• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG PENGAJUAN STATUS ANAK KANDUNG N0 040/Pdt.P/2017/PA.Sal. dan NO 068/Pdt.P/2017/PA.Sal.

A. Analisis Putusan No. 40P dan No. 68P. di Pengadilan Agama Saalatiga Dengan Perundang-undangan Di Indonesia

Pada umumnya pemeriksaan perkara di Pengadilan agama mengacu pada hukum acara perdata, kecuali yang diatur secara khusus, yaitu dalam memeriksa perkara permohonan izin pengajuan status anak kandung yang diatur dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 43 ayat (1).

1. Analisis PutusaanNo. 40Pdi Pengadilan Agama Saalatiga a. Analisia Syarat Alternatif

Kesimpulan Majelis Hakim dalam perkara Nomor.004/pdt.p/2017/PA.Sal. Bahwa berdasarkan pengajuan status anak kandung permohon 1 dan Pemohon II, yang diperkuat dengan dalil-dalil yang diajukan oleh saksi-saksi maka Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan pemohon I dan pemamohon II untuk mengajukan permohonan status anak kandung telah cukup alasan sehingga dikabulkan.

Ketentuan bahwa Pengadilan Agama memberikan izin permohonan pengajuan status anak kandung, apabila terpenuhi syarat alternatif dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-

63

VIII/2010 tanggal 27 februari 2010, pasal 43 ayat (1) undang-undang Nomor 1tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca,

Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai

ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan

teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan

darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.

Menurut penulis, Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan No.004/pdt.p/2017/PA.Sal. bertentangan dengan ketentuan KHI pasal 40

(b) “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan

wanita karena keadaan tertentu yaitu seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain”. Majelis Hakim yang mengabulkan permohonan No. 004/Pdt. p/2017/PA. Sal. Tersebut telah melakukan penemuan Hukum dengan perluasan penafsiran Hukum. Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut juga mempertimbangkan bahwa

64

meskipun perkawinan antara Pemohon I dan Pemohon II tidak sah namun karena dalam perkawinan itu telah melahirkan seorang anak, maka secara hukum harus mendapat perlindungan.

Karena dalam perkawinan tersebut telah melahirkan anak maka Majelis Hakim juga mempertimbangkan dengan Undang-Undang RI nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal I ayat 2 yaitu

“Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi”.

b. Analisis Syarat Komulatif

Majelis Hakim menyimpulkan bahwa permohonan No.004/pdt.p/2017/PA.Sal. sudah memenuhi syarat komulatif yaitu dengan dikuatkannya saksi-saksi yang diajukan oleh pemohon I dan pemohon II serta berpedoman dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 43 ayat(1).

Majelis Hakim dalam mengabulkan permohonan ijin pengajuan status anak kandung juga berpedoman dengan dalil fiqhiyah yang tercantum dalam kitab Al fiqh Alislami wa adilatuhu jilid v halaman 690

65

“Pernikahan, baik yang sah maupun yang fasid adalah merupakan sebab untuk menetapkan nasab di dalam suatu kasus. Maka apabila telah nyata terjadi suatu pernikahan, walaupun pernikahan itu fasid (rusak) atau pernikahan yang dilakukan secara adat, yang terjadi dengan cara-cara akad tertentu (tradisional) tanpa didaftarkan di dalam akta pernikahan secara resmi, dapatlah ditetapkan bahwa nasab anak yang dilahirkan oleh perempuan tersebut sebagai anak dari suami isteri (yang bersangkutan”

Pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan No.004/pdt.p/2017/PA.Sal. ini menurut penulis lebih menekankan pada nilai manfaat dalam arti anak yang dilahirkan antara pemihon I dan pemohon II secara hukum harus mendapatkan perlindungan. Maka untuk kepastian hukum Majelis Hakim perlu menetapkan anak yang dilahirkan antara pemohon I dan pemohon II sebagai anak biologis. Akan tetapi Putusan ini dapat juga memberi pengaruh negatif dalam masyarakat pada umumnya yaitu anak yang lahir di luar pernikahan yang sah akan mudah dalam mendapatkan status sebagai anak biologis.

66

2. Analisis Putusan No. 68Pdi Pengadilan Agama Saalatiga a. Analisi Syarat Alternatif

Pada kasus permohonan izin pengajuan status anak kandung dengan Nomor perkara No.068/Pdt.p/2017/PA.Sal. pemohon I dan pemohon II mengajukan permohonan stautus anak kandung di Pengadilan Agama salatiga. Dengan alasan sesuai ketentuan pasal 103 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yaitu Bila akta kelahiran alat bukti lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti bukti yang sah.”

Akan tetapi perkara ini ditolak oleh Majelis Hakim dengan alasan tidak terbukti memenuhi alasan berdasarkan pasal103 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.

Sebelum melakukan penerapan Hukum dalam pertimbangan Hukumnya, Majlis Hakim telah membuktikan benar tidaknya peristiwa atau fakta yang diajukan para pihak dengan pembuktian yang diuraikan para pemohon. Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut terbukti bahwa para pemohon melangsungkan pernikahan secara syari,at islam pada tanggal 30 April 2016, dan dikaruniai seorang anakl pada tanggal 12 juni 2016. Dengan demikian jarak antara dilangsungkanya pernikahan di

67

bawah tangan Para Pemohon dengan lahirnya anak tersebut hanya berselang selama 2 (dua) bulan 13 (tiga belas) hari.

Menurut pertimbangan majelis hakim yang menyimpulkan bahwa terdapat dua kesalahan pelanggaran terhadap aturan hukum Syar’I dan

hukum menurut ketentuan undang-undang, yakni Para pemohon telah melakukan hubungan layaknya suami istri diluar nikah (zina) dan sewaktu melaksanakan pernikahan pada tanggal 30 April 2016 tidak mencatatakannya kepada petugas yang berwenang, dalam hal ini Kantor Urusan Agama dimana para pemohon berdomisili.

Majelis Hakim juga mengutip tulisan bahwa “Dalam Hukum Islam

memberi batasan minimal kelahiran anak dari perkawinan ibunya adalah 6 bulan, berdasarkan bunyi ayat Al-Qur’an dalam surat 31 (Luqman)

ayat 14 dan surat 46 (Al-Ahqaf) ayat 15, seluruh mazhab fiqh, baik

Sunni maupun Syi’i, juga sepakat bahwa batas minimal kehamilan adalah enam bulan.

Majelis Hakim, juga mempertimbangkan bunyi Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa “Anak yang lahir di luar

perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”

68

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka Majelis Hakim berpendapat bahwa anak yang dilahirkan Pemohon II pada tanggal 12 Juni 2016 tidak bisa diisbatkan hubungan nasabnya kepada Pemohon I sebagai ayah biologisnya karena anak tersebut lahir sekira baru 2 bulan 13 hari dari pernikahan Para Pemohon (dengan pernikahan di bawah tangan). Karena anak yang telah dilahirkan oleh pemohonII telah dinyatakan tidak dapat diisbatkan kepada pemohon I sebagai ayah kandubng maka permohonan Para Pemohon tidak dapat dikabulkan atau ditolak.

Menurut pertimbangan majelis hakim yang menyimpulkan bahwa alasan permohonan Pemohon sesuai pasal 43 ayat (1) undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut patut ditolak. Karena hakim berpendapat bahwa para pemohon telah melakukan beberapa pelanggaran tarhadap hukum syar’i dan hukum menurut undang-Undang. b. Analisis Syarat Komulatif

Majelis Hakim yang memeriksa perkara No. No.068/Pdt.p/2017/PA.Sal. Tentang permohonan pengajuan status anak kandung tidak memenuhi syarat pada Undang-Undang No 1 tahun 1974 pasal 43 ayat (1) yaitu:

Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”,

69

Selanjutnya Majelis mempertimbangkan bahwa anak yang dilahirkan pemohon II pada tanggal 12 juni 2016 tidak bisa diisbatkan hubungan nasabnya kepada pemohon I sebagai anak biologisnya karena anak tersebut lahir sekira baru 2 bulan 13 hari dari pernikahan para pemohon dibawah tangan.

Dengan demikian putusan yang diambil oleh majelis Hakim sudah tepat. Dikarenakan usia kelahiran anak tersebut baru 2 bulan 13 belas hari sedangkan batasan minimal kelahiran anak dari perkawinan adalah 6 bulan.

B. Analisis Putusan No. 40P dan No 68P. Di Pengadilan Agama Salatiga Dengan Hukum Islam

1.Analisis Putusan No.40P Di Pengadilan Agama Salatiga

Majelis hakim dalam memutus perkara No.40P Di Pengadilan Agama Salatiga yang diajukan Pemohon 1 dan Pemohon II serta dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi dapat dikabulkan, karena Majelis Hakim mengacu pada dalil fiqhiyah yang tercantum dalam kitab Al-fiqh Al-Islami wa Adhilatuhu jilid V halaman 690 sebagai berikut:

70

Artinya: Pernikahan, baik yang sah maupun yang fasid adalah merupakan sebab untuk menetapkan nasab didalam suatu kasus. Maka apabila telah nyata terjadi suatu pernikahan, walaupun pernikahan itu fasid(rusak) atau pernikahan yang dilakukan secara adat,yang terjadi dengan cara-cara akad tertentu (tradisional) tanpa didaftarkan didalam akta pernikahan secara resmi, dapatlah ditetapkan bahwa nasab anak yangdilahirkan olehperempuan tersebut sebagai anakdari suami istri (yang bersangkutan).

2.Analisis Putusan No. 68P Di Pengadilan Agama Salatiga.

Didalam perkara No. 68P Di pengadilan Agama Salatiga pemohon 1 dan pemohon II dalam mengajukan permohonan pengajuan status anak kandung ditolak oleh majelis hakim. Karena bertentangan dengan hukum islam yang memberi batasan minimal kelahiran anak dari perkawinanan ibunya adalah 6 (enam) bulan, dan Majelis Hakim berpendapat bahwa

menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 100 menyatakan bahwa “Anak yang

lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya”.

Majelis Hakim juga berpendapat bahwa di tolaknya permohonan pengajuan status anak kandung ini merupakan sanksi perzinahan sebagai mana firmaan Allah dalam surat An-nur ayat (2) sebagai berikut:

71























































Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah

belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk

(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman (Qs. An-Nur:2).

Menurut bapak Silachudin ketua Majelis yang memutus perkara No. 40P di Pengadilan Agama Salatiga. Perkara permohonan pengajuan status Anak Kandung ditolak karena dalam faktanya anak pemohon II lahir sekira baru berumur 2 bulan 13 hari dari pernikahan Para Pemohon (dengan pernikahan di bawah tangan.

Agama Islam juga melarang umatnya untuk mendekati zina apalagi melakukan zina, Allah SWT menjelaskan laragan zina dalam firmannya yaitu:





















72

Artunya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk(Qs Al-Isra‟:32).

Alquran secara tegas melarang perbuatan zina karena perbuatan tersebut merusak sendi-sendi Agama Islam. Dan bagi pezina juga terdapat sanksi yang berat. Tetapi pada kenyataannya kondisi sekarang ini banyak sekali permasalahan akibat zina yang menuntut solusi terbaik tanpa terlepas dari aturan hukum Islam.

Dalam Hukum Islam pengajuan permohonan yang di kabulkan adalah berdasarkan pada kemaslakhatan bagi umat muslim itu sendiri, dan secara Hukum harus mendapatkan perlindungan maka untuk kepastian hukum perlu ditetapkan sebagai anak biologis. Islam hanya mengakui hubungan darah (nasab) seseorang melalui jalinan perkawinan yang sah. Ini bisa dipahami langsung dari salah satu tujuan pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan. Artinya, ketika seseorang telah melangsungkan akad nikah, kemudian mereka bercampur(melakukan hubungan suamiistri) dan memperoleh keturunan, maka anak yang dilahirkan tewrsebut adalah sah dan dinasabkan ayahnya. Namun sebaliknya, jika keturunan yang diperoleh diluar ikatan perkawinan, baik dilakukan dengan suka rela(perzinahan) atau paksaan (perkosa), maka dalam hal ini, anak yang dilahirkan dinasabkan padaq si ibu yang melahirkanya, bukan pada siayah.

73

C. Tabel persamaan dan perbedaan perbandingan putusan No 040/Pdt.P/2017/PA.Sal. dan No 068/Pdt.P/2017PA.Sal

Untuk memudahkan dalam memahami persamaan dan perbedaan perbandingan putusan No 040/Pdt.P/2017/PA.Sal. dan No 068/Pdt.P/2017PA.Sal Penulis menyajikan tabel sebagai berikut pada lembar berikutnya:

74 no no putusan

jeda waktu nikah agama

pertimbangan

hakim persamaan perbedaan hasil

sampai kelahiran anak putusan

1 040/Pdt.P/2017/PA.Sal 17 jan 2013 sampai 5 sep 2013 putusan MK perkawinan di anggap melanggar iddah Di kabulkan

(7 bulan lebih 22 hari)

no

46/PUU-VIII/2010 tidak sah

tgl 27 feb 2010 kitab Al Fiqh Al Islami Wa

Adilatuhu jild V hal

690 2 068/Pdt.P/2017/PA.Sal 30 april 2016 sampai 12 jun 2016 putusan MK perkawinan di anggap melakukan hubungan Di tolak (2 bulan 13 hari) no

46/PUU-VIII/2010 tidak sah

di luar nikah (zina) tgl 17 feb 2012 surat Al Luqman ayat 14 surat Al Ahqaf ayat 15

75

Adapun dari keterangan tabel di atas yang menjadi hasil analisa penulis adalah bahwa dasar yang dipergunakan Majelis Hakim untuk memutus perkara adalah tentang batasan minimal kelahiran anak dari perkawinan ibunya adalah 6 bulan. Berdasarkan bunyi surat Al Ahqaf ayat 15 yang menyatakan bahwa masa kehamilan dan penyusuan anak adalah 30 bulan, dan di pertegas dengan surat Al Luqman ayat 14 bahwa masa menyusui itu lamanya dua tahun(24 bulan).

76

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan

Dengan melihat dan mencermati, uraian bab pertama sampai dengan bab ke empat sekripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dasar yang dipergunakan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara pengajuan permohonan penetapan status anak kandung dengan No. 040/pdt.P/2017/PA.Sal yang mengabulkan para pemohon adalah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 27 Februari 2010, Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi

dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,

77

berpendapat bahwa penetapan putusan yang bersifat mengabulkan bermula dari keyakinan Hakim terhadap dalil fiqhiyah yang tercantum dalam Kitab Al Fiqh Al Islami wa Adilatuhu jilid V hal. 690.

2. Dasar yang dipergunakan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara pengajuan permohonan penetapan status anak kandung dengan NO 068/Pdt.P/2017/PA.Sal. yang bersifat menolak adalah :

a) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, tanggal 17 Februari 2012 menyebutkan bahwa anak yang lahir di luar nikah mempunyai hubungan keperdataan kepada yang menghamili ibu dari anak tersebut, akan tetapi tidak menyatakan bahwa anak tersebut mempunyai hubungan nasab dengan yang menghamili ibu yang melahirkannya.

b) Para Pemonon dianggap melanggar 2 kesalahan yaitu melakukan hubungan di luar nikah layaknya suami istri (zina) dan dianggap tidak mencatatkan pernikahannya di KUA setempat.

c) Majelis Hakim juga mempunyai keyakinan yang kuat untuk menolak para pemohon dengan dalil hukum Islam yang memberi batasan minimal kelahiran anak dari perkawinan ibunya adalah 6 bulan berdasarkan bunyi ayat Al-Quran dalam surat Lukman ayat 14 dan surat Al-Ahqaf ayat 15

serta seluruh madzab fiqh baik sunni maupun syi’ah sepakat bahwa batas

78

3. Tinjauan Hukum Islam terhadap penasaban anak yang dihasilkan di luar perkawinan yang sah :

a. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah dalam hal ini dianggap Zina maka anak hanya bisa dinasabkan pada ibu kandungnya berdasarkan hadis bahwa

Nabi saw bersabda tentang anak hasil zina: “Bagi keluarga ibunya ...”

(HR. Abu Dawud)

b. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah ( tidak dicatatkan di KUA) tapi melakukan pernikahan adat atau nikah tradisional dapat ditetapkan nasabnya sebagai anak dari suami istri yang bersangkutan. Hal ini berdasarkan dalil yang tercantum dalam Kitab Al Fiqh Al Islami wa Adilatuhu jilid V hal. 690.

B.Saran

Perkawinan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-lakidan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak yang mempunyai kedudukan sakral, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah rumah tangga yang sakinah, mawaddah,warahmah dan bertujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan serta mencegah perzinaan dan menjaga ketentraman jiwa atau batin. Majelis Hakim hendaknya berhati-hati dalam memeriksa dan memutus perkara

79

permohonan penetapan status anak kandung karena putusan tarsebut akan berakibat besar terhadap status anak.

Kepada semua pihak, terutama kepada pasangan suami istri yang baru melangsungkan perkawinan dibawah tangan atau pernikahan secara agama sebaiknya bersegeralah untuk mencatatkan pernikahanya di Kantor Urusan Agama setempat. Agar perkawinanya di akui oleh negara dan tidak menimbulkan suatu masalah di kemudian hari ketika di karuniai seorang anak yang ingin mendapatkan akta nikah.

80

Dokumen terkait