• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Hakikat Sastra

3. Matriks, Model, dan Varian

Kata kunci atau intisari dari serangkaian teks disebut matriks. Matriks merupakan konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi dan tidak muncul dalam teks. Matriks dapat berupa kata, frase, klausa, atau kalimat sederhana. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model yang dapat berupa kata atau kalimat tertentu. Model ini kemudian diperluas menjadi varian-varian sehingga menurunkan teks secara keseluruhan. Ciri utama model adalah sifat puitisnya.

4. Hipogram

Hipogram adalah teks yang menjadi latar penciptaan sebuah teks baru (sajak). Hipogram merupakan landasan bagi penciptaan karya yang baru, mungkin dipatuhi, tetapi mungkin juga disimpangi oleh pengarang.

H. Makna

1. Pengertian Makna

Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam.

52

Pateda (2001:79) menyatakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat.

Menurut Ullman (Pateda, 2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Selanjutnya, pendapat dari bapak linguistik Ferdinand de Saussure (Chaer, 1994: 286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik.

Kridalaksana, (2001: 132) dalam Kamus Linguistik menjabarkan pengertian makna menjadi;

a. Maksud pembicara

b. Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia.

c. Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya

d. Cara menggunakan lambang-lambang bahasa

Bloomfied (Wahab, 1995:40) mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi ketika penutur mengujarnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Aminuddin (1998:50) mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan

53

bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.

2. Jenis-jenis Makna

Chaer (1994:289) membagi beberapa jenis makna yakni makna leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial, denotatif, konotatif, konseptual, asiosiatif, kata, istilah, idiom serta makna peribahasa.

a. Makna Leksikal

Leksikal adalah makna yang bersifat leksikon, yang sesuai dengan referennya, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Makna leksikal merupakan gambaran nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata tersebut. Sebuah kata yang memiliki makna leksikal sudah jelas bahwa tanpa konteks pun memiliki referen atau makna langsung (Chaer, 2013: 59).

Makna leksikal atau makna semantik, atau makna eksternal juga merupakan makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem atau berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu. Makna leksikal ini dipunyai unsur bahasa-bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Kridalaksana, 1982: 103).

Sejalan dengan pendapat tersebut, Pateda (2001: 119) memberikan pengertian bahwa leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk satuan dari leksikon adalah leksem yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon disamakan dengan kosa kata atau perbedaan kata maka leksem dapat disamakan dengan kata.

54

Makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon atau bersifat kata.

b. Makna Gramatikal

Makna gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Misalnya, dalam proses aplikasi prefiks ber- dengan baju melahirkan makna gramatikal ‗mengenakan atau memakai baju‘, dengan dasar kuda melahirkan makna gramatikal ‗mengendarai kuda‘. Contoh lain, proses komposisi dasar sate dengan dasar yang melahirkan makna gramatikal ‗asal‘, dengan dasar lontong melahirkan makna gramatikal ‗bercampur‘. Sintaksisasi kata- kata adik, menendang, dan bola menjadi kalimat adik menendang bola melahirkan makna gramatikal; adik bermakna ‗pelaku‘, menendang bermakna ‗aktif‘, dan bola bermakna ‗sasaran‘.

c. Makna Kontekstual

Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada di dalam suatu konteks. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut:

1) Rambut di kepala nenek belum ada yang putih. 2) Sebagai kepala sekolah, dia harus menegur murid itu. 3) Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.

4) Kepala paku dan kepala jarum tidak sama bentuknya.

Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu. Contohnya : ―Tiga kali empat berapa?‖ Jika

55

dilontarkan di depan kelas tiga SD sewaktu mata pelajaran matematika berlangsung tentu dijawab dua belas atau mungkin tiga belas. Namun, kalau pertanyaan itu dilontarkan kepada tukang foto, maka pertanyaan itu mungkin akan dijawab dua ratus atau tiga ratus, mengapa begitu? Sebab pertanyaan itu mengacu pada biaya pembuatan pas foto yang berukuran tiga kali empat sentimeter.

d. Makna Referensial

Sebuah kata disebut bermakna referensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti ‗kuda‘. disebut bermakna referensial kalau ada referensinya, atau acuannya. Kata-kata seperti ‗kuda‘, ‗merah‘, dan ‗gambar‘ adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial. Kata-kata seperti, dan, atau, dan karena adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial karena kata-kata itu tidak mempunyai referen. Berkenaan dengan acuan ini ada sejumlah kata, yang disebut kata-kata deiktik, yang acuannya tidak menetap pada satu wujud, melainkan dapat berpindah dari wujud yang satu kepada wujud yang lain. Kata-kata yang deiktik ini adalah kata-kata seperti pronomina, misalnya; dia, saya, kamu. Kata-kata yang menyatakan ruang, misalnya; di sini, di sana, dan di situ. Selanjutnya, kata-kata yang menyatakan waktu, misalnya; sekarang, besok dan nanti; kata-kata yang disebut kata petunjuk, misalnya ini dan itu.

e. Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Misalnya, kata kurus bermakna denotatif yang artinya

56

‗keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal‘. Kata bunga bermakna denotatif yaitu ‗bunga yang seperti kita di taman bunga‘.

f. Makna Konotatif

Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari seseorang atau kelompok yang menggunakan kata tersebut. Misalnya kata kurus pada contoh di atas, berkonotasi netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan. Tetapi ramping, yaitu sebenarnya bersinomin dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif, nilai rasa yang mengenakkan, seseorang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata kerempeng, yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi yang negatif, nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.

g. Makna Konseptual

Makna Konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ‗sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai‘, dan kata rumah memiliki makna konseptual ‗bangunan tempat tinggal manusia‘.

h. Makna Asosiatif

Makna Asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata merah berasosiasi dengan berani dan kata buaya berasosiasi dengan jahat atau

57

kejahatan. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa untuk menyatakan konsep lain yang mempunyai kemripinan dengan sifat keadaan, atau ciri yang ada konsep asal kata tersebut.

Jadi, kata melati yang bermakna konseptual ‗sejenis bunga kecil-kecil berwarna putih dan berbau harum‘ digunakan utnuk menyatakan perlambang kesucian, kata merah yang bermakna konseptual ‗sejenis warna terang menyolok‘ digunakan utnuk perlambang keberanian, dan buaya kata buaya yang bermakna konseptual ‗sejenis binatang reptil buas yang memakan binatang apa saja termasuk bangkai digunakan untuk melambangkan kejahatan atau penjahat.

i. Makna Peribahasa

Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat diramalkan secara leksikal maupun gramatikal. Maka, yang disebut peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Misalnnya, peribahasa seperti anjing dan kucing yang bermakna ‗ihwal dua orang yang tidak pernah akur‘. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang selalu berkelahi, tidak pernah damai. Contoh lain, peribahasa tong kosong nyaring bunyinya yang bermakna orang yang banyak bicara biasanya tidak berilmu. Makna ini dapat ditarik dari asosiasi tong yang berisi bila dipukul tidak

58

mengeluarkan bunyi, tetapi tong yang kosong akan mengeluarkan bunyi yang keras dan nyaring.

I. Nilai

Dokumen terkait