• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Semiotik dan Pemaknaan Syair Royong

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Semiotik dan Pemaknaan Syair Royong

Berikut dijabarkan hasil analisis atau pembacaan semiotik Riffaterre dari setiap sayir royong yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti.

a. Syair Royong Hj. Siyang Daeng Saga (SDS)

Berikut analisis atau pembacaan semiotik data teks royong dari SDS. Tabel 4.1. Transliterasi Syair Royong Hj. Siyang Daeng Saga (SDS)

Lontarak Latin dan Arti Makna

tiromi nau anku Tinromi naung anakku (tidurlah, turun, anakku)

Telah tertidur anakku siloesr sumGn Siloserang sumangakna

(tidur bersama, sukmanya)

Tidur bersama sukmanya aauel Nriko

tiro [Aulek] nyakringko tinro (Aduhai, kamu terbangun, tidur)

Aduhai Jika engkau terbangun

eten tomi

pmainu Tekne tommi pakmaiknu (manis, juga, perasaanmu)

Berbahagialah engkau sumG lri ekmea

an

Sumangak lanri kemae [anak]

(Sukma, hendak, kemana, anak)

kemanakah engkau wahai sukma?

lri eker

pGolon Lanri kere panngolona (Hendak, kemana, perginya)

Di mana kini keberadaanmu nrpiki bGi an Narapiki banngi [anak]

(tiba, malam, anak)

Malam telah larut nmlobo dniari Namallombong danniari

(menjelang, dini hari)

Dini hari pun menjelang sumGnji anku Sumangaknaji anakku

(hanya sukmanya, anakku)

Hanya sukmanya anakku

btu rilt bGia Battu ri lantang banngia (datang, di, dalam/tengah, malam)

datang pada tengah malam

rikodo

mkiao-kiao [Rikodong] makkiok-kiok (Aduhai, memanggil-manggil)

Aduhai memanggil

suro suekai keln Suro sungkei kalengna (suruh, bukakan, dirinya)

Ingin dibukakan tubuhnya

77

Lanjutan tabel 4.1. Transliterasi Syair Royong Hj. Siyang Daeng Saga (SDS) kusuekaimi pekbu

an

Kusungkeimi pakkekbuk (telah saya bukakan, pintu)

Telah kubukakan pintu nkukiao nai

mea Na kukiok naik mae (kuajak, naik, kemari)

Dan kupanggil datang kemari

rikodo kutoep

cied [Rikodong] kutope cinde (Aduhai, kukalungkan, kain lembut)

Aduhai kulilitkan Cinde (kain tiga warna)

kupiysori ptol Kupiasori patola

(kukenakan, kain panjang)

Kukenakan Patola (kain panjang halus)

ptol btu rimk Patola battu ri Makka (Kain panjang, datang, di, Makkah)

Patola (kain panjang halus) dari Mekah cied btu ri mdin Cinde battu ri Madina

(Kain lembut, datang, di, Madina)

Cinde (kain tiga warna) dari Medina

aauel nkk nbi [Aulek] na kangkang Nabbi (Aduhai, digenggam, Nabi)

Aduhai digenggam Nabi

nsoeay

mleak Nasoeang Malaekak (diayunkan, Malaikat)

Diayunkan oleh Malaikat

mleak aiy

Ges Malaekak iya ngaseng (Malaikat, semuanya)

Seluruh Malaikat awli

ptpulow Awalli patampuloa (Wali, empat puluh)

Wali empat puluh kodo tuluGi anku Kodong tulungi anakku

(aduhai, tolong, anakku)

Aduhai tolonglah anakku

pesera sumGn Pasekreang sumangakna (persatukan, sukmanya)

Satukan sukmanya sumG etako

ebl Sumangak teako bella (Sukma, janganlah kau, jauh)

Sukma janganlah menjauh

etako mlia

moco Teako malliang moncong (Janganlah, melewati, ijuk)

Jangan melewati gunung

rikodo btuko

mea [Rikodong] battuko mae (kasihan, datanglah, kemari)

Kasihan datanglah kemari

ribdn anku Ribadannako anakku (ditubuhnya, anakkku)

Pada tubuh anakku sumG ri al

moco

Sumangak ri allak moncong (Sukma, di, antara, ijuk)

Sukma di antara gunung

kklau mko

mea Ka kalaukmako mae (ke barat, engkau, ke sini)

78

Lanjutan tabel 4.1. Transliterasi Syair Royong Hj. Siyang Daeng Saga (SDS) aauel aeGr

gsi

[Aulek] anngerang gassing (aduhai, membawa,

kekuatan)

Aduhai membawa kekuatan

aeGr eten

pmai Anngerang tekne pakmaik (membawa, manis, perasaan)

Membawa ketenangan hati

lopoko nai

nsugu an Lompoko naik nusunggu (besarlah, naik, engkau bahagia)

Tumbuhlah besar dengan kemapanan lbu llo aumurunu Lakbu lalo umuruknu

(panjang, semoga, umurmu)

Semoga kamu panjang umur

rikodo nugp

eten [Rikodong] nunggappa tekne (Aduhai, kamu dapatkan, manis)

Aduhai mendapatkan kebahagiaan

n nuberebsi toG Na nubarekbesi tongak (dan, memercikkan, saya)

dan bagikan juga kepada saya lopopi nek

anku Lompopi nakke anakku (besar nanti, saya, anakku)

Besar anakku nanti n kusuro meG Gji Na kusuro mange ngaji

(dan, kusuruh, pergi, mengaji)

Akan kusuruh pergi mengaji

rikodo tm aGji [Rikodong] tammak anngaji (aduhai, tamat, mengaji)

Aduhai tamat mengaji tm todo

asikol

Tammak todong assikola (tamat, juga, bersekolah)

Tamat juga sekolahnya lopopi sl

anku Lompopi sallang anakku (besar, nanti, anakku)

Kelak anakku besar nanti

n niap tnekek Na niampang Tanakeke (di, kering, Tanakeke)

Akan dibendung Pulau Tanah Keke

np nitnGi an Nampa nitannanngi [anak] (lalu, ditanami, anak)

Lalu dipasangkan, anak bil ri pmetainu Bila ri pammateinnu

(pohon bila, di, penandamu)

Pohon bila sebagai tandamu

pun lopoko nu

sugu Punna lompoko nu sunggu (kalau, besar kamu, dan, bahagia)

Jika kelak engkau dewasa dan mapan anutuko pGiesG Annuntukko panngissengang

(menuntutlah, kamu, pengetahuan)

79

Lanjutan tabel 4.1. Transliterasi Syair Royong Hj. Siyang Daeng Saga (SDS) soln n jai-jai Sollanna na jai-jai

(semoga banyak-banyak)

Semoga banyak-banyak ipGiesG ri kelnu Panngisengang ri kalengnu

(pengetahuan, di, badanmu)

Ilmu pengetahuan pada dirimu

an etako mricu Anak teako maricu (anak, janganlah, rewel)

Anak, janganlah nakal lopo mko nai

lit

Lompo mako naik lintak (besar, lah kamu, naik, cepat)

Cepatlah engkau besar

numeG aGji an Numange anngaji [anak] (kamu, pergi, mengaji, anak)

Pergilah mengaji meG todo

asikol Mange todong assikola (pergi, juga, bersekolah)

Juga pergi ke sekolah

Sebelum pembacaan semiotik terlebih dahulu peneliti melakukan analisis teks royong yang dilantunkan oleh SDS. Pada royong ini, ada beberapa kata yang menimbulkan interpretasi yang mendalam sebab banyak kata yang memiliki makna ganda atau ada beberapa kata yang tidak sepadan dengan maksud sang pelantun royong tersebut.

Secara keseluruhan, ada beberapa kata yang sengaja diulang-ulang oleh pelantun royong, kata tersebut yakni „sumangak‟ yang artinya sukma. Sukma diharapkan tetap bersemayam pada tubuh sang anak yang dilantunkan royong agar ketika tidur anak tersebut tidak rewel, pun ketika anak itu terbangun maka berbahagialah hatinya.

Pada bait pertama, pelantun royong menggunakan kata „tekne‟ secara harfiah berarti manis, namun kata manis tersebut tidak diperuntukan kepada gula atau hal-hal

80

yang mengandung rasa manis, melainkan kata manis ini mengarah kepada kebahagiaan yang dirasakan oleh sang anak.

Sama halnya dengan kata „lakba‟ pada teks royong yang dilantunkan oleh SDS, kata tersebut menyembunyikan makna yang sesungguhnya atau keluar dari konteks. Kata tersebut bermakna tawar, namun kalau diperuntukkan pada perasaan yang kecewa, kata tersebut dapat mewakili perasaan yang tersakiti atau dikecewakan. Selanjutnya, ada beberapa permainan simbolik yang disampaikan oleh pelantun royong tersebut. Teks cinde dan patola merupakan kain yang halus dan panjang. Kain ini dipakai oleh masyarakat kasta atas atau raja ketika ada pesta atau hajatan tertentu. Jadi, kedua kain ini tidak dipakai pada acara biasa atau kain ini tidak dipakai oleh orang biasa.

Teks ini menggambarkan betapa anak yang baru lahir ini sangat dipuji dan disayang oleh orang tuanya. Lanjutan dari teks ini yakni na kangkang Nabbi na soeang Malaekak „digenggam nabi dan diayunkan oleh malaikat‟, menggambarkan bahwa kedua kain ini sangatlah berharga dan terhormat.

1) Ketidaklangsungan ekspresi a) Pergantian arti

Pada teks royong ini ditemukan beberapa penggantian arti, dapat dilihat pada contoh teks berikut.

81

„Sukma‟ mengganti kata jiwa yang bersemayam dalam tubuh, „barat‟ mengganti kata tempat kembalinya jiwa, „gunung‟ mengganti kata tempat tinggi yang merupakan tempat berharap.

b) Penyimpangan arti

Kata yang terdapat penyimpangan arti dalam teks royong tersebut adalah „cinde‟. Kata cinde diasosiasikan sebagai kain tiga warna, „patola‟ sebagai kain kain panjang halus dari Mekah. „Akan dibendung Pulau Tanah Keke‟ sebagai tanda akan hadirnya anak tersebut.

c) Penciptaan arti

Pada teks royong di atas, tidak ditemukan penciptaan arti baik dari segi tipografi maupun enjambemen.

2) Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik (retroaktif) Tinromi naung anakku

(tidurlah, turun, anakku) Siloserang sumangakna (tidur bersama, sukmanya) [Aulek] annyakringko tinro (Aduhai, kamu terbangun, tidur) Tekne tommi pakmaiknu

(manis, juga, perasaanmu)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 1) Terjemahan:

(Telah) tertidur dengan pulas anakku, tidur bersama sukmanya (yang tenang). Aduhai (jika engkau) terbangun, (maka) manis (berbahagialah) engkau.

82

Sumangak lanri kemae [anak] (Sukma, hendak, kemana, anak) Lanri kere panngolona

(Hendak, kemana, perginya) Narapiki banngi [anak] (tiba, malam, anak) Namallombong danniari (menjelang, dini hari)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 2) Terjemahan:

(Kemanakah) gerangan wahai sukma? (Dimana) kini keberadaannya sekarang? (Kini) hari telah gelap dan malam telah larut, dini hari(pun) (sudah) hampir menjelang. Sumangaknaji anakku

(hanya sukmanya, anakku) Battu ri lantang banngia (datang, di, dalam, malam) [Rikodong] makkiok-kiok (Aduhai, memanggil-manggil) Suro sungkei kalengna

(suruh, bukakan, dirinya)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 3) Terjemahan:

Hanya sukmanya anakku, (yang) datang di tengah malam, (aduhai datang) memanggil-manggil (ingin) dibukakan tubuh atau raganya.

Kusungkeimi pakkekbuk (telah saya bukakan, pintu) Na kukiok naik mae (kuajak, naik, kemari) [Rikodong] kutope cinde

(Aduhai, kukalungkan, kain lembut) Kupiasori patola

(kukenakan, kain panjang)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 4) Terjemahan:

(Telah) saya bukakan pintu sukmamu (wahai) anakku, dan telah (saya) panggil untuk (datang) kemari. Aduhai akan kulilitkan Cinde (kain lembut tiga warna) dan akan kukenakan Patola (sebuah kain panjang halus dari tanah suci Mekah).

83

Patola battu ri Makka

(Kain panjang, datang, di, Makkah) Cinde battu ri Madina

(Kain lembut, datang, di, Madina) [Aulek] na kangkang Nabbi (Aduhai, digenggam, Nabi) Nasoeang Malaekak (diayunkan, Malaikat)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 5) Terjemahan:

Patola atau kain panjang halus dari tanah suci Mekah dan Cinde atau kain tiga warna dari Madina. (Kedua kain inilah yang) di genggam oleh Nabi dan diayunkan oleh Malaikat.

Malaekak iya ngaseng [kodong] (Malaikat, semuanya)

Awalli patampuloa (Wali, empat puluh) Kodong tulungi anakku (kumohon, tolong, anakku) Pasekreang sumangakna (persatukan, sukmanya)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 6) Terjemahan:

(Kepada) seluruh Malaikat dan (kepada) empat puluh Wali, (mohon) tolonglah anakku. Persatukan sukma (dengan raganya agar lelap tidurnya malam ini).

Sumangak teako bella (Sukma, janganlah, jauh) Teako malliang moncong (Janganlah, melewati, ijuk) [Rikodong] battuko mae (aduhai, datanglah, kemari) Ri badanna anakku

(ditubuhnya, anakkku)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 7) Terjemahan:

(Wahai) sukma janganlah menjauh, janganlah melewati gunung (itu). Kumohon datanglah kemari, (datanglah) ketubuh anakku (yang kusayang).

84

Sumangak ri allak moncong (Sukma, di, antara, ijuk) Ka kalauk mako mae (kebarat, engkau, kesini) Anngerang gassing (membawa, kekuatan) Anngerang tekne pakmaik (membawa, manis, perasaan)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 8) Terjemahan:

(Wahai) sukma (yang ada) di antara gunung, (datanglah) kebarat membawa kekuatan membawa (ketenangan hati).

Lompoko naik nusunggu [anak]

(besarlah, kau, naik, engkau bahagia, anak) Tallasak lakbu umuruknu

(hidup, panjang, umurmu) [Rikodong] nunggappa tekne (Aduhai, kamu dapatkan, manis) Na nubarekbesi tongak

(dan, memercikkan, juga)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 9) Terjemahan:

(Tumbuhlah menjadi orang dewasa) yang tumbuh dengan kemapanan anakku. (Semoga) engkau panjang umur dan mendapat kebahagiaan, (kuberharap) engkau membagikan kebahagiaan (itu) juga kepadaku.

Lompopi nakke anakku (besar nanti, saya, anakku) Nakusuro mange ngaji (dan, kusuruh, pergi, mengaji) [Rikodong] tammak anngaji (aduhai, tamat, mengaji) Tammak todong assikola (tamat, juga, bersekolah)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 10) Terjemahan:

(Kalau) engkau besar atau dewasa nanti anakku, (akan) kuanjurkan engkau pergi mengaji. (Semoga) engkau tamat mengaji dan juga tamat bersekolah.

85

Lompopi sallang anakku (besar, nanti, anakku) Naniampang Tanakeke (di, kering, Tanakeke) Nampa nitannanngi [anak] (dan, ditanami, anak) Bila ri pammateinnu (pohon bila, di, penandamu)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 11) Terjemahan:

(Kelak) engkau besar atau dewasa nanti anakku, (akan) ada sebuah pulau yang akan mengering. (Kemudian, akan ditancapkan) pohon yang tidak akan layu sepanjang masa (sebagai tanda akan kehadiranmu).

Punna lompoko nu sunggu (kalau, besar kamu, dan, bahagia) Annuntukko panngissengang (menuntutlah, pengetahuan) Sollanna na jai-jai

(sehingga banyak)

panngissengang ri kalengnu (ilmu, di, badanmu)

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga Bait 12) Terjemahan:

(Jika kelak) engkau dewasa dan menjadi orang yang mapan, pergilah menuntut ilmu (pengetahuan). (Semoga) banyak ilmu yang engkau dapatkan (sebagai bekal untuk dirimu).

Anak teako maricu (anak, janganlah, rewel) Lompomako naik lintak (besar, lah, naik, cepat) Nu mange ngaji [anak] (kamu, pergi, mengaji, anak) Mange todong assikola (pergi, juga, bersekolah)

86

Terjemahan:

(Wahai anakku yang kusayang), janganlah menjadi anak yang rewel, (semoga) engkau cepat dewasa. Pergilah mengaji (dan jangan lupa) pergi (ke) sekolah.

(Telah) tertidur dengan pulas anakku, tidur bersama sukmanya (yang tenang). Aduhai (jika engkau) terbangun, (maka) manis (berbahagialah) engkau. (Kemanakah) gerangan wahai sukma? (Dimana) kini keberadaannya sekarang? (Kini) hari telah gelap dan malam telah larut, dini hari(pun) (sudah) hampir menjelang. Hanya sukmanya anakku, (yang) datang di tengah malam, (aduhai datang) memanggil-manggil (ingin) dibukakan tubuh atau raganya. (Telah) saya bukakan pintu sukmamu (wahai) anakku, dan telah (saya) panggil untuk (datang) kemari. Aduhai akan kulilitkan Cinde yakni (kain lembut tiga warna) dan akan kukenakan Patola (sebuah kain panjang halus dari tanah suci Mekah). Patola atau kain panjang halus dari tanah suci Mekah dan Cinde atau kain tiga warna dari Madina. (Kedua kain inilah yang) di genggam oleh Nabi dan diayunkan oleh Malaikat. (Kepada) seluruh Malaikat dan (kepada) empat puluh Wali, (mohon) tolonglah anakku. Persatukan sukma (dengan raganya agar lelap tidurnya malam ini). (Wahai) sukma janganlah menjauh, janganlah melewati gunung (itu). Datanglah kemari, (datanglah) ketubuh anakku (yang kusayang). Wahai) sukma (yang ada) di antara gunung, (datanglah) kebarat membawa kekuatan dan membawa (ketenangan hati). Tumbuhlah menjadi orang dewasa) yang tumbuh dengan kemapanan anakku. (Semoga) engkau panjang umur dan mendapat kebahagiaan, (kuberharap) engkau membagikan kebahagiaan (itu) juga kepadaku. (Kalau) engkau besar atau dewasa nanti anakku, (akan) kuanjurkan engkau pergi mengaji. (Semoga) engkau tamat mengaji dan juga tamat bersekolah. (Kelak) engkau besar atau dewasa nanti anakku, (akan) ada sebuah pulau yang akan mengering. (Kemudian, akan ditancapkan) pohon yang tak akan layu sepanjang masa (sebagai tanda akan kehadiranmu). (Jika kelak) engkau dewasa dan menjadi orang yang mapan, pergilah menuntut ilmu (pengetahuan). (Semoga) banyak ilmu yang engkau dapatkan (sebagai bekal untuk dirimu). (Wahai anakku yang kusayang), janganlah menjadi anak yang rewel, (semoga) engkau cepat dewasa. Pergilah mengaji (dan jangan lupa) pergi (ke) sekolah.

Selanjutnya, setelah dilakukan pembacaan pada teks royong tingkat pertama maka perlu dilakukan pembacaan tingkat kedua yakni retroaktif. Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 1 menjelaskan tentang harapan oleh seorang ibu yang akan menidurkan anaknya. Kelak ketika anaknya terbangun maka, bahagialah hatinya. Pemilihan kata siloserang sumangakna „tidur bersama sukmanya‟. Kata

87

siloserang secara harfiah adalah „tidur bersama‟. Jadi, orang tua berharap semoga anaknya akan tidur dengan tenang, tanpa ada gangguan sedikitpun.

Harapan selanjutnya, yakni dari data SDS tekne tommi pakmaiknu „manis juga perasaanmu‟. Kalau diartikan dari suku katanya maka, tekne berarti „manis‟. Tapi, manis yang diharapkan adalah kebahagiaan sang buah hati sang anak. Semoga kelak setelah terbangun sang anak berbahagia.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 2. Sumangak lanri kemae? „kemanakah gerangan wahai sukma?‟ Syair ini menggambarkan kegelisahan seorang ibu yang melihat anaknya tidak lelap tidurnya, meskipun malam telah larut dan namallombong danniari ‘dini haripun hampir tiba‟. Maka, ibupun berusaha menenangkan anaknya dengan doa.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 3. Syair ini membuktikan kekuatan doa seorang ibu yang telah berhasil menyatukan kembali antara sukma dan raga anaknya. Walaupun battu ri lantang banngia „datang di tengah malam‟, namun anak tersebut dapat tidur dengan nyenyak.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 4. Pada data SDS bait 4 ini ada dua kata yang dipilih oleh penutur royong yakni kata Patola battu ri Makka ‘Patola dari Mekkah‟ dan Cinde battu ri Madina ‘Cinde dari Madinah‟ . Secara harfiah banyak yang tidak dapat menjelaskan dua kata ini, namun penutur menjelaskan bahwa kata „cinde‟ mengarah kepada bentuk penghargaan kepada sukma yang telah kembali. Setelah sukmanya kembali maka ia akan melilitkan kain tiga warna yang pada zaman dulu kain tersebut merupakan kain yang sangat langka. Sama halnya

88

dengan kata tope yang diartikan sebagai „kain panjang halus‟. Kain panjang halus hanya dapat dikenakan oleh seorang yang berasal dari strata sosial yang tinggi.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 5. Kain tiga warna dan kain panjang halus dipertegas kembali di bait ini. Kedua kain tersebut berasal dari dua tempat yang suci dan sangat dimuliakan oleh umat islam, yakni Mekah dan Madina. Bukan hanya itu, kain tiga warna dan kain panjang halus [aulek] na kangkang Nabbi „aduhai digenggam oleh Nabi dan nasoeang Malaekak „di ayunkan oleh Malaikat‟. Ini berarti bahwa kain tiga warna dan kain panjang halus bukan kain yang biasa, melainkan kain yang sangat istimewa yang hanya dikenakan oleh orang terhormat atau di hormati.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 6. Selain Malaikat dan Nabi yang disebutkan pada SDS bait 5, pada bait ini paroyong memilih kata awalli patampuloa „wali empat puluh‟ untuk menegaskan dan melengkapi doa seorang ibu untuk menjaga dan melindungi anaknya yang sedang tertidur.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 7. Penegasan dan pengharapan seorang ibu akan keselamatan dan ketenangan hati anaknya sangat di tonjolkan pada SDS bait 7 ini. Seorang ibu sangat mengharapkan sukma atau jiwa tetap bersatu dengan tubuh anaknya. Ibu tetap mengharapkan anaknya terjaga oleh doa yang dilantunkannya, membujuk sukma agar tetap bersemayam dalam tubuh anaknya. Sumangak teako bella „wahai sukma janganlah menjauh‟ tetaplah berada dalam tubuh anak yang dilantunkan royong. Harapan inilah yang selalu dilantunkan oleh seorang ibu ketika menidurkan anaknya.

89

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 8. Sukma yang telah pergi jauh diharapkan kembali ketubuh anak yang dilantunkan royong agar membawa kekuatan dan anak tersebut tetap sehat dan tidak mudah terserang penyakit. Hal ini dibuktikan teks royong berikut sumangak ri allak moncong, ka kalauk mako mae, anngerang gassing, anngerang tekne pakmaik „Wahai sukma yang ada di antara gunung, engkau datanglah ke barat membawa kekuatan membawa dan ketenangan hati‟.

Kata yang menjadi penekanan dari syair royong yang dilantunkan oleh SDS bait 8 yakni sumangak ri allak moncong „sukma yang berada diantara gunung‟. Ketika anak sedang tertidur, maka sukmanya melayang menembus batas tertinggi olehnya itu seorang ibu sangat berharap sukma anaknya kembali bersemayam di hati dan sanubarinya. Pada bait ini sang ibu bukan hanya mengharapkan keselamatan dan kesehatan anaknya melainkan anngerang tekne pakmaik „membawa kebahagiaan‟.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 9. Lompok naik nusunggu, tallasak lakbu umuruknu, [rikodong] nunggappa tekne, na nubarekbesi tongak „tumbuhlah menjadi orang dewasa yang tumbuh dengan kemapanan anakku. Semoga engkau panjang umur dan mendapat kebahagiaan, kuberharap engkau membagikan kebahagiaan itu juga kepadaku anakku‟.

Pengharapan seorang ibu sangat besar kepada anaknya, semoga anaknya mendapatkan kebahagiaan dan tentunya na nubarekbesi tongak „membagikan kebahagiaan itu kepadanya kelak‟. Tidak dipungkiri kehidupan sekarang ini banyak anak yang ketika sukses melupakan kedua orang tuanya. Olehnya itu, dari buaian

90

selalu dibekali pesan-pesan semoga seorang anak memiliki sifat balas budi yang akan diterapkan ketika dewasa dan menjadi orang sukses.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 10. Harapan dari seorang ibu ketika anaknya besar nanti nakusuro mange anngaji, „disuruh pergi mengaji‟ dan ketika anak tersebut telah lulus atau telah tamat mengaji maka harapan dari orang tua selanjutnya tammak todong assikola „juga lulus dari sekolahnya‟. Dua anjuran dari seorang ibu ini merupakan anjuran dari Nabi Muhammad saw.

Hidup di dunia ini kita harus menyeimbangkan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat. Pesan seorang ibu untuk membekali anaknya dengan ilmu agama dan ilmu dunia harus dimulai sejak dini sehingga anak tersebut tumbuh menjadi manusia yan beriman dan berakal.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 11. Lompopi sallang anakku, na niampang Tanakeke, na nitannanngi [anak], bila ri pammateinnu „Kalau engkau besar atau dewasa nanti anakku, akan ada sebuah pulau yang akan mengering. Kemudian, akan ditancapkan pohon yang tidak akan layu sepanjang masa sebagai tanda akan kehadiranmu‟. Harapan orang tua kepada anaknya sangat besar, ini dapat dibuktikan dengan memberikan simbol bila „pohon bila‟. Pohon bila ini dapat hidup berpuluh-puluh tahun meskipun di tanah yang gersang dan tandus. Harapan inilah yang diberikan kepada anaknya agar anak tersebut panjang umur dan mampu menjalani hidup dalam keadaan apapun.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 12. Punna lompoko nu sunggu, mangeko annuntuk panngissengang, sollanna na jai-jai, panngissengang ri kalengnu

91

„Jika kelak engkau dewasa dan menjadi orang yang mapan, pergilah menuntu ilmu pengetahuan. Semoga banyak ilmu yang engkau dapatkan sebagai bekal untuk dirimu‟.

Bekal yang baik adalah bekal yang dapat menuntun seseorang ke jalan yang benar. Harapan orang tua mangeko annuntuk panngissengang „pergilah menuntut ilmu‟. Harta atau kemapanan tanpa ilmu akan membawa kepada kesesatan dan kesombongan.

Pembacaan retroaktif teks royong SDS bait 13. Anak teako maricu, lompomako naik lintak, nu mange anngaji [anak], mange todong assikola „Wahai anakku yang kusayang, janganlah menjadi anak yang nakal, semoga cepat engkau dewasa, pergilah mengaji jangan lupa pergi ke sekolah‟. Pelantun royong dalam setiap syair royong yang dilantunkannya tidak pernah memisahkan antara pergi mengaji dan pergi ke sekolah.

Hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya menuntut ilmu agama dan ilmu dunia agar seimbang dunia dan akhirat. Pada bait ini penutur royong sengaja menekankan tentang menuntut ilmu, yakni ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Hal demikian sengaja disandingkan karena ilmu agama tanpa pengetahuan belum lengkap, demikian juga sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa ilmu agama maka ilmu yang dimiliki kurang bermanfaat.

Maraknya korupsi dan yang terjadi di negeri ini memberikan gambaran bahwa ilmu pengetahuan seseorang tidak menjadi jaminan untuk tidak melakukan perbuatan yang melenceng dari ajaran agama.

92

3) Matriks, model, dan varian

Setelah peneliti menemukan makna yang terkandung dalam syair royong SDS, maka langkah selanjutnya adalah mencari matriks, model, dan varian dalam syair royong tersebut.

Matriks dalam syair royong yang dilantunkan oleh SDS adalah pengabdian. Pengabdian tidak diungkapkan secara langsung oleh pelantun royong namun disampaikan secara tersirat. Pengabdian mengarah kepada pengabdian kepada Allah Swt., dan kepada kedua orang tua. Sedangkan model dalam syair royong yang dilantunkan oleh SDS merupakan ilmu dan agama. Bentuk kata „ilmu dan agama‟ ekuivalen dengan baris-baris syair yang terdapat dalam royong berikut ini.

Anak teako maricu Lompo mako naik lintak Numange anngaji [anak] Mange todong assikola

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga) Terjemahan:

Wahai anakku (yang) kusayang, janganlah menjadi anak (yang nakal), semoga engkau cepat dewasa. Pergilah mengaji jangan lupa pergi sekolah.

Baris-baris syair di atas melukiskan anjuran seorang ibu kepada sang anak bahwa kalau sudah besar atau dewasa nanti harus paham tentang ilmu pengetahuan dan juga paham terhadap ilmu agama. Inti dari royong yang dilantunkan oleh SDS adalah gambaran bahwa hidup di dunia ini harus memiliki keduanya. Jangan berilmu tapi tidak beragama, begitupun sebaliknya.

93

Model „ilmu dan agama‟ diekspansi ke dalam wujud varian-varian yang terdapat dalam syair royong SDS, yaitu (1) kusuruh pergi mengaji, (2) tamat (lulus) mengaji, (3) tamat (lulus) bersekolah, (4) kalau besar nanti pergilah menuntut ilmu, (5) semoga banyak ilmu dalam dirimu.

Varian pertama „kusuruh pergi mengaji‟ dan varian kedua „tamat (lulus) mengaji‟ merupakan gambaran seorang ibu untuk tetap menganjurkan bahkan memaksa anaknya untuk pergi mengaji. Mengaji merupakan salah satu bentuk upaya pemerolehan ilmu agama. Ciri yang melekat dalam tubuh seseorang yang beragama islam adalah pandai membaca ayat suci alquran. Varian ini di visualisasikan dalam dua baris syair royong berikut.

Na kusuro mange anngaji [Rikodong] tammak anngaji

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga) Terjemahan:

Kusuruh pergi mengaji Aduhai, tamat mengaji

Varian ketiga berkaitan dengan varian keempat dan kelima. Orang menganggap bahwa pandai membaca ayat suci alquran atau paham terhadap agama masih tidak cukup kalau tidak berilmu. Olehnya itu orang tua juga menganjurkan anaknya untuk pergi menuntut ilmu dunia sehingga banyak ilmu yang ia miliku. Varian ini divisualisasikan dalam baris syair royong berikut ini.

Tammak todong assikola Punna lompoko nu sunggu

94

Mangeko annuntuk panngissengang Sollanna na jai-jai

Panngissengang ri kalengnu

(teks royong Hj. Siyang Daeng Saga) Terjemahan:

Tamat juga bersekolah Kalau besar nanti Pergilah menuntut ilmu Sehingga banyak

Ilmu pengetahuan dalam dirimu

4) Hipogram

Teks royong di atas berhipogram dengan teks-teks sastra lisan sebelumnya. Teks royong ini saling mempengaruhi dengan beberapa karya sastra lisan yang lain, contohnya teks kelong pasikola. Jadi, dapat dikatakan teks-teks tersebut merupakan respon dari teks-teks sebelumnya.

Contoh teks-teks yang dimaksud yakni kelong, dondo, dan beberapa teks sastra lisan lainnya.

Tema yang terdapat dalam syair royong yang dilantunkan oleh Hj. Siyang daeng Saga yakni mengingat jasa-jasa kedua orang tua dan menuntut ilmu. Sedangkan amanat atau pesan yang terkandu ng dalam syair royong tersebut yakni

Dokumen terkait