• Tidak ada hasil yang ditemukan

Domba diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia (hewan), phylum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (hewan menyusui), ordo Artiodactyla (hewan berkuku genap), famili Bovidae (memamah biak), genus Ovis dan spesies Ovis aries ( Blakely dan Blade, 1992).

Ternak domba merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan. Domba asli Indonesia mempunyai adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Gatenby (1986) melaporkan bahwa ada tiga bangsa domba di Indonesia yaitu domba Ekor Tipis (Thin-tailed Sheep), Priangan dan Ekor Gemuk (Fat Tailed Sheep).

Domba Priangan

Menurut sejarahnya, domba Priangan adalah domba yang terbentuk dari hasil persilangan domba Merino, domba Cape dan domba Lokal yang berlangsung sejak tahun 1864 (Hardjosubroto, 1994). Tujuan pemeliharaan domba Priangan yaitu untuk mendapatkan domba tangkas (pejantan) dan sebagai sumber pedaging. Domba priangan jantan bertanduk besar, melengkung ke belakang berbentuk spiral, pangkal tanduk kanan dan kiri hampir bersatu dengan berat badan 60-80 kg. Domba betina tidak bertanduk, panjang telinga sedang dan berat badan 30-40 kg (Sosroamidjojo dan Soeradji 1990). Domba Priangan dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran panjang telinga yaitu telinga kecil atau rumpung dengan panjang kurang dari 4 cm, telinga sedang atau ngadaun hiris dengan panjang 5-8 cm dan telinga besar atau rubak yang panjangnya lebih dari 9 cm (Mulliadi, 1996).

Herman (1993) melaporkan bahwa karkas domba Priangan mempunyai perkembangan otot yang lebih baik sedangkan perlemakannya kurang baik bila dibandingkan domba Ekor Gemuk. Hal ini menunjukkan bahwa domba Priangan lebih potensial sebagai penghasil karkas yang banyak mengandung daging untuk memenuhi permintaan pasar.

Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linier, dan komposisi tubuh, termasuk perubahan

komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno, 2005). Menurut Anggorodi (1990) menyatakan bahwa pertumbuhan mencakup pertumbuhan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Proses perubahan bentuk dan komposisi sebagai akibat adanya kecepatan pertumbuhan relatif berbeda-beda antar komponen otot, tulang dan lemak sering juga disebut dengan istilah pertumbuhan-perkembangan (Natasasmita, 1978).

Pertambahan bobot karkas segera setelah lahir mengandung proporsi daging yang tinggi, relatif banyak mengandung tulang, dan kadar lemak rendah. Menjelang bobot badan dewasa, proporsi urat daging dalam pertumbuhan bobot badan menurun sedikit, komponen tulang dari pertambahan bobot badan hampir tidak bertambah dan proporsi lemak dalam pertambahan bobot badan tinggi dan terus meningkat. Pertumbuhan lemak pada awalnya lamban, segera setelah diikuti oleh pertumbuhannya yang cepat, bahkan lebih cepat daripada keadaan kedua jaringan tadi. Fase ini disebut fase finish (Parakkasi, 1999)

Menurut Cole (1974), kurva pertumbuhan ternak dibagi menjadi tiga bagian yaitu fase dipercepat, titik infleksi dan fase diperlambat. Selama fase dipercepat (akselarasi) ukuran tubuh bertambah, setelah terjadi penurunan kecepatan pertumbuhan ( seperti yang ditunjukkan kurva sigmoidal) kenaikan berat tubuh akan didominasi oleh peningkatan deposisi lemak yang terjadi pada kira-kira sepertiga dari berat akhir.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor genetik atau faktor keturunan, iklim, hormon, kastrasi dan jenis kelamin. Domba jantan muda memiliki potensi untuk tumbuh lebih cepat daripada domba betina muda, pertambahan bobot badan lebih cepat, konsumsi pakan yang lebih efisien untuk pertumbuhan badan (Anggorodi, 1990). Hal ini dikarenakan adanya hormon kelamin jantan yaitu testoseron. Sekresi testosteron pada jantan menyebabkan sekresi androgen tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat, terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan (Soeparno, 2005).

Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.)

Salah satu jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan Kalimantan Indonesia dan berpotensi dimanfaatkan adalah pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack /ELJ). Pasak bumi pada umumnya berbentuk semak atau pohon, tingginya dapat mencapai 10 m, berdaun majemuk menyirip ganjil, batangnya berwarna kuning, kulit batang keras, dan rasanya sangat pahit. Keseluruhan bagian dari tumbuhan pasak bumi dapat digunakan sebagai obat. Batang dan akar pasak bumi yang telah diperdagangkan berkhasiat untuk meningkatkan stamina selain sebagai obat sakit kepala, sakit perut, dan sipilis. Daun pasak bumi dipakai sebagai obat disentri, sariawan, dan meningkatkan nafsu makan (Rifai, 1975). Tumbuhan pasak bumi dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. (a) Tumbuhan Pasak Bumi dan (b) Potongan kayu Pasak Bumi Kadar testosteron di dalam tubuh dapat ditingkatkan tanpa menambahkan testosteron sintetis ataupun derivatnya dari luar seperti testosteron injection yang dapat menyebabkan efek karsinogenik. Menurut Taufiqqurrachman (1999) pemberian ekstrak pasak bumi dosis 25 mg/kg bobot badan (BB) dapat meningkatkan kadar Luteinizing hormone (LH) 17,8% dan testosteron 99,5% pada tikus, namun jika dosisnya ditingkatkan dua kali hasilnya akan mengalami penurunan dengan kadar LH 17,3% dan testosteron 93,2%. Tikus yang diberi ekstrak pasak bumi 28 mg/kg BB, kadar testosteronnya mengalami peningkatan (Nainggolan dan Simanjuntak, 2005). Larutan ekstrak pasak bumi dapat mengurangi lemak tubuh,

serta meningkatkan kekuatan dan ukuran otot. Suplementasi 100 mg/hari Eurycoma longifolia Jack (ELJ) pada pria dapat meningkatkan massa lean tubuh 2,13 kg dan menurunkan lemak 2,86% (Hamzah dan Yusof, 2003).

Penggemukan

Penggemukan merupakan cara pemberian pakan yang umum dilakukan pada domba dengan tujuan untuk meningkatkan flavour, keempukan, dan kualitas daging sesuai permintaan konsumen. Penggemukan umumnya dilakukan melalui pemberian pakan kaya enegi, yaitu karbohidrat dan lemak. Tujuan penggemukan adalah untuk memperbaiki kualitas karkas atau daging (Ensminger, 2002).

Usaha penggemukan domba sangat digemari oleh petani sebagai usaha ternak komersial karena dinilai lebih ekonomis, relatif cepat, rendah modal, serta lebih praktis. Tujuan penggemukan adalah untuk memperoleh pertambahan bobot badan yang relatif lebih tinggi dengan memperhitungkan nilai konversi pakan dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot daging dan lemak, serta menghasilkan karkas dan daging yang berkualitas tinggi (Anggorodi, 1990). Sistem pemeliharaan secara intensif dalam penggemukan dapat memperbaiki pertambahan bobot badan harian karena pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan domba. Selain itu pemeliharaan secara intensif ini dapat menghemat energi dan dapat dimanfaatkan penuh untuk produksi daging (Mathius, 1998)

Ternak domba yang digemukkan biasanya adalah domba yang berumur 8-12 bulan (masa tumbuh), memiliki bentuk tubuh kurus, namun sehat. Hal tersebut cukup ideal untuk penggemukan domba yang berlangsung sekitar 2-3 bulan. Jika hewan yang digunakan dalam penggemukan belum dewasa, maka kegiatan tersebut bersifat membesarkan sambil menggemukan atau memperbaiki kualitas karkas yang dihasilkan (Parakkasi, 1999). Peningkatan bobot karkas segar pada domba yang memperoleh ransum berenergi tinggi meningkatkan persentase lemak termasuk lemak ginjal, pelvis dan subkutan (Crouse et al., 1978)

Hormon Testosteron

Pertumbuhan ternak diatur oleh hormon, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada perbedaan-perbedaan diantara bangsa ternak mengenai pengaruh hormon, misalnya pengaruh hormon pertumbuhan, insulin dan tiroksin. Steroid

kelamin juga mempunyai peran penting dalam pengaturan pertumbuhan, terutama pengaruhnya terhadap perbedaan-perbedaan komposisi tubuh di antara jenis kelamin ternak. Hormon dapat mengubah reaksi biokimia yang berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan komponen tubuh (Soeparno, 2005).

Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) kelompok anabolik (menstimulasi pertumbuhan) dan (2) kelompok katabolik (menghambat pertumbuhan). STH (Somatotropic hormon) atau somatotropin atau GH (Growth Hormon), testosteron dan tiroksin termasuk hormon yang mempunyai pengaruh anabolik, sedangkan estrogen termasuk hormon katabolik. Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan langsung terhadap pertumbuhan antara lain adalah somatotropin, tiroksin, androgen, estrogen dan glukokortikoid (GC). Hormon-hormon tersebut mempengaruhi pertumbuhan massa tubuh, termasuk pertumbuhan tulang dan metabolisme nitrogen. Androgen adalah suatu hormon kelamin yang termasuk sebagai hormon pengatur atau stimulan pertumbuhan. Androgen dihasilkan oleh sel-sel interstisial dan kelenjar adrenal. Sekresi testosteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan (Hafez dan Dyer, 1969).

Hormon testosteron mampu ditangkap oleh reseptor androgen yang terdapat pada jaringan otot dengan optimal dan selanjutnya inti sel pada jaringan otot akan membentuk protein. Peningkatan pembentukan protein pada otot secara kumulatif akan terukur dalam bentuk peningkatan rata-rata pembesaran ukuran fibril (Rudiono, 2007). Menurut Arny et al., (1998) testosteron dapat meningkatkan jumlah protein otot melalui stimulasi sintesis protein otot, menurunkan degradasi protein otot, dan dapat meningkatkan kembali asam amino. Respon terhadap pemberian hormon testosteron berkaitan erat dengan dosis yang diberikan, sementara dosis testosteron yang dianjurkan sangat bervariasi. Penentuan dosis tersebut dipengaruhi oleh kadar fisiologis hormon pada suatu spesies, sedangkan variasi dalam spesies dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, status reproduksi, jenis organ, dan musim. Pemberian stimulasi hormon kepada ternak dapat diberikan melalui injeksi maupun pemberian tambahan pada pakan ternak (Soeparno, 2005).Penelitian Isroli (2001) menunjukkan

penyuntikan testosteron pada ternak domba Priangan jantan dapat menurunkan berat lemak karkas.

Bobot Potong

Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sebelum dipotong. Bobot potong domba jantan lebih tinggi dibandingkan bobot potong domba betina, hal ini disebabkan domba jantan lebih efisien dalam mengubah makanan bahan kering menjadi bobot tubuh dibandingkan ternak domba betina (Sugana dan Duldjaman, 1983). Bobot potong dipengaruhi oleh umur, semakin bertambahnya umur ternak, maka semakin besar bobot badannya (Yurmiati, 1991). Pemberian ransum berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan pertambahan otot tubuh sehingga menghasilkan bobot potong dan bobot karkas yang tinggi (Lestari et al., 2005). Peningkatan bobot potong dapat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005).

Bobot Karkas

Karkas adalah bagian penting dari tubuh ternak setelah dibersihkan dari darah, kepala, keempat kaki bagian bawah dari sendi carpal untuk kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki belakang, kulit, organ-organ internal seperti paru-paru, tenggorokan, saluran pencernaan, saluran urin, jantung, limpa, hati, dan jaringan-jaringan lemak yang melekat pada bagian-bagian tersebut (Lawrie, 2003).

Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dan bobot hidup saat dipotong dikalikan dengan 100% (Aberle et al., 2001). Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot dan kondisi ternak, bangsa, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum, umur jenis kelamin dan pengebirian (Davendra, 1983).

Herman (1993) menyatakan bahwa persentase karkas domba Priangan adalah sebesar 55,1% dan domba Ekor Gemuk adalah sebesar 55,3% pada bobot potong 40 kg. Hasil penelitian Sugiyono (1997) mendapatkan bahwa bobot karkas domba lokal sebesar 7,5 kg dari bobot hidup 19,3 kg dan persentase karkasnya 39,1%.

Komposisi Karkas Domba

proporsi dan komposisi tubuh ternak dan karkas. Sebagai satuan produksi dinyatakan dalam bobot dan persentase karkas (Davendra, 1983).

Komposisi karkas domba dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis kelamin, hormon, fisiologi, umur, berat tubuh dan nutrisi. Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komposisi karkas terjadi pada fase pertumbuhan ternak sampai mencapai kedewasaan, karena pada fase pertumbuhan selanjutnya, perubahan komposisi karkas terutama disebabkan oleh kadar lemak (Soeparno, 2005).

Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 2005). Komposisi daging diperkirakan terdiri atas 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein yang larut dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003).

Proporsi komposisi karkas dan potongan karkas yang dikehendaki konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas proporsi daging tanpa lemak yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal (Natasasmita, 1978). Menurut Parakkasi (1999), bahwa dalam pertumbuhan purna lahir (postnatal), pertumbuhan otot lebih cepat dibandingkan dengan lemak, tetapi setelah titik infleksi pertumbuhan lemak tampak menonjol dan pertumbuhan otot relatif konstan. Otot hewan berubah menjadi daging setelah proses pemotongan, karena fungsi fisiologisnya telah berhenti (Soeparno, 2005).

Tulang

Tulang adalah jaringan pembentuk kerangka tubuh, yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Pertumbuhan tulang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bobot karkas dengan perkembangan yang lebih kecil atau dengan kata lain persentase tulang berkurang dengan meningkatnya karkas. Tulang akan bertambah selama hidup ternak dan pada ternak tua terjadi pembentukan tulang yang berasal dari tulang rawan yang mempertautkan tulang dengan tendon atau ligamentum (Pulungan dan Rangkuti, 1981).

Lemak

Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat, tetapi pada saat fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dan cepat (Berg dan Butterfield, 1976). Perlemakan mula-mula terjadi disekitar organ-organ internal, ginjal dan alat pencernaan kemudian lemak disimpan pada jaringan ikat sekitar urat daging dibawah kulit sebelum urat daging dan antara urat daging. Jaringan lemak yang terdapat diantara serat-serat urat daging tidak hanya memperlunak daging, tetapi juga memperlezat rasa (Forrest et al., 1975) Ransum tidak terlalu memberikan perubahan pada kandungan lemak daging ternak ruminansia dan hanya mempengaruhi persentase lemak dalam karkas (Soeparno, 2005).

Bobot Non Karkas

Bobot non karkas dapat ditentukan dengan mengurangkan bobot hidup dengan bobot karkas. Bobot non karkas terdiri dari bobot darah, kulit, kepala, empat kaki bagian bawah mulai carpus dan tarsus, isi rongga dada dan isi rongga perut (Lawrie, 2003). Komponen non karkas terdiri dari organ internal dan eksternal (Hammond, 1960). Menurut Soeparno (2005), konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, retikulum, omasum, usus besar, usus kecil, dan total alat pencernaan, tetapi menurunkan berat kepala, kaki dan limpa. Perlakuan nutrisional termasuk spesies pastura mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat nonkarkas internal seperti hati, paru-paru, jantung dan ginjal, sedangkan berat komponen nonkarkas eksternal, terutama kepala dan kaki, tidak terpengaruh.

Perbedaan dengan ternak unggas bagian non karkas meliputi organ pelengkap yang terdiri dari hati, pancreas dan limpa sedangkan saluran pencernaan terdiri dari mulut, kerongkongan, tembolok, perut kelenjar (proventikulus), gizzard, usus kecil, sekum, usus besar, kloaka dan anus (Winter dan Funk, 1956)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Ruminansia Kecil Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor sebagai tempat pemeliharaan dan pemotongan ternak domba. Pengukuran komposisi karkas dan penguraian karkas dilaksanakan di Laboratorium Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada November 2010 sampai Februari 2011.

Materi Ternak

Ternak domba yang digunakan adalah domba Priangan jantan sebanyak 16 ekor yang berumur kurang dari satu tahun (I0), dengan bobot rata-rata 30,43 ± 1,41 kg dengan koefisien variasi 4,63%. Domba diperoleh dari peternakan Tawakal Cimande, Bogor.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kandang individu yang dilengkapi tempat minum otomatis dan tempat pakan. Ukuran kandang individu adalah panjang 85 cm dan lebar 96 cm. Kandang tersebut adalah tipe panggung dengan dinding tertutup kayu dan alas lantai berupa kayu dengan jarak antara celah lantai 2 sampai 3 cm. Naungan yang digunakan berupa kandang tipe atap gravitasi (gable type) berbahan asbes. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan ternak, timbangan digital, perlengkapan penyembelihan dan penguraian karkas, ember, dan kamera digital.

Pakan

Pakan yang diberikan berupa hijauan rumput gajah dan konsentrat. Jumlah pemberian pakan disesuaikan dengan perkembangan bobot badan berdasarkan perbandingan BK antara rumput gajah dan konsentrat dengan rasio 25% : 75% Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat komersial domba Indofeed (GT-03) produksi PT. Indonesia Formula Feed Bogor. Kandungan nutrisi pakan yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Nutrisi Bahan Kering Pakan Rumput dan Konsentrat Selama Pemeliharaan

Jenis Pakan Bahan

Kering Abu Lemak Protein

Serat kasar TDN Konsentrat 88,48 8.26 7.35 17.89 6.15 89,69 Rumput Gajah 13,97 8.45 2.00 8.45 31.21 51,75 Total Pakan * 69,85 8.31 6,01 15,53 12,41 80,20 Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor, 2010

      Keterangan : * 75% konsentrat dan 25% rumput gajah Prosedur

Ekstraksi dan Enkapsulasi Peptida Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack/ELJ)

a. Persiapan bahan baku

Potongan akar kayu pasak bumi yang berukuran 40 cm diserut dan diserpih lalu dikeringkan. Serutan kering digiling menggunakan disk mill hingga membentuk serbuk. Serbuk Pasak Bumi selanjutnya diayak menggunakan ayakan berdiameter lubang 1 mm. Serbuk yang telah diayak siap untuk diekstrak.

b. Ekstraksi peptida

Lemak pada serbuk simplisia diekstrak menggunakan hexana. Sampel bebas lemak ditambah air (1:10) bersuhu 45 ºC dan diaduk. Setelah itu pH sampel diatur menjadi 10-10,5 menggunakan NaOH 2N. Maserasi sampel selama 30 menit pada suhu 45 oC supaya isi sel larut karena adanya perbedaan konsentrasiLarutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Sampel tersebut disentrifus berkekuatan 2000 rpm selama 15 menit. Supernatan pada larutan diambil dan diatur pH nya menjadi 4,5 dengan HCl 2N. Kemudian supernatan disentrifus 2000 rpm selama 15 menit, hasil larutan berupa endapan diambil dan supernatan dibuang. Endapan ditambahkan air 200 ml (pencucian). Endapan tersebut disentrifus 2000 rpm selama 15 menit, kemudian endapan tersebut diambil untuk dikapsulasi, setelah terlebih dahulu diketahui kandungan bahan kering dan proteinnya.

c. Enkapulasi

Metode enkapsulasi yang digunakan merupakan gabungan antara pereaksian bahan aktif dan penyalutan. Peptida ELJ ditambahkan asam tanat sebanyak 25% dari berat peptida tersebut untuk melindungi protein dari perombakan mikroba rumen. Campuran diaduk rata pada temperatur 50 ºC, dan kemudian disalut. Bahan penyalut yang digunakan adalah asam stearat dan malam, selanjutnya ditambahkan kaolin sebagai bahan pengatur densitas. Komposisi bahan penyalutan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi bahan kapsulasi hidrofobik peptida ELJ

Bahan enkapsulasi %Komposisi

Peptida ELJ 47,2

Penyalut hidrofobik 37,8

90% asam stearat 10% malam

Pengubah berat jenis 15,0

Kaolin

Total 100

Komponen penyalut dipanaskan dan dicampur bersamaan. Subtrat peptida kemudian ditambahkan pada penyalut yang mencair dan diaduk secara merata hingga setiap partikel substrat dilapisi oleh penyalut. Pengadukan dan pelapisan ini dilakukan sesegera mungkin sehingga kontak substrat dengan sumber panas tidak terlalu lama. Selama proses pelapisan kaolin sebagai pengatur densitas ditambahkan setelah kira-kira separuh pelapisan terlaksana. Kemudian produk enkapsulasi dilewatkan pada suatu kasa mesh 6 untuk memecahkan gumpalan. Produk yang dihasilkan memiliki suatu gravitas spesifik sekitar 1,4.

d. Penambahan Filler

Pemberian pasak bumi dalam jumlah sedikit diperlukan bahan pengisi berupa crumble pakan ayam komersial karena aman dimakan dan mudah didapat. Filler ditambahkan sebanyak bahan terenkapsulasi untuk perlakuan P0 (tanpa penambahan peptide ELJ) dan P1 (peptida ELJ terenkapsulasi 1,5 mg/kg BB), sedangkan untuk perlakuan P2 (peptida ELJ terenkapsulasi

3 mg/kg BB) dan P3 (LJ 100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB) sebanyak 5 kali. Sebagai pengikat bahan, tapioka ditambahkan sebanyak 2% dari total bahan yang sudah ditambahkan filler. Pakan aditif ELJ dibedakan atas 4 macam perlakuan masing-masing pada 4 ekor domba dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. (a) enkapsulat tanpa ELJ, (b) peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB, (c) peptida ELJ terenkapsulasi 1,5 mg/kg BB dan (d) LJ 100TM terenkapsulasi 1 mg/kg BB.

Persiapan Pemeliharaan

Persiapan dimulai dengan membersihkan kandang, bahan dan peralatan sebelum penelitian dimulai. Domba Priangan jantan sebanyak 16 ekor dipilih berdasarkan keseragaman bobot badan dan berumur kurang dari satu tahun. Perawatan intensif antara lain pencukuran bulu, pemberian obat cacing, vitamin B kompleks dan antibiotic. Adaptasi pakan dilakukan selama dua minggu sebelum pelaksanaan penelitian. Lama penggemukan dilakukan selama 108 hari. Ransum disusun sendiri dengan jumlah kandungan zat-zat makanan yang sama dan mencukupi kebutuhan domba serta berpotensi untuk tumbuh dengan laju pertumbuhan menengah dan cepat seperti yang direkomendasikan oleh National

Research Council (1985). Jumlah kandungan zat-zat makanan dalam tiap bahan dihitung berdasarkan Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia yang disusun oleh Hartadi et al., (1990).

Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan selama 108 hari. Pakan berupa rumput gajah dan konsentrat komersial GT-03 produksi Indofeed. Setiap pagi hari tempat pakan dibersihkan dan sisa ditimbang. Ternak domba diberikan pakan dua kali sehari pada pagi hari (07.00-08.00 WIB) dan siang hari (14.00-15.00). Air minum diberikan ad libitum. Pemberian pertama adalah pakan aditif ELJ, setelah habis dilanjutkan dengan pemberian konsentrat. Pakan rumput diberikan setelah konsentrat habis dimakan.

Pemotongan Ternak

Pemotongan domba dilakukan secara halal dengan memotong leher tepat disamping tulang rahang bawah hingga vena jugularis, oesophagus dan trachea terputus. Setelah darah keluar sempurna, ujung oesophagus diikat agar cairan rumen tidak keluar saat ternak tersebut digantung. Kepala dipisah dari leher pada sendi occipito-atlantis. Kaki depan dan kaki belakang dilepaskan pada sendi carpo-metacarpal dan sendi tarso-metatarsal dan ekor dilepas dari tubuhnya. Ternak tersebut digantung pada tendo-achiles pada kedua kaki belakang, kemudian kulitnya dilepas. Karkas segar diperoleh setelah semua organ tubuh bagian dalam dikeluarkan yaitu hati, limpa, jantung, paru-paru, trakea, alat pencernaan, empedu, dan pankreas kecuali ginjal. Bobot yang diperoleh dari selisih bobot potong dengan bobot darah, kepala, kaki, kulit, organ tubuh bagian dalam (selain ginjal), alat reproduksi dan ekor disebut bobot karkas segar (bobot karkas panas). Karkas segar dibelah secara simetris sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa vertebrae sacralis) dan ditimbang bobotnya (bobot karkas segar kiri dan kanan). Karkas kanan digunakan sebagai penelitian. Karkas sebelah kanan dimasukkan kedalam kantong plastik dan diikat untuk dibawa ke ruang chiller. Suhu ruang chiller berkisar 5 0C, dan didalamnya karkas digantung selama ± 24 jam.

Penguraian Karkas

Belahan karkas yang telah dikeluarkan dari ruang pendingin ditimbang bobotnya (bobot karkas kanan dingin). Karkas selanjutnya dipotong menjadi delapan potongan komersial mengikuti petunjuk Romans dan Ziegler (1977) yaitu paha belakang (leg), pinggang (loin), punggung (rack), bahu (shoulder), paha depan (shank), dada (breast), perut (flank) dan leher (neck). Potongan komersial karkas selanjutnya diurai menjadi lemak subkutan, lemak intermuskuler, otot dan tulang, yang kemudian ditimbang.

Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Perlakuan penelitian ini adalah pemberian ekstrak pasak bumi dengan komposisi yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas empat ulangan. Perlakuan yang digunakan sebagai berikut :

Dokumen terkait