PASCABANJIR
(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding
(Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
T E S I S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Master
Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI
S 940 907 107
M A G I S T E R T E K N I K S I P I L K O N S E N T R A S I
TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
PASCABANJIR
(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding
(Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
TESIS
Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI
S 940 907 107
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dosen Pembimbing :
PASCABANJIR
(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
Assesment of Superstructure of Composite Bridge After Flooding
(Case study: Keduang Bridge, Wonogiri Regency)
TESIS
Disusun Oleh :
ENDAH AMBARWATI
S 940 907 107
Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Pendadaran Program Studi
Magister Teknik Sipil pada hari Jumat, 30 Januari 2009
Dewan Penguji :
GELAGAR BAJA KOMPOSIT PASCABANJIR (Studi Kasus Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri), Magister Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Banjir tanggal 26 Desember 2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu mengakibatkan kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah, salah satunya Jembatan Keduang (Nomor ruas: 24.109.006.0). Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada elemen struktur atas sering menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas mampu mendukung beban yang bekerja, perlu dilakukan penilaian kondisi strukturnya. Berdasarkan penilaian ini dapat dicari alternatif perbaikan struktur atas apabila ternyata kondisinya tidak aman untuk dioperasikan.
Pemeriksaan kondisi jembatan pada penelitian ini dilaksanakan dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur pemeriksaan
Bridge Management System (BMS). Pengukuran struktur jembatan menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass. Perhitungan pembebanan struktur atas menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan daya layan dan daya ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan, kemudian melakukan analisis kapasitas struktur atas jembatan. Analisis tersebut meliputi analisis gelagar, analisis lateral bracing, dan analisis perletakan jembatan.
Hasil penilaian kondisi terhadap Jembatan Keduang menunjukkan bahwa jembatan dalam keadaan kritis. Hasil analisis stuktural menunjukkan gelagar jembatan tidak aman terhadap tegangan lentur, tetapi aman terhadap tegangan geser, lendutan dan torsi. Sambungan gelagar masih aman. Tegangan pada lateral bracing dan perletakan tidak aman. Tegangan lentur gelagar tepi 3793,2793 kg/cm2 > ijin (1900 kg/cm2) dan gelagar tengah 3511,6405 kg/cm2 > ijin (1900
kg/cm2). Tegangan geser gelagar tepi 633,8119 kg/cm < ijin (1100 kg/cm) dan
gelagar tengah 632,2430 kg/cm < ijin (1100 kg/cm). Lendutan gelagar tepi =
47,46 mm < fijin (83,33 mm) dan gelagar tengah 46,76 mm < fijin (83,33 mm).
Torsi gelagar 10390,8922 Nm < Tijin (2,3x105 Nm). Tegangan lateral bracing
1846,1158 kg/cm2 > ijin (1400 kg/cm2 ). Tegangan pada perletakan 174,4824
kg/cm2 > ijin (80 kg/cm2). Perbaikan lentur gelagar baja dapat dilakukan dengan
menambah cover plate. Pemasangan cover plate dengan dimensi 300x8 mm pada
flens dan webs dimensi 2x665x8 mm pada gelagar tepi dan 2x620x7 pada gelagar tengah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Alternatif lain menggunakan prategang eksternal, dengan gaya prategang 81,6 ton pada gelagar tepi dan 82,5 ton pada gelagar tengah sudah mampu mengatasi kelebihan tegangan yang terjadi. Lateral bracing dilakukan penggantian dengan merubah dimensi dan meningkatkan mutu profil. Lateral bracing sudah aman dengan penggantian profil menggunakan double siku 90x90x13x13. Perletakan diperbaiki dengan mengganti beton dan memperbesar dimensi menjadi 600x500 mm atau meningkatkan mutu bahan dengan beton yang mempunyai tegangan minimal sama dengan kelebihan tegangan yang terjadi.
Kata kunci : struktur atas, penilaian kondisi, beban maksimum , kapasitas
struktur, perbaikan
Endah Ambarwati, 2009, ASSESSMENT OF SUPERSTRUCTURE OF COMPOSIT BRIDGE AFTER FLOODING (Case Study : Keduang Bridge, Wonogiri Regency, Magister Rehabilitation and Maintenance of Building, Postgraduate Program, Sebelas Maret University
Flood happened in 26th Decembers 2007 occurred in upper Bengawan Solo river resulted in bridges damage of the national road in Central Java. One of them is Keduang Bridge (path number: 24.109.006.0). Superstructure is the first component that receive load before transfered to substructure. Superstructure element damage often creates a question about safety and capacity of the entire structure. To ensure that the superstructure really supports the total amount of load, the researcher needs to analyze the superstructure condition and component. This research, therefore, tends to figure out the safety of the bridge.
The research was conducted by checking the damage structure usually utilized the Bridge Management System (BMS) procedure. Bridge structure measurement was carried out by using Theodolite and waterpass, to figure out the detail bridge structure condition. Load measurement done in this research using the combination of maximum load based on the service ability and ultimate bearing capacity to RSNI T-02-2005 about Load Standard for bridge. Then, super structure analyzing was conducted. The analysis covers girder analyzing, lateral bracing analyzing, and bearings capacity.
The result of the Keduang bridge superstructure analyzing shows that the bridge is critical. Superstucture analysis shows that girder is unsafe to bending stress, but safe to shearing stress, deflection and torsion. Connection of girder is still safe. Stress of lateral bracing and bearings is unsafe. Bending stress of side girder is 3793,2793 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2) and middle girder is 3511,6405 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1900 kg/cm2). Shearing stress of side girder is 633,8119 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm) and middle girder is 632,2430 kg/cm less than allowable shearing stress ( 1100 kg/cm). Deflection of side girder is 47,46 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm) and middle girder is 46,76 mm less than allowable deflection ( 83,33 mm). Torsion of girder is 10390,8922 Nm less than allowable torsion ( 2,3x105 Nm). Lateral bracing stress is 1846,1158 kg/cm2 more than allowable tensile stress ( 1400 kg/cm2). Bearings capacity is 174,4824 kg/cm2, it is more than allowable stress ( 80 kg/cm2). Repairing of steel girder can be done by adding covers plate. Using cover plate at flens and web can reduce over stressing. Other alternative applies external prestress, with prestressed force 81,6 tons at side girder and 82,5 tons at middle girder have been can overcome excess of existing stress. Lateral bracing is replace by changing the dimension and increases the quality of profile.Lateral bracing is saved by replacement of profile with double rectangle 90x90x13x13. Bearings is repaired with changing concrete and increases the dimension to 600x500 mm or increases the quality of concrete material having minimum stress excess to the existing stress.
Keyword : superstructure, assessment of condition, maximum load , structures capacities, repairing
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ENDAH AMBARWATI
NIM : S 940907107
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :
PENILAIAN KONDISI STRUKTUR ATAS
JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT
PASCABANJIR
(Studi kasus: Jembatan Keduang, Kabupaten Wonogiri)
adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 28 Januari 2009
Yang membuat pernyataan
Endah Ambarwati
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga tesis dengan judul Penilaian
Kondisi Struktur Atas Jembatan Gelagar Baja Komposit Pascabanjir (Studi Kasus:
Jembatan Keduang Kabupaten Wonogiri) dapat tersusun. Tesis ini disusun
sebagai syarat untuk memperoleh derajat Magister dalam Ilmu Teknik Sipil
Program Pascasarjana pada Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dengan keikhlasan dan ketulusan hati, maka dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Pusbiktek, Departemen Pekerjaan Umum, yang telah memberikan program
beasiswa pendidikan kepada penulis.
2. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. Ir. Sobriyah, M.S., Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ir. Ary Setyawan, M.Sc. (Eng)., Ph.D selaku Sekretaris Program Studi.
5. S.A. Kristiawan, S.T., M.Sc. (Eng)., Ph.D. selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan banyak masukan, bimbingan, dan saran pada setiap tahapan
penyusunan tesis.
6. Ir. Mukahar, MSCE selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan
masukan, bimbingan dan saran yang sangat berharga dalam setiap tahapan
penyusunan tesis.
7. Segenap Staf Pengajar Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama
menempuh perkuliahan.
9. Pimpinan dan segenap staf Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah
Surakarta, yang telah membantu informasi dan data untuk penulisan tesis ini
10.Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen yang telah memberikan dukungan
kepada penulis selama melaksanakan pendidikan.
11.Pimpinan dan segenap staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen
12.Suami tercinta, Sri Harjanto, S.T., anakku tersayang Aqila Zahra Khoirunnisa,
yang dengan penuh pengertian dan kesabaran memberikan semangat sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
13.Bapak dan Ibu Orang Tua yang telah memberikan dorongan dan do’a dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
14.Rekan-rekan Mahasiswa Magister Teknik Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Bangunan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang selama ini menjadi
teman dan sahabat terbaik dalam menempuh pendidikan bersama .
15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.
Penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak khususnya pihak-pihak yang berkecimpung di dunia teknik sipil dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Surakarta, Januari 2009
Penulis
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
INTISARI... iv
ABSTRACT... v
PERNYATAAN... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xx
DAFTAR SIMBOL... xxi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Batasan Masalah ... 5
F. Keaslian Penelitian... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7
BAB III LANDASAN TEORI... ..9
A. Komponen Jembatan... ..9
B. Kerusakan Elemen Struktur Atas jembatan ... 11
C. Penilaian Kondisi Jembatan ... 14
D. Pembebanan Pada Jembatan ... 16
1. Aksi Tetap ... 17
a. Aksi lalu lintas ... 19
1) Beban lajur ”D”... 19
2) Gaya rem ... 22
3) Pembebanan untuk pejalan kaki... 23
b. Aksi lingkungan ... 23
Gesekan pada perletakan... 23
Pengaruh temperatur/suhu... 24
Beban angin... 26
Beban aliran air ... 27
1) Kecepatan aliran ... 28
2) Beban akibat aliran ... 37
a) Beban aliran air ... 37
b) Benda hanyutan... 38
c) Tumbukan dengan batang kayu ... 39
3. Aksi Khusus (Beban Gempa)... 40
a. Koefisen geser dasar (Celastis) ... 42
b. Periode getar alami (“T”) ... 43
E. Kombinasi Pembebanan... 44
1. Kombinasi pada Keadaan Batas Layan... 45
2. Kombinasi pada Keadaan Batas Ultimit ... 45
F. Konsep Baja Komposit ... 48
1. Hubungan Tidak Komposit ... 48
2. Hubungan Komposit Sempurna ... 49
G. Analisis Gelagar Baja Komposit... 51
1. Analisis Tampang Baja Komposit ... 51
2. Analisis Tegangan Lentur ... 53
3. Analisis Tegangan Geser... 54
4. Analisis Torsi ... 56
J. Analisis Perletakan (Bearings)... 64
K. Perbaikan Struktur Atas Jembatan ... 66
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN... 72
A. Lokasi Penelitian... 72
B. Peralatan Penelitian... 72
C. Peraturan yang Digunakan ... 73
D. Langkah-langkah Penelitian... 73
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 74
2. Tahap Pengumpulan Data ... 74
3. Penilaian Kondisi Jembatan ... 75
4. Tahap Analisis Struktur Atas Jembatan ... 75
5. Pembuatan Konsep Alternatif Perbaikan dan Perkuatan Struktur Atas Jembatan ... 76
6. Tahap Pembahasan... 76
E. Bagan Alir Penelitian ... 77
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 79
A. Gambaran Umum ... 79
B. Hasil Pengukuran dan Pengujian Lapangan... 81
1. Mutu Beton ... 82
C. Analisis Penyebab Kerusakan ... 82
D. Penilaian Kondisi Jembatan ... 83
E. Analisis Pembebanan Jembatan Keduang... 85
1. Aksi Tetap ... 86
a. Berat sendiri (PMS) ... 86
b. Beban mati tambahan (PMA)... 92
2. Aksi transien ... 96
3) Pembebanan untuk pejalan kaki ... 101
b. Beban Lingkungan ... 102
1) Gaya gesekan pada perletakan (TBF) ... 102
2) Beban akibat temperatur (TET)... 102
3) Beban angin (TEW) ... 105
4) Beban aliran air (TEF)... 108
a) Analisis kecepatan aliran sungai ... 108
b) Analisis beban akibat aliran... 115
i) Beban akibat aliran ... 116
ii) Beban akibat hanyutan... 116
3. Aksi Khusus (Beban Gempa)... 117
a. Perhitungan beban gempa arah memanjang... 118
b. Perhitungan beban gempa arah melintang ... 120
4. Kombinasi Pembebanan... 123
F. Analisis Kapasitas Gelagar ... 136
1. Analisis Tegangan Lentur ... 136
2. Analisis Tegangan Geser... 141
3. Analisis Lendutan... 143
4. Analisis Torsi ... 144
G. Analisis Sambungan Gelagar Jembatan ... 147
H. Analisis Lateral Bracing... 154
I. Analisis Perletakan... 157
J. Konsep Alternatif Perbaikan Struktur Atas ... 159
1. Konsep Perbaikan Gelagar... 159
2. Konsep Perbaikan Lateral Bracing... 176
3. Konsep Perbaikan Perletakan... 178
DAFTAR PUSTAKA ... 183
Gambar 3.1. Beban lajur “D”... 20
Gambar 3.2. Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang... 22
Gambar 3.3. Pembebanan untuk pejalan kaki... 23
Gambar 3.4. Penggambaran Poligon Thiessen ... 29
Gambar 3.5. Sketsa penetapan WF dan RUA serta Hidrograf Satuan Gama I. ... 37
Gambar 3.6. Prosedur analisis tahan gempa. ... 41
Gambar 3 7. Struktur balok tidak komposit... 48
Gambar 3.8. Diagram regangan struktur balok tidak komposit ... 49
Gambar 3.9. Struktur balok komposit... 50
Gambar 3.10. Diagram regangan struktur balok komposit... 50
Gambar 3.11. Metode penampang tertransformasi... 52
Gambar 3.12. Penampang simetri dengan P bersudut α... 54
Gambar 3.13. Diagram geser pada penampang profil I ... 55
Gambar 3.14. Balok I yang mengalami torsi dan warping... 57
Gambar 3.15. Sambungan beririsan satu ... 59
Gambar 3.16 Sambungan beririsan kembar... 60
Gambar 3.17. Diagram tegangan pada pelat perletakan ... 65
Gambar 3.18. Alur penentuan metode perbaikan ... 67
Gambar 3.19. Perkuatan dengan memperbesar penampang bawah dengan Pelat baja tambahan pada gelagar baja……….. 68
Gambar 3.20. Perkuatan dengan penambahan batang baja pada gelagar baja 68 Gambar 3.21 Perkuatan dengan pemasangan balok melintang ... 68
Gambar 3.22. Perkuatan dengan pemasangan diafragma ... 68
Gambar 3.23. Perkuatan dengan menambah elemen struktur gelagar ... 69
Gambar 3.24. Perkuatan prategang eksternal pada gelagar baja... 69
Gambar 3.25. Perkuatan dengan steel plate bonding pada gelagar... 70
Gambar 3.26. Perkuatan dengan lembaran CFRP ... 70
Gambar 3.27. Perubahan sistem struktur menjadi menerus... 71
Gambar 4.2. Bagan alir tahapan penelitian ... 77
Gambar 5.1. Denah dan penampang memanjang Jembatan Keduang... 81
Gambar 5.2. Proses terjadinya kerusakan pada Jembatan Keduang ... 83
Gambar 5.3. Lajur pembebanan Jembatan Keduang ... 86
Gambar 5.4. Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tepi ... 88
Gambar 5.5. Analisis pembebanan akibat berat sendiri jalur tengah ... 92
Gambar 5.6. Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tepi .. 94
Gambar 5.7. Analisis pembebanan akibat beban mati tambahan jalur tengah... 95
Gambar 5.8. Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tepi ... 98
Gambar 5.9. Analisis pembebanan akibat beban lajur ”D” jalur tengah ... 99
Gambar 5.10. Pembebanan untuk pejalan kaki………... 101
Gambar 5.11. Penampang melintang gelagar utama ... 103
Gambar 5.12. Poligon Thiessen DAS Keduang... 110
Gambar 5.13. Hasil perhitungan kondisi genangan pada Jembatan Keduang Dengan HEC-RAS 4.0 ... 114
Gambar 5.14. Beban aliran air pada gelagar jembatan ... 115
Gambar 5.15. Koefisien geser dasar “C” ... 119
Gambar 5.16. Gaya-gaya arah memanjang dan melintang gelagar ... 122
Gambar 5.17. Tampang gelagar komposit sebelum dan sesudah transformasi... 137
Gambar 5.18. Garis netral searah sumbu x pada tampang tertransformasi... 137
Gambar 5.19. Garis netral searah sumbu y pada tampang tertransformasi... 138
Gambar 5.20. Tegangan geser pada badan tampang gelagar ... 141
Gambar 5.21. Area penampang gelagar untuk mencari Qmaks ... 142
Gambar 5.22. Penampang gelagar yang mengalami torsi ... 144
Gambar 5.23. Penampang gelagar tertransformasi ... 145
Gambar 5.24. Sambungan baut pada gelagar... 148
Gambar 5.28. Gaya pada 1 sway lateral bracing... 155
Gambar 5.29. Kondisi eksisting lateral bracing... 156
Gambar 5.30. Kondisi eksisting perletakan ... 159
Gambar 5.31. Kelebihan momen pada gelagar tepi dan gelagar tengah... 163
Gambar 5.32. Penambahan cover plate pada web dan flens... 165
Gambar 5.33. Konfigurasi baut... 167
Gambar 5.34. Perkuatan gelagar dengan prategang eksternal... 176
Tabel 3.1. Sistem penilaian kondisi elemen ... 15
Tabel 3.2. Kriteria skrining teknis jembatan ... 16
Tabel 3.3. Berat isi untuk beban mati (kN/m³)... 17
Tabel 3.4. Faktor beban akibat berat sendiri ... 17
Tabel 3.5. Faktor beban mati tambahan ... 18
Tabel 3.6. Jumlah lajur lalu-lintas rencana ... 20
Tabel 3.7. Koefisien gesekan perletakan... 24
Tabel 3.8. Temperatur jembatan rata-rata nominal ... 25
Tabel 3.9. Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur ... 25
Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW... 27
Tabel 3.11 Koefisien seret CW. ... 27
Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi. ... 30
Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran. ... 34
Tabel 3.14. Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam bentuk pilar. ... 38
Tabel 3.15. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu... 40
Tabel 3.16 Kategori kinerja seismik. ... 41
Tabel 3.17. Prosedur analisis berdasarkan kategori perilaku seismik (A-D) . 41 Tabel 3.18. Koefisien profil tanah (S)... 42
Tabel 3.19. Akselerasi PGA di batuan dasar... 42
Tabel 3.20. Kombinasi beban untuk keadaan batas daya layan ... 45
Tabel 3.21. Kombinasi beban umum untuk keadaan batas daya kelayanan dan ultimit. ... 46
Tabel 5.1. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 5 dan level 4-3 .. 84
Tabel 5.2. Data kerusakan dan nilai kondisi elemen level 2 ... 84
Tabel 5.3. Nilai kondisi Jembatan Keduang level1... 85
Tabel 5.4. Beban, tebal dan berat lapisan struktur yang termasuk berat sendiri... 86
Tabel 5.7. Koefisien pengaliran DAS Keduang... 111
Tabel 5.8. Faktor-faktor DAS Keduang ... 112
Tabel 5.9. Sub DAS Keduang ... 113
Tabel 5.10. Puncak Banjir Kala Ulang 50 th pada DAS Keduang... 113
Tabel 5.11. Elevasi gelagar Jembatan Keduang... 115
Tabel 5.12. Rekapitulasi gaya arah vertikal ... 124
Tabel 5.13. Rekapitulasi gaya arah lateral ... 124
Tabel 5.14. Rekapitulasi gaya searah sumbu memanjang gelagar... 125
Tabel 5.15. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban vertikal setelah terdeformasi ... 125
Tabel 5.16. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban... 126
Tabel 5.17. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban vertikal setelah dikalikan faktor beban... 126
Tabel 5.18. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban lateral setelah terdeformasi ... 127
Tabel 5.19. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban... 127
Tabel 5.20. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban lateral setelah dikalikan faktor beban... 128
Tabel 5.21. Rekapitulasi gaya geser dan momen akibat beban searah sumbu memanjang setelah terdeformasi ... 128
Tabel 5.22. Rekapitulasi gaya geser terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ... 129
Tabel 5.23. Rekapitulasi momen terdeformasi akibat beban searah sumbu memanjang setelah dikalikan faktor beban ... 129
Tabel 5.24. Rekapitulasi momen untuk kombinasi daya layan dan ultimit ... 130
Tabel 5.27. Rekapitulasi geser untuk kombinasi daya layan dan ultimit... 133
Tabel 5.28. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban daya layan... 134
Tabel 5.29. Rekapitulasi kombinasi geser berdasarkan beban ultimit ...135
Tabel 5.30. Jarak x dan y baut sambungan badan terhadap garis netral ... 151
Tabel 5.31. Tabel pemilihan metode perbaikan ... 160
Tabel 5.32. Distribusi momen pada gelagar... 163
Tabel 5.33. Momen penahan dari cover plate... 165
Tabel 5.34. Jarak x dan y baut CP pada web terhadap garis netral ... 167
Tabel 5.35. Hasil hitungan jumlah baut ... 168
Lampiran A DATA KONDISI JEMBATAN... A-1
Gambar A.1. Dokumentasi kondisi Jembatan Keduang ... A-1
Lampiran B TABEL-TABEL... B-1
Tabel B.1. Hirarki elemen dan pengkodean jembatan (BMS, 1993)... B-1
Tabel B.2. Bahan dan jenis kerusakannya (BMS, 1993) ... B-3
Tabel B.3. Kerusakan elemen jembatan (BMS, 1993) ... B-4
Tabel B.4. Faktor agian Log Normal ... B-5
Tabel B.5. Penyimpangan K pada Log Pearson III ... B-6
Lampiran C LAPORAN MENDETAIL KERUSAKAN JEMBATAN ... C-1
Lampiran D HASIL PENGUJIAN DAN PENGUKURAN LAPANGAN... D-1
Tabel D.1. Data hasil pengujian Hammer Test ... D-1
Tabel D.2. Data hasil pengukuran melintang penampang Sungai
Keduang ... D-2
Lampiran E PERHITUNGAN PEMBEBANAN... E-1
Tabel E.1. Perhitungan berat struktur baja ... E-1
Tabel E.2. Analisa hidrologi... E-4
Lampiran F GAMBAR ... F-1
Gambar F.1. Denah pemasangan cover plate pada gelagar... F-1
A b bE C D e Es Ec f fc’ L2 luas
lebar L
lebar efektif L
koefisien geser dasar gempa -
fy g G h I JN K L M n P q Q RUA SF
kerapatan jaringan sungai (km/km2) L/L2 Eksentrisitas
modulus elastisitas baja
L
M/L2
modulus elastisitas beton M/L2
lendutan L
kuat tekan beton rerata
tegangan leleh baja
kecepatan gravitasi
modulus elastisitas geser
tinggi
momen inersia
jumlah pertemuan sungai
konstanta torsi
panjang
momen lentur
angka ekivalensi
intensitas beban terpusat
intensitas beban merata
Debit
luas Sub DAS sebelah hulu (km2)
faktor sumber yaitu perbandingan antara
jumlah panjang sungai tingkat 1 dengan
jumlah panjang sungai semua tingkat
dengan jumlah sungai semua tingkat
kelandaian sungai rata-rata
torsi
gaya geser
lebar Sub DAS
jarak titik berat ke garis netral
perbadaan suhu
koefisien muai baja
koefisien gesekan
tegangan geser
S
-
-
T ML
V M
WF
y
∆T
L
L
-
α -
μ -
M/L2 σ
γ εs εT
tegangan lentur
berat jenis
M/L2 M/L3 regangan baja
koefisien perpanjangan akibat suhu
L
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jembatan merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan
penting dan merupakan investasi besar yang harus dijaga keandalannya.
Pertumbuhan pembangunan yang pesat mengakibatkan mobilisasi manusia dan
barang dari satu tempat ke tempat lain meningkat. Hal ini sangat membutuhkan
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, salah satunya
adalah jembatan. Oleh karena itu jembatan yang sudah ada perlu dikelola dengan
baik agar kinerja jembatan dapat dipertahankan atau ditingkatkan selama masa
layannya.
Bencana alam merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan
kerusakan pada struktur jembatan. Seperti kejadian banjir tanggal 26 Desember
2007 yang melanda wilayah DAS Bengawan Solo Hulu telah mengakibatkan
kerusakan jembatan-jembatan pada ruas jalan nasional di Provinsi Jawa Tengah.
Salah satu jembatan yang mengalami kerusakan akibat banjir tersebut adalah
Jembatan Keduang (No. Ruas : 24.109.006.0) yang terletak di ruas Jalan
Ngadirojo-Giriwoyo-Pacitan.
Jembatan Keduang merupakan jembatan gelagar baja komposit dengan
sistem perletakan simple beam dan plat lantai beton bertulang sebagai struktur
atas. Sedangkan struktur bawah berupa kepala jembatan dari beton bertulang dan
mempunyai 2 pilar juga dari beton bertulang. Jembatan ini mempunyai 3 bentang
dengan panjang total 92,5 m.
Tekanan air akibat banjir mengakibatkan beban horizontal pada bangunan
atas dan memberikan momen tambahan pada bangunan bawah dan pondasi
sehingga mengakibatkan terjadinya pergerakan struktur jembatan. Apabila
kombinasi gaya yang bekerja melebihi kemampuan struktur maka akan terjadi
kerusakan pada struktur. Kerusakan ini dapat menyebabkan kekuatan, kekakuan
dan integritas struktur menjadi turun.
Struktur atas merupakan komponen pertama yang langsung menerima
beban sebelum diteruskan ke pilar dan pondasi. Kerusakan pada struktur atas
dapat menimbulkan keraguan mengenai kinerja dan keamanan bangunan secara
keseluruhan. Untuk lebih meyakinkan, apakah struktur atas masih mampu
mendukung beban yang akan bekerja, perlu dilakukan evaluasi kinerja struktur
atas. Berdasarkan jenis dan tingkat kerusakan struktur atas dapat ditentukan
alternatif perbaikan dengan teknik yang paling sesuai dengan kondisi bangunan,
peralatan dan kemampuan tenaga kerjanya. Sedangkan penelitian tentang evaluasi
struktur bawah dilakukan oleh Dedy H1). (2009).
Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan kondisi jembatan secara utuh
dengan melihat langsung struktur yang rusak secara visual sesuai prosedur
pemeriksaan pada Bridge Management System (BMS). Disamping itu juga
dilakukan pengukuran struktur jembatan dan tampang sungai dengan
menggunakan alat ukur Theodolite dan Waterpass, sehingga diketahui kondisi
1)
existing struktur jembatan secara mendetail. Pemeriksaan mutu beton dilakukan
dengan pengujian non destructive menggunakan alat Hammer Test. Analisis
perhitungan pembebanan struktur atas yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan kombinasi pembebanan maksimum berdasarkan beban layan dan
beban ultimit sesuai dengan RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk
Jembatan. Dari analisis ini dapat diketahui kapasitas eksisting struktur atas
jembatan pascabanjir untuk dipakai sebagai acuan dalam penentuan alternatif
perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
Banjir yang terjadi tanggal 26 Desember 2007 telah menyebabkan
kerusakan pada struktur Jembatan Keduang sehingga terjadi penurunan
kemampuan jembatan dalam menahan kombinasi beban yang terjadi. Penelitian
ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan Keduang pascabanjir 26
Desember 2007 dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. pada elemen mana kerusakan yang terjadi dan berapa nilai tingkat kerusakan
pada struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan BMS?
2. apakah kapasitas eksisting struktur atas jembatan aman terhadap kombinasi
beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005?
3. jenis dan metode perbaikan manakah yang dapat dilakukan untuk
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan di atas, yaitu :
1. mengetahui letak dan jenis kerusakan elemen struktur jembatan dan nilai
tingkat kerusakan struktur jembatan sesuai dengan prosedur pemeriksaan
BMS,
2. mengetahui keamanan kapasitas eksisting struktur atas jembatan terhadap
kombinasi beban maksimum yang terjadi, sesuai dengan RSNI T-02-2005,
3. menentukan jenis dan metode perbaikan yang mungkin dilakukan untuk
memulihkan kapasitas struktur atas Jembatan Keduang.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
a. Manfaat teoritis
Dapat memberikan tambahan wacana dan referensi di bidang rehabilitasi dan
pemeliharaan bangunan khususnya struktur atas jembatan tipe gelagar baja
komposit.
b. Manfaat praktis
Dapat menjadi bahan rujukan bagi Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah
dalam penanganan kerusakan yang terjadi di Jembatan Keduang akibat banjir
E. Batasan Masalah
Penelitian ini lebih difokuskan pada evaluasi struktur atas Jembatan
Keduang pascabanjir 26 Desember 2007. Agar masalah dapat dikaji dan dibahas
secara mendalam, maka perlu diberi batasan sebagai berikut :
1. penentuan jenis dan tingkat kerusakan dilakukan secara visual sesuai standar
InterrurbanBridge Management System (IBMS)1993,
2. melakukan analisis pembebanan menurut RSNI T-02-2005 tentang
pembebanan jembatan,
3. penentuan beban akibat aliran air dilakukan dengan perhitungan kecepatan
aliran saat banjir dengan kala ulang 50 tahun,
4. analisis debit banjir dilakukan dengan mengolah data hujan selama 18 tahun
terakhir menggunakan Metode Gamma I,
5. perhitungan kecepatan aliran dianalisis dengan program HEC-RAS versi 4.0,
6. elemen struktur atas yang dihitung kapasitasnya hanya elemen yang
mengalami kerusakan berdasarkan pengamatan visual (gelagar utama, bracing
dan perletakan),
7. alternatif perbaikan yang diusulkan hanya berupa konsep dasar tanpa disertai
F. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terdahulu untuk menganalisis kekuatan struktur
jembatan pernah dilakukan oleh Desniar H.Y. (2007) yang melakukan evaluasi
keamanan struktur jembatan beton bertulang akibat bencana gempa dengan
membandingkan kuat perlu (U) dan resistance (R) struktur jembatan akibat
bencana gempa menurut RSNI 2004 dan perkuatannya dengan Carbon Fiber
Reinforced Polymer (CFRP).
Penelitian mengenai penilaian kondisi pada Jembatan Keduang jenis gelagar
baja komposit pascabencana banjir tanggal 26 Desember 2007, dengan
menentukan kerusakan secara visual sesuai metode Bridge Management System
dan menentukan kapasitas gelagar terhadap tegangan lentur, geser, lendutan dan
torsi, serta kapasitas lateral bracing dan perletakan terhadap tegangan yang terjadi
akibat kombinasi pembebanan maksimum menurut RSNI T-02-2005 yang disertai
alternatif perbaikannya belum pernah dilakukan dan belum pernah
BAB I I
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi jembatan menurut Bina Marga adalah bangunan pelengkap jalan
yang berfungsi sebagai penghubung atara dua ujung jalan yang terputus oleh
sungai, saluran, lembah, selat atau laut, jalan raya dan jalan kereta api.
Brigde Management System (BMS) merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan dalam mempertahankan kondisi jembatan melalui proses investigasi
berkala pasa suatu jembatan sehingga dapat menentukan tahap perawatan dan
perbaikan (Ryall, 2001).
Evaluasi kondisi jembatan pasca bencana alam seperti banjir sangat
diperlukan untuk memberikan informasi mengenai kerusakan pada komponen
jembatan. Penilaian kondisi jembatan dapat dilakukan secara visual dan analisis
pembebanan sangat membantu dalam menentukan jenis perbaikan ataupun
perkuatan yang diperlukan terhadap jembatan tersebut.
Manukoa (2006), dalam penelitiannya melakukan perhitungan
pembebanan lalu lintas menurut BMS 1992 dan RSNI 2004 yang terdiri atas
beban lajur “D” dan Beban Truk “T” pada struktur jembatan sederhana bentang 6
m sampai 30 m. Dari hasil penelitiaannya diketahui bahwa momen yang terjadi
pada jembatan sederhana akibat beban truk “T” akan lebih berpengaruh pada
kapasitas lentur batas dari pada beban lajur “D” untuk jembatan dengan bentang 6
m sampai 22 m, sedangkan untuk jembatan dengan bentang lebih dari 22 m
kapasitas lentur batas lebih ditentukan oleh beban lajur “D”.
Desniar H.Y. (2007) melakukan evaluasi keamanan struktur Jembatan
Panasan yang merupakan jembatan gelagar beton bertulang akibat bencana gempa
dengan bentang 22 m. Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa akibat
bencana gempa terjadi beda elevasi pada lantai perkerasannya dan local settlement
pada pilar jembatan yang menimbulkan gaya tambahan pada komponen struktur
jembatan. Penambahan gaya tersebut kemudian dianalisa dengan membandingkan
kapasitas lentur dan kapasitas geser yang terjadi dan yang tersedia sesuai dengan
RSNI 2004. Perkuatan yang dilakukan sebagai alternatif perbaikan jembatan
Panasan adalah dengan menambah kapasitas momen lentur gelagar jembatan
dengan menggunakan 3 lapis CFRP produksi SIKA®. Perbaikan ini dapat
menaikkan kapasitas lentur gelagar sebesar 82 %.
Made Sukrawa dan L.G. Wahyu Widyarini (2006), meneliti pengaruh
perkuatan lentur dengan pelat baja terhadap perilaku balok jembatan. Hasilnya
menunjukkan bahwa penambahan pelat baja dapat meningkatkan kekakuan balok.
Lendutan yang terjadi pada balok perkuatan lebih kecil 71% dari balok kontrol
pada pembebanan 16,25 kN, lebih kecil 56,9% untuk pembebanan 32,5 kN dan
lebih kecil 36,04% untuk pembebanan 65 kN. Pada pembebanan ultimit, lendutan
balok perkuatan lebih kecil 45,6% dari lendutan balok kontrol. Beban retak
BAB III
LANDASAN TEORI
Dalam masa layannya jembatan sebagai prasarana transportasi yang
dibangun untuk kepentingan umum perlu dijaga keandalannya dengan baik.
Demikian halnya dengan Jembatan Keduang, terlebih pascabencana banjir yang
melanda DAS Bengawan Solo tanggal 26 Desember 2007, sehingga memerlukan
pemeriksaan khusus terhadap semua komponen struktur jembatan tersebut.
A. Komponen Jembatan
Menurut Bridge Management System (BMS) komponen jembatan terdiri
dari :
1. Komponen Struktur Atas
Yaitu komponen jembatan yang terletak di atas dukungan dengan komponen
terbawah adalah gelagar utama.
Komponen struktur atas terdiri dari :
a. lapisan permukaan/perkerasan (wearing surface), yang berfungsi sebagai
penahan kontak kendaraan yang melintas di atas jembatan dan
meneruskannya ke struktur di bawahnya,
b. deck yaitu merupakan luasan fisik dari jalan raya yang melintasi rintangan
yang harus dijembatani. Fungsi utama dari deck adalah mendistribusikan
beban sepanjang potongan melintang jembatan dan merupakan bagian
yang menyatu pada sistem struktural,
c. gelagar induk (primary member), yang berfungsi mendistribusikan beban
secara longitudinal (menahan lendutan),
d. gelagar sekunder (secondary member), yang berfungsi sebagai pengikat
antar gelagar induk berupa diafragma maupun bracing yang berfungsi
sebagai penahan deformasi lateral (lateral bracing).
2. Komponen Struktur Bawah
Yaitu komponen jembatan yang terletak pada bagian bawah komponen
struktur atas, yang terdiri dari :
a. abutment, yaitu komponen struktur penahan tanah yang mendukung
struktur atas pada bagian ujung-ujung jembatan. Seperti halnya dengan
dinding penahan tanah abutment menahan gaya longitudinal dari tanah di
bagian bawah ruas jalan,
b. pilar, yaitu bagian bawah jembatan yang berfungsi sebagai pembagi
bentang jembatan yang terlalu lebar, terdiri dari pondasi, kolom dan kepala
jembatan,
c. perletakan (bearings), yaitu sistem mekanikal yang berfungsi menyalurkan
beban vertikal dari struktur atas ke struktur bawah. Bearings terdiri dari
dua macam yaitu bearing yang menahan gerakan rotasi dan translasi
longitudinal disebut expansion joint dan bearings yang menahan gerakan
d. dudukan/perletakan (pedestals) yaitu kolom pendek yang berada diatas
abutment atau pilar yang mendukung secara langsung gelagar utama
struktur atas,
e. dinding belakang (backwall) yaitu komponen utama dari abutment yang
berfungsi sebagai struktur penahan tanah,
f. dinding sayap (wingwall) yaitu dinding belakang abutment yang berfungsi
untuk menahan keruntuhan tanah di sekitar abutment,
g. pondasi, yaitu struktur bagian bawah yang berfungsi sebagai penerus
beban di atasnya ke tanah dasar.
3. Komponen pelengkap
Yaitu komponen jembatan yang berfungsi sebagai pelengkap dari suatu
struktur jembatan, yang termasuk dalam komponen ini adalah:
a. underdrain, yaitu fasilitas drainase yang terbuat dari pipa yang berfungsi
mengalirkan air di permukaan dari struktur,
b. pengaman lalu lintas, yaitu komponen pelengkap jembatan untuk
menghindari kecelakaan saat melintasi jembatan dapat terbuat dari beton
maupun baja yang disebut hand railing.
B. Kerusakan Elemen Struktur Atas Jembatan
Terdapat beberapa kerusakan yang tidak dihubungkan dengan bahan yang
dipakai, kerusakan ini dihubungkan dengan elemennya. Kerusakan elemen
1. Kerusakan pada Landasan/perletakan
a. tidak cukupnya tempat untuk bergerak, landasan tidak bisa bergerak
apabila tempat geraknya terbatas,
b. kedudukan landasan yang tidak sempurna sehingga penyebaran beban dari
struktur atas ke struktur bawah tidak merata. Hal ini disebabkan adanya
kesalahan pengukuran maupun karena pilar bergeser sehingga tidak cukup
untuk tempat perletakan. Bila terjadi kesalahan maka gelagar akan jatuh,
c. mortar dasar retak atau rontok, terjadi bila landasan tidak rata atau terdapat
ikatan dengan permukaan yang dapat bergerak,
d. perpindahan atau perubahan bentuk yang berlebihan. Landasan akan
terlepas dari dudukannya apabila terjadi gerakan yang melebihi batas yang
diijinkan. Hal ini akan terjadi apabila sebelumnya posisi dari landasan
tidak betul pada waktu pelaksanaan atau adanya pergerakan pada
bangunan bawah,
e. landasan yang cacat (pecah, sobek atau retak), biasanya berhubungan
dengan dasar yang tidak rata, material yang jelek, maupun penanganan
yang buruk,
f. ada bagian yang longgar,
g. kurangnya pelumasan pada landasan logam. Semua landasan logam
memerlukan pelumasan. Ini harus terus dilakukan. Jika tidak dilumasi
maka landasan akan macet. Kekurangan pelumas juga akan menyebabkan
2. Kerusakan pada gelagar baja
a. perubahan bentuk pada komponen, dapat terjadi akibat tumbukan sampah
di sungai,
b. retak, dapat terjadi pada komponen itu sendiri atau pada sambungan
seperti pada las,
c. sambungan yang longgar.
3. Kerusakan pada pelat dan lantai
a. kesalahan sambungan lantai memanjang. Sambungan antara dua bagian
lantai umumnya menjadi rusak karena gerakan yang tidak sama,
b. lendutan yang berlebihan, dapat terjadi pada arah lateral dan vertikal.
4. Kerusakan pada pipa drainase, pipa cucuran dan drainase lantai
a. pipa cucuran dan drainase lantai tersumbat,
b. elemen hilang atau tidak ada.
5. Kerusakan pada lapisan permukaan
a. permukaan licin, memungkinkan terjadi selip pada musim hujan,
b. permukaan kasar atau berlubang, dapat menimbulkan beban kejut
tambahan,
c. retak pada lapisan permukaan, Retak biasanya disebabkan oleh adanya
perbedaan pergerakan pada bagian-bagian elemen jembatan maupun
material lapisan perkerasan yang tidak memenuhi syarat,
d. lapisan permukaan yang bergelombang. Lapisan permukaan yang
6. Kerusakan pada trotoar
a. permukaan trotoar yang licin,
b. lubang pada trotoar,
c. ada bagian yang hilang.
7. Kerusakan pada exspansion joint
a. expansion joint yang tidak sama tinggi, mengakibatkan beban kejut
tambahan pada lantai jembatan dan bangunan atas,
b. kerusakan akibat terisinya joint, yang menyebabkan jembatan tidak dapat
bergerak,
c. bagian yang longgar, apabila pelat penutup terlepas/bergeser akan sangat
berbahaya bagi kendaraan yang lewat,
d. retak aspal pada sambungan yang bergerak. Kadang ada expansion joint
yang menggunakan baja, akan terjadi retak pada lapisan permukaan aspal.
Hal ini merupakan kerusakan yang serius bila pecahnya aspal dan lebar
retak > 10 mm atau berlubang.
C. Penilaian Kondisi Jembatan
Kegiatan pemeliharaan jembatan harus dilaksanakan secara rutin dan
periodik agar didapat informasi kerusakan pada struktur jembatan secara dini
sehingga kerusakan yang lebih parah dapat dihindari. Dalam Bridge Management
System telah diatur kegiatan pemeriksaan mulai pemeriksaan yang bersifat rutin,
penyebab kerusakannya lalu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus untuk
memeriksa secara detail penyebab kerusakan sehingga dapat diketahui cara
penanganannya yang tepat.
Prosedur pemeriksaan dan penilaian kondisi elemen jembatan menurut BMS
terbagi dalam 5 (lima) level. Kelima level dan pengkodean elemen dapat terlihat
secara lengkap pada Lampiran B-1.
Penilaian kerusakan pada BMS terbagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu
kerusakan material dan kerusakan elemen. Masing-masing kerusakan diberi kode
untuk keseragaman pemahaman dan kemudahan dalam entry data. Pembagian dan
penomoran jenis kerusakan dapat terlihat pada Lampiran B-2 dan B-3.
Sistem penilaian kerusakan jembatan menurut BMS dengan melihat kondisi
setiap elemen jembatan pada setiap level. Penilaian ini didasarkan pada tingkat
kerusakan yang terjadi, keberfungsian elemen dan pengaruhnya terhadap elemen
[image:37.595.114.514.518.700.2]lainnya. Secara lengkap penilaian kondisi elemen dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Sistem penilaian kondisi elemen
Nilai Kriteria Nilai
Kondisi
Berbahaya 1 Struktur (S)
Tidak berbahaya 0
Parah 1 Kerusakan (R)
Tidak parah 0
Lebih dari 50% 1
Kuantitas (K)
Kurang dari 50% 0
Elemen tidak berfungsi 1
Fungsi (F)
Elemen masih berfungsi 0
Mempengaruhi elemen lain 1
Pengaruh (P)
Tidak berpengaruh pada elemen lain 0
NILAI KONDISI (NK) NK = (S+R+K+F+P) 0 s/d 5
Setelah didapat nilai kondisi jembatan yang ada kemudian dilakukan
penilaian secara teknis untuk ditentukan jenis penanganan indikatif yang harus
dilakukan. Pada Tabel 3.2 dapat dilihat kriteria teknis hasil penilaian jembatan
menurut BMS.
Tabel 3.2. kriteria skrining teknis jembatan
Nilai Nilai Katagori Penanganan Indikatif
0 - 2 Baik s/d rusak ringan Pemel. Rutin/berkala
3 Rusak berat Rehabilitasi
Kondisi
4 atau 5 Kritis atau runtuh Penggantian
0 Cukup lebar Pemel. Rutin
Lalulintas
5 Terlalu sempit Duplikasi, penggantian,
pelebaran
0 Mempengaruhi elemen lain Pemel. rutin Beban
5 Tidak berpengaruh pada elemen lain
Perkuatan atau penggantian
(sumber: BMS, 1993)
D. Pembebanan pada Jembatan
Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi
yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang
digunakan. Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan
dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam
standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk
berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 3.3.
Beban yang bekerja pada jembatan merupakan kombinasi dari beberapa
macam aksi rencana pembebanan. Aksi rencana pembebanan digolongkan
Tabel 3.3 Berat isi untuk beban mati (kN/m³)
No.
Bahan Berat/Satuan Isi
(kN/m3)
Kerapatan Masa (kg/m3)
1 Besi tuang 71.0 7200
2 Aspal beton 22.0 2240
3 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-2600
4 Batu pasangan 23.5 2400
5 Baja 77.0 7850
6 Air murni 9.8 1000
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
1. Aksi Tetap
Aksi tetap adalah aksi yang bekerja sepanjang waktu dan merupakan
beban yang secara tetap dipikul oleh jembatan. Menurut Peraturan Strandar
Pembebanan untuk Jembatan (RSNI T-02-2005), pembebanan akibat aksi tetap
terdiri dari:
a. Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen
struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap,
seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Faktor beban
FAKTOR BEBAN
JANGKA
WAKTU K
S
MS K
U MS
Biasa Terkurangi
Tetap
Baja, aluminium 1,0
Beton pracetak 1,0
Beton dicor ditempat 1,0
Kayu 1,0
1,1 0,9
1,2 0,85
1,3 0,75
1,4 0,7
b. Beban Mati Tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk
suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan
mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati
tambahan ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Dalam hal tertentu harga KSMA yang telah berkurang boleh digunakan
dengan persetujuan instansi yang berwenang, asal instansi tersebut mengawasi
beban mati tambahan sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.
Tabel 3.5. Faktor beban mati tambahan.
FAKTOR BEBAN
JANGKA WAKTU
KSMA KUMA
Biasa Terkurangi
Tetap Keadaan umum 1,0 (1)
Keadaan khusus 1,0
2,0 0,7
1,4 0,8
CATATAN : Faktor beban daya layan 1,3 digunakan untuk berat utilitas (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Beban mati tambahan yang biasa bekerja pada jembatan adalah berupa
beban perkerasan berupa aspal beton setebal 50 mm dan beban sarana lain
misalnya berat dari pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor dan lain
sebagainya yang bekerja pada jembatan harus ditinjau pada keadaan kosong
dan penuh untuk mendapatkan kondisi yang membahayakan. Besarnya beban
sarana lain jembatan adalah 0,5 kN (sumber: RSNI T-02-2005).
2. Aksi Transien
Aksi transien adalah aksi akibat pembebanan sementara dan bersifat
berulang ulang seperti beban lalu lintas (beban lajur “D” atau beban “T”), beban
a. Aksi Lalu Lintas
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri dari beban lajur
"D" dan beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur
kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan
suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D"
yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri. Beban truk "T"
adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa
posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak
pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat.
Hanya satu truk "T" diterapkan per lajur lalu-lintas rencana.
Secara umum, beban "D" akan menentukan dalam perhitungan yang
mempunyai bentang mulai dari sedang sampai panjang, sedangkan beban "T"
digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan. Penggunaan beban
lajur lalu lintas dapat dipilih salah satu
Lajur lalu-lintas rencana harus mempunyai lebar 2,75 m. Jumlah
maksimum lajur lalu-lintas yang digunakan untuk berbagai lebar jembatan
bisa dilihat dalam Tabel 3.6.
1) Beban lajur “D”
Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang
Tabel 3.6 Jumlah lajur lalu-lintas rencana
Tipe Jembatan (1) Lebar Jalur Kendaraan (m) (2)
Jumlah Lajur Lalu-lintas Rencana (nl)
Satu lajur 4,0 - 5,0 1
Dua arah, tanpa median
5,5 - 8,25
11,3 - 15,0
2 (3)
4
Banyak arah
8,25 - 11,25
11,3 - 15,0
15,1 - 18,75
18,8 - 22,5
3
4
5
6
CATATAN 1 Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu-lintas rencana harus ditentukan oleh Instansi yang berwenang.
CATATAN 2 Lebar jalur kendaraan adalah jarak minimum antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.
CATATAN 3 Lebar minimum yang aman untuk dua-lajur kendaraan adalah 6.0 m. Lebar jembatan antara 5,0 m sampai 6,0 m harus dihindari oleh karena hal ini akan memberikan kesan kepada pengemudi seolah-olah memungkinkan untuk menyalip.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Beban lajur "D" terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang
digabung dengan beban garis (BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Beban lajur “D”.
a) Beban Terbagi Rata
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana
besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti
berikut:
L≤ 30 m : q = 8,0 kPa
L > 30 m : q = 8,0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝ ⎛ +
L
15 5 ,
0 kPa
dengan pengertian:
q = intensitas beban BTR
L = panjang total jembatan yang dibebani
b) Beban Garis Terpusat
Beban garis terpusat (BGT) mempunyai dengan intensitas p kN/m
harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu-lintas pada
jembatan. Besarnya intensitas p adalah 44,0 kN/m. Untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan
menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi
dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Penyebaran beban "D" pada arah melintang harus disusun pada arah
melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum.
Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada
arah melintang harus sama. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang
atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh
jalur dengan intensitas 100 %. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m,
beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu-lintas rencana (n1)
beban garis ekuivalen sebesar n1 x 2,75 q kN/m dan beban terpusat
ekuivalen sebesar n1 x 2,75 p kN, kedua-duanya bekerja berupa strip
pada jalur selebar n1 x 2,75 m.
Lajur lalu-lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan
dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan
pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %. Susunan
pembebanan ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Penyebaran pembebanan ”D” arah melintang (sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T-02 2005)
2) Gaya Rem
Pengaruh gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban
lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan
dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut
dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik
tangkap setinggi 1,8 m di atas permukaan lantai kendaraan.
Faktor beban akibat gaya rem menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0
3) Pembebanan untuk Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang
langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5
kPa. Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus
direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani seperti
pada Gambar 3.3. Faktor beban akibat beban pejalan kaki menurut RSNI
T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 2,0 pada daya ultimit.
Gambar 3.3 Pembebanan untuk pejalan kaki
b. Aksi lingkungan
1) Gesekan pada perletakan
Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari
perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung
hanya menggunakan beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien
Tabel 3.7 Koefisien gesekan perletakan
Jenis Tumpuan koefisien
gesekan ( ) A. Tumpuan Rol Baja
1. dengan 1 atau 2 rol 2. dengan 3 atau lebih
B. Tumpuan Gesekan
1. antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja 2. antara baja dengan baja atau besi tuang
3. antara karet dengan baja/beton
0,01 0,05
0,15 0,25 0,15-0,18
(sumber: Bambang S.dan A.S. Muntohar, Jembatan, hal.46)
Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut RSNI
T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,3 pada daya ultimit normal dan 0,8
daya ultimit terkurangi.
2) Pengaruh temperatur/suhu
Kondisi temperatur/suhu sangat berpengaruh pada beban yang
bekerja pada jembatan karena akan berpengaruh pada kembang-susut
material jembatan. Faktor beban akibat beban gesekan tumpuan menurut
RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada daya ultimit
normal dan 0,8 daya ultimit terkurangi
Secara umum temperatur jembatan berbeda sesuai dengan tipe
bangunan atas yang digunakan (Tabel 3.8) dan sifat bahannya (Tabel 3.9).
Regangan termal εT akan sebanding dengan perubahan temperatur ∆T
sesuai persamaan :
T T =αΔ
Tabel 3.8 Temperatur jembatan rata-rata nominal
Tipe Bangunan Atas
Temperatur Jembatan
Rata-rata Minimum
Temperatur Jembatan
Rata-rata Maksimum
Lantai beton di atas gelagar atau boks beton.
15°C 40°C
Lantai beton di atas gelagar, boks atau rangka baja.
15°C 40°C
Lantai pelat baja di atas gelagar, boks atau rangka
baja. 15°C 45°C
CATATAN: Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m diatas permukaan laut.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Tabel 3.9 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur
Bahan Koefisien Perpanjangan
Akibat Suhu (α)
Modulus Elastisitas
MPa
Baja 12 x 10-6 per °C 200.000
Beton:
Kuat tekan <30 MPa
Kuat tekan >30 MPa
10 x 10-6 per °C
11 x 10-6 per °C
25.000
34.000
Aluminium 24 x 10-6 per °C 70.000
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Momen akibat temperatur ditunjukkan persamaan :
h EI
M =εT ...(3.2.a)
h T EI
3) Beban Angin
Kondisi angin pada suatu tempat merupakan beban yang akan
bekerja pada struktur jembatan tertentu dan menjadi faktor yang
diperhitungkan pada rencana pembebanan . Faktor beban akibat beban
angin menurut RSNI T-02-2005 sebesar 1,0 pada daya layan dan 1,2 pada
daya ultimit.
Gaya nominal ultimit dan daya layan jembatan akibat angin
tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut:
TEW = 0,0006 Cw(Vw)2Ab [ kN ] ...(3.3)
dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 3.10)
CW = koefisien seret (Tabel 3.11)
Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2)
Jika kendaraan melewati jembatan maka akan bekerja garis merata
dengan arah horisontal di permukaan lantai Menurut RSNI T-02-2005
besar kecepatan angin rencana (VW) pada kondisi tersebut ditentukan
dengan persamaan sebagai berikut:
TEW = 0,0012 Cw(Vw)2Ab [ kN ] ...(3.4)
dengan pengertian :
VW = kecepatan angin rencana (m/s) untuk keadaan batas yang ditinjau (Tabel 3.10)
Tabel 3.10 Kecepatan angin rencana VW
Lokasi Keadaan Batas
Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
Tabel 3.11 Koefisien seret CW
Tipe Jembatan CW
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1.0
b/d = 2.0
b/d ≥ 6.0
2.1 (3)
1.5 (3)
1.25 (3)
Bangunan atas rangka 1.2
CATATAN 1 b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran.
d = tinggi bangunan atas, termasuk tinggi bagian sandaran yang masif.
CATATAN 2 Untuk harga antara dari b / d bisa diinterpolasi linier.
CATATAN 3 Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus dinaikkan sebesar 3 % untuk setiap derajat superelevasi, dengan kenaikan maksimum 2,5 %.
(sumber: Peraturan Pembebanan untuk Jembatan, RSNI T 02-2005)
4) Beban aliran air
Konstruksi jembatan sangat rentan terhadap beban aliran air
khususnya beban air saat banjir. Saat banjir beban akibat aliran air dapat
bertambah besar akibat adanya penumpukan sampah dan tumbukan batang
a) Kecepatan aliran
Kecepatan aliran ini dapat diketahui dengan melakukan analisa
hidrologi. Berikut ini langkah-langkah untuk analisa hidrologi:
1. Analisa wilayah hujan
Analisa wilayah hujan dilakukan untuk menghitung besarnya
curah hujan berdasarkan daerah pengaruh dari setiap stasiun
pengamatan yang letaknya tersebar. Salah satu metode yang dapat
digunakan adalah Methode Thiessen.
Dalam Methode Thiessen Curah hujan daerah dapat dihitung
dengan persaman sebagai berikut:
n n n A A
A
R A R
A R A R
+ +
+
+ +
+ =
... ...
2 1
2 2 1 1
...(3.5)
dengan pengertian:
A1, A2... An = Luas daerah yang mewakili tiap stasiun
pengamatan
R1, R2... Rn = hasil pencatatan curah hujan tiap stasiun pengamatan
Pembagian daerah A1, A2... An ditentukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Cantumkan stasiun pengamatan di dalam dan di sekitar daerah
itu pada peta rupa bumi. Hubungkan semua stasiun pengamat
tersebut dengan garis lurus (dengan demikian akan terlukis
jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah).
b. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon
tiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan dalam tiap
poligon itu dianggap diwakili oleh curah hujan dari stasiun
pengamatan dalam tiap poligon itu (Gambar 3.4). Luas tiap
poligon itu diukur dengan planimeter atau dengan cara lain.
Gambar 3.4 Penggambaran Poligon Thiessen
(sumber: SK SNI M-18-1989-F)
2. Analisis frekuensi
Banyak metode yang digunakan dalam memperkirakan besarnya
debit banjir rancangan untuk sebuah bangunan air. Masing-masing cara
mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Penetapan cara hitungan
akan sangat bergantung dari data yang tersedia dan tingkat ketelitian
yang diinginkan. Ada beberapa metode yang banyak dipakai di
Indonesia antara lain Metode E.J. Gumbel, Log Pearson Type III,
Rasional, Log Normal, dan lain-lain.
Curah hujan rencana adalah curah hujan tersebar tahunan dengan
peluang tertentu yang mungkin terjadi disuatu daerah. Didalam
besarnya parameter statistik yaitu Cs (skewness) dan Ck (kurtosis).
Adapaun persamaan yang digunakan adalah:
... ...(3.6)
(
)
(
)
(
)
33
2
1 n S
n X X n ⋅ − ⋅ − − ⋅
∑
Cs =
(
)
... ... (3.7)
Syarat pemilihan metode yang digunakan dalam penentuan besarnya
banjir rancangan adalah jika mempunyai nilai Cs dan Ck yang sesuai
dengan batasan yang ada. Adapun batasan yang dimaksud
sebagaimana terdapat pada Tabel 3.12.
Tabel 3.12. Syarat Pemilihan Metode Frekuensi
Metode Ck Cs
Gumbel 5,4002 1,196
Normal 3,0 0
Log Pearson Tipe III bebas Bebas
(Sumber : Sri Harto, 1993)
Apabila harga Cs dan Ck tidak memenuhi distribusi Gumbel dan
Normal maka digunakan metode Log Pearson Type III, karena metode
ini dapat dipakai untuk semua sebaran data. Adapun persamaan yang
dipakai adalah:
... ...(3.8)
... ...(3.9)
(
) (
) (
)
4 4 23 2
1 n n S
n
X X n
k − ⋅ − ⋅ −
− ⋅ =
∑
C S XX =log + ⋅
...
(
)
...(3.10)(
1)
log log
1
2
− − =
∑
i=n
X X
S n
i
Selanjutnya setelah ditetapkan yang sesuai, maka harus dilakukan uji
kesesuaian distribusi yaitu untuk mengetahui kebenaran analisa curah
hujan
a. Distribusi Log Normal
Rumus : XT = x + K.Sx ………..……..……...(3.11)
dimana:
XT = hujan da!am periode ulang T tahun tertentu
x = harga rata-rata
Sx = standart deviasi
K = standart pariabel untuk periode ulang T tahun (Tabel 3.13)
Faktor agian log normal dapat dilihat pada Lampiran B-4.
b. Distribusi Gumbel
Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Gumbel mengikuti
persamaan sebagai berikut :
XT = x +
Sn Yn Yt−
Sx ……….………..……..……….(3.12)
di mana:
XT = hujan dalam periode ulang T tahun (mm)
x = hujan rata-rata (mm)
SX = standar deviasi
Yt = reduced variate
Yn = harga rata-rata reduced variate
c. Distribusi Log Person III
Penggambaran sebaran teoritis pada kertas Log Person III
mengikuti persamaan berikut:
Log XT = Log x + K.S.Log x……….…..……...(3.13)
dimana :
Log XT = Logaritma Naturalis hujan dalam periode ulang T
Log x =
1 1 −
∑
= n Logxi n i ……...…..…...…...(3.13.a)S Log x = Standar deviasi dari logaritma naturalis data
= 1 ) ( 1 2 − −
∑
= n Logx Logxi ni ……...…...(3.13.b)
K = Faktor frekuensi tergantung nilai Cs dan T (Lampiran A-4)
Cs =
3 1 2 x) Log 2)(s 1)(n (n x) Log xi (Log − − − −
∑
= ni …...(3.13.c)
Cv =
x Log x Log s ……….…..…...(3.13.d)
Tabel Faktor penyimpangan K pada distribusi Log Pearson Type
III dapat dilihat pada Lampiran B-5.
3. Uji distribusi Chi Kuadrat
Uji Chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara
vertikal apakah distribusi pengamatan dapat diterima oleh distribusi
...(3.14)
( )
∑
(
)
=
− = k
i hit
EF OF EF X
1
2 2
Jumlah kelas distribusi dihitung dengan rumus (Sri Harto, 1993):
k = + 3,22 log n ...(3.15)
Dk = k – (P + 1 ) ... ...(3.16)
dimana :
OF = Nilai yang diamati (observed frequency)
EF = Nilai yang diharapkan (expected frequency)
k = Jumlah kelas distribusi
n = Banyaknya data
Dk = Derajat kebebasan
P = Banyaknya parameter sebaran chi kuadrat (ditetapkan = 2) Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 <
X2cr. Harga X2cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi
dengan derajat kebebasan (level of significant).
4. Analisa distribusi hujan jam-jaman.
Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan cara
hidrograf satuan (unit hydrograph) perlu diketahui dahulu sebaran
hujan jam-jaman dengan suatu interval tertentu.
Penelitian yang dilakukan oleh Sobriyah (2001), tentang
distribusi hujan jam-jaman dengan durasi tertentu untuk DAS
Bengawan Solo menunjukkan bahwa durasi terjadinya banjir sejak
kejadian hujan hingga terjadinya banjir adalah 1 - 4 jam.
5. Koefisien pengaliran
Pada saat hujan turun sebagian akan meresap ke dalam tanah dan
merupakan suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah
pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut.
Berdasarkan kondisi fisik wilayah dan jenis penggunaan
lahannya besarnya nilai koefisien pengaliran ditentukan Tabel 3.13.
Tabel 3.13. Tabel koefisien pengaliran.