• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Penelitian

Penelitian peranan ekstrak pasak bumi terhadap produksi karkas domba dilakukan di daerah sejuk sehingga mampu meningkatkan performa domba yang optimal. Tempat yang digunakan untuk penelitian berada di Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor yang terletak pada ketinggian ±500 m dari permukaan laut. Suhu berkisar antara 25ºC -27ºC dan memiliki kelembaban 74%-80%. Domba memiliki suhu optimum untuk hidup di daerah tropis yaitu berkisar antara 4ºC -24ºC dengan kelembaban dibawah 75% (Yousef, 1982).

Umur ternak yang digunakan pada awal penelitian berkisar 12 bulan yang ditandai dengan sedang atau tanggalnya gigi susu (I0) dimaksudkan agar domba telah dewasa kelamin dan memproduksi hormon testosteron. Pubertas domba jantan dimulai pada umur 4-6 bulan (Ensminger, 2002). Pada akhir penelitian ternak mengalami pergantian gigi seri (I1). Pergantian gigi seri ini mengindikasikan bahwa ternak tersebut telah berumur 1-1,5 tahun. Penyakit yang dialami ternak selama penelitian adalah penyakit mata dan orf.

Performa Pertumbuhan Domba

Penggemukan domba dapat dikatakan berhasil apabila mencapai performa pertumbuhan yang optimal dapat dilihat dari hasil pertambahan bobot badan dan konversi pakan selama pemeliharaan. Penggunaan ekstrak pasak bumi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap performa pertumbuhan domba. Pemberian ekstrak pasak bumi adalah mempengaruhi pertumbuhan otot dan menurunkan lemak. Perbedaan pertambahan otot yang kecil tidak akan terlihat pada perubahan keseluruhan bobot tubuh. Proporsi bobot otot pada karkas domba Priangan sebesar 57,65% dan 31,06% dari bobot potong 36,71 kg (Herman 2004). Rataan pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan pada berbagai level pemberian ekstrak pasak bumi dapat dilihat pada Tabel 3.

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)

Pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,39 ± 1,18 kg selama 108 hari. Hasil analisis menunjukkan penambahan ekstrak pasak bumi tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap PBB domba. Hal ini disebabkan pemberian ELJ dalam jumlah sedikit tidak mempengaruhi rataan konsumsi pakan pada setiap perlakuan. Menurut Nurhayati (2004) pada umur yang sama (I1) penampilan domba Priangan di Kabupaten Garut untuk tipe tangkas jantan 46,59 kg. Domba Priangan jantan dapat mencapai berat 60 kg. Rataan performa domba Priangan dengan penambahan ekstrak pasak bumi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Performa Domba Priangan Dengan Penambahan Ekstrak Pasak Bumi

Peubah Perlakuan ELJ PO P1 P2 P3 Rataan Bobot Awal (kg) 30,50±0,99 30,25±0,72 30,55±1,68 30,43±2,36 30,43±1,41 Bobot Akhir (kg) 38,65±0,41 39,15±0,82 38,60±0,71 38,90±1,55 38,83±0,89 PBBH (g/ekor/hari) 75,50±10,9 82,4±10,7 74,5±11,8 78,5±13,0 77,72±10,92 Konsumsi (g/ekor/hari) 844±11 847±7 850±14 847±14 846± 11 Konversi 11,29±1,93 10,32±1,25 11,51±1,79 10,94±2,11 11,01±1,68

Keterangan : P0 = Tanpa penambahan peptida ELJ; P1 = Peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB; P2 = Peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB dan P3 = LJ 100 terenkapsulasi1 mg/kg BB

Secara umum, rataan PBBH domba adalah 77,72±10,92 g/ekor/hari dalam kategori sedang. Menurut Farajallah et al. (2008), bahwa pertumbuhan domba lokal dikategorikan cepat bila pertumbuhan bobot badan di atas 100 g/hari, pertumbuhan sedang 60 sampai 100 g/hari dan rendah kurang dari 59 g/hari. PBB harian pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Herman (1993), bahwa PBB harian domba Priangan sebesar 123 g/ekor/hari dan domba Ekor Gemuk sebesar 173 g/ekor/hari. Rendahnya PBB harian domba disebabkan bobot awal domba yang digunakan sudah mencapai titik infleksi pertumbuhan sehingga penimbunan lemak sudah terbentuk. Herman (1993) menggunakan domba Priangan dan domba Ekor Gemuk dengan rataan bobot awal 12,5 dan 11,0 kg. Nilai PBBH yang didapatkan sebanding dengan penelitian Rusdimansyah (2011) pada domba Ekor Tipis adalah 66,41 g/ekor/hari.

Konsumsi Pakan

Konsumsi rata-rata pakan domba selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 3. Rataan konsumsi pakan pada penelitian ini adalah 846,9 g/ekor/hari. Hasil analisis menunjukkan pemberian ELJ tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan. Hal ini disebabkan pemberian ekstrak pasak bumi dalam jumlah yang sedikit tidak mempengaruhi palatabilitas pakan karena memberikan rasa pahit. Menurut Penelitian Rusdimansyah (2011) pemberian dosis ELJ 0 , 50 dan 100 mg/kg BB dapat menurunkan konsumsi pakan berturut-turut adalah 1242,41; 1241,32 dan 1195,66 g/ekor/hari.

Konversi Pakan

Semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin baik kemampuan ternak untuk memanfaatkan makanan menjadi produksi daging. Rataan total konversi pakan domba dengan penambahan ekstrak pasak bumi adalah 11,01. Hasil analisis menunjukkan pemberian ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konversi pakan. Hal ini disebabkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan setiap perlakuan tidak berbeda nyata.

Konversi pakan ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Saputra (2003), penggunaan Aspergillus oryzae dalam ransum sebesar 10,13. Hal ini disebabkan efisiennya penyerapan asam lemak terbang dan protein oleh usus yang masuk kedalam tubuh. Bila dibandingkan hasil penelitian Rusdimansyah (2011) yang mempunyai konversi pakan domba Ekor Tipis sebesar 20,57 maka konversi pakan pada penelitian ini adalah lebih rendah. Hal ini disebabkan konsumsi pakan pada domba ekor tipis cukup tinggi diikuti pertambahan bobot badan yang rendah.

Karakteristik Karkas

Karakteristik karkas dapat dijadikan sebagai penilaian terhadap produk karkas yang dihasilkan. Karkas merupakan bagian penting dari suatu ternak karena memiliki nilai ekonomis pada penentuan harga ternak. Penilaian terhadap karakteristik karkas yang diamati dalam penelitian ini meliputi bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas udamaru. Perlakuan pemberian pasak bumi dengan rasio yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Karakteristik Karkas Domba Priangan Peubah Pengamatan Perlakuan ELJ

PO P1 P2 P3 Rataan Bobot Potong (kg) 37,65 ±0,96 37,90 ±1,06 37,58 ±0,87 38,35 ±1,18 37,87 ±1,02 Bobot Tubuh Kosong (kg) 29,14 ±1,26 30,22 ±0,71 29,46 ±0,94 29,81 ±1,78 29,66 ±1,24 Bobot Karkas (kg)* 16,31 ±1,26 17,46 ±0,33 16,79 ±0,70 17,33 ±1,37 16,97 ±1,01 Karkas/Bobot Potong (%) 43,27 ±2,3 46,09 ±1,0 44,66 ±0,8 45,18 ±3,0 44,80 ±2,0 Karkas/Tubuh Kosong (%)* 55,90 ±2,2 57,80 ±0,6 56,97 ±0,8 58,10 ±1,6 57,19 ±1,5 Tebal Lemak Punggung (mm)** 2,58 ±0,49 3,42 ±0,48 1,67 ±0,46 2,35 ±0,48 2,50 ±1,01 Luas Otot Mata

Rusuk (cm2)**

10,90 ±1,17 13,40±0,94 12,21 ±0,92 13,41 ±0,95 12,58 ±1,85 Keterangan : *) Dikoreksi terhadap bobot tubuh kosong pada rataan : 29.657±1.185 g

**) Dikoreksi terhadap bobot karkas kanan pada rataan : 8.014±586 g

P0 = tanpa penambahan peptida ELJ; P1 = Peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB; P2 = Peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB dan P3 = LJ 100 terenkapsulasi 1 mg/kg

BB.

Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ekstrak pasak bumi dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas, persentase karkas. tebal lemak punggung, dan luas otot mata rusuk

Bobot Potong

Bobot potong adalah bobot tubuh ternak sebelum dipotong (Sugana dan Duldjaman, 1983). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot potong. Penggunaan ekstrak pasak bumi dalam jumlah kecil belum dapat meningkatkan bobot potong domba. Pemberian ransum berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan pertambahan otot tubuh sehingga menghasilkan bobot potong dan bobot karkas yang tinggi (Lestari et al., 2005).

Bobot Tubuh Kosong

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pasak bumi tidak tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot tubuh kosong domba. Hal ini dipengaruhi oleh isi saluran pencernaan dan bobot potong yang memiliki nilai rataan

bobot tubuh kosong. Mulyono (2003) mendapatkan bobot tubuh kosong domba Priangan sebesar 20,47 kg pada bobot potong 24,133 kg. Ada kecenderungan bobot tubuh kosong meningkat dengan peningkatan bobot potong. Hal ini sesuai dengan Alwi (2009) yang menyatakan bahwa bobot potong pada domba memiliki korelasi positif dengan bobot tubuh kosong

Bobot Karkas

Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot karkas domba. Kemungkinan yang terjadi disebabkan oleh mekanisme kerja hormon testosteron yang dapat meningkatkan masa otot diikuti penurunan bobot lemak sehingga, bobot karkas yang dihasilkan tidak nyata di antara perlakuan. Rataan bobot karkas domba Priangan pada penelitian ini adalah 16,97±1,01. Bobot karkas yang didapatkan tidak terlalu berbeda pada penelitian Herman (1993) yang mengemukakan bahwa bobot karkas domba Priangan sebesar 17,38 kg pada bobot potong 32,5 kg. Hasil penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian Mulyono (2003) bahwa bobot karkas domba Priangan sebesar 10,45 kg pada bobot potong yang lebih rendah sebesar 24,133 kg. Peningkatan bobot potong dapat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005).

Persentase Karkas

Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dan bobot potong dikali 100% (Davendra, 1983). Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase karkas domba. Hal ini disebabkan karena bobot karkas dan bobot potong tidak berbeda nyata sehingga persentase karkas tidak berbeda. Menurut Herman (1993) semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas akan semakin tinggi. Rataan persentase karkas terhadap bobot potong adalah 44,80% pada bobot karkas 16,97 kg dengan bobot potong 37,87 kg. Penelitian ini lebih rendah dari penelitian Herman (2004) yang mendapatkan persentase karkas`domba Priangan sebesar 57,65%. pada bobot potong 36,71 kg

dengan bobot karkas 20,22 kg. Hal ini disebabkan berat karkas pada penelitian Herman(2004) lebih besar daripada penelitian ini.

Untuk menghindari variasi isi saluran pencernaan yang akan mempengaruhi hasil penelitian maka digunakan persentase karkas pada bobot tubuh kosong. Rataan persentase karkas terhadap bobot tubuh kosong adalah 57,19% dengan bobot karkas 16,97 kg pada bobot tubuh kosong 37,87 kg. Pada jenis domba yang sama hasil rataan persentase karkas terhadap bobot tubuh kosong lebih tinggi dari penelitian Mulyono (2003), bahwa persentase karkas domba Priangan menggunakan Aspergillus oryzae menghasilkan persentase karkas 51,18% pada bobot karkas 10,45 kg dengan bobot tubuh kosong 20,47 kg. Hal ini disebabkan pada penelitian Mulyono (2003), penyembelihan terhadap domba penggemukan pertambahan bobot badannya belum mencapai kestabilan sehingga menghasilkan karkas yang lebih rendah.

Tebal Lemak Punggung

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tebal lemak punggung. Nilai rataan tebal lemak punggung pada penelitian ini adalah 2,50±1,01 mm, Menurut Mulyono (2003), bahwa domba Priangan yang diberi perlakuan Aspergillus oryzae menghasilkan tebal lemak punggung 2,25 mm pada bobot tubuh kosong 19,506 kg lebih rendah dari hasil penelitian. Hal ini disebabkan domba yang digunakan pada penelitian Mulyono (2003) masih muda dimana pertumbuhan karkas mengandung proporsi daging yang tinggi dan kadar lemak rendah.

Luas Otot Mata Rusuk

Luas otot mata rusuk sering digunakan untuk mengukur atau memprediksi produksi karkas, khususnya daging tanpa lemak (lean meat). Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas otot mata rusuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Rudiono (2007) mengemukakan bahwa pemberian testosteron melalui penyuntikan tidak mempengaruhi luas otot mata rusuk. Rataan luas otot mata rusuk domba pada keseluruhan perlakuan sebesar 11,10 cm2 lebih tinggi dari penelitian Sumira (2010) menyatakan domba lokal dengan sistem pastura menghasilkan luas otot mata rusuk

sebesar 8,14 cm2 pada bobot potong 20,37 kg. Hal ini dapat disebabkan bobot karkas yang digunakan berbeda. Dengan meningkatnya luas otot mata rusuk maka bobot karkas yang dihasilkan semakin tinggi. Suwarno (1980) menyatakan luas otot mata rusuk dan bobot karkas memiliki hubungan positif, semakin luas otot mata rusuk pada sapi dan kerbau maka semakin tinggi pula bobot karkas yang dihasilkan.

Komposisi Karkas Domba

Komponen karkas terdiri atas tulang, otot, lemak dan jaringan ikat. Perkembangan otot, lemak dan tulang yang berbeda-beda menyebabkan berubahnya proporsi dan komposisi tubuh ternak dan karkas. Komposisi karkas domba dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, jenis kelamin, hormon, fisiologi, umur, berat tubuh dan nutrisi.

Proporsi tulang, otot dan lemak sebagai komposisi karkas terjadi pada fase pertumbuhan ternak sampai mencapai kedewasaan, karena pada fase pertumbuhan selanjutnya, perubahan komposisi karkas terutama disebabkan oleh kadar lemak (Soeparno, 2005).

Otot

Hasil analisis ekstrak pasak bumi menunjukkan pengaruh nyata terhadap otot karkas (P<0,05). Pada Tabel 5 secara statistik perlakuan P2 dan P3 mempunyai pengaruh berbeda nyata terhadap P0 dan P1. Perlakuan P2 dan P3 memberikan peningkatan bobot otot yang tinggi dengan pemberian ekstrak pasak bumi namun, penambahan ekstrak pasak bumi P1 tidak mengalami peningkatan bobot otot.

Tabel 5. Rataan Bobot Komponen Karkas Domba Priangan Peubah Pengamatan Perlakuan ELJ P0 P1 P2 P3 ---gram--- Otot 4.785 ± 79b 4.818 ± 76b 5.071 ± 74a 5.105 ±76a Lemak 1.337± 73a 1.509 ± 70a 1.080 ± 69 b 1.094 ±71b Tulang 1.849 ± 96 1.698 ± 92 1.825 ± 91 1.760 ± 93

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Ditentukan pada rataan bobot setngah karkas kanan 8.014±586 g

P0 = tanpa penambahan peptida ELJ; P1 = Peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB; P2 = Peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB dan P3 = LJ 100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB

Pada penelitian ini diperoleh bobot otot meningkat seiring dengan bertambahnya level ekstrak pasak bumi yang digunakan. Hal ini diduga terjadi peningkatan testosteron yang dihasilkan ekstrak pasak bumi sehingga dapat membelokan deposit protein ke otot. Menurut Arny et al. (1998) testosteron dapat meningkatkan jumlah protein otot melalui stimulasi sintesis protein otot, menurunkan degradasi protein otot, dan dapat meningkatkan kembali asam amino. Larutan ekstrak pasak bumi dapat meningkatkan kadar hormon testosteron (Nainggolan dan Simanjuntak, 2005). Herman (1993) mengemukakan bahwa pada bobot potong 32,5 kg domba Priangan menghasilkan bobot otot 4.849 g dan domba Ekor Gemuk menghasilkan bobot otot sebesar 4.493 g. Sumira (2010) menyatakan bahwa domba lokal yang digembalakan menghasilkan bobot otot sebesar 2.360 g pada bobot potong 20,37 kg.

Lemak

Hasil analisis ekstrak pasak bumi menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap lemak karkas. Perlakuan P2 dan P3 tidak berbeda nyata,tetapi berbeda nyata terhadap P1 dan P0. Perlakuan P2 dan P3 dapat menurunkan lemak pada karkas domba, sedangkan perlakuan P1 belum menunjukkan penurunan lemak. Persentase lemak tubuh berbanding lurus dengan bobot tubuh. Variasi kandungan lemak umumnya mempengaruhi pertumbuhan komponen tubuh. Lemak tubuh yang bervariasi disebabkan adanya perbedaan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang bergantung pada bangsa, umur, jenis kelamin dan latar belakang makanannya (Nurmalasari, 2008). Penyuntikan testosteron pada ternak domba Priangan jantan dapat menurunkan berat lemak karkas (Isroli, 2001). Menurut Herman (1993), pertumbuhan lemak nyata akan melaju lebih cepat dari otot jika telah mencapai bobot potong 32,5-40 kg. Herman (1993) mendapatkan pada bobot potong 32,5 kg domba Priangan menghasilkan bobot lemak 2.277 g dan domba Ekor Gemuk menghasilkan bobot lemak sebesar 2.727 g. Sumira (2010) menyatakan bahwa domba Lokal yang digembalakan menghasilkan bobot lemak sebesar 332 g pada bobot potong 20,37 kg.

Tulang

Tulang merupakan komponen karkas yang berkembang lebih awal atau mencapai masak dini dan pertumbuhannya mulai menurun pada saat ternak mencapai dewasa (Forrest et al., 1975) sedangkan daging dan lemak masih tumbuh bersamaan dengan bertambahnya bobot hidup ternak. Hasil analisis ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tulang domba. Tampak perlakuan yang diberikan tidak memberikan perbedaan pada bobot tulang. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan ekstrak pasak bumi dalam meningkatkan hormon testosteron tidak berpengaruh terhadap tulang, namun meningkatkan massa otot dan menurunkan lemak. Perbedaan bobot tulang dipengaruhi oleh bangsa, umur, jenis kelamin dan pakan (Soeparno, 2005) Pemberian nutrisi yang sama dalam pakan memberikan bobot tulang yang sama. Menurut Herman (1993) pada bobot potong 32,5 kg domba Priangan menghasilkan bobot tulang 1.261 g dan domba Ekor Gemuk menghasilkan bobot tulang sebesar 1.162 g. Sumira (2010) mengemukakan bahwa domba Lokal yang digembalakan menghasilkan bobot tulang sebesar 1.045 g pada bobot potong 20,37 kg.

Bobot Non Karkas

Non karkas adalah merupakan bagian dari ternak yang kurang bernilai ekonomis. Bobot non karkas dibagi menjadi dua bagian yaitu organ internal dan eksternal. Organ tersebut mempunyai fungsi fisiologis penting sudah terbentuk dan berkembang baik pada waktu kelahiran (Hammond, 1960).

Organ Internal

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pasak bumi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada organ internal. Hal ini dapat disebabkan tidak adanya reseptor androgen yang mampu memberikan respon positif akibat kerja hormon testosteron. Tidak adanya perbedaan yang nyata pada bobot non karkas juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan yang diberikan sama. Pertumbuhan organ internal memiliki pertumbuhan yang relative sama pada semua perlakuan. Menurut Soeparno (2005), pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas. Domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi tinggi mempunyai jantung, paru-paru dan ginjal yang lebih berat daripada domba yang

mengkonsumsi pakan berenergi rendah. Bobot non karkas organ internal domba Priangan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Bobot Komponen Non Karkas Domba Priangan

Uraian Perlakuan P0 P1 P2 P3 ---gram--- Organ Internal Hati 589 ± 231 439 ± 39 449 ± 34 412 ± 27 Paru 340 ± 24 325 ± 18 371 ± 33 356 ± 32 Limfa 54 ± 10 52 ± 4 57 ± 7 51 ± 4 Ginjal 77 ± 6 82 ± 3 83 ± 5 85 ± 3 Jantung 116 ± 16 122 ± 22 117 ± 17 116 ± 10 Perut Kosong 1003 ± 50 1013 ± 25 993 ± 43 1020 ± 95 Usus Kosong 823 ± 76 780 ± 48 865 ± 79 798 ± 104 Organ Eksternal (gram) Darah 1409 ± 113ab 1169 ± 129c 1464 ± 110a 1275 ± 130cb Alat kelamin 48 ± 5 47 ± 4 53 ± 6 51 ± 5 Testis 402 ± 18 383 ± 37 371 ± 77 439 ± 82 Kepala 2738 ± 152 2703 ± 117 2660 ± 305 2898 ± 168 Kulit 3133 ± 266 3080 ± 188 3180 ± 322 3238 ± 287 Kaki 835 ± 26 761 ± 51 830 ± 37 850 ± 92 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

P0 = tanpa penambahan peptida ELJ; P1 = Peptida ELJ terenkapsulasi 1.5 mg/kg BB; P2 = Peptida ELJ terenkapsulasi 3 mg/kg BB dan P3 = LJ 100 terenkapsulasi 1 mg/kg BB.

Organ Eksternal

Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata pada darah tertampung. Perbedaan ini belum dapat mengindikasikan pengaruh pemberian ekstrak pasak bumi dalam darah. Dapat dilihat pada Tabel 6, bobot darah tidak menunjukkan suatu pola terhadap level pemberian. Terlihat semakin meningkatnya kadar pemberian perlakuan mengalami penurunan jumlah darah pada P1 dan mengalami kenaikan pada P2 lalu mengalami penurunan kembali pada P3. Hal ini terjadi akibat kesalahan dalam menampung darah saat dilakukan penyembelihan. Pergerakan domba Priangan

yang menunjukkan perilaku agresif saat dilakukan penyembelihan menyebabkan sebagian darah yang tertampung tidak optimal.

Menurut Isroli (2000), domba yang disuntik testosteron propionat testesnya tidak berkembang baik, namun testosteron dalam darahnya tinggi. Penurunan perkembangan testes ini dapat merugikan reproduksi. Berbeda pada penelitian ini pemberian ekstrak pasak bumi tidak berpengaruh pada rataan berat testes. Hal ini disebabkan pemberian ekstrak pasak bumi mempengaruhi peran testosteron yang diproduksi oleh testes sehingga testes dapat terus berkembang.

Dokumen terkait