didistribusikan ke seluruh sel yang akan digunakan untuk proses katabolisme. Oksigen berfungsi sebagai penerima elektron terakhir pada tahap transport electron yang bertugas penting terhadap sistem pernapasan aerobic secara keseluruhan untuk menghasilkan energi.

(24)

1. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pernapasan

Jalur oksigen secara normal berasal dari udara bebas yang kemudian masuk melalui saluran pernapasan sehingga dapat digunakan untuk membantu proses metabolisme yang berlangsung di dalam tubuh. Proses masuknya udara dari luar tubuh sampai ke dalam paru-paru dikenal dengan proses inspirasi, sedangkan proses keluarnya udara dari saluran pernapasan ke luar tubuh disebut proses ekspirasi. Proses pernapasan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pernapasan eksternal, internal, dan seluler. Pernapasan eksternal adalah pertukaran udara antara darah dan atmosfer. Pernapasan internal adalah pertukaran udara yang terjadi antara darah dan sel-sel tubuh. Dan pernapasan seluler merupakan proses kimia yang terjadi di dalam mitokondria sel-sel tubuh (Rhoades dan Bell, 2009).

Menurut Davies dan Moores (2003), sistem pernapasan pada manusia memiliki struktur dan fungsi yang sangat kompleks. Sistem tersebut didukung oleh berbagai organ yang mempunyai bentuk dan fungsi yang berbeda-beda serta saling menunjang satu sama lain. Proses pernapasan pada manusia tidak terjadi secara langsung, artinya udara tidak berdifusi langsung melalui permukaan kulit. Udara masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan.

Secara garis besar, saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, faring, pangkal tenggorokan (laring), batang tenggorokan (trakea), bronkus, paru-paru (pulmo), bronkiolus, dan alveolus. Udara pertama kali mengalir masuk melalui rongga hidung dan kemudian mengalami penyaringan dari debu dan kotoran yang ikut masuk karena ada bulu-bulu halus di dalam hidung. Selain berfungsi untuk menyaring kotoran, hidung juga berfungsi untuk memanaskan dan melembabkan udara dengan mengatur suhu udara pernapasan yang masuk. Setelah melewati hidung, udara akan masuk ke faring yang merupakan saluran penghubung antara rongga hidung dan tenggorokan. Selain itu faring berfungsi sebagai katup yang memisahkan antara saluran pernapasan (tenggorokan) dan saluran pencernaan (kerongkongan), jadi pada saat udara masuk katup ini akan menutup jalur saluran pencernaan (Davies dan Moores, 2003).

(25)

Udara akan bergerak masuk menuju laring setelah melalui faring. Pada laring terdapat pita suara sehingga pada saat kita berbicara, bagian ini akan bergetar. Laring merupakan saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Setelah itu, udara akan menuju trakea, yaitu bagian yang tersusun atas empat lapisan, antara lain lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan

tulang rawan, dan lapisan adventitia. Trakea ini memiliki panjang ± 11.5 cm dengan diameter 2.4 cm. Trakea bercabang menjadi dua bronkus yang masing-masing menuju paru-paru kanan dan kiri. Di dalam paru-paru, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Pada ujung-ujung bronkiolus terdapat sekumpulan kantong udara yang disebut alveolus. Di sekitar alveoulus terdapat kapiler-kapiler pembuluh darah. Pada bagian ini memungkinkan terjadinya difusi antara udara alveolus dan udara pada kapiler-kapiler pembuluh darah. Bronkus, bronkiolus, dan alveolus membentuk satu struktur yang disebut paru-paru (Davies dan Moores, 2003).

Proses pernapasan merupakan proses pertukaran gas yang berasal dari makhluk hidup dengan gas yang ada di lingkungannya. Pernapasan dapat terjadi, baik secara sadar ataupun tidak disadari. Pernapasan secara sadar terjadi jika kita melakukan pengaturan saat bernapas. Aliran udara yang masuk dan keluar dari paru-paru dikontrol oleh sistem saraf yang menjamin pola dan kecepatan pernapasan manusia secara normal. Proses pernapasan dimulai oleh sekelompok sel saraf pada batang otak yang bertugas sebagai pusat respirasi. Sel-sel ini akan mengirimkan sinyal pada otot diafragma dan otot perut untuk memulai pernapasan. Rata-rata kecepatan pernafasan pada manusia dewasa adalah 12-15 tarikan nafas per menit. Dari sekitar 500 ml setiap kali bernapas atau kira-kira 7 liter/menit udara yang masuk ke dalam paru-paru, sejumlah volume oksigen yang masuk ke dalam tubuh ± 1.47 liter/menit. Oksigen ini yang pada proses selanjutnya akan didistrubusikan dan digunakan untuk metabolisme sel tubuh yang jumlahnya mencapai trilyunan (Rhoades dan Bell, 2009). Penampang melintang paru-paru dan alveoli dapat dilihat pada Gambar 1.

(26)

Gambar 1. Penampang paru-paru dan alveoli (Rhoades dan Bell, 2009)

2. Jalur Transportasi Oksigen melalui Saluran Pencernaan

Seperti halnya zat-zat makanan, oksigen pun dapat masuk dan diserap oleh tubuh melalui saluran pencernaan seperti halnya zat makanan. Selama ini yang umum diketahui, oksigen diserap oleh tubuh melalui saluran pernapasan. Oksigen yang berasal dari udara maupun dari makanan dan minuman yang kita konsumsi ikut masuk ke dalam tubuh dan diserap oleh usus halus, diteruskan melalui sistem peredaran darah yang pada akhirnya menuju jaringan tubuh. Di dalam jaringan tubuh, oksigen tersebut akan digunakan untuk menunjang keberlangsungan proses metabolime di dalam sel, serupa dengan oksigen yang diperoleh dari sistem pernapasan (Rhoades dan Bell, 2009).

Sistem pencernaan manusia terdiri dari mulut, kerongkongan (esofagus), lambung, usus halus, usus besar, dan anus (rektum). Serupa dengan makanan yang masuk melalui mulut, oksigen yang berasal dari air minum penambah oksigen pun akan melalui mulut dan seterusnya yang merupakan jalur pencernaan normal. Tempat berikutnya yang dilewati oksigen adalah bagian kerongkongan (esofagus). Pada bagian esofagus, lumennya dikelilingi oleh lapisan epitel pipih berlapis banyak yang merupakan pelindung esofagus dari makanan ataupun cairan yang masuk melaluinya. Lapisan ini akan melindungi esofagus dari kemungkinan terluka akibat masuknya berbagai jenis makanan dan minuman. Lapisan epitel pipih yang berlapis banyak juga membuat peluang terserapnya

(27)

zat-zat makanan dan oksigen makin kecil. Di samping itu waktu singgah oksigen yang sangat singkat di bagian ini sehingga membuat oksigen semakin sulit untuk menembus lumen esofagus tersebut (Zakaria et al., 2005).

Nestle et al. (2004) mengatakan bahwa dengan menggunakan teknik MRI (Magneting Resonance Imaging) dapat dilihat pelepasan oksigen (outgassing) dari rongga mulut sampai ke lambung terjadi secara lambat. Setelah melalui esofagus, oksigen akan melalui penyerapan di dalam lambung. Pada saat melalui lambung, waktu singgah oksigen lebih lama seperti halnya makanan dan minuman yang masuk sehingga beberapa bagian dapat terserap melalui dinding lambung yang dilapisi oleh lapisan sel epitel silindris. Lapisan sel ini diselimuti oleh mukus yang bersifat basa yang menyebabkan sedikitnya oksigen yang dapat menembus sel epitel di bagian lambung ini.

Penyerapan oksigen secara cepat terjadi di dalam usus. Penelitian Gurskaya dan Ivanov (1961) membuktikan bahwa terjadi penyerapan oksigen di dalam usus yang dapat meningkatkan saturasi darah di dalam aorta dan vena porta hepatica. Percobaan yang menggunakan kelinci dan kucing sebagai objek penelitian ini menunjukkan hasil ternyata setelah 2 jam penginjeksian udara ke dalam usus terjadi penurunan konsentrasi oksigen di dalam usus menjadi hanya tinggal 0.5-2.3%. Sedangkan konsentrasi karbon dioksida meningkat setelah 1 jam injeksi menjadi 5-7% di dalam lumen usus halus. Hasil tersebut melengkapi penelitian yang dilakukan oleh McIver et al. (1928) yang telah membuktikan terjadi absorpsi oksigen oleh sel-sel mukosa usus dengan kecepatan tertentu melalui usus. Oksigen tersebut kemudian digunakan untuk metabolisme sel di dalam usus halus.

Zat-zat gizi dan minuman yang telah dicerna di bagian lambung akan diserap di dalam usus halus dan kemudian siap untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Hal ini juga berlaku terhadap gas oksigen yang ikut diserap bersamaan dengan nutrisi dan air. Sebagian oksigen digunakan untuk metabolisme usus secara langsung dan sebagian lainnya diteruskan menuju

(28)

pembuluh darah kapiler menuju vena porta hepatica yang menjadi muara pembuluh-pembuluh darah dari saluran pencernaan, meliputi usus, lambung, pankreas, dan lain-lain (Zakaria et al., 2005). Fakta lain yang memperkuat penyerapan oksigen melalui saluran cerna adalah adanya peningkatan kadar oksigen di dalam pembuluh vena porta hepatica. Setelah pemberian air minum penambah oksigen 80 ppm, terjadi peningkatan tekanan parsial oksigen di pembuluh darah vena porta hepatica sebesar 10 mmHg dari 58 mmHg menjadi 68 mmHg (Forth dan Adam, 2001).

Penyerapan oksigen di dalam usus halus dimungkinkan karena bagian ini hanya dilapisi oleh sel-sel epitel silindris lapis tunggal. Oksigen akan masuk dengan cara difusi pasif melalui membran epitel yang membatasi lumen usus halus. Masuknya oksigen memungkinkan epitel untuk menggunakannya bagi keperluan metabolisme sel tersebut. Kelebihan oksigen lainnya akan diteruskan secara difusi menuju jaringan ikat yang berada di bawahnya kemudian menembus pembuluh darah kapiler yang terdapat di dalam jaringan ikat pada vili-vili usus (Zakaria et al., 2005). Penampang melintang usus halus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penampang usus halus (Anonim, 2008a)

Salah satu faktor utama terjadinya proses difusi dari usus menuju pembuluh darah adalah adanya perbedaan konsentrasi. Proses difusi merupakan proses perpindahan suatu zat dari yang berkonsentrasi tinggi ke

(29)

arah zat yang konsentrasinya lebih rendah. Dalam hal ini difusi pasif oksigen terjadi karena tekanan parsial oksigen di lingkungan jaringan sekitar usus lebih tinggi dibandingkan tekanan parsial oksigen di pembuluh darah kapiler. Faktor lain yang mempengaruhi penyerapan oksigen adalah membran sel usus yang terdiri dari lipid bilayer bersifat dapat ditembus oleh gas dan senyawa polar tidak bermuatan dengan berat molekul kecil. Proses difusi pasif gas oksigen dan karbon dioksida dapat dilihat di Lampiran 1.

Setelah melewati pembuluh kapiler dan pembuluh vena usus, oksigen akan diteruskan menuju vena porta hepatica menuju organ hati. Selain vena porta hepatica yang menjadi pembuluh utama gabungan dari berbagai pembuluh vena saluran pencernaan, terdapat pembuluh arteri hepatica menuju jantung yang juga didominasi oleh gas oksigen yang berasal dari bilik kiri jantung. Di dalam organ hati, oksigen dari kedua pembuluh tersebut akan digunakan untuk proses metabolisme untuk menghasilkan energi (ATP) untuk efektivitas kerja hati.

Hati merupakan organ penting yang berperan aktif terutama di dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam amino. Hati juga merupakan tempat pembuangan sisa hasil metabolisme, tempat penyimpanan vitamin dan mineral, serta tempat detoksifikasi senyawa-senyawa beracun yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan kompleksnya kerja hati tersebut menyebabkan hati akan membutuhkan banyak energi. Dengan adanya asupan oksigen tambahan dari air minum penambah oksigen diharapkan terjadi pula peningkatan efektivitas kerja hati untuk melakukan fungsinya secara baik dan normal. Oksigen juga dibutuhkan untuk proses fagositosis di dalam organ hati oleh sel makrofag (sel Kupffer) untuk menghancurkan sel darah merah yang sudah tua dan membersihkan darah dengan memusnahkan bahan toksik, bakteri, virus parasit sel tumor dan partikel asing yang bisa membahayakan tubuh. Peningkatan ketersediaan oksigen dalam darah yang masuk ke hati ini, memungkinkan pula untuk peningkatan jumlah ATP yang terbentuk untuk aktivitas sel-sel Kupffer tersebut (Billiar dan Curran, 1992).

(30)

Menurut Zakaria et al. (2005), kelebihan oksigen yang tidak digunakan untuk keperluan kerja organ hati akan diteruskan menuju serambi kanan jantung melalui pembuluh vena cava inferior yang kaya akan karbon dioksida. Dari serambi kanan kemudian diteruskan ke bilik kanan, oksigen akan melalui sistem peredaran pulmonalis kembali seperti peredaran darah secara normal menuju paru-paru. Di dalam paru-paru terjadi pertukaran gas di mana karbondioksida dari pembuluh kapiler akan dilepaskan dan oksigen akan diikat ke dalam pembuluh darah. Pada kondisi normal kecepatan pertukaran gas di dalam paru-paru harus seimbang dengan pertukaran gas yang terjadi pada jaringan periferi.

Peningkatan konsentrasi oksigen dalam darah karena konsumsi air minum penambah oksigen ini dapat membantu proses pertukaran gas yang terjadi sehingga terjadi kenaikan jumlah oksigen yang dibawa oleh pembuluh vena pulmonalis menuju jantung untuk dipompakan ke seluruh tubuh.

3. Jalur Transportasi Oksigen melalui Sistem Peredaran Darah

Terminal proses pernapasan di dalam tubuh terjadi di bagian alveolus paru-paru. Di bagian ini terjadi pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida yang akan diangkut dari dan ke dalam sel-sel tubuh. Pertukaran gas tersebut terjadi di dalam paru-paru dan jaringan tubuh secara difusi pasif karena adanya perbedaan tekanan. Pada dasarnya gas akan berdifusi dari bagian yag bertekanan parsial tinggi ke bagian yang bertekanan parsial rendah. Perbandingan tekanan parsial O2 dan CO2 di atmosfer, alveoli, darah, dan jaringan tubuh dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tekanan parsial oksigen dan karbondioksida

Tempat Tekanan Parsial O2 (mmHg) Tekanan Parsial CO2 (mmHg) Atmosfer Alveoli Darah kaya O2 Darah miskin O2 Jaringan tubuh 160 104 104 40 40 0.2 40 40 45 45 Sumber : Levitzky (2003)

(31)

Darah yang masuk ke dalam paru-paru memiliki tekanan parsial O2 (PaO2) yang lebih rendah dan tekanan parsial CO2 (PaCO2) yang lebih tinggi dibandingkan tekanan parsial O2 dan CO2 di dalam alveoli. Ketika darah berada di pembuluh kapiler, karbon dioksida akan berdifusi dari darah menuju udara di alveoli. Sebaliknya, oksigen akan berdifusi dari alveoli ke dalam darah. Pada saat meninggalkan paru-paru, darah yang kaya O2 memiliki PaO2 yang tinggi dan PaCO2 yang rendah dibandingkan sebelum masuk paru-paru. Setelah melewati jantung, darah tersebut akan dipompa melalui peredaran darah sistemik. Di dalam kapiler peredaran darah sistemik, perbedaan tekanan parsial menyebabkan terjadinya difusi oksigen dari darah menuju sel tubuh. Pada saat bersamaan, CO2 akan berdifusi dari sel-sel jaringan menuju darah. Setelah melepas O2 dan mengangkut CO2, darah akan kembali ke jantung (Levitzky, 2003).

Pada manusia diperlukan suatu mekanisme sistem transportasi untuk mendistribusikan zat-zat gizi, oksigen, karbon dioksida, zat-zat buangan, ataupun hormon. Sistem yang menangani proses pendistribusian tersebut dikenal dengan sistem kardiovaskular atau sirkulasi. Sistem sirkulasi pada manusia terbagi menjadi dua bagian, yaitu sistem peredaran darah dan sistem limfatik (getah bening). Sistem sirkulasi darah manusia termasuk ke dalam sistem peredaran darah tertutup dan ganda. Tertutup artinya peredaran darah di dalam tubuh selalu berada di dalam pembuluh, sedangkan ganda berarti darah setiap bersirkulasi ke seluruh tubuh melewati jantung sebanyak dua kali. Secara garis besar, sistem sirkulasi darah ganda terbagi menjadi dua jalur, yaitu sistem peredaran darah pulmonalis dan peredaran darah sistemik. Organ tubuh yang terlibat di dalam sistem peredaran darah secara umum adalah jantung, pembuluh darah, dan darah (Rhoades dan Bell, 2009).

Sistem peredaran darah pulmonalis terdiri dari pembuluh nadi (arteri) dan pembuluh balik (vena) yang mendistribusikan darah dari jantung ke paru-paru dan berlaku pula sebaliknya. Sistem ini diawali dari bilik (ventrikel) kanan jantung dan berakhir pada serambi (atrium) kiri jantung. Darah yang kaya oksigen yang berasal dari proses respirasi di

(32)

dalam paru-paru akan didistribusikan melalui lintasan pulmonalis oleh pembuluh vena paru-paru menuju serambi kiri jantung, diteruskan ke bilik kiri, dan selanjutnya akan memasuki jalur sistemik. Di samping terjadi distribusi O2, CO2 yang sebelumnya dibawa oleh pembuluh arteri pulmonalis juga ikut diangkut menuju paru-paru yang selanjutnya akan dibuang keluar tubuh melalui proses ekspirasi.

Jalur sistemik merupakan kelanjutan dari jalur pulmonalis, di mana darah yang kaya O2 akan dipompa menuju seluruh organ dan jaringan tubuh melalui aorta (pembuluh nadi utama), arteri, arteriol, dan pembuluh darah kapiler. Selanjutnya darah yang telah menyalurkan oksigen ke seluruh jaringan tubuh, kemudian akan membawa karbon dioksida yang merupakan hasil sampingan proses metabolisme yang berlangsung di dalam sel untuk dibuang keluar tubuh. Darah yang kaya CO2 tersebut akan dibawa melalui pembuluh vena sistemik menuju serambi kanan jantung, diteruskan ke bilik kanan jantung lalu menuju jalur pulmonalis kembali (Johnson dan Byrne, 2003).

Dari bilik kanan jantung, darah akan dialirkan menuju paru-paru melalui pembuluh nadi pulmonalis untuk pertukaran gas, yaitu melepaskan gas CO2 dan menyerap gas O2. Di samping untuk mendistribusikan gas O2, sistem peredaran darah juga mengatur pendistribusian zat-zat makanan serta gas buangan seperti CO2. Darah yang merupakan unit fungsional seluler pada manusia yang berperan untuk membantu fungsi fisiologis. Banyaknya volume darah yang beredar di dalam tubuh manusia 8% dari berat badan secara keseluruhan. Pada pria volume darah berkisar antara 5-6 liter, sedangkan pada wanita volume darah umumnya sekitar 4-5 liter. Beberapa fungsi darah, antara lain: 1) mengangkut zat-zat makanan dan oksigen ke seluruh tubuh dan membawa sisa metabolisme menuju organ yang bertugas untuk pembuangan, 2) mengedarkan hormon-hormon untuk membantu proses fisiologis, 3) mempertahankan tubuh dari penyakit, 4) menjaga stabilitas suhu tubuh, serta 5) menjaga kesetimbangan asam-basa jaringan tubuh untuk menghindari kerusakan (Levitzky, 2003).

(33)

Bagian darah yang bertanggung jawab terhadap proses pengangkutan oksigen adalah sel darah merah (eritrosit). Eritrosit manusia normal berukuran sangat kecil dengan ukuran diameter kira-kira 6-9 μm, tidak memiliki inti sel, serta berbentuk pipih dan cekung pada bagian tengahnya (bikonkaf). Jumlah rata-rata sel darah merah orang dewasa adalah 5.4 juta sel/mm3 pada pria dan 4.8 juta sel/mm3 pada wanita.

Eritrosit dibentuk di sumsum merah tulang dan memiliki sifat hanya dapat bertahan hidup selama 120 hari di dalam tubuh. Hal tersebut karena pada saat proses pematangan, sel darah merah kehilangan organel intraselulernya, seperti nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, dan organel lainnya sehingga eritrosit tidak mampu melakukan reproduksi atau aktivitas metabolik lainnya secara intensif. Sel ini tidak menggunakan oksigen untuk metabolismenya sendiri. ATP yang dibutuhkan oleh eritrosit dalam jumlah yang relatif kecil, seluruhnya diperoleh dari proses glikolisis glukosa darah untuk menghasilkan oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membantu mengangkut karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru (Lehninger, 1982).

Sebagian besar sel darah merah didominasi oleh protein terkonjugasi hemoglobin. Kandungan hemoglobin di dalam sel darah merah sekitar 35% atau kira-kira 280 juta hemoglobin. Hemoglobin merupakan protein utama pengangkut oksigen dan karbon dioksida di dalam sel darah merah. Protein hemoglobin merupakan sebuah molekul kompleks yang mengandung protein globin dan porfirin (heme). Kandungan zat besi yang terdapat di dalam hemoglobin membuat darah menjadi berwarna merah. Kadar normal hemoglobin pada wanita dewasa adalah 12-16 g/dl dan 14-18 g/dl pada pria dewasa.

Menurut Lehninger (1982), hemoglobin yang telah 100% jenuh dengan oksigen mampu mengikat 1.34 ml oksigen per gram hemoglobin. Apabila di dalam 100 ml darah terdapat 15 gram hemoglobin berarti kandungan oksigen di dalamnya sebesar 20.1 ml/dl darah. Sebagian besar oksigen yang masuk ke dalam tubuh diangkut dalam bentuk terikat dengan hemoglobin, yaitu 97% dan hanya sekitar 3% saja yang larut dalam

(34)

plasma. Pada paru-paru, di mana tekanan parsial oksigen tinggi (90-100 mmHg) dan pH relatif tinggi sekitar 7.6, hemoglobin cenderung jenuh maksimum dengan oksigen. Sebaliknya, di dalam pembuluh kapiler pada jaringan periferi tekanan parsial oksigen hanya sekitar 25-40 mmHg dengan pH yang relatif rendah juga berkisar 7.2-7.3, terjadi pembebasan oksigen ke dalam massa jaringan yang melakukan respirasi.

Di dalam pembuluh vena darah yang meninggalkan jaringan, hemoglobin hanya jenuh sebesar 65%. Oleh karena itu hemoglobin berdaur di antara kejenuhan oleh oksigen antara 65% dan 97% dalam sirkuit berulang antara paru-paru dan jaringan periferi. Pada jaringan otot yang sedang berkontraksi, PaO2 hanya 10-26 mmHg dan saturasi O2 pada hemoglobin hanya 10% karena sel otot menggunakan oksigen pada waktu yang relatif singkat sehingga dapat menurunkan konsentrasi oksigen. Sedangkan hemoglobin jenuh 75% pada sel otot yang sedang relaksasi dengan tekanan parsial oksigen 40 mmHg. Jadi hemoglobin dapat membebaskan kandungan oksigennya sangat efektif pada jaringan otot dan jaringan periferi lainnya (Lehninger,1982).

Sel darah juga berfungsi untuk mengangkut gas CO2 yang terbentuk sebagai hasil akhir metabolisme dari dalam jaringan menuju ke luar tubuh. Secara keseluruhan, sekitar dua per tiga total kandungan CO2 berada di dalam plasma dan hanya sepertiganya yang berada di dalam sel darah merah. Akan tetapi hampir semua CO2 darah harus masuk dan keluar sel darah merah selama pengangkutan CO2 dari jaringan ke paru-paru. Sejumlah 72% karbon dioksida dalam tubuh manusia larut dalam plasma darah dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-) dan 8% lainnya dalam bentuk molekul karbondioksida. Sisanya sebesar 20% diikat oleh hemoglobin dalam bentuk carbaminohemoglobin (Bain, 2006).

Darah di dalam pembuluh vena yang meninggalkan jaringan mengandung gas CO2 60 ml/100 ml darah. Sedangkan pembuluh arteri pulmonalis mengandung hanya sekitar 50 ml CO2 per 100 ml darah. Pada konsentrasi CO2 tinggi, seperti pada jaringan, beberapa bagian CO2 akan diikat oleh hemoglobin dan daya ikat terhadap oksigen akan menurun

(35)

sehingga O2 akan dibebaskan. Hal yang sama berlaku kebalikannya di mana pada saat O2 diikat oleh pembuluh arteri paru-paru, daya ikat hemoglobin terhadap CO2 pun akan menurun.

4. Proses Katabolisme di dalam Sel

Setelah darah mendistribusikan zat-zat makanan dan oksigen ke dalam jaringan tubuh, kemudian zat makanan dan oksigen tersebut diteruskan menuju sel-sel tubuh untuk keperluan proses metabolisme sehingga dapat menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan NADPH. Proses metabolisme yang berlangsung merupakan proses katabolime atau proses pemecahan. Proses katabolisme ini terjadi di dalam sitoplasma yang kemudian diteruskan menuju salah satu organel sel yang berfungsi untuk melakukan proses respirasi, yaitu bagian mitokondria. Di bawah ini merupakan skema proses katabolisme secara umum :

Karbohidrat enzim

Lemak + O2 ATP (energi) + CO2 + H2O Protein

Proses katabolisme dimulai dengan pemecahan makromolekul, baik berupa karbohidrat, lemak, maupun protein menjadi senyawa-senyawa penyusunnya yang lebih sederhana (glukosa, asam lemak dan gliserol, serta asam amino). Semua reaksi metabolisme tersebut berlangsung di dalam sel tubuh dengan bantuan enzim sebagai katalisator. Karbohidrat merupakan bahan bakar utama untuk proses pembentukan di samping lemak dan protein. Apabila asupan karbohidrat ataupun simpanan glikogen sangat sedikit di dalam tubuh sehingga tidak mencukupi untuk produksi energi, maka dilakukan perombakan lemak (trigliserida) dan protein. Skema proses katabolisme di dalam sel dapat dilihat pada Lampiran 2.

Secara garis besar reaksi katabolisme pada manusia terbagi menjadi empat tahapan meliputi proses glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus Krebs, dan transpor elektron. Setelah bentukan polisakarida dan

(36)

oligosakarida dipecah menjadi bentuk monosakarida, maka tahap selanjutnya masuk ke dalam proses glikolisis. Proses ini terjadi di dalam sitosol (cairan sitoplasma) tanpa menggunakan oksigen (anaerob). Glikolisis merupakan proses perombakan satu monomer glukosa (memiliki 6 atom C) menjadi dua molekul senyawa piruvat (memiliki 3 atom C). Dari keseluruhan proses glikolisis, selain menghasilkan asam piruvat juga dihasilkan 2 molekul ATP dan 2 molekul NADH (Nicotinamide Adenine Dinucleotide). Molekul NADH ini akan melalui proses lanjutan, yaitu transpor elektron di mana nantinya akan dipecah menjadi molekul ATP. Proses glikolisis secara singkat dapat dilihat pada Lampiran 3.

Menurut Scheffler (1999), setelah melalui tahap glikolisis, asam piruvat akan masuk menuju siklus Krebs. Namun sebelum itu, asam piruvat perlu dioksidasi terlebih dahulu menjadi asetil Ko-A. Proses ini disebut juga dekarboksilasi oksidatif karena menggunakan oksigen sebagai oksidatornya (aerob) dan berlangsung di dalam matriks mitokondria. Tahapan ini merupakan tahap penggabungan asam piruvat (3C) yang terbentuk dari proses glikolisis dengan koenzim A sehingga terbentuk asetil ko-A (2C). Hasil akhir dekarboksilasi oksidatif berupa 2 molekul asetil ko-A dan 2 molekul NADH, serta hasil sampingan 2 molekul CO2. Asetil Ko-A kemudian masuk ke dalam rangkaian siklus Krebs atau siklus asam trikarboksilat (TCA cycle). Siklus ini dilalui sebanyak dua kali karena terdapat 2 molekul asetil ko-A yang masuk melaluinya. Siklus Krebs atau siklus TCA secara sistematik dapat dilihat di Lampiran 4. Hasil akhir siklus ini berupa 6 molekul NADH, 2 molekul FADH2, 2 molekul ATP, dan 4 molekul CO2. Sebagian besar tahap glikolisis dan siklus Krebs merupakan reaksi redoks di mana terdapat enzim dehidrogenase mentransfer elektron dari substrat ke NAD+ lalu jadi NADH.

Rantai transpor elektron adalah tahapan terakhir dari reaksi respirasi sel aerobik yang meliputi proses perpindahan elektron dari molekul donor (seperti NADH) menuju penerima elektron terakhir, yaitu oksigen. Proses ini berlangsung pada bagian krista (membran dalam) mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah

(37)

NADH dan FADH2, yang telah dihasilkan pada reaksi glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, dan siklus Krebs. Di samping itu terdapat molekul lain yang ikut berperan, yaitu molekul oksigen, koenzim Q

(ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a (Scheffler, 1999).

Pertama-tama NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a, dan ini merupakan akhir dari rantai transpor elektron. Sitokrom a ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen, yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai tersebut, dan merupakan akseptor terakhir elektron. Setelah menerima elektron dari sitokrom a, oksigen ini kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini akan menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat organik menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada transpor elektron yang menghasilkan ATP (Lehninger, 1982). Skema rantai transpor elektron pada membrane dalam mitokondria dapat dilihat pada Lampiran 5.

Sejak reaksi glikolisis sampai siklus Krebs, telah dihasilkan NADH dan FADH2 masing-masing sebanyak 10 dan 2 molekul. Dalam transpor elektron ini, kesepuluh molekul NADH dan kedua molekul FADH2 tersebut mengalami oksidasi sesuai reaksi berikut.

10 NADH + 5 O2 ĺ 10 NAD+ + 10 H2O 2 FADH2 + O2 ĺ 2FAD + 2H2O

(38)

Setiap oksidasi NADH menghasilkan kira-kira 3 ATP, sedangkan oksidasi FADH2 menghasilkan 2 ATP. Jadi di dalam transpor elektron dihasilkan sebanyak 34 ATP dan H2O. Ditambah dari 4 molekul ATP hasil glikolisis dan siklus Krebs, maka secara keseluruhan reaksi respirasi seluler menghasilkan total 38 ATP dari satu molekul glukosa. Akan tetapi, karena dibutuhkan 2 ATP untuk melakukan transpor aktif, maka hasil bersih dari setiap respirasi seluler adalah 36 ATP (Lehninger, 1982).

Oksigen yang dibawa ke dalam sel melalui sistem peredaran darah berperan penting agar proses respirasi selular secara aerobik dapat berjalan secara normal. Seperti telah disebutkan di atas, molekul ini memegang peranan penting sebagai penerima elektron terakhir pada tahap transpor elektron, di mana oksigen akan bereaksi dengan 4 H+ dan menghasilkan dua molekul H2O. Apabila tidak terdapat molekul oksigen yang menangkap elektron dari protein kompleks yang terakhir (sitokrom a) pada sistem, elektron akan tetap berikatan pada protein tersebut. Hal tersebut menyebabkan molekul NADH tidak dapat mentransfer elektronnya dan tetap dalam bentuk tereduksi sehingga tidak dapat melepas energinya dan tidak dapat kembali ke siklus Krebs. Oleh karena itu, siklus Krebs akan terhenti dan ATP tidak akan diproduksi lagi pada mitokondria.

Ketiadaan oksigen akan menyebabkan respirasi yang seharusnya berjalan normal secara aerobik akan berlangsung secara anaerobik. Respirasi anaerob pada manusia hanya terdiri dari 2 tahapan, yaitu proses glikolisis dan fermentasi asam laktat. Energi hanya diperoleh dari proses glikolisis yang menghasilkan 2 molekul ATP saja. Jumlah oksigen yang tidak mencukupi akan mengakibatkan proses oksidasi asam piruvat tidak berlangsung, begitu pula proses oksidasi pada siklus Krebs dan transpor elektron. Padahal sistem rantai transpor elektron merupakan kunci utama untuk menghasilkan energi dalam jumlah yang besar, yaitu 34 ATP, selain dari proses glikolisis (2 ATP) dan siklus Krebs (2 ATP).

Akibat ketidaktersediaan oksigen, setelah proses glikolisis yang berlangsung secara anaerobik (tanpa oksigen), asam piruvat sebagai hasil

(39)

akhir glikolisis akan melalui tahap fermentasi laktat. Berikut merupakan skema singkat fermentasi asam laktat.

2 C2H3OCOOH + 2 NADH2 ĺ 2 C2H5OCOOH + 2 NAD As. Piruvat As. Laktat

Hasil akhir fermentasi ini hanya menghasilkan 2 molekul ATP dari satu molekul glukosa yang diuraikan. Jumlah ini kecil jika dibandingkan dengan respirasi aerobik yang menghasilkan 38 ATP. Fermentasi asam laktat ini terutama pada jaringan otot yang tiba-tiba harus berkontraksi kuat melebihi kemampuan jantung dan paru-paru untuk mengeluarkan gas CO2 dari otot.

Dengan persediaan oksigen yang terbatas ditambah dengan pengeluaran karbondioksida yang terbatas pula akan mengakibatkan asam laktat yang terbentuk semakin menumpuk. Timbunan ini akan berpengaruh terhadap penurunan pH otot sehingga kapasitas serat otot menurun dan akan membuat tubuh semakin lama akan menjadi pegal, terasa lelah, dan sakit, serta napas pun akan terengah-engah untuk menebus oksigen yang defisit selama proses anaerobik berlangsung. Meskipun respirasi anerobik dapat membantu dalam jangka pendek dan intensitas tinggi untuk bekerja, tetapi tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama pada organisme aerobik yang kompleks, seperti manusia. Pada manusia, fermentasi asam laktat hanya mampu menyediakan energi selama 30 detik hingga 2 menit.

C. Air Minum Penambah Oksigen

Air minum penambah oksigen termasuk ke dalam jenis air minum dalam kemasan (AMDK) yang di dalamnya ditambahkan oksigen terlarut sehingga mengandung jumlah oksigen yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan air minum biasa. Belum ada ketetapan baku mengenai jumlah minimum oksigen terlarut dalam air minum penambah oksigen karena memang belum ada SNI di Indonesia yang mengatur tentang hal tersebut. Namun dapat ditarik garis besar secara umum, produsen dapat mengklaim air

(40)

minum penambah oksigen jika produknya mengandung sedikitnya 7-8 kali jumlah oksigen terlarut air minum biasa. Jumlah oksigen terlarut yang dikandung oleh air minum biasa umumnya adalah sebesar 7-12 ppm. Oleh karena itu, konsentrasi minimum oksigen terlarut di dalam produk air minum penambah oksigen ditetapkan paling sedikit sebesar 80 ppm.

Kelarutan oksigen dalam air sangat rendah, karena oksigen bersifat nonpolar sedangkan air bersifat polar. Nilai koefisisen solubilitas oksigen di dalam air juga sangat kecil, yaitu sebesar 0.024 (Guyton dan Hall, 2006). Hal tersebut yang menyebabkan air bukan merupakan pelarut yang baik bagi oksigen. Air segar yang berasal dari mata air pegunungan hanya mengandung 10-12 ppm oksigen dan akan semakin menurun menjadi 5-7 ppm pada air yang telah diolah untuk diminum (Speit et al., 2002). Pada temperatur ruang (28-32oC) air biasa hanya dapat melarutkan oksigen dari udara sebanyak 10 mg/l atau 10 ppm. Bahkan pada suhu 100 oC, tidak ada lagi oksigen yang terlarut dalam air. Kelarutan oksigen di dalam air meningkat dapat mencapai 15 ppm pada temperatur rendah. Air minum dalam kulkas yang didinginkan pada suhu mencapai 4oC bisa mengandung oksigen sebanyak 15 ppm yang oksigennya berasal dari udara (Zakaria, 2005). Kalau kita perhatikan pada saat minum air es akan terasa lebih segar dibandingkan minum air hangat karena air es mempunyai kandungan oksigen lebih tinggi. Hubungan kelarutan oksigen di dalam air terhadap temperatur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hubungan kelarutan oksigen dalam air terhadap suhu Suhu (oC) Kelarutan Oksigen dalam Air (ppm)

0 5 10 15 20 25 30 14.2 12.4 10.9 9.8 8.8 8.1 7.5 Sumber : (Eagleson, 2008)

(41)

Kelarutan oksigen dalam air terjadi akibat molekul-molekul oksigen yang terjebak di dalam struktur-struktur cincin molekul air. Akibat orientasi molekul air berfluktuasi sangat cepat sehingga struktur air cenderung tidak teratur. Oleh karena itu oksigen terlarut mudah lepas, terlebih lagi jika suhu naik. Pada suhu di atas 4oC, polimer air didominasi oleh bentuk monohidrol yang merupakan bentuk molekul air yang hanya terdiri dari satu molekul tunggal. Sedangkan pada suhu di bawah 4oC, polimer air akan berbentuk trihidrol ataupun tetrahidrol yang merupakan gabungan dari 3-4 molekul air dengan ciri spesifik ruang kosong di antara molekul-molekul air. Ruang kosong antara molekul-molekul air tersebut akan memungkinkan sebagai tempat terikatnya oksigen di antara molekul air tersebut. Ikatan antara oksigen dan air ini dapat terjaga dengan pemberian tekanan tertentu (Purnama, 2004).

Menurut Mortimer (1975), molekul gas akan mengubah energi panas yang diterimanya menjadi energi kinetik. Semakin tinggi energi panas yang diterima maka akan semakin tinggi pula energi kinetik yang timbul. Molekul oksigen memiliki energi kinetik yang tinggi sehingga cenderung tidak larut dalam air. Perlakuan suhu rendah akan menurunkan energi kinetik molekul oksigen sehingga oksigen menjadi bersifat lebih mudah larut dan terikat dengan air. Teknologi injeksi oksigen yang ada dengan menggunakan tekanan tinggi pada suhu rendah memungkinkan semakin meningkatnya kelarutan oksigen dalam air. Kondisi di atas didukung dengan prinsip Le Chatelier yang menyebutkan pemberian tekanan pada suatu sistem dalam kesetimbangan akan mengakibatkan sistem berubah ke arah kesetimbangan baru untuk mengatasi tekanan tersebut. Dengan demikian tekanan tinggi yang diberikan pada saat injeksi oksigen akan memaksa oksigen larut dalam air sehingga tercapai kesetimbangan baru dalam sistem air minum tersebut.

Pada prinsipnya proses produksi air minum penambah oksigen serupa dengan proses pembuatan air minum dalam kemasan (AMDK) secara umum, namun ada perbedaan mendasar, yaitu adanya penambahan oksigen terlarut yang diinjeksi ke dalam botol air minum tersebut. Pada tahap awal pembuatan dilakukan proses pemurnian air terlebih dahulu. Proses ini menggunakan

(42)

sistem UFO (Ultraviolet, Filterisasi dan Ozonisasi) yang dikombinasikan dengan sistem RO (Reverse Osmosis) atau lebih sering disebut sebagai sistem UFO-RO.

Tahap pemurnian air diawali dengan cara mengalirkan air dari sumber mata air pegunungan ke tempat penampungan air berbentuk seperti kolam. Di tempat ini dilakukan proses pra-filterisasi dengan menggunakan silika. Tahap pra-filterisasi tidak dapat mereduksi logam berat, senyawa nitrit, bakteri, klorin, maupun endapan, tetapi hanya dapat menghilangkan pasir. Setelah itu ditambahkan karbon aktif ke dalam kolam penampungan untuk menghilangkan bau, rasa, dan senyawa kimia lain yang berbahaya. Air dilewatkan ke dalam filter mangan (manganese filter) untuk menghilangkan senyawa organik. Selanjutnya dilakukan proses filterisasi I dengan menggunakan penyaring (filter) yang diameter pori-porinya berukuran 5 μm. Filterisasi I dilakukan untuk memisahkan molekul-molekul berukuran besar sehingga tidak dapat melewati filter tersebut.

Proses pemurnian berlanjut dengan tahap reverse osmosis yang lebih dikenal ultrafiltrasi (filtrasi tingkat tinggi) merupakan jenis proses filtrasi yang paling baik. Pada proses ini dilakukan penghilangan partikel-partikel kecil seperti bakteri, garam mineral, lemak, laktosa, dan protein. Reverse osmosis menggunakan membran semipermeable dengan diameter pori-pori berukuran 0.001-0.0001 mikron (1-10 ǖ) ditambah dengan penggunaan tekanan tinggi 30-60 bar sehingga dapat melewatkan pelarut dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah (Purnama, 2004). Prinsip kerja reverse osmosis adalah memisahkan zat-zat terlarut yang memiliki berat molekul rendah, seperti garam mineral dari larutan dengan menggunakan tekanan tinggi untuk mengatasi tekanan osmotik larutan.

Tahap lanjutan dilakukan dengan menampung air di dalam tangki untuk menyeimbangkan tingkat keasaman atau pH menjadi 7.2-7.5. Air mengalami proses filtrasi II untuk mencegah cemaran yang timbul akibat proses penyeimbangan pH yang dilakukan sebelumnya. Kemudian dilakukan tahap reverse osmosis lanjutan dengan melewatkan air pada membran filter menggunakan tekanan tinggi sehingga tercapai efisiensi pemisahan

(43)

maksimum air dari zat-zat organik lainnya sebesar 100%. Setelah itu air dimasukkan kembali ke dalam tangki penampungan untuk diproses ozonisasi menggunakan sinar ultraviolet yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang masih lolos setelah proses reverse osmosis.

Setelah melalui tahap pemurnian maka air siap untuk diisi dengan oksigen. Air kemudian dimasukkan ke dalam kemasan khusus yang kedap, seperti botol PET (Polyethylene Terephtalate) yang tebal dengan penutup berlapis ganda pada bagian dalam. Sebelum diisi air, botol telah terlebih dahulu disterilisasi menggunakan sinar UV. Kemudian diinjeksikan oksigen sebanyak 80 mg/l bahkan lebih menggunakan tekanan tinggi lebih dari 1 bar (760 mmHg) pada suhu rendah. Proses injeksi dilakukan pada kondisi kedap udara, suhu rendah dan menggunakan tekanan tinggi. Botol air minum penambah oksigen langsung di-sealing di dalam kondisi kedap udara untuk mencegah terlepasnya molekul oksigen ke udara bebas (Zakaria, 2005). Kadar oksigen terlarut air minum penambah oksigen dapat mencapai 80 ppm karena menggunakan teknologi pengemasan penjaga oksigen (oxygen keeper technology) yang memaksa oksigen untuk tetap larut sehingga menjamin pengikatan oksigen oleh molekul air secara sempurna. Skema proses produksi air minum penambah oksigen secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

Begitu banyak klaim produk air minum penambah oksigen yang menyatakan bahwa produk yang diproduksi dapat meningkatan kesehatan secara menyeluruh, meningkatkan fungsi otak, meningkatkan energi dan performance, meningkatkan metabolisme dan pembuangan kotoran, meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan bakteri dan virus, membuat penyerapan vitamin, mineral dan nutrisi lainnya menjadi lebih baik, serta membuat kulit agar tampak lebih sehat dan muda. Berbagai klaim tersebut sebenarnya mengacu kepada kegunaan oksigen bagi tubuh manusia yang tercantum di berbagai literatur ilmiah yang telah ada. Akan tetapi mengenai kebenarannya masih banyak yang meragukan karena jangankan untuk diambil manfaatnya, pembuktian bahwa oksigen yang berasal dari air minum penambah oksigen dapat diserap tubuh masih banyak disangsikan banyak orang.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik umum oksigen
Tabel 2. Komposisi udara dan unsur-unsur penyusunnya  No.  Unsur Penyusun  Jumlah (%)
Gambar 1. Penampang paru-paru dan alveoli (Rhoades dan Bell, 2009)
Gambar 2. Penampang usus halus (Anonim, 2008a)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika tingkat kemiskinan dianalisis per desa di masing-masing tingkat kecamatan, maka terdapat 2 kecamatan yang memiliki tingkat kemiskinan dengan klasifikasi parah

Berikut ini adalah nama - nama industri kimia , produk yang diproduksi , alamat dan no telp. perusahaan industri kimia yang ada di Indonesia. Semoga bermanfaat bagi yang mau

(Biaya kegiatan pengenalan budaya dan field trip belum termasuk dalam biaya program).. Batas Pendaftaran Akhir

1) Tingkat kehadiran siswa-siswa pada saat kegiatan pembelajaran tentang menulis resensi novel SENGSARA MEMBAWA NIKMAT , dilihat dari daftar hadir siswa untuk semua

Sehingga seperti apa yang kita lihat sekarang banyak para ahli falak yang membuat sebuah forum atau kelompok untuk mengadakan proyek pembetulan arah kiblat, dan pada

Kimia Venitalitya Alethea Sari Augustia,,S.T., M.Eng.. Kimia

[r]

NHLNXWVHUWDDQ GDODP RUJDQLVDVL VRVLDO 7LQJNDW SDUWLVLSDVL SHWDQL KXWDQ GDODP 3+%0 0XQJJRUR GDQ $OLDGL SHUHQFDQDDQ NHJLDWDQ SURJUDP 3+%0 SHQDQDPDQ WDQDPDQ NHUDV GDQ WDQDPDQ