• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.6. Analisis Rasio Keuangan

Rasio keuangan adalah alat analisis keuangan perusahaan untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang terdapat

pada pos laporan keuanga

Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam menganalisa keadaan keuangan suatu bank, tetapi analisa dengan menggunakan rasio merupakan hal yang sangat umum dilakukan dimana hasilnya akan memberikan pengukuran relatif dari kegiatan operasi suatu bank. Data pokok sebagai input dalam analisis rasio ini adalah laporan rugi-laba dari suatu bank. Dengan laporan ini akan dapat ditentukan sejumlah rasio dan selanjutnya rasio ini dapat digunakan untuk meneliti beberapa aspek tertentu dari kegiatan operasi suatu bank tersebut (Syamsuddin, 2009).

Menurut Abdullah (2005:124) analisis rasio keuangan perbankan terbagi menjadi lima bagian, yaitu:

1. Rasio Permodalan

Untuk mengetahui kemampuan kecukupan modal bank dalam mendukung kegiatan bank secara efisien.

2. Rasio Likuiditas

Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek.

3. Rasio Rentabilitas

Untuk mengetahui kemampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek.

4. Rasio Resiko Usaha

Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyanggah resiko dari aktivitas operasi

5. Rasio Effisisensi Usaha

Untuk mengetahui kinerja manajemen dalam menggunakan semua asset secara efisien.

2.1.6.1. Biaya Operasional Terhdap Pendapatan Operasional (BOPO)

BOPO adalah rasio perbandingan antara Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional. Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Rivai, et al:722). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Pandia, 2012:73):

BOPO = Biaya (beban ) Operasional

Pendapatan Operasiona x 100%

Semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. Dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang

diperoleh bank akan semakin besar Besarnya rasio BOPO yang dapat ditolerir oleh perbankan di Indonesia adalah sebesar 50-70%

Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, kategori peringkat yang akan diperoleh bank dari besaran nilai BOPO yang dimiliki adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Peringkat Bank Bedasarkan Rasio BOPO

Peringkat Predikat Besaran Nilai BOPO

1 Sangat Sehat 50-75%

2 Sehat 76-93%

3 Cukup Sehat 94-96%

4 Kurang Sehat 96-100%

5 Tidak Sehat >100%

Sumber : SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004

Berdasarkan Tabel 2.1, Bank Indonesia menetapkan peringkat BOPO dari yang sangat sehat sampai yang tidak sehat.

2.1.6.2 Non Performing Loan (NPL)

Menurut peraturan Bank Indonesia No.5 tahun 2003, risiko adalah salah satu potensi terjadinya peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. NPL adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPL merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPL diketahui dengan cara menghitung jumlah kolektabilitas kredit kurang lancar hingga macet. Apabila semakin rendah NPL maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan, sebaliknya bila tingkat NPL tinggi bank tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Peningkatan Non Performing Loans (NPL) yang terjadi pada masa krisis secara langsung berpengaruh terhadap menurunnya likuiditas bagi sektor perbankan, karena tidak ada uang masuk baik

yang berupa pembayaran pokok ataupun bunga pinjaman dari kredit-kredit yang macet. Sehingga bila hal ini dibiarkan maka akan berpengaruh terhadap hilangnya kepercayaan masyarakat. Adapun metode perhitungan NPL sebagai berikut

(Pandia, 2012:119):

NPL= Jumlah Kredit Bermasalah

Total Kredit X 100%

Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio NPL dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2

Kriteria Penilaian Tingkat Kesehatan Rasio NPL

Sumber : SE BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004

Berdasarkan Tabel 2.2, Bank Indonesia menetapkan nilai NPL maksimum adalah sebesar 5%, apabila bank melebihi batas yang diberikan maka bank tersebut dikatakan tidak sehat.

2.1.6.3 Capital Adequacy Ratio (CAR)

Modal adalah hal yang paling penting bagi bank karena merupakan dasar untuk mengembangkan bisnisnya. Menurut Teguh Pudjo Muljono (1992:87) Capital Adequacy Ratio adalah kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan permodalan untuk menutup kemungkinan kerugian atas kredit yang diberikan beserta kerugian pada investasi surat-surat berharga. Dengan kata lain, Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut

(Pandia 2012:72):

Rasio Predikat

NPL < 5% Sehat

CAR = Modal Bank

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko x 100%

Bank yang termasuk bank sehat, apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8% sesuai dengan standar Bank for International Settlements (BIS). Sesuai dengan penilaian rasio CAR berdasarkan Surat Keputusan DIR BI No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 CAR minimal 8%.

Modal yang dimaksud adalah modal inti dan modal pelengkap. Modal inti bank terdiri dari modal disetor, agio saham, cadangan umum, laba yang ditahan, dan yang termaksud modal pelengkap adalah cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan umum PPAP, modal agunan/pinjaman subordinasi.

2.1.6.4. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi LDR memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar (Dendawijaya, 2005).

LDR adalah perbandingan antara total kredit yang diberikan dengan total dana pihak ketiga (DPK) yang dapat dihimpun oleh bank. LDR akan menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank yang bersangkutan. Maksimal LDR yang diperkenankan oleh Bank Indonesia adalah sebesar 110%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut (Pandia, 2012:119):

LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan

Tata cara penilaian tingkat kesehatan bank, sesuai dengan ketetapan Bank Indonesia Nomor 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 sebagai berikut:

1. Untuk rasio LDR sebesar 110% atau lebih diberi nilai kredit 0, artinya likuiditas bank tersebut dinilai tidak sehat.

2. Untuk rasio LDR dibawah 110% atau diberi nilai kredit 100, artinya likuiditas bank tersebut dinilai sehat.

2.1.6.5. Net Interest Margin (NIM)

Net Interest Margin (NIM) dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA, didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Risiko NIM mencerminkan risiko pasar yang timbul akibat berubahnya kondisi pasar, dimana hal tersebut dapat merugikan bank (Hasibuan, 2008).

Rasio NIM juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat bergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan. Menurut surat edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001, NIM diukur dari perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap aktiva produktif. Semakin besar rasio NIM maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, jika hal tersebut terjadi maka dapat menunjukkan kinerja keuangan bank yang semakin baik. NIM dirumuskan sebagai berikut (Pandia, 2012:72) :

NIM = Pendapatan Bunga Bersih

Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga yang diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan beban bunga dari sumber dana yang diberikan. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga seperti penempatan pada bank lain, surat berharga, penyertaan, dan kredit yang diberikan. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya NIM yang harus dicapai oleh suatu bank adalah diatas 6%.

2.1.6.6 Bank Size

Ukuran perusahaan adalah suatu skala, dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi menjadi 3 kategori yang didasarkan kepada total assets perusahaan yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm).

Ukuran perusahaan (Size) dalam penelitian ini dilihat dari besarnya total assets yang dimiliki perusahaan. Pada neraca bank, aktiva menunjukkan posisi penggunaan dana (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Aktiva (asset) merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba (Wild, et al., 2005).

Variabel ukuran perusahaan (Size) diukur dengan logaritma natural (Ln)total assets. Hal ini dikarenakan besarnya total assets masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak

normal tersebut maka data total assets perlu di Ln kan. Bank size diproksikan sebagai berikut (Prasanjaya, 2013):

Bank Size : Ln (Total Asset)

2.1.6.7. Return on Assets (ROA)

RoA merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan/ laba secara keseluruhan, semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset (Dendawijaya, 2005:119).

ROA diperoleh dengan cara membandingkan antara laba sebelum pajak / earning before interest tax (EBIT) terhadap total assets. EBIT merupakan pendapatan bersih sebelum bunga dan pajak. Total assets merupakan total asset perusahaan dari awal tahun dan akhir tahun. Total assets yang lazim digunakan untuk mengukur ROA sebuah bank adalah jumlah dari asset-asset produktif yang terdiri dari penempatan surat-surat berharga. ROA dapat dirumuskan sebagai berikut (Pandia, 2012:71):

ROA = ����

����� ������ X 100%

Kriteria yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk sebuah bank yang memiliki ratio RoA (Return on Asset) minimal sebesar 1,5%.

Dokumen terkait