• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIZKY NAZARRETA. Pengujian Preferensi dan Efikasi Rodentisida Antikoagulan Brodifakum terhadap Tiga Spesies Tikus Hama. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus merupakan satwa liar yang berasosiasi dengan kehidupan manusia dan menjadi hama penting dalam bidang pertanian, perkebunan, dan permukiman. Saat ini tiga spesies tikus hama yang keberadaannya sangat mengganggu dan banyak menimbulkan kerugian adalah tikus sawah (Rattus argentiventer), tikus rumah (R. rattus diardii), dan tikus pohon (R. tiomanicus). Upaya pengendalian ketiga spesies tikus hama tersebut yang sering dilakukan adalah pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan konsumsi tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida berbahan aktif brodifakum yang diuji dengan umpan dasar serta mengetahui keefektifan dari rodentisida ini dalam mengendalikan tiga spesies tikus hama tersebut. Metode yang digunakan yaitu uji banyak pilihan (multiple choice test) dan uji dua pilihan (bi choice test) selama lima hari dengan menggunakan rodentisida berbahan aktif brodifakum dan umpan dasar (gabah, beras, jagung). Setelah perlakuan hari ke-5, tikus uji diistirahatkan selama tiga hari dengan diberi pakan gabah yang selanjutnya akan digunakan kembali untuk perlakuan berikutnya jika dalam kondisi sehat. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode multiple choice test menunjukkan hasil yang relatif sama, yaitu bahwa tikus lebih memilih mengonsumsi umpan dibandingkan rodentisida, pada metode bi choice test terhadap tikus rumah dan tikus pohon lebih disukai pada saat pemberian umpan jagung daripada umpan beras dan gabah, sedangkan pada tikus sawah rodentisida brodifakum kurang disukai pada setiap pemberian umpan. Rodentisida antikoagulan brodifakum lebih efektif dalam mengendalikan tikus rumah dan tikus pohon, karena kedua spesies tikus ini kurang mengenali dan tidak mengalami kecurigaan terhadap rodentisida tersebut.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam membangun perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian adalah sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk, dan pengelolaan lingkungan hidup. Pertanian dalam arti luas meliputi sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta menambah kesejahteraan pendapatan masyarakat.

Salah satu subsektor pertanian yang dapat dikembangkan dan merupakan komoditas unggulan nasional adalah subsektor perkebunan. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, berkaitan dengan: (a) pengembangan industri perkebunan yang menghasilkan produk hulu hingga hilir, (b) semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, dan (c) semakin luasnya pangsa pasar dan tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan. Menurut Suswono (2010) saat ini ada enam komoditas yang memberikan kontribusi terhadap kebutuhan pangan yaitu (1) kelapa dan kelapa sawit untuk penyediaan minyak goreng, (2) kopi, teh, dan kakao untuk makanan dan minuman penyegar, serta (3) tebu untuk bahan makanan dan minuman pemanis.

Potensi dan perkembangan keenam komoditas perkebunan tersebut cukup besar, namun usaha untuk mencapai tujuan tersebut tidak lepas dari kendala baik pada proses hulu maupun hilir. Salah satu kendala yang dihadapi adalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang meliputi hama, penyakit, dan gulma. Kendala ini menjadi sangat penting karena dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas komoditas pertanian. Salah satu hama penting dalam usaha pertanian hulu hingga hilir adalah tikus.

Tikus merupakan hewan liar dari Ordo Rodentia (hewan pengerat), Kelas Mamalia (hewan menyusui) yang dikenal sebagai hewan pengganggu dalam kehidupan manusia. Hewan ini bersifat omnivora, sering menimbulkan kerusakan dan kerugian dalam kehidupan manusia antara lain dalam bidang pertanian,

perkebunan, permukiman dan kesehatan (Meehan 1984). Di Indonesia terdapat 8 spesies tikus yang berperan sebagai hama tanaman pertanian yang menyebabkan kehilangan ekonomi dan vektor patogen bagi manusia, yaitu Bandicota indica

(wirok besar), Rattus norvegicus (tikus riul), R. rattus diardii (tikus rumah), R. argentiventer (tikus sawah), R. tiomanicus (tikus pohon), R. exulans (tikus ladang), Mus musculus (mencit rumah), dan M. caroli (mencit ladang) (Priyambodo 2009).

Tikus adalah mamalia nokturnal yang mencari makan, pasangan dan orientasi kawasan pada saat setelah matahari terbenam hingga menjelang matahari terbit. Tikus bergerak menempuh perjalanan yang mempunyai lintasan tetap (run ways) yang ditentukan oleh jarak pakan dan tempat persembunyian. Tikus merupakan hama yang relatif sulit dikendalikan karena memiliki kemampuan adaptasi, mobilitas, berkembangbiak, dan daya rusak yang tinggi. Menurut Thamrin et al. (1998) habitat tikus pada agroekosistem yang berbeda-beda tergantung spesiesnya.

Tikus sawah (R. argentiventer) merupakan salah satu hama utama pada tanaman padi yang dapat menimbulkan kerusakan dan menyebabkan kehilangan produksi yang cukup besar. Tikus sawah dapat menyerang semua stadia pertumbuhan tanaman padi sejak di persemaian hingga padi siap dipanen, dan bahkan dapat menyerang padi di dalam penyimpanan. Tikus rumah (R. rattus diardii) sering dijumpai di lingkungan rumah dan gudang, serta mempunyai kemampuan merusak yang tinggi karena tidak hanya makanan di rumah saja yang dimakannya, tetapi benda-benda lain yang dijumpainya juga dikerat. Tikus pohon (R. tiomanicus) biasanya hidup di areal perkebunan dan banyak ditemukan pada area perkebunan kelapa sawit, kakao, dan tebu. Tikus ini dapat menyebabkan kerusakan yang sangat besar, baik pada tanaman yang baru ditanam atau di pembibitan, tanaman yang belum menghasilkan, maupun tanaman yang sudah menghasilkan.

Menurut Priyambodo (2009), tikus memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang setiap aktivitas kehidupannya. Di antara kelima organ inderanya, hanya indera penglihatan yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera yang berkembang sangat baik. Tikus

juga memiliki kemampuan fisik yang sifatnya khas atau unik, yaitu menggali (digging), memanjat (climbing), meloncat (jumping), mengerat (gnawing), berenang (swimming), dan menyelam (diving). Selain itu, tikus memiliki kemampuan bereproduksi yang tinggi yang didukung oleh kondisi biotik dan abiotik yang menyebabkan jumlahnya semakin berlimpah.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan tikus antara lain dengan cara sanitasi, kultur teknis, fisik, mekanik, biologi, dan kimiawi. Dari sekian banyak metode pengendalian tersebut, tampaknya pengendalian tikus di habitat tertentu secara kimiawi, dengan menggunakan umpan beracun (rodentisida sintetik) masih menjadi pilihan utama. Penggunaan rodentisida sintetik dinilai lebih efektif dibandingkan dengan yang lain sehingga cara ini umum digunakan meskipun cara ini dianggap kurang ramah lingkungan dan dapat membunuh organisme bukan sasaran (Priyambodo 2009). Pada kenyataannya, manusia lebih menyukai metode ini untuk mematikan tikus, karena racun yang diberikan kepada tikus menunjukkan daya kerja yang efektif dengan memberikan hasil kematian tikus yang nyata.

Pengendalian tikus secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida merupakan pengendalian yang paling umum dilakukan daripada pengendalian lainnya, meskipun menurut konsep pengelolaan hama terpadu (PHT) seharusnya metode ini dilakukan sebagai alternatif terakhir. Pengendalian secara kimiawi dengan menggunakan rodentisida biasanya dilakukan dengan mencampurkan racun dan umpan dasar yang disukai tikus, sehingga diperlukan jenis umpan yang dapat menahan agar tikus tersebut tetap memakan umpan tersebut lebih banyak (arrestant). Menurut Priyambodo (2009), penggunaan umpan bertujuan untuk mengurangi rasa tidak enak dari racun yang digunakan.

Pengendalian tikus sampai saat ini masih banyak mengalami kendala, terutama pada pengendalian dengan menggunakan rodentisida. Salah satunya dengan adanya kejeraan tikus dan trauma dengan kegagalan dalam pengendalian. Selain itu, umpan beracun kurang disukai dan kurang menarik perhatian tikus karena di lapangan terdapat makanan tikus yang melimpah, sehingga perlu dilakukan penelitian rodentisida yang efektif dibandingkan dengan umpan dasar untuk mengendalikan tikus.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan konsumsi tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida berbahan aktif brodifakum yang diuji dengan umpan dasar serta mengetahui keefektifan dari rodentisida ini dalam mengendalikan tiga spesies tikus hama tersebut.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan mengenai ketertarikan tikus sawah, tikus rumah, dan tikus pohon terhadap rodentisida berbahan aktif brodifakum pada saat tersedia makanan di sekitarnya dan keefektifan rodentisida untuk mengendalikan tiga spesies tikus hama tersebut.

Dokumen terkait