• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.4.3 Analisis Regresi Linear Berganda

Dalam mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan lahan akibat alih fungsi lahan pertanian digunakan model analisis regresi linear berganda. Analisis regresi adalah sebuah alat analisis statistik yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (antara dua variabel atau lebih). Tujuan dari analisis regresi ini adalah meramalkan nilai rata-rata satu variabel. Metode ini sebenarnya menggambarkan hubungan antara peubah bebas atau independent (Y) dengan

22

peubah tak bebas atau dependent (X) dan sering disebut dengan peubah penjelas. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kegiatan alih fungsi lahan di tingkat wilayah adalah:

1. PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator yang dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi. Semakin besar pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mempercepat terjadinya perubahan struktur ekonomi kearah sektor manufaktur, jasa, dan sektor non pertanian lainnya. Hal ini akan menggeser peruntukkan lahan dari pertanian ke non pertanian.

2. Laju Pertumbuhan Penduduk (persen)

Jumlah penduduk mempengaruhi permintaan lahan. Semakin meningkat jumlah penduduk maka permintaan lahan terutama untuk pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana akan semakin tinggi sehingga mendorong penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan sawah yang semakin tinggi.

3. Jumlah Industri

Industri merupakan salah satu hal yang menyebabkan alih lahan pertanian. Permintaan terhadap lahan dari masing-masing sektor saling bersaingan. Jika jumlah industri bertambah maka lahan yang dibutuhkan oleh industri tersebut juga bertambah. Ada indikasi luas pertanian akan dialihfungsikan menjadi industri jika jumlah industri tersebut semakin bertambah. Hipotesis pada penelitian ini adalah semakin banyak jumlah industri yang ada maka semakin besar pula alih fungsi lahan yang terjadi.

4. Proporsi Luas Lahan Sawah Terhadap Luas Wilayah (persen)

Peningkatan luas lahan sawah karena adanya pencetakan sawah baru menyebabkan terjadinya pembangunan yang dilakukan di atas lahan sawah akan semakin besar. Semakin luas proporsi luas lahan sawah terhadap luas wilayah maka akan semakin tinggi penurunan luas lahan sawah akibat alih fungsi lahan yang terjadi.

Persamaan model regresi linear berganda untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut:

23 Tanda yang diharapkan:

β1> 0 β2> 0 β3< 0 β4> 0 Dimana:

Y = penurunan lahan pertanian akibat alih fungsi lahan (m2 ) α = intersep

X1 = faktor-faktor yang diduga mempengaruhi alih fungsi lahan β1 = koefisien Regresi

ε = Eror Term

Model analisis regresi linear berganda merupakan metode analisis yang didasarkan pada metode Ordinary Least Square (OLS). Konsep dari metode least square adalah menduga koefisien regresi (β) dengan meminimumkan kesalahan (error). Ordinary least square (OLS) dapat menduga koefisien regresi dengan baik karena: (1) memiliki sifat tidak bias dengan varians yang minimum (efisien) baik linear maupun bukan, (2) konsisten, dengan meningkatnya ukuran sampel maka koefisien regresi mengarah pada nilai populasi yang sebenarnya, serta (3) β0 dan β1 terdistribusi secara normal (Gujarati 2002).

Model ini mencangkup hubungan banyak variabel terdiri dari satu variabel dependent dan berbagai variabel independent. Sebagai langkah awal pengujian dilakukan pengujian ketelitian dan kemampuan model regresi. Pengujian model regresi diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga pengujian, yaitu uji koefisien determinasi (R-squared), Uji F, dan Uji t. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh peubah-peubah dalam persamaan akan mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian akan uji statistik sebagai berikut:

1. Uji Koefisien Determinasi (R-squared)

Nilai R-squared mencerminkan seberapa besar keragaman dari variable dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. Nilai R-squared memiliki besaran yang positif dan besarannya adalah 0 < R-squared < 1. Jika nilai R-squared bernilai nol maka artinya keragaman variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Sebaliknya, jika nilai R-squared bernilai

24

satu maka keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna. R-squared dapat dirumuskan sebagai berikut:

R3 =ESS

TSS...(4.3) Dimana:

ESS = Explained of Sum Squared TSS = Total Sum of Squared 2. Uji t

Uji t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen tersebut terhadap variabel dependennya. Adapun prosedur pengujiannya yang diungkap Gujarati (2002): H0 : β1 = 0 H0 : β1 ≠ 0 �= �− ... (4.4) Dimana: b = parameter dugaan βt = parameter Hipotesis Seβ = standar error parameter β

Jika t hitung (n-k) < t tabel α/2, maka H0 diterima, artinya variabel berarti variable (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap (Y). Namun, jika t hitung (n-k) > t tabel α/2, maka H0 ditolak, artinya variabel (Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y). 3. Uji F

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independent atau bebas (Xi) secara bersama-sama terhadap variabel dependent atau tidak bebas (Y). Adapun prosedur yang digunakan dalam uji F:

H0 = β1 = β2 = β3 = .... = βi = 0 H1 = minimal ada satu βi ≠ 0

25 Dimana:

JKR = jumlah Kuadrat Regresi JKG = jumlah Kuadrat Galat

K = jumlah variabel terhadap intersep n = jumlah pengamatan/sampel

Apabila F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti bahwa variabel bebas (X1) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y). Sedangkan apabila F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa variabel (X1) berpengaruh nyata terhadap variabel (Y).

Model yang dihasilkan dari regresi linear berganda haruslah baik. Jika tidak baik maka akan mempengaruhi interpretasinya. Agar diperoleh model regresi linear berganda yang baik, maka model harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). BLUE dapat dicapai bila memenuhi asumsi klasik. Uji asumsi klasik merupakan pengujian pada model yang telah berbentuk linear untuk mendapatkan model yang baik. Setelah model diregresikan kemudian dilakukan uji penyimpangan asumsi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah model tersebut baik atau tidak. Model dikatakan baik jika mempunyai distribusi normal atau hampir normal. Uji yang dapat dilakukan dengan membuat histogram normalitas. Nilai probability yang lebih besar dari taraf nyata α menandakan residual terdistribusi secara normal.

b. Uji Autokorelasi

Autokorelasi terjadi jika ada korelasi serial antara residual. Korelasi tersebut terjadi karena residual saling mempengaruhi satu sama lain sehingga residual tersebut tidak bebas. Korelasi tersebut menyebabakan penduga OLS menjadi tidak efisien lagi. Cara mendeteksi autokorelasi dapat digunakan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Uji ini dilakukan dengan meregresikan residual dengan lag residual dan semua regresor. Hasil regresi tersebut akan diperoleh koefisien determinasi (Prob. Chi-Square) untuk mengetahui autokorelasi. Jika nilai tersebut lebih besar dari taraf α yang digunakan maka tidak ada permasalahan autokorelasi.

26

c. Uji Multikolinearitas

Jika suatu model regresi berganda terdapat hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut, maka dapat dikatakan model tersebut mengalami multikolinearitas. Terjadinya multikolinearitas menyebabkan R-squared tinggi namun tidak banyak variabel yang signifikan dari uji t. Ada berbagai cara untuk menentukan apakah suatu model memiliki gejala multikolinearitas. Salah satu cara yang digunakan adalah uji Varian Infiaction Factor (VIF). Cara ini sangat mudah, hanya melihat apakah nilai VIF untuk masing-masing variabel lebih besar dari 10 atau tidak. Bila nilai VIF lebih besar dari 10 maka diindikasikan model tersebut mengalami multikolinearitas. Sebaliknya, jika VIF lebih kecil dari 10 maka diindikasikan bahwa model tersebut tidak mengalami multikolinearitas yang serius.

d. Uji Heteroskedastisitas

Masalah heteroskedastisitas biasanya sering terjadi dalam data cross section. Salah satu cara dalam mendeteksi heteroskedastisitas adalah dengan transformasi terhadap peubah respon dilakukan dengan tujuan untuk menjadikan ragam menjadi homogen pada peubah respon hasil transformasi tersebut. Untuk mendeteksi masalah heterokedastisitas dapat dilakukan uji White, dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolute residualnya. Jika nilai signifikan dari hasil uji White lebih besar dari α maka tidak terdapat heteroskedastisitas dan sebaliknya.