• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Analisis Risiko Usahatani Padi Organik dan Non Organik

5.2.1 Risiko Produksi

Adanya risiko produksi mempengaruhi perilaku petani dalam mengambil keputusan. Besarnya risiko produksi usahatani padi organik dan non organik di Desa Lubuk Bayas dapat dilihat pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3 Risiko Produksi Ushatani Padi Organik dan Non Organik di Desa Lubuk Bayas

Komoditi Padi Organik Padi Non Organik

Keterangan :

Produksi Rata – rata (Qi) 6.463 7.065

Simpangan Baku (V) 491,66 548,36

Ragam (V2) 241.728 300.699

Koefisien Variasi (KV) 0,0761 0,08

Batas Bawah (L) 5.479,92 5.968,28

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 12)

Risiko usahatani padi organik dan non organik ditinjau dari segi produksi sebagai berikut :

1. Nilai ragam (V2) produksi padi non organik lebih tinggi daripada padi organik (306.699 > 241.728), sehingga risiko produksi usahatani padi non organik lebih

tinggi daripada padi organik.

2. Nilai simpangan baku (V) produksi padi non organik lebih tinggi daripada padi organik (548,36 > 491,66), sehingga risiko produksi usahatani padi non organik lebih tinggi daripada padi organik.

Semakin tinggi nilai ragam (V2) dan simpanagan baku (V) maka semakin tinggi nilai risiko, hal ini berarti dalam melakukan ushatani padi non organik akan lebih berisiko dibandingkan dengan melakukan usahatani padi organik.

Hasil perhitungan pada Tabel 5.3 menunjukkan koefisien variasi (KV) risiko produksi pada usahatani organik lebih kecil dibandingkan usahatani padi non organik

(0,0761 < 0,08) yang berarti petani padi non organik akan mengalami risiko di masa akan datang lebih besar. Robison dan Barry (1987) menyatakan bahwa penggunaan input usahatani berpengaruh pada risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Input – input yang bersifat risk reducing atau yang bersifat mengurangi risiko, diantaranya adalah input pupuk, pestisida, dan penggunaan tenaga kerja. Hasil analisis koefisien variasi produksi dapat diartikan bahwa penggunaan pupuk maupun pestisida organik mempunyai kemampuan risk reducing lebih baik dibandingkan pupuk dan pestisida kimiawi.

Rendahnya risiko produksi usahatani organik antara lain disebabkan kesuburan tanah yang terpelihara dan keseimbangan ekosistem yang mampu menekan gangguan hama dan penyakit tanaman. Risiko ekologi akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia juga mempengaruhi tingginya risiko pada usahatani padi non organik, karena penggunaan pupuk dan pestisida kimia berlebihan mengurangi kesuburan tanah. Dan dengan adanya iklim yang tidak menentu menyebabkan risiko produksi meningkat pada padi karena curah hujan yang terlalu tinggi dan terlalu rendah menyebabkan timbulnya berbagai macam hama dan penyakit yang menyerang pertanaman padi. Nilai batas bawah produksi (L) dapat diartikan bahwa nilai produksi yang paling rendah yang mungkin diterima oleh petani yang melakukan usahatani padi organik adalah sebesar 5.479,92kg/ha, sedangkan untuk usahatani padi non organik sebesar 5.968,28kg/ha. Seperti istilah “high risk high return” yang artinya jika ingin memperoleh hasil yang lebih besar dalam hal ini produksi,maka akan dihadapkan pada risiko yang lebih besar pula. Dapat dilihat dari hasil produksi non organik yang tinggi dan risiko juga batas bawah produksinya tinggi dibandingkan dengan padi organik.

5.2.2 Risiko Harga

Sebagaimana komoditas pertanian pada umumnya, padi juga sering mengalami fluktuasi harga. Fluktuasiharga yang terjadi dapat dilihat variasinya yang mencerminkan tingkat risiko harga padi. Besarnya risiko harga usahatani padi organik dan non organik dapat dilihat pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4 Risiko Harga Ushatani Padi Organik dan Non Organik di Desa Lubuk Bayas

Komoditi Padi Organik Padi Non Organik

Keterangan :

Harga Jual Rata – rata

(Qi) 4.435 4.039

Simpangan Baku (V) 60,64 80,32

Ragam (V2) 3.677 6.452

Koefisien Variasi (KV) 0,0137 0,02

Batas Bawah (L) 4.314 3.878

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 12)

Hasil analisis data menunjukkan bahwa harga jual rata – rata padi organik lebih tinggi daripada harga jual padi non organik. Harga jual rata – rata padi organik sebesar Rp 4.435/kg sedangkan padi non organik sebesar Rp 4.039/kg. Harga jual padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan padi non organik karena ketika digiling menajdi beras , tekstur nasi dari beras organik lebih pulen, lebih tahan lama saat telah dimasak, memiliki kadar lemak lebih rendah tetapi kadar protein, mineral dan vitamin lebih tinggi dibandingkan dengan beras non organik.

Harga jual padi organik lebih tinggi menyebabkan konsumen lebih memilih untuk mengonsumsi padi non organik yang dihipotesiskan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka semakin banyak jumlah komoditi tersebut yang diminta, sebaliknya semakin tinggi harga suatu komoditi semakin sedikit komoditi tersebut diminta. Namun saat ini minat masyarakat untuk mengonsumsi beras organik terus mengalami peningkatan. Nampaknya beras organik yang identik dengan “harga

mahal” tidak menyurutkan minat masyarakat untuk hidup lebih sehat. Selain faktor kesehatan dan lingkungan yang terbebas dari cemaran bahan berbahaya, secara sosial mengonsumsi produk organik meningkatkan kepedulian terhadap petani padi organik.

Hasil perhitungan pada Tabel 5.4 menunjukkan koefisien variasi (KV) risiko harga pada usahatani organik lebih kecil dibandingkan usahatani padi non organik. Risiko harga yang harus ditanggung oleh petani padi non organik adalah sebesar 0,02 sedangkan padi organik risikonya lebih kecil yaitu 0,0137. Petani padi organik dan non organik di Desa Lubuk Bayas menjual hasil panennya dalam bentuk gabah basah. Ketidakpastian harga yang sulit diprediksi secara tepat, menyebabkan timbulnya fluktuasi harga. Faktor – faktor yang mempengaruhi yaitu adanya spekulasi pedagang yang cenderung ingin memperoleh keuntungan yang besar (Soekartawi dkk, 1993). Adanya ketidakpastian tersebut menimbulkan terjadinya risiko harga.

Menurut petani padi di Desa Lubuk Bayas, risiko harga merupakan suatu keadaan dimana harga jual hasil panen tidak sesuai dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. Ini yang menyebabkan risiko harga padi non organik lebih besar dibandingkan dengan padi organik karena biaya yang dikeluarkan petani padi non organik sangat besar seperti biaya obat-obatan dan pupuk kimiawi yang mahal daripada petani padi organik.

Nilai batas bawah (L) dapat diartikan sebagai nilai harga yang paling rendah yang mungkin diterima oleh petani yang melakukan usahatani padi organik adalah sebesar

Rp 4.314/kg sedangkan batas bawah harga padi non organik yaitu sebesar Rp 3.878/kg.

5.2.3 Risiko Pendapatan

Petani dalam berusahatani bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan. Pendapatan ini merupakan nilai yang diperoleh petani yang dikurangi dengan biaya usahataninya. Besarnya risiko pendapatan usahatani padi organik dan non organik dapat dilihat pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5 Risiko Pendapatan Ushatani Padi Organik dan Non Organik di Desa Lubuk Bayas

Komoditi Padi Organik Padi Non Organik

Keterangan :

Pendapatan Rata – rata

(Qi) 19.107.358 15.736.535 Simpangan Baku (V) 2.608.689 4.028.806 Ragam (V2) 6.805.258.237.959 16.231.281.144.231 Koefisien Variasi (KV) 0,14 0,26 Batas Bawah (L) 13.889.980 7.678.922

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 12)

Risiko usahatani padi organik dan non organik ditinjau dari segi pendapatan sebagai berikut :

1. Nilai ragam (V2) produksi padi non organik lebih tinggi daripada padi organik (16.231.281.144.231 > 6.805.258.237.959), sehingga risiko pendapatan usahatani

padi non organik lebih tinggi daripada padi organik.

2. Nilai simpangan baku (V) produksi padi non organik lebih tinggi daripada padi organik (4.028.806 > 2.608.689), sehingga risiko pendapatan usahatani padi non organik lebih tinggi daripada padi organik.

Hasil perhitungan pada Tabel 5.5 menunjukkan koefisien variasi (KV) risiko pendapatan pada usahatani organik lebih kecil dibandingkan usahatani padi non

organik (0,14 < 0,26) yang berarti bahwa pendapatan usahatani padi non organik akan diperoleh petani lebih bervariasi atau berfluktuatif atau dengan kata lain petani padi non organik akan mengalami ketidakpastian pendapatan di masa yang akan datang. Nilai koefisien variasi (KV) pendapatan yang tinggi pada usahatani padi non organik karena dipengaruhi harga jual hasil gabah yang rendah tetapi dengan biaya produksi yang besar dibandingkan dengan padi organik yang mempunyai harga jual yang lebih tinggi dari padi non organik.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Prihtanti (2014), yang menyatakan nilai koefisien variasi pendapatan yang tinggi pada usahatani padi konvensional karena petani padi organik cenderung menetapkan harga jual yang tinggi dari padi non organik dan menyalurkan penjualan melalui kelompok tani. Menurut Fauziyah (2011), struktur pendapatan yang dimiliki oleh petani akan mempengaruhi perilaku petani dalam menghadapi risiko. Jika pendapatan yang dimiliki oleh petani cukup besar maka mereka dapat melakukan berbagai strategi untuk mengurangi risiko yang dihadapi begitu juga sebaliknya.

Nilai batas bawah produksi (L) dapat diartikan sebagai nilai pendapatan yang paling

rendah yang mungkin diterima oleh petani padi organik adalah sebesar Rp 13.889.980 per Ha, sedangkan pada usahatani padi non organik adalah sebesar Rp

7.678.922 per Ha. Dengan demikian, hipotesis 2, besarnya risiko ekonomi (harga, pendapatan dan penerimaan) pada usahatani padi organik lebih tinggi daripada padi non organik ditolak.

Dokumen terkait