• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan pangan yakni beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan produksi pangan sehingga terjadi kekurangan pangan. Keadaan ini memberi pemikiran baru yang kemudian lahirlah revolusi hijau. Revolusi hijau adalah penggunaan bahan-bahan kimia berupa pestisida, pupuk dan herbisida kimia yang tujuannya untuk meningkatkan produksi pangan. Revolusi hijau terbukti mampu memberi pengaruh besar terhadap pangan pada Indonesia, sehingga pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras (Arifin, 2005).

Padi merupakan tanaman pangan yang dikonsumsi secara umum oleh masyarakat Indonesia. Upaya peningkatan produksi pertanian utamanya padi, masih dan akan tetap merupakan kebutuhan bagi bangsa ini mengingat semakin meningkatnya kebutuhan pangan beras sejalan dengan meningkatnya penduduk dan kualitas hidup masyarakat.Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di dunia yang penduduknya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok.

Menurut Badan Pusat Statistika (2013), Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi penghasil padi non organik padi organik. Salah satu Kabupaten sentra produksi padi di Sumatera Utara adalah Kabupaten Serdang Bedagai. Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dan Desa Karang Anyar Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra produksi padi organik dan non organik di Sumatera Utara. Di Kabupaten Serdang Bedagai dengan

luas baku lahan sawah 40.598 ha merupakan salah satu lumbung pangan di Sumatera Utara. Dengan luas tanam Serdang Bedagai 70.000 – 75.000 ha per tahun dengan produktivitas rata – rata 5,2 ton/ha maka Serdang Bedagai memberikan kontribusi ketersediaan pangan di Sumatera Utara dengan swasembada beras rata – rata 125.000 – 135.000 ton per tahun. Dengan potensi pertanian yang sangat besar di Kabupaten Serdang Bedagai, maka pengembangan pertanian organik di Kabupaten Serdang Bedagai terbuka lebar.

Kelompok Tani Subur merupakan kelompok tani di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara yang anggotanya menerapkan pertanian padi organik sekaligus padi non organik. Kelompok Tani Subur menerapkan pertanian organik sekitar tahun 2008 melalui program pelatihan usahatani padi organik yang diadakan oleh LSM BITRA (Lembaga Swadaya Masyarakat Binaan Keterampilan Desa) . Pupuk organik dan pestisida organik diperoleh kelompok Tani Subur dengan memanfaatkan kotoran ternak atau tumbuh-tumbuhan yang telah dikeringkan kemudian diolah menjadi kompos. Pembuatan insektisida hayati dari tumbuh-tumbuhan dan kotoran hewan yaitu daun sirih, tembakau, akar pinang muda dan urin sapi.

Lubuk Bayas artinya Lubuk Beras yang berasal dari bahasa Kalimantan. Di wilayah Perbaungan, Desa Lubuk Bayas sebagai sumber beras. Mayoritas penduduk Desa Lubuk Bayas bekerja sebagai petani padi. Namun sebagian besar petani masih menerapkan sistem pertanian non organik. Hal ini terjadi karena masih sulit meyakinkan petani padi untuk beralih pada pertanian organik. Petani berpendapat bahwa dari segi budidaya pertanian organik lebih rumit bila dibandingkan pertanian non organik. Dan terbukti dilapangan, dari 62 anggota Kelompok Tani Subur di Desa

Lubuk Bayas, petani padi organik hanya 18 orang sedangkan sisanya adalah petani padi non organik. Perkembangan luas lahan padi organik juga masih lambat dibandingkan dengan non organik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1.1 Perkembangan Luas Lahan Padi Organik dan Luas Lahan Padi Non Organik di Desa Lubuk Bayas Tahun 2008 - 2013

Padi Organik Padi Non Organik

Tahun Luas Lahan

(Ha)

Tahun Luas Lahan

(Ha) 2008 3 2008 41 2009 3 2009 41 2010 7 2010 37 2011 12 2011 32 2012 21 2012 23 2013 5 2013 39

Sumber : Kelompok Tani Subur (2014)

Pada Tabel 1 dapat dilihat perbandingan luas lahan dari tahun 2008 – 2013 mengalami fluktuasi. Dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan drastis pada luas lahan padi organik dan kenaikan pada luas lahan padi non organik. Ini disebabkan karena terjadinya konversi lahan dari padi organik ke padi non organik yang diakibatkan karena padi organik yang kurang produktif atau tidak optimal hasil produksinya.

Perkembangan produksi padi organik dan non organik anggota Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Perkembangan Produksi Padi Organik dan Non Organik di Desa Lubuk Bayas Anggota Kelompok Tani Subur Tahun 2009-2013

Padi Organik Padi Non Organik

Tahun Jumlah Produksi

(ton) Tahun JumlahProduksi (ton) 2009 7,5 2009 267, 32 2010 13 2010 246, 05 2011 15 2011 209, 60 2012 2013 35 20,7 2012 2013 156, 40 253, 50 Sumber : Kelompok Tani Subur, 2013

Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara produksi padi organik dan padi non organik. Baik padi organik dan padi non organik mengalami fluktuasi produksi dalam 5 tahun terakhir. Produksi yang mengalami penurunan drastis pada padi organik adalah tahun 2012 – 2013, hal ini disebabkan oleh luas lahan padi yang menurun mengakibatkan luas panen turun dan produktivitas padi organik tahun terakhir hanya mencapai 4,14 ton/ha. Produksi padi organik mengalami penurunan, sedangkan peoduksi padi non organik meningkat pada tahun terakhir diakibatkan oleh risiko padi organik yang sangat tinggi. Selain luas lahan dan produksi yang mengalami penurunan, bahkan jumlah petani dalam 5 tahun terakhir juga menurun. Berikut adalah data perkembangan jumlah petani padi organik dan non organik di Desa Lubuk Bayas :

Tabel 1.3. Perkembangan Jumlah Petani Padi Organik dan Non Organik Kelompok Tani Subur di Desa Lubuk Bayas 2008 – 2013

Padi Organik Padi Non Organik

Tahun Jumlah Petani

(orang)

Tahun Jumlah Petani

(orang) 2008 30 2008 32 2009 21 2009 41 2010 9 2010 53 2011 17 2011 45 2012 17 2012 45 2013 18 2013 44

Sumber : Kelompok Tani Subur , 2014

Dalam Kelompok Tani Subur, dari sebanyak 30 orang petani yang mengikuti pelatihan usahatani padi organik yang melaksanakan praktek usahatani padi organik pada tahun 2010 menurun menjadi 9 orang. Pada tahun 2013 meningkat kembali menjadi 18 petani . Berdasarkan hasil pra survey, menurunnya jumlah petani padi organik anggota Kelompok Tani Subur terjadi karena pekerjaan pada usahatani padi organik sulit, menyita banyak waktu untuk melakukan pengamatan dan

membutuhkan banyak curahan tenaga kerja. Salah satu pekerjaan yang dianggap rumit oleh petani adalah pada proses pembuatan insektisida hayati dari tumbuh-tumbuhan dan kotoran hewan yaitu daun sirih, tembakau, akar pinang muda dan urin sapi melalui proses fermentasi sehingga beralih ke padi non organik yang dianggap lebih mudah.

Petani Desa Lubuk Bayas, Kabupaten Serdang Bedagai menjual hasil panennya dalam bentuk gabah dan menjualnya kepada pedagang pengumpul. Selanjutnya pedagang pengumpul yang mengolah gabah. Pada umumnya, petani yang menggiling sendiri hasil panennya hanya dalam jumlah sedikit dan untuk dikonsumsi sendiri. Bila dibandingkan dari segi harga, harga gabah organik lebih tinggi dari harga gabah non organik. Pada tahun 2013, harga gabah organik berkisar Rp 4.500 – Rp 5.000/kg sedangkan harga gabah non organik hanya mencapai Rp 3.500 – Rp 4.000/kg.

Seperti usaha pada umumnya, usahatani padi juga merupakan usaha yang memiliki banyak risiko, antara lain adalah risiko produksi dan risiko harga (Hardaker et al., 1984). Menurut Kamus Webster’s Third News International Dictionary (1963) dalam Soekartawi, dkk (1993), risiko merupakan suatu keadaan dimana terjadinya peluang kerugian diketahui terlebih dahulu. Risiko produksi dalam usahatani padi adalah risiko yang terkait dengan fluktuasi produksi yang mempengaruhi penerimaan petani yang disebabkan faktor-faktor seperti hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja. Terkhusus pada harga faktor produksi padi organik yang mahal dan menyita banyak curahan tenaga kerja terlebih dalam proses pembuatan insektisida hayati membuat risiko terhadap padi organik

tinggi. Semakin luas areal lahan yang diusahakan oleh petani maka dimungkinkan semakin besar pula risiko yang harus dihadapi oleh petani.

Dalam berbagai kegiatan usaha di bidang pertanian sering terjadi situasi ekstrim, yaitukejadian yang mengandung risiko (risk events) dan kejadian yang tidak pasti (uncertaintyevents). Risiko produksi pertanian lebih besar dibandingkan risiko non pertanian, karenapertanian sangat dipengaruhi oleh alam seperti cuaca, hama penyakit, suhu, kekeringan, danbanjir. Selain alam, risiko dapat ditimbulkan oleh kegiatan pemasaran. Risiko hargadisebabkan karena harga pasar tidak dapat dikuasai petani. Fluktuasi harga lebih seringterjadi pada hasil-hasil pertanian.Besar kecilnya risiko yang dihadapi oleh petani akan berdampak pada tingkat produksi dan pendapatan yang diperoleh petani. Adanya risiko tersebut berdampak pada tingkat pendapatan petani. Semakin tinggi risiko yang dihadapi oleh petani, maka peluang mengalami kerugian semakin tinggi. Perilaku petani terhadap risiko dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan variabel-variabel sosial ekonomi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa risiko usahatani adalah sesuatu yang tidak pasti yang mempunyai kemungkinan merugikan petani dalam melakukan usahatani baik dibidang perkebunan maupun peternakan dan lain-lain.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,kajian ini ingin membandingkan analisis usahatani padi organik dan padi non organik serta juga membandingkan risiko antara padi organik dan padi non organik.

Dokumen terkait