• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

G. Analisis Sambungan Gelagar Jembatan

Pada konstruksi baja dipakai beberapa macam alat sambung, yaitu : i. Paku keling

ii. Baut iii. Las

Baut sekrup lebih mahal daripada paku keling. Tetapi baut mempunyai banyak keuntungan antara lain mudah pemasangannya sehingga ongkos pemasangannya lebih murah dibandingkan dengan ongkos pemasangan paku keling. Pada pemasangan paku keling dibutuhkan tenaga yang ahli dalam pemasangan paku keling dan dalam jumlah banyak, karena pemasangan paku keling memakan waktu jauh lebih lama dibanding pemasangan baut. Selain itu sambungan baut mudah diganti dan mudah dilepas sehingga dapat dipindahkan.

a. Sambungan dengan baut

Ada 2 macam sambungan, yaitu sambungan beririsan satu dan sambungan beririsan kembar (ganda).

1) Sambungan beririsan satu

Gambar 3.15 Sambungan beririsan satu Sambungan beririsan satu mempunyai satu bidang geser Biasanya δ1 = δ2, bila δ1≠δ2, maka diambil δ yang terkecil

2) Sambungan beririsan kembar (ganda)

Gambar 3.16 Sambungan beririsan kembar

Sambunagn beririsan kembar mempunyai dua bidang geser Biasanya δ2 < 2δ1, diambil harga yang terkecil

b. Kemampuan sambungan baut

Kemampuan alat penyambung didasarkan pada kapasitas terhadap keruntuhan geser dan keruntuhan tumpu.

1) Sambungan irisan tunggal

P = π 2τ

4 1

d ...(3.41)

P = δ dσtu ...(3.42) Diambil harga yang terkecil

δ diambil yang terkecil dari δ1 dan δ2

= 0,6

tu = 1,5 untuk s1≥ 2d

tu = 1,2 untuk 1,5d ≤ s1 < 2d

s1 adalah jarak baut yang terakhir terhadap ujung batang

2) Sambungan irisan kembar

P = π 2τ

2 1

d ...(3.43)

Diambil harga yang terkecil

δ diambil yang terkecil dari δ1 dan δ2

= 0,6

tu = 1,5 untuk s1≥ 2d

tu = 1,2 untuk 1,5d ≤ s1 < 2d

c. Sambungan gelagar I yang terlentur

Gaya lintang pada gelagar I di tempat sambungan diterima oleh pelat penyambung badan yang telah diperlemah oleh lubang-lubang baut. Akibat momen luar pada baut maka timbul gaya-gaya reaksi tegak lurus garis penghubung baut dengan pusat berat z (z = pusat berat kelompok paku/baut). Besarnya gaya reaksi sebanding dengan jaraknya terhadap pusat berat z. Karena dipakai baut yang ukurannya sama maka yang ditinjau cukup yang paling berbahaya, yaitu baut yang terjauh dari z.

Dipakai momen kelembaman polar dengan z sebagai sumbu kutub.

Ip = Ix + Iy ...(3.45.a)

Di mana Ix=

F.y2 dan Iy=

F.x2...(3.45.b) Dipakai ukuran baut yang sama besar sehingga semua mempunyai luas tampang yang sama, yaitu sebesar F, maka :

(

)

+ = 2 2 y x F Ip ...(3.45) Besarnya tegangan yang terjadi sesuai persamaan berikut ini :

p I h M = σ ...(3.46)

Gaya P yang melalui pusat berat dipikul sama rata oleh kelompok baut. Besarnya gaya vertikal yang dipikul baut adalah :

n P

NV = ( n = banyaknya baut) ...(3.47)

Akibat momen dapat dicari besarnya gaya horisontal dan vertikal yang ditahan baut. Besarnya NH dan NV dapat dicari dengan persamaan berikut

ini : F x N =σ ...(3.48)

(

)

+ = 2 2 y x M NH y ...(3.49)

(

)

+ = 2 2 y x M N x V ...(3.40)

Dengan demikian total gaya vertikal yang ditahan baut akibat P dan M adalah :

(

)

n P y x M N x Vtotal + + =

2 2 ...(3.41)

Besarnya gaya vertikal maksimum yang ditahan baut akibat P dan M adalah :

2 2

max NH NVtotal

N = + ≤ daya dukung baut yang diijinkan ...(3.42)

H. Analisis Batang Tekan

Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini sesuai persamaan :

ω

A N

≤ ...(3.43) dimana :

N = gaya tekan pada batang A = luas penampang batang

= tegangan dasar (tegangan ijin)

ω = faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan ( ) dan jenis bajanya Kelangsingan batang tekan ( ) tergantung dari jari-jari kelembamam (i) dan panjang tekuk (Lk).

i : karena batang mempunyai 2 jari-jari kelembamam, umumnya akan terdapat 2 harga dan yang menentukan ialah harga terbesar ( atau dengan i yang terkecil)

Lk : panjang tekuk ini juga tergantung pada keadaan ujung-ujungnya, apakah sendi, jepit, bebas, dan sebagainya.

Harga dapat ditentukan dengan persamaan :

= i Lk dimana i = F I ...(3.44.a) g = π l E σ 7 , 0 ...(3.44.b) s = g λ λ ...(3.44) untuk s≤ 0,163 → ω = 1 0,183 < s < 1 →ω = s λ − 593 , 1 41 , 1 s≥ 1 →ω = 2,281 s

I. Analisis Perletakan ( Bearings )

Sebelum beban struktur atas jembatan diteruskan ke pondasi melalui pilar, beban terlebih dahulu diterima oleh pelat elastomer pada perletakan yang berada di ujung pilar.

Luas pelat elastomer dapat dicari dari persamaan sebagai berikut :

F = L B σd ...(3.45) Di mana :

F = beban pada perletakan L = panjang pelat elastomer B = lebar pelat elastomer

d = tegangan tekan ijin dari pilar

Pada perletakan terjadi gaya vertikal F dan momen M serta gaya horisontal H. Gaya horisontal ini ditahan oleh geseran antara pelat elastomer dan permukaan pilar, sehingga pada pelat elastomer hanya bekerja gaya F dan M, dan ditulis : σmax = A P ± W M ...(3.46.a)

Momen M bekerja searah dengan panjang h, maka :

W = 2

6 1

h

b ...(3.46.b)

Sehingga persamaan berubah menjadi : = h b F . ± 2 6 bh M ...(3.46)

Harga max ini terdapat di ujung-ujung h, dan harga max ini tekan (+) dapat

pula tarik (-).

Gambar 3.17 Diagram tegangan pada pelat perletakan

max = 2 6 h b M h b F ± h b F = 1 2 6 h b M = 2 ...(3.47.a) max = 1 + 2 ...(3.47) min = 1 - 2 ...(3.48)

Keadaan Gambar 3.17 (a) :

2 6 h b M h b F > ………...(3.49) Berarti semua tegangan di bawah bidang pelat elastomer adalah tekan.

Keadaan Gambar 3.17 (b) : 2 6 h b M h b F = ………...(3.50)

Berarti semua tegangan di bawah bidang pelat elastomer masih tekan semua (di ujung kiri min = 0)

Keadaan Gambar 3.17 (c) : 2 6 h b M h b F < ………...(3.51)

Berarti ada tegangan tarik (-) dan tegangan tekan (+), min = tarik, max = tekan

Pada keadaan (a) dab (b) teoritis tidak perlu angker kecuali bila H tidak dapat ditahan seluruhnya oleh gesekan antara pelat elastomer dan permukaan pilar. Meskipun demikian secara praktis diberi 2 angker. Pada keadaan (c) mutlak perlu angker untuk menahan tarikan.

J. Perbaikan Struktur Atas Jembatan

Perbaikan dan perkuatan struktur atau elemen struktur diperlukan apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan degradasi pada kekuatan, kekakuan, stabilitas dan integritas serta ketahanan terhadap kondisi lingkungan.

Perbaikan pada struktur baja telah lama dikembangkan baik yang berupa

repairing maupun strengthening. Pemilihan metode perbaikan dipengaruhi oleh

jenis dan tingkat kerusakan, tujuan perbaikan, komponen struktur yang diperbaiki, ketersediaan bahan, kemampuan pelaksana (peralatan dan tenaga), biaya, waktu serta ruang yang tersedia (Triwiyono, 2005).

Setelah diketahui jenis dan penyebab kerusakan yang secara singkat telah diuraikan di atas dan jembatan dapat diperbaiki atau diperkuat, maka langkah

selanjutnya adalah pemilihan metode perbaikan untuk masing-masing elemen struktur. Hal tersebut ditunjukkan dengan Gambar 3.18.

Gambar 3.18 Alur penentuan metode perbaikan

Ada beberapa metode yang dapat diterapkan untuk perbaikan gelagar baja pada jembatan, yaitu :

a. Perkuatan dengan memperbesar penampang

Perkuatan dengan memperbesar penampang pada struktur baja dapat dilakukan dengan menambah pelat maupun profil, seperti pada Gambar 3.19 dan Gambar 3.20.

Graut

Tendon pratekan

Gambar 3.19 Perkuatan dengan memperbesar penampang bawah dengan pelat baja tambahan pada gelagar baja

Tiang batang atau baja tulangan

Hubungan las langsung

Gambar 3.20 Perkuatan dengan penambahan batang baja pada gelagar baja

b. Pendistribusian beban dengan balok melintang atau diafragma

Perkuatan dengan pendistribusian beban menggunakan balok melintang/ diafragma dilakukan untuk struktur jembatan yang terdiri dari gelagar yang banyak. Perkuatan ini seperti ditunjukkan pada Gambar 3.21 dan Gambar 3.22.

Gambar 3.21 Perkuatan dengan pemasangan balok melintang Sekrup pengencang

Batang transversal baja

Gambar 3.22 Perkuatan dengan pemasangan diafragma c. Penambahan Elemen Struktur

Perkuatan dengan penambahan elemen struktur dilakukan untuk struktur jembatan yang terdiri dari multi gelagar seperti pada Gambar 3.23. Dengan penambahan gelagar akan terjadi perubahan gaya-gaya dalam pada gelagar.

Elemen gelagar tambahan ditempatkan diantara gelagar yang mendapatkan beban berlebih.

Tambahan gelagar yang dibuat dari sistem rangka

Gambar 3.23 Perkuatan dengan menambah elemen struktur gelagar

d. Prategang Eksternal (PE)

Elemen utama pada jenis perkuatan ini adalah kabel baja prategang, angker dan deviator. Perkuatan dengan PE menyederhanakan penerapan beban aksial yang dikombinasikan dengan gaya angkat untuk meningkatkan kapasitas lentur dan geser dari struktur balok atau komponen. Perkuatan dengan prategang eksternal dapat dilihat pada Gambar 3.24.

TAMPAK

BELAKANG TAMPAK SAMPING Tiang sadel Tendon tarik Angker yang dilas

Slot di bagian sayap

Gambar 3.24 Perkuatan prategang eksternal pada gelagar baja

e. Steel Plate Bonding

Pada dasarnya perkuatan dengan steel plate bonding merupakan perkuatan dengan melakukan penambahan pelat baja yang dikompositkan dengan baja menggunakan baut/angker. Perkuatan dengan steel plate bonding dapat

digunakan untuk perkuatan lentur maupun geser. Perkuatan ini ditunjukkan dengan Gambar 3.25.

Gambar 3.25 Perkuatan dengan steel plate bonding pada gelagar

f. Lembaran Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP)

Pada dasarnya perkuatan dengan Lembaran Carbon Fiber Reinforced Polymer

(CFRP) sama dengan metode steel plate bonding yang merupakan perkuatan dengan melakukan penambahan tulangan berupa serat karbon yang dikompositkan dengan beton dengan menggunakan bahan perekat epoksi resin (lihat Gambar 3.26). Perkuatan dengan Lembaran CFRP dapat digunakan untuk perkuatan lentur maupun geser

Gambar 3.26 Perkuatan dengan lembaran CFRP g. Perubahan sistem struktur

Metode perkuatan ini merupakan metode perkuatan yang relatif tanpa melakukan penambahan struktur perkuatan, akan tetapi metode ini adalah

dengan cara merubah sistem struktur yang ada, sebagai contoh adalah sebagai berikut :

1. Merubah sistem struktur gelagar yang minimal 2 bentang dengan sistem simple beam menjadi menerus (lihat Gambar 3.27).

2. Merubah sistem struktur dengan cara menambah sistem struktur baru. Metode perkuatan ini dilakukan dengan cara menambah sistem struktur baru seperti sistem kabel, pelengkung dan rangka. (lihat Gambar 3.28)

kabel di bagian balok kepala kabel pada bagian momen di tengah

b

balok prac etak

kolom

Gambar 3.27 Perubahan sistem struktur menjadi menerus

Gambar 3.28 Merubah sistem struktur dengan menambah sistem struktur baru berupa jembatan rangka batang baru

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Jembatan Keduang yang terletak pada ruas Jalan Nasional yang menghubungkan antara Ngadirojo-Giriwoyo-Pacitan. Denah lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini :

Lokasi Jembat an Keduang

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian

B. Peralatan Penelitian

Peralatan-peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : a. Theodolite

Alat ini digunakan untuk mengukur lokasi dan dimensi jembatan, penampang sungai dan panjang sungai

b. Waterpass

Alat ini digunakan untuk mengukur deformasi struktur jembatan c. Meteran

Alat ini digunakan untuk mengukur dimensi bagian jembatan yang sifatnya detil dan tidak diukur dengan theodolite, misalnya dimensi kepala pilar jembatan

d. Kamera digital

Alat ini digunakan untuk mengambil gambar kondisi kerusakan yang terjadi pada jembatan

C. Peraturan yang Digunakan

Peraturan yang digunakan untuk analisis data pada penelitian ini adalah : a. Standar Perencanaan Struktur Baja Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004, b. Standar Pembebanan Untuk Jembatan, sesuai RSNI T-02-2005,

c. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004, d. Managemen Jembatan sesuai dengan Interrurban Bridge Management System

(IBMS) 1993,

e. Standar Metode Perhitungan Debit Banjir, sesuai SK SNI M-18-1989-F.

D. Langkah-Langkah Penelitian

Guna mempermudah proses penelitian maka penelitian ini dibagi dalam beberapa tahapan, yaitu: 1) tahap persiapan; 2) tahap pengumpulan data; 3)

tahapan penilaian kondisi jembatan; 4) tahapan analisis struktur atas Jembatan Keduang; 5) pembuatan konsep alternatif perbaikan; 6) tahapan pembahasan.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Meliputi kegiatan perumusan masalah, pengkajian teori dan persiapan peralatan-peralatan pengukuran yang dibutuhkan di lapangan

2. Tahap Pengumpulan Data

Dalam tahapan ini meliputi kegiatan pengambilan data baik data primer maupun data sekunder.

a. Data primer,

Data primer diperoleh dari survey langsung di lokasi baik berupa data visual dan pengukuran di lapangan terhadap kondisi Jembatan Keduang.

b. Data sekunder,

Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait seperti Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah, Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Surakarta dan dari Balai Besar Bangawan Solo. Data tersebut antara lain :

1) peta lokasi jembatan,

2) gambar rencana (shop drawing) Jembatan Keduang, 3) data desain Jembatan Keduang,

4) laporan data inventarisasi kerusakan Jembatan Keduang pascabanjir tanggal 26 Desember 2007,

5) laporan pemeriksaan detail dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah,

6) data curah hujan selama 18 tahun terakhir.

3. Penilaian Kondisi

Pada tahapan ini dilakukan penilaian kondisi jembatan secara visual sesuai dengan moteode BMS.

4. Tahap Analisis Struktur Atas Jembatan

Pada tahapan ini data yang telah diperoleh dianalisis, diolah sesuai dengan teori dan data yang diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Analisis data yang dilakukan adalah:

a. Analisis Pembebanan Jembatan

Analisis pembebanan yang dilakukan antara lain :

1) menghitung besarnya semua beban yang mungkin terjadi pada jembatan, yaitu beban akibat aksi tetap, aksi transien dan aksi khusus, 2) Menghitung kombinasi pembebanan menurut batas daya layan dan

batas ultimit sehingga dapat diketahui nilai maksimumnya termasuk besarnya gaya momen dan gaya lintangnya. Nilai inilah yang digunakan sebagai dasar perhitungan analisis struktur atas jembatan (gelagar, lateral bracing, dan bearings)

b. Analisis Kapasitas Struktur Atas Jembatan

Bagian struktur atas jembatan yang dihitung kapasitasnya hanya dilakukan pada elemen-elemen yang mengalami kerusakan. Adapun analisis yang dilakukan antara lain :

1) Analisis kapasitas gelagar jembatan, meliputi analisis tegangan lentur, tegangan geser, lendutan dan torsi.

2) Analisis kapasitas lateral bracing, berupa analisis tegangan karena tekuk.

3) Analisis kapasitas perletakan (bearings), meliputi analisis tegangan, kontrol kekuatan bautnya.

4) Analisis sambungan gelagar utama, berupa perhitungan kekuatan baut. Hasil perhitungan kapasitas tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai yang diijinkan, sehingga dapat ditentukan elemen tersebut masih aman atau tidak apabila bekerja beban maksimum. Apabila kapasitas yang ada lebih kecil dari yang diijinkan berarti elemen tersebut tidak aman atau sebaliknya.

5. Pembuatan Konsep Alternatif Perbaikan dan Perkuatan Struktur Atas

Jembatan

Berdasarkan hasil analisis kapasitas struktur atas Jembatan Keduang yang telah dilakukan sebelumnya kemudian disusun konsep penanganan yang dihitung berdasarkan kapasitas minimum yang diperlukan untuk menahan beban yang bekerja.

6. Tahap Pembahasan

Pada tahapan ini dilakukan pembahasan terhadap data dan hasil perhitungan yang ada untuk kemudian dirumuskan dalam sebuah kesimpulan .

E. Bagan Alir Penelitian

Untuk memperjelas alur kegiatan dalam penelitian ini dibuat bagan alir penelitian seperti terlihat pada Gambar 4.2.

INPUT PROSES OUTPUT `` ` ` Mulai Identifikasi masalah

Survey dan pengukuran lapangan, dengan alat : - theodolite - waterpass Penilaian kondisi Berdasarkan BMS Analisis pembebanan : - Aksi tetap - Aksi transien - Aksi khusus

Analisis kapasitas struktur :

- Gelagar

- Lateral bracing

- Perletakan

Membandingkan

kapasitas eksisting dengan kapasitas ijin

Konsep alternatif perbaikan

Kesimpulan dan saran

Selesai Aman atau

tidak

1.Data kerusakan secara visual

2.Dokumentasi dan sketsa

kerusakan

3.Detil kondisi struktur jembatan :

- Deformasi struktur atas

- Kemiringan struktur atas

- Penampang sungai 1.Besar beban - PMS -TBF - PMA - TET - TTD - TEW - TTB - TEF - TTP - TEQ

2.Kombinasi beban maksimum

V, M

1.Gelagar :

σmaks,τmaks, fmaks, Tmaks,

Pbaut flens + web

2.Lateral bracing :

σmaks

3.Perletakan :

σmaks, Pbaut angker

Dokumen :

1.peta lokasi jembatan,

2.gambar rencana (shop

drawing) Jembatan Keduang,

3.data desain Jembatan

Keduang,

4.laporan data inventarisasi

kerusakan Jembatan Keduang pascabanjir 26 Desember 2007,

5.laporan pemeriksaan

struktural dari Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah,

6.IBMS 1993

Dokumen :

1.Standar Perencanaan

Struktur Baja Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004,

2.Standar Pembebanan

Untuk Jembatan, sesuai RSNI T-02-2005,

3.Standar Perencanaan

Ketahanan Gempa Untuk Jembatan, sesuai RSNI 2004

4.Tata cara Perhitungan

banjir rencana

5.SK SNI M-18-1989-F

6.Data hujan tahun 1997-

2007

Tidak

Ya

Indek kerusakan

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Jembatan Keduang terletak pada ruas Jalan Wonogiri-Pacitan dan melintasi Sungai Keduang yang bermuara di Waduk Gajah Mungkur. Jembatan Keduang merupakan salah satu jembatan yang mengalami kerusakan akibat banjir yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2007. Mengingat pentingnya peran Jembatan Keduang sebagai rute penghubung Wonogiri-Pacitan maka diperlukan penanganan segera supaya kondisinya aman untuk difungsikan.

1. Data teknis Jembatan Keduang adalah sebagai berikut :

a. Letak Jembatan :

Nama : Jembatan Keduang

Lokasi : Ruas Jalan Wonogiri-Pacitan

No. Jembatan : 24.109.006.0

b. Bangunan atas (Super Structure)

Tipe gelagar : Gelagar baja komposit tipe GBJ

Sistem : Simple beam

Pelat lantai : Beton bertulang

Jumlah bentang : 3 bentang

Panjang bentang : 92,2 m (BMS)

Jumlah jalur/lajur : 1 jalur / 2 lajur

Jumlah gelagar : 3 gelagar / bentang

Jumlah diafragma : 4 diafragma / bentang

c. Bangunan bawah (Sustructure)

Kepala jembatan : beton bertulang

Jumlah pilar : 2 pilar dari beton bertulang

Abutment : dinding penuh

2. Spesifikasi Material Jembatan:

a. Beton:

i) Berat jenis γc = 2.400 kg/m3

ii) Kuat tekan reratafc' = 430,5 kg/cm2 = 43,05 MPa (sumber hasil

pemeriksaan Balai Teknis Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah)

iii) Kuat tekan analisis = fc'-(1,64 x S) = 43,05 – (1,64 x 3,1) = 37,96 MPa

iv) Modulus Elastisitas, Ec = 4.700 fc'= 28.96 Mpa b. Baja struktural

i) Tegangan lentur ijin, b = 1900 kg/cm2 = 190 MPa ii) Tegangan geser ijin, ijin = 1100 kg/cm2 = 110 MPa

iii) Modulus Elastisitas, Es = 2,1 x 105 MPa c. Baja tulangan

ii) Tegangan geser, = 500 kg/cm2 = 50 MPa

iii) Tegangan leleh, fy =

2 3

= 180 MPa

d. Aspal:

i) Berat jenis = 2.200 kg/cm3

Gambar 5.1 Denah dan penampang memanjang Jembatan Keduang

B. Hasil Pengukuran dan Pengujian Lapangan

Pengukuran dan pengujian lapangan terhadap struktur Jembatan Keduang bertujuan untuk mengetahui mutu beton dan kondisi eksisting jembatan, terutama bangunan atas.

1. Mutu Beton

Data mutu beton yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder hasil pemeriksaan dari Balai Jembatan dan Bangunan Pelengkap Jalan, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang PU, Provinsi Jawa Tengah. Pemeriksaan mutu beton dilakukan dengan menggunakan Hammer Test. Hasil pemeriksaan kuat tekan rata-rata beton pada jembatan adalah 430,5

kg/cm2 dengan standar deviasi sebesar 3,1. Hasil pengujian Hammer Test

dapat dilihat pada Lampiran D-1.

2. Kondisi Bangunan

Hasil pengukuran yang dilakukan terhadap Jembatan Keduang, dengan menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass, diperoleh data vertikalitas bangunan. Pada arah sumbu x-x, terjadi pergerakan (α) sebesar 1o (16 cm) terhadap sumbu vertikal pada pilar 1 dan pilar P2. Sedangkan pada sumbu y-y tidak terjadi pergerakan baik pada pilar P1 maupun pada pilar P2. Hasil pengukuran kondisi jembatan dapat dilihat pada Lampiran D-2.

C. Analisis Penyebab Kerusakan

Berdasarkan kondisi kerusakan yang ada, menunjukkan kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh muka air banjir hingga setinggi gelagar jembatan, dan air menekan bagian dari bangunan atas ke arah hilir. Tekanan tersebut mengakibatkan beban arah horisontal pada bangunan atas jembatan dan memberikan momen tambahan pada bangunan bawah dan pondasi sehingga terjadi pergerakan pada

bangunan atas dan bawah ke arah hilir. Kondisi ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Proses terjadinya kerusakan pada Jembatan Keduang

D. Penilaian Kondisi Jembatan

Pemeriksaan sesuai standar BMS dilakukan dengan memeriksa semua komponen struktur jembatan secara visual. Dari hasil pemeriksaan tersebut kemudian dianalisis penyebab kerusakannya lalu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus untuk memeriksa secara detail penyebab kerusakan sehingga dapat diketahui cara penanganannya yang tepat.

Hasil penilaian untuk setiap level dapat dilihat pada Tabel 5.1, Tabel 5.2 dan Tabel 5.3. Sedangkan hasil lengkap penilaian BMS dapat dilihat pada Lampiran C.

Tabel 5.1. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 5 dan level 4-3

A/P/B X Y Z S R K F P NK S R K F P NK

4,212 Aliran air utama 501 endapan/lumpur berlebih P1 1 1 0 0 1 3 1 1 0 0 1 3 P2 1 1 0 0 1 3 1 1 0 0 1 3 4,224 Dinding

penahan tanah 103 pas. batu runtuh A1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 A2 1 0 0 1 1 3 1 0 0 1 1 3 4,313 Pondasi

langsung 551 Pondasi mengalami penurunan P1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 P2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 4,323 Kepala

jemb/dinding 551 mortal perletakan retak A1 1 1 0 0 0 2 1 1 0 0 0 2 A2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 4,322 Pilar kolom 511 Pilar mengalami pergerakan

(miring) P1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4

P2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 4,411 Gelagar 511 Gelagar bergerak/bergeser B1 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 B2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 B3 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 4,415 Perkuatan

ikatan angin 303 deformasi akibat beban berlebih B1 5 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 9 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 12 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 13 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 16 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 B2 3 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 5 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 11 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 B3 4 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 9 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 12 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 16 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 4,601 Expansion joint 801 sambungan saling tindih akibat

geser B1 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3

B2 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 B3 1 1 1 0 0 3 1 1 1 0 0 3 4,611 Perletakan baja 304 rusak/retak A2 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 4 4,622 Sandaran

horisontal 305 rusak akibat tertabrak B1 1 0 0 1 0 2 1 0 0 1 0 2

Bangunan atas

Lokasi

Aliran sungai/timbunan

Bangunan bawah

Le ve l 5 Le ve l 3 - 4

Kode Uraian Kode Uraian

Nilai Kondisi Ni lai Kondisi Ele me n yang rusak Ke rusakan

(Sumber : Hasil pengamatan)

Tabel 5.2. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 2

Kode Elemen S R K F P NK

2.200 Aliran Sungai / Timbunan 1 0 1 0 1 3

2.300 Bangunan Bawah 1 1 1 0 1 4

2.400 Bangunan Atas 1 1 1 0 1 4

LEVEL 2 Nilai Kondisi

Tabel 5.3. Nilai kondisi Jembatan Keduang level 1

Kode Elemen S R K F P NK

1.000 Jembatan 1 1 1 0 1 4

LEVEL 1 Nilai Kondisi

(Sumber : Hasil perhitungan)

Hasil penilaian kerusakan Jembatan Keduang dengan metode BMS diperoleh nilai kondisi 4 (Kritis atau Runtuh). Nilai ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan penggantian atau perkuatan pada Jembatan Keduang supaya dapat difungsikan kembali dengan aman.

E. Analisis Pembebanan Jembatan Keduang

Menurut Peraturan Standar pembebanan untuk Jembatan RSNI T-02-2005 pembebanan yang bekerja pada jembatan merupakan merupakan kombinasi dari beberapa macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan terdiri dari aksi tetap dan transien.

Perhitungan pembebanan dalam analisis ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pembebanan bagian tepi dan tengah seperti yang terlihat pada Gambar 5.3.

Kondisi eksisting Jembatan Keduang mengalami pergeseran sebesar 1° ke arah hilir, oleh karena itu beban-beban yang digunakan dalam analisis harus merupakan beban-beban yang sudah dideformasi akibat kemiringan tersebut.

Gambar 5.3 Lajur pembebanan Jembatan Keduang

1. Aksi Tetap

Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu yang bersumber pada sifat bahan jembatan, cara jembatan dibangun dan bangunan lain yang menempel pada jembatan.

a. Berat Sendiri (PMS)

Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. Berat sendiri yang diperhitungkan dalam pembebanan Jembatan Keduang meliputi beban gelagar, slab beton, diafragma, bracing dan trotoar.

Tabel 5.4 Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk berat sendiri

Beban Berat (kg/cm3) Dimensi/Tebal (mm) Gelagar baja 7850 IWF 2500x300x10X8

Diafragma 7850 IWF 1000x250x14x8

Vertical bracing 1 7850

C 300x90x9x13 Siku130x130x9x9 Siku 100x100x10x10 Vertical bracing 1 7850 Siku 100x100x10x10

Siku 90x90x10x10 Horisontal bracing 7850 Double siku 90x90x10x10

Slab beton 2400 200

Perkerasan aspal 2200 50

Trotoar 2400 250

1) Beban jalur tepi (bE = 2,6 m)

Beban jalur tepi terdiri dari: a) Berat gelagar (PMS1)

L profil ( 2500x300x10x8) = 0,0296 m2---(Lampiran E-1) PMS1 = L profil ( 2500x300x10x8) x ﻻs x g

= 0,0296 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 2,279 kN/m

b) Berat slab beton (PMS2)

PMS1 = bE x tc x g x ﻻc

= 2,6 x 0,2 x 9,81 x 2400 x 10-3

= 12,243 kN/m

c) Berat diafragma (PMS3) → merupakan beban terpusat

L profil 1000x250x14x8 = 0,018 m2---(Lampiran E-1) PMS3 = 0,5 x ( L profil ( 1000x250x14x8) x L x ﻻs x g )

= 0,5 x 0,018 x 2,49 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 1,726 kN

d) Berat vertical bracing 1 (PMS4) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) vertical bracing 1 = 0,0247 m3---(Lampiran E-1) PMS4 = 0,5 x Σ(A x L) x ﻻs x g

= 0,5 x 0,0247 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 0,951 kN

e) Berat vertical bracing 2 (PMS5) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) vertical bracing 2 = 0,01592 m3---(Lampiran E-1)

PMS5 = 0,5 x Σ(A x L) x ﻻs x g

= 0,5 x 0,01592 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 0,613 kN

f) Berat horisontal bracing (PMS6) → merupakan beban terpusat Σ(A x L) horisontal bracing = 0,0112 m3---(Lampiran E-1) PMS6 = Σ(A x L) x ﻻs x g

= 0,0112 x 7,85 x 103 x 9,81 x 10-3 = 0,864 kN

g) Berat trotoar (PMS7)

vol. Beton sandaran + trotoar = 0,1275 m3---(Lampiran E-1) PMS7 = (vol. Beton sandaran + trotoar) x g x ﻻc

= 0,1275 x 9,81 x 2400 x 10-3 = 3,002 kN/m

dengan pengertian :

bE = lebar efektif (mm)

tc = tebal slab beton (mm)

g = percepatan grafitasi (9,81 m/dt2)

c = berat isi beton (kg/m3) ﻻ

s = berat isi besi (kg/m3) ﻻ

Beban-beban di atas dapat dituangkan pada model struktur seperti Gambar 5.4. Beban terpusat akibat beban bracing dan diafragma terletak simetris pada gelagar, oleh karena itu dapat disederhanakan menjadi satu beban terpusat yang terletak di tengah bentang pada perhitungan momen. Beban terpusat yang berada tepat di atas perletakan tidak diperhitungkan dalam

perhitungan gaya momen dan geser gelagar karena tidak ada pengaruhnya pada gelagar. Pengaruhnya hanya pada besarnya reaksi perletakan.

Momen maksimum akibat berat sendiri pada jalur tepi (MMS-1)

MMS-1 = ( 8 1 x QMS x L2) + ( 4 1 x PMS x L) = ( 8 1 x 17,524x 302) + ( 4 1 x 9,611 x 30) = 1971,45 + 72,0825 = 2043,5325 kNm

Gaya geser maksimum akibat berat sendiri pada jalur tepi (VMS-1)

VMS-1 = ( 2 1 x QMS x L) + ( 2 1 x PMS) = ( 2 1 x 17,524 x 30) + ( 2 1 x 9,611) = 262,86 + 4,8055 = 267,6655 kN

Dokumen terkait