• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis risiko dilakukan untuk mengetahui simpangan pengembalian modal investasi berdasarkan pendapat Ichsan et al. (2000), yakni dengan menggunakan keuntungan rata-rata sebagai indikator profitabilitas investasi dan variansi sebagai indikator risikonya. Besarnya risiko berinvestasi diukur dengan koefisien variasi (CV). Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan semakin besar risiko yang harus ditanggung investor dibandingkan dengan keuntungannya. Terdapat hubungan antara risiko dan keuntungan yang dapat diukur dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L).

Untuk mendapatkan koefisien variasi perlu dihitung : 1) keuntungan rata-rata, 2) ragam dan simpangan baku, serta 3) batas bawah keuntungan. Hasil perhitungan sebagai berikut :

a. Nilai Harapan Keuntungan

Nilai harapan diukur berdasarkan nilai keuntungan rata-rata (mean) dari setiap siklus produksi. Tabel 40 memperlihatkan hasil perhitungan nilai keuntungan rata-rata selama lima tahun (tahun 2004-2008) pada pola usaha mandiri dan kemitraan. Perhitungan laba setiap siklus produksi tahun tersebut seperti pada Lampiran 2. Keuntungan rata-rata (E) dihitung berdasarkan Tabel 40

untuk pola usaha mandiri adalah Rp 29.577.620,0 dan untuk pola kemitraan adalah Rp 33.991.776,60.

Tabel 40. Nilai Keuntungan Rata-rata Usaha Ternak Ayam Broiler Pola Mandiri dan Kemitraan Tahun 2004-2008

Pola Usaha

Tahun Produksi 2004

(ribu Rp)

2005 (ribu Rp)

2006 (ribu Rp)

2007 (ribu Rp)

2008 (ribu Rp)

Mandiri*

per

siklus 1.417,71 3.191,92 4.811,39 2.791,74 2.576,04 per

tahun 14.177,15 31.919,22 48.113,91 27.917,44 25.760,38 Kemitraan**

per

siklus 4.449,07 5.066,82 3.897,57 5.258,34 5.608,03 per

tahun 31.143,48 35.467,78 27.282,98 36.808,39 39.256,24

Keterangan : * diolah dari hasil survei (2008)

** diolah dari data sekunder STA (2008)

b. Ragam Keuntungan Rata-rata

Ragam keuntungan rata-rata dihitung berdasarkan rata-rata dari nilai total selisih antara keuntungan rata-rata setiap tahun terhadap keuntungan rata-rata total, untuk pola usaha mandiri adalah Rp 8.351.156,0 dan pola kemitraan adalah Rp 3.822.833,28. Simpangan baku ( V ) diperoleh dari akar nilai ragam, didapat

simpangan baku keuntungan rata-rata pada pola usaha mandiri adalah : Rp 2.889.830,0 dan pola kemitraan adalah Rp 1.955.200,0.

c. Koefisien Variasi

Koefisien variasi ( CV ) merupakan perbandingan antara risiko dengan nilai keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dari sejumlah modal yang

mandiri adalah 0,000098 dan untuk pola kemitraan adalah 0,000058. Dengan demikian risiko berinvestasi pada pola usaha mandiri lebih besar dari pada pola kemitraan.

d. Batas Bawah Keuntungan

Hasil perhitungan batas bawah keuntungan (L) pada pola usaha mandiri adalah Rp 29.571.840,15 dan pada pola kemitraan adalah Rp 33.987.866,20.

Dengan hasil tersebut menunjukkan kedua pola usaha mengalami keuntungan (L ≥ 0), dan pola usaha kemitraan lebih menguntungkan dari pada pola mandiri.

Secara ringkas dari hasil perhitungan tingkat kelayakan usaha ternak ayam mandiri dan pola kemitraan yang didasarkan pada jumlah pemeliharaan ayam sebanyak 5.000 ekor, meliputi enam kriteria yakni : 1) keuntungan rata-rata ( E ), 2) koefisien variasi ( CV ), 3) batas bawah keuntungan ( L ), 4) NPV, 5) IRR, dan 6) PBP seperti pada Tabel 41. Informasi pada Tabel 41 memperlihatkan hasil analisis finansial yang lebih layak pada pola kemitraan yakni E, L, dan NPV lebih besar, PBP lebih singkat, dan risikonya lebih kecil dibandingkan pola usaha mandiri.

Masa pengembalian modal pada pola usaha kemitraan adalah empat tahun dan usaha mandiri selama enam tahun, berarti pengembalian modal pada pola kemitraan lebih cepat dua tahun jika dibandingkan dengan usaha ternak mandiri.

Dengan kondisi demikian maka pola usaha kemitraan lebih menguntungkan dan lebih menarik bagi investor, karena perolehan laba bersih rata-rata per tahun pada pola kemitraan lebih besar dibandingkan pada pola mandiri.

Tabel 41. Kelayakan Usaha Ternak Ayam Ras Pedaging dari Aspek Finansial Kriteria Pola Usaha Mandiri Pola Usaha Kemitraan Keterangan

E Rp 29.577.620 Rp 33.991.776,6 Untung

CV 9,8E-05 5,8E-05 Risiko kecil

L Rp 29.571.840 Rp 33.987.866,20 Layak

NPV Rp 151.459.552 Rp 211.239.574 Layak

IRR 34,20% 34,20 % Layak

PBP 6 tahun 4 tahun Layak

Keterangan : E = keuntungan rata-rata CV = koefisien variasi L = batas bawah keuntungan NPV = Net Present Value IRR = Internal Rate Return PBP = Pay Back Period

Keunggulan lain bagi pola kemitraan adalah kebutuhan modal yang harus disediakan oleh peternak lebih kecil. Hal ini dikarenakan sebagian besar kebutuhan modal kerja ditanggung perusahaan inti (mitra) melalui pemberian pinjaman berupa sarana produksi ternak seperti DOC, ransum, dan vitamin serta obat-obatan, dan dibayar melalui pemotongan hasil penjualan ayam.

Kemampuan permodalan bagi peternak umumnya terbatas, kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi umur panen ayam.

Semakin meningkat umur ayam (masa pemeliharaan ayam semakin lama) yang berdampak pada kebutuhan modal yang besar. Persediaan seluruh modal untuk usaha mandiri harus dipenuhi oleh peternak sendiri. Oleh karena keterbatasan permodalan tersebut maka selalu diupayakan mempersingkat masa pemeliharaan ayamnya, rata-rata selama dua puluh lima hari dengan bobot ayam hidup 1,1 kg per ekor.

Masa pemeliharaan ayam yang relatif singkat tersebut memperbanyak produksi tahunan (rata-rata 10 kali berproduksi dalam setahun) (Lampiran 3).

Oleh karena bobot ayam hidup hasil panen relatif kecil (rata-rata 1,1 kg per ekor), maka laba bersih yang diperoleh juga relatif kecil. Kendala lain bagi pola usaha mandiri adalah seluruh risiko kegagalan produksi yang timbul harus ditanggung oleh peternak yang bersangkutan.

Keterbatasan modal dan akses terhadap lembaga keuangan bagi peternak dapat diatasi melalui pola kemitraan, sebagai peternak plasma, peternak hanya menyiapkan sebagian dari keseluruhan modal, terhadap : 1) seluruh modal tetap yaitu modal yang digunakan untuk penyediaan lahan, mendirikan kandang, gudang, kendaraan, listrik, air, peralatan komunikasi, pakan dan minum, serta peralatan lainnya, 2) modal operasional yaitu modal yang digunakan untuk pembiayaan seperti biaya listrik, transportasi, komunikasi, konsumsi, upah kerja, alas lantai kandang/litter, dan sumbangan-sumbangan. Modal lain seperti pembelian DOC, pakan, dan vitamin serta obat-obatan ditanggung oleh perusahaan inti, dan nilai dari modal ini memberi kontribusi rata-rata adalah 90 persen dari modal tidak tetap atau 20 persen dari keseluruhan modal usaha budidaya ternak ayam ras pedaging. Kondisi demikian berdampak positif pada perkuatan permodalan bagi peternak plasma, yaitu semakin besar kontribusi permodalan dari pihak perusahaan inti dalam usaha pola kemitraan semakin memperkuat permodalan bagi peternak plasma.

Dalam menganalisis kelayakan usaha, perhitungan menggunakan jumlah ayam 5.000 ekor setiap siklus, karena disesuaikan dengan skala usaha minimal

yang umum dipraktekkan oleh petani untuk mempermudah menganalisis finansialnya. Alasan lainnya adalah didasarkan pada persyaratan menjadi peternak plasma oleh perusahaan inti adalah memiliki kandang untuk pemeliharaan ayam dengan sistem all in all out minimal berkapasitas 5.000 ekor.

Keunggulan lain adalah jika terjadi kegagalan produksi dan terjadi kerugian usaha, dimana pembayaran atas biaya-biaya yang timbul akibat pasokan ransum, DOC, dan vitamin serta obat-obatan dari hasil panen tidak mencukupi, sisa biaya yang belum terbayarkan tersebut tidak dibebankan kepada peternak plasma. Kompensasi biaya atas terjadinya kerugian diberikan kepada peternak yang bersangkutan untuk mengurangi kerugian akibat pengeluaran biaya operasional oleh peternak sendiri dengan syarat kerugian atau kegagalan tersebut bukan akibat dari kelalaian peternak atau akibat faktor di luar kemampuan peternak seperti misalnya akibat bencana alam, wabah penyakit, dan gangguan keamanan.

Hasil perbandingan antara pola usaha mandiri dengan pola usaha kemitraan membuktikan bahwa pola usaha kemitraan lebih unggul dibandingkan dengan pola usaha mandiri. Beberapa keunggulan tersebut antara lain adalah :

1) Perputaran uang dan laba lebih besar, sementara modal yang harus disediakan peternak lebih kecil, karena sebagian modal kerja didapat dari kredit perusahaan inti, berupa sarana produksi ternak (sapronak) yakni DOC, pakan, dan obat-obatan),

2) Lebih terjamin keberlangsungan dan keberlanjutan usahanya, sesuai perjanjian kerjasama kemitraan dengan perusahaan-inti yang berperan dan

bertanggung-jawab untuk membina, memberi pelayanan dan bimbingan teknis, memasok sapronak sesuai jenis, jumlah, dan jadual yang telah disepakati bersama, 3) Adanya kepastian pasar dan harga jual hasil produksi, perusahaan-inti

bertanggungjawab memasarkan hasil panen ayam peternak dengan harga sesuai perjanian kerjasama kemitraan yang telah dipersiapkan sebelum kegiatan produksi dilaksanakan. Hal ini penting bagi peternak plasma, sehubungan dengan fluktuasi harga sapronak dan harga jual ayam hidup di pasaran sering terjadi, dan kemampuan penawaran peternak lemah. Kondisi tersebut menciptakan ketidak-pastian bagi peternak dalam menjalankan usaha ternaknya.

4) Adanya pembagian risiko yang adil, terdapat sistem bonus yang ditawarkan oleh perusahaan-inti terhadap keragaan produksi peternak plasma. Risiko kerugian atau kegagalan produksi dipertimbangkan berdasarkan penyebab terjadinya kerugian atau kegagalan tersebut. Jika kerugian atau kegagalan produksi bukan berasal dari kelalaian atau kesengajaan peternak melainkan faktor alam, peternak tidak dibebani kekurangan bayar atas seluruh nilai sapronak yang digunakan dalam berproduksi.

Hal-hal tersebut sesuai pendapat Hafsah (2000), dan Gumbira-Sa’id (2001) bahwa potensi keberhasilan dalam kemitraan dapat mewujudkan kemitraan yang saling menguntungkan, saling membesarkan dan dapat bertahan lama. Dalam rangka membuat pedoman pelaksanaan budidaya ayam ras pedaging pola kemitraan yang baik, perlu mengetahui lebih mendalam perihal faktor-faktor kunci pada pola

usaha kemitraan yang terbagi ke dalam kelompok technoware, humanware, inforware, dan orgaware yang disingkat THIO.

H. Sintesis Model Teknologi pada Sistem Kemitraan Pola PIR Ayam Broiler