• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biodiesel Sebagai Energi Alternatif

Dunia akan mengalami krisis energi dalam 15 sampai 20 tahun mendatang. Demikian prediksi Edwards (2001), pakar energi dari University of Colorado Amerika. Cadangan energi tidak akan mampu memenuhi kebutuhan energi dunia yang cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan berkurangnya bahan bakar minyak yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2030, disusul gas 2040 (Gambar 13). Berkurangnya energi fosil ini membuat negara-negara maju, terutama negara komsumsi energi terbesar seperti Amerika dan Negara-negara Eropah, giat mengembangkan energi alternatif.

Sumber: Edwards 2001

Gambar 13 Kecenderungan pasokan energi dunia 0 20 40 60 80 100 120 19 00 19 10 19 20 19 30 19 40 19 50 19 60 19 70 19 80 19 90 20 00 20 10 20 20 20 30 20 40 20 50 20 60 20 70 20 80 20 90 21 00 M il lar B ar e l M in y ak E ku iv al e n p e r Tah u n Tahun

Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan jenis energi alternatif yang perkembangannya cukup pesat di dunia. Hampir di semua belahan dunia mengembangkan energi non fosil ini. Berdasarkan data Dewan Energi Dunia (WEC) 2008, pemanfaatan energi yang bahan bakunya dari tumbuh-tumbuhan ini, tercatat tahun 2004 memiliki energy share sebesar 15.50% dari total komsumsi energi dunia.

Kemudian tahun 2015, saat itu diperkirakan naik menjadi 54.40%, dan tahun 2030 meningkat tajam 92.40% (Tabel 6). Pada tahun yang disebut terakhir ini, separuh dari komsumsi bahan bakar nabati di dunia berasal dari negara-negara ekonomi maju (OECD), terutama negara-negara di Eropah 26.60%, AmerikaSerikat 22.80% dan negara-negara Amerika Latin 20%.

Tabel 6 Perkiraan konsumsi bahan bakar nabati dunia (%) Wilayah/Negara 2004 2010 2015 2030 OECD 8.90 30.50 39.00 51.80 Amerika Utara 7.00 15.40 20.50 24.20 - Amerika Serikat 6.80 14.90 19.80 22.80 - Kanada 0.10 0.60 0.70 1.30 Eropa 2.00 14.80 18.00 26.60 Pasifik 0.00 0.30 0.40 1.00 Transition Economies 0.00 0.10 0.10 0.30 - Rusia 0.00 0.10 0.10 0.30 Developing Countries 6.50 10.90 15.30 40.40 Developing Asia 0.00 1.90 3.70 16.10 - China 0.00 0.70 1.50 7.90 - India 0.00 0.10 0.20 2.40 - Indonesia 0.00 0.20 0.40 1.50 Timur Tengah 0.00 0.10 0.10 0.50 Afrika 0.00 0.60 1.10 3.40 Afrika Utara 0.00 0.00 0.10 0.60 Amerika Latin 6.40 8.40 10.40 20.30 - Brazil 6.40 8.30 10.40 20.30 World 15.50 41.50 54.40 92.40

Sumber: IEA World Energy Council, 2009

Sebagai upaya untuk menjaga kemandirian energi nasional, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan tersebut mengamanatkan agar pembangunan enegri nasional mengacu pada kemandirian yang dapat dicapai dengan mewujudkan pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan. Pemerintah menargetkan tercapainya bauran energi primer yang optimal, dimana tahun 2025 peran energi baru dan energi terbarukan paling sedikit 23% dan pada tahun 2050 paling sedikit 31% sepanjang keekonomiannya terpenuhi, dan seiring dengan itu peran minyak bumi dapat dikurangi sampai di bawah dari 25%, dan pada tahun 2050 menjadi kurang dari 2O%.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) 2010, Indonesia memiliki potensi sumberdaya bahan bakar nabati yang cukup besar, yakni 49 810 MW, sementara yang digunakan baru 1 618 MW (3.25%), setara dengan 18.43% dari kapasitas terpasang energi terbarukan nasional (8 776 MW). Pemerintah mengarahkan pemanfaatan bahan bakar nabati untuk menggantikan bahan bakar minyak terutama untuk transportasi dan industri, sedangkan pemanfaatan energi dari jenis biomassa diarahkan untuk ketenagalistrikan dan transportasi. Dalam kebijakan ini, pemerintah mengarahkan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi energi, untuk mendukung industri energi nasional. Dari semua jenis bahan bakar nabati yang akan dikembangkan, biodiesel dianggap paling potensial dan siap untuk memenuhi target tersebut.

Industri Biodiesel Kelapa Sawit Indonesia

Industri biodiesel kelapa sawit Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk berkembang. Hal ini dikarenakan permintaan dunia akan energi alternatif ini cenderung meningkat sementara potensi minyak sawit (CPO) dalam negeri tumbuh pesat. Tahun 2005 konsumsi biodiesel dunia sebesar 111 880 barel perhari kemudian naik pada tahun 2010 menjadi 313 770 atau tumbuh rata-rata sekitar 22% pertahun (EIA 2011). Kebutuhan biodiesel dunia tahun 2010 tersebut tidak mampu dipasok sepenuhnya, hanya 294 690 barel perhari atau 93.53% dari yang dibutuhkan. Negara konsumen biodiesel terbesar adalah Jerman sebesar 50 500 barel perhari, disusul Brasil dan Perancis dengan masing-masing 42 430 dan 40 000 barel perhari.

Dalam hal bahan baku, Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit dunia. Tahun 2007, produksi minyak sawit nasional sebesar 15.6 juta ton, tahun 2010 naik menjadi 19.5 juta ton, tumbuh rata-rata 7.8% pertahun. Pertumbuhan ini di atas dari Malaysia yang rata-rata 4.2% (Kemenko Ekonomi 2011). Sebagian besar minyak sawit ini untuk tujuan ekspor sehingga devisa bagi negara. Menurut data Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, tahun 2010 ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 16.292 ribu ton atau setara 13 469 juta USD, merupakan nilai ekspor tertinggi dari seluruh komoditas hasil pertanian. Indonesia memasok 45% dari permintaan minyak sawit dunia, menyusul Malaysia 43%, Thailand dan Nigeria.

Kinerja Keseimbangan Energi Neto Industri Biodiesel

Pengukuran kinerja keseimbangan energi neto industri biodiesel kelapa sawit dapat dilihat dari berbagai laporan penelitian. Hasil penelitian dalam negeri menemukan nilai NER kisaran antara 3.19 – 3.46 (Harsono et al. 2012). Penelitian ini

membagi perusahaan atas perusahaan besar dan kecil. Perusahaan kecil dibedakan antara yang terikat dengan perusahaan besar dan yang mandiri.

Penelitian keseimbangan energi neto di luar negeri telah banyak yang lakukan, 6 diantaranya pernah di sandingkan oleh De Souza et al. (2010). Hasil studi

keseimbangan energi neto dalam negeri dan luar negeri cukup berbeda (Tabel 7). Nilai keseimbangan energi neto yang direpresentasikan dalam rasio energi neto NER, terlihat nilai NER dalam negeri cukup kecil dibanding nilai NER hasil penelitian di luar negeri. Hal ini menunjukkan upaya membangun industri biodiesel yang keberlanjutan di luar negeri lebih maju dibanding yang dilakukan di industri biodiesel Indonesia.

Tabel 7 Nilai NER hasil penelitian keseimbangan energi neto Penelitian di dalam negeri

Lokasi Studi Kalimantan Sumatra Comapny plantation Smallholder Company plantation Smallholder

Dependent Independent Dependent Independent

NER 3.29 3.28 3.22 3.46 3.33 3.19

Penelitian di luar negeri Peneliti al.Souza (2010) et Woodand Corley

(1991) Yusoff and Hansen (2007) Angarita et al. (2009) Pleanjai and Gheewala (2009) Yee et al.(2009) NER 4.99 4.68 4.05 4.58 3.15 6.69

Inovasi Teknologi Industri Bioenergi

Teknologi merupakan aspek penting dalam perkembangan bioenergi (bahan bakar nabati/BBN), dalam hal ini adalah biodiesel. Invensi dan inovasi yang dilakukan selama ini telah berhasil menemukan berbagai jenis produk bahan bakar nabati, mulai yang sangat konvensional yakni kayu arang, kemudian biodiesel, bioetanol, bio-oil, biobriket, biopelet, biogas, PPO, sampai yang tergolong maju seperti green diesel dan biohidrogen yang saat ini dikembangkan dalam skala

laboratorium.

Selain itu, inovasi teknologi juga mengungkap berbagai jenis tanaman sebagai bahan baku bahan bakar nabati. Biodiesel misalnya, penemuan jenis tanaman baru yang memiliki produktifitas minyak ini terus dilakukan, diantaranya yang terbesar adalah kelapa sawit, kelapa dan jarak pagar (jatropha) yang sangat baik tumbuh di Indonesia. Bioetanol juga terus berkembang dan berhasil menemukan berbagai jenis tanaman yang bisa di olah menjadi bioetanol, diantaranya tanaman gula tebu, singkong, ubi jalar dan tebu.

Pada sisi proses produksi, teknologi dikembangkan untuk mendukung peningkatan kualitas, produktifitas dan efisiensi produk. Teknologi yang berkembang selama ini, antara lain teknologi esterifikasi dan transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel, hidrolisis dan fermentasi untuk bioetanol, gasifikasi dan sintesa lignoselulosa untuk menghasilkan biohidrogen.

Profil Perusahaan

Data Umum

Perusahaan yang dijadikan model pada penelitian ini adalah kelompok usaha agrobisnis terkemuka dunia yang menguasai sekitar 40% pasar minyak sawit dunia. Perusahaan yang berkantor pusat di Singapura ini memiliki 450 pabrik pengolahan dan sebuah jaringan distribusi yang mencakup China, India, Indonesia dan 50 negara lainnya. Kelompok usaha yang didirikan tahun 1991 ini mempekerjakan 93 000 orang karyawan.

Untuk di Indonesia sendiri perusahaan ini berkantor pusat di Medan dan beberapa kantor cabang seperti di Jakarta. Sebagai pengelola bisnis kelapa sawit terbesar di Indonesia, perusahaan ini dibagi dalam 2 Divisi besar yaitu perkebunan (plantation) dan industri (manufacture). Perusahaan mengintegrasikan bisnisnya dari

hulu hingga ke hilir, yakni perkebunan kelapa sawit, pabrik pengolahan minyak sawit (CPO mill), pabrik minyak goreng (olein), Pupuk (fertilizer), biodiesel dan industri oleochemical, dan turunan dari kelapa sawit lainnya. Bahkan perusahaan ini memiliki

pabrik biodiesel terbesar di dunia yang berlokasi di Riau.

Unit Proses Pembuatan Biodiesel

Perusahaan ini memproduksi PME (palm methyl ester) yang dikenal dengan

istilah biodiesel sebagai produk utama. Selain itu, pabrik ini juga menghasilkan produk samping berupa PFAD (palm fatty acid distillate) dan Gliserol. Perusahaan

mengoperasikan 6 unit pabrik, terdiri dari 3 unit transesterific plant, 1 unit PFAD

plant, 1 unit PME distilated plant, dan 1 unit refined glycerin plant.

Proses produksi biodiesel menggunakan metode transesterifikasi, yaitu proses yang menggabungkan bahan baku dengan campuran metanol dan alkali untuk menghasilkan PME dan Glycerin. Bahan baku biodiesel adalah RPO (refined palm oil) yang dipasok dari pabrik pemurnian yang lokasinya disamping pabrik biodiesel.

pengiriman bahan baku (RPO) melalui pipa penyaluran.

Berdasarkan data 2011-2012, perusahaan menerima bahan baku berupa RPO dalam setahun total sebesar 547 593 MT. Bahan baku ini diolah menjadi PME (biodiesel) sebesar 542 438 MT. Bahan baku lainnya adalah metanol dan alkali (NaOH) yang digunakan masing-masing sebesar 61 432 679 kg dan 20 074 326 kg. Selain PME, pabrik juga menghasilkan glycerol, PFADME, limbah FA dan effluent plant.

Kebutuhan listrik pabrik sebesar 158 370 535 kWh, dipasok dari jaringan PLN yang dibangkitkan dari PLTU yang lokasinya masih di Kawasan Industri Dumai. Pembangkit menggunakan bahan bakar batubara sebesar 15 158 573 kg yang didatangkan dari pulau Kalimantan, dan sedikit biomassa seperti cangkang, sabut, dan tandan kosong sawit.

Selain itu, perusahaan juga menyediakan genset yang menggunakan solar 19 308 liter pertahun. Data rekap lapang material input output dan kelistrikan dalam setahun (Juli 2011-Juni 2012) disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rekapitulasi data input dan output pabrik biodiesel (Juli 2011 – Juni 2012) Material Nilai Inputa) RPO 547 593.04 MT PFAD 44 797.61 MT Metanol 61 432 679.00 Kg NaOH 20 074 326.00 Kg HCl 6 396 491.00 Kg Prosporic acid 330 559.00 Kg Output PME 542 438.54 MT PFADME 45 593.67 MT Process Residue (FA) 44.57 MT Glycerol 178.70 MT Effluent Plant 364 234.90 m3 Listrikb) Listrik 158 370 535.00 kWh Diesel 19 308.00 L Batubara 15 158 573.00 Kg Sumber:a) PT Wilmar Bioenergi Indonesia 2012

b) PT Murini Sam-sam 2012

Unit Proses Pemurnian Minyak Sawit

Pabrik pemurnian ini berlokasi di Kawasan Industri Dumai Riau. Pabrik ini menghasilkan RPO (refined palm oil) sebagai bahan baku biodiesel. Selain RPO,

perusahaan juga menghasilkan RBDPO (refined bleached deodorized palm oil),

PFAD (palm fatty acid distillate), RB Olein, RBD Stearin, dan Effluent Plant. RPO

yang dihasilkan pabrik, dikirim langsung melalui pipa penyaluran ke pabrik biodiesel yang lokasinya bersebelahan dengan perusahaan di Kawasan Industri Dumai.

Produk RB Olein dan RB Stearin dikirim ke luar daerah melalui pelabuhan laut yang letaknya tidak jauh dari Kawasan Industri Dumai. RB Olein digunakan sebagai bahan baku minyak goreng sedangkan RBD stearin merupakan bahan baku margarin dan shortening. PFAD adalah produk samping pabrik yang mengandung asam lemak

bebas yang sangat tinggi. PFAD digunakan sebagai bahan baku sabun dan deterjen. Limbah cair dari pabrik berupa effluent dikirim ke tangki penyimpanan yang juga

berada di dalam kawasan tersebut.

Perusahaan mampu mengolah CPO (crude palm oil) dengan kapasitas refinery

5.600 MTD dan PK (palm kernel) crushing sebesar 1500 MT/hari. Kapasitas besar ini

menjadikan perusahaan sebagai produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di Indonesia.

Proses konversi olein dan stearin dilakukan dua tahap proses utama, yaitu

refinery section dan fraksinasi section. Refinery section adalah proses pemurnian

minyak sawit CPO untuk menghilangkan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA),

bau, dan menurunkan warna sehingga memenuhi syarat mutu gunanya. Fractination section memisahkannya menjadi olein dan stearin. Material input dan output

perusahaan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Rekapitulasi data input dan output pabrik pemurnian (Ton) (Juli 2011 – Juni 2012)

CPO (INPUT) Receiving Despatch Refining Stocks

Sustainable 117 635.883 - 98 731.64 9 869.99 NS 1 780 594.735 57 868.08 1 703 687.61 125 626.73 Total 1 898 230.62 57 868.08 1 802 419.25 135 496.72 RBDPO (OUTPUT) Refining despatch dry fract.

stocks (RPO) Sustainable 94 020.63 94 007.80 - 33.52 NS 1 616 308.29 559 896.15 1 066 937.92 23 132.25 Total 1 710 328.92 653 903.95 1 066 937.92 23 165.76 PFAD (OUTPUT) Refining despatch dry fract. stocks Sustainable 3 949.27 3 043.79 - 1 936.78 NS 77 248.84 80 455.42 - 18 090.26 Total 81 198.11 83 499.21 - 20 027.05 TOTAL OUTPUT 1 791 527.03 737 403.15 1 066 937.92 43 192.81 ROL (OUTPUT) Dry fract. despatch stocks

Sustainable - - - NS 861 543.89 767 074.22 92 289.07 Total 861 543.89 767 074.22 92 289.07 RPS (OUTPUT) Dry fract. despatch Stocks

Sustainable - - - NS 195 046.47 182 689.95 31 335.70 Total 195 046.47 182 689.95 31 335.70

Sumber : PT. Wilmar Nabati Indonesia 2012

Perusahaan menerima pasokan CPO dibedakan antara yang sustainable dan non sustainable (NS). Bahan baku ini berasal dari 91 pabrik kelapa sawit (CPO mill) yang

Unit Proses Pengolahan Kelapa Sawit

Perusahaan pengolahan kelapa sawit ini adalah salah satu perusahaan yang memasok CPO (crude palm oil) ke pabrik pemurnian. Perusahaan CPO ini terletak di

Desa Pinang Damai, Kec. Torgamba, Kab. Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara. Pabrik memiliki kapasitas 60 MT FFB/jam. Bahan baku pabrik adalah tandan buah segar FFB (fresh fruit bunch) yang berasal dari perkebunan kelapa sawit di sekitar

pabrik. Terdata ada 274 perkebunan sawit yang memiliki potensi menjadi pemasok pabrik, 57 kebun diantaranya berjarak di bawah 10 km dari lokasi pabrik, termasuk perkebunan Sei-Daun yang lokasinya bersebelahan dengan pabrik.

Selain CPO, pabrik juga menghasilkan palm kernel (PK) yang dikirim keluar untuk diproses menjadi minyak inti sawit PKO (palm kernel oil). Sepanjang proses

produksi berjalan, pabrik mengeluarkan beberapa limbah, baik padat maupun cair (palm oil mill effluent/POME). Limbah padat pabrik antara lain tandan kosong (empty fruit bunch/EFB), serat sawit (mesocarp fiber/MF), cangkang kernel sawit (palm kernel shell/PKS).

Limbah EFB pabrik dikirim kembali ke areal perkebunan dengan truk. EFB masih menyimpan unsur-unsur yang diperlukan dalam menjaga kesuburan tanah tanaman. Sedangkan MF dan PKS sebagian dikirim keluar dan sebagian digunakan untuk pembakaran di boiler. Boiler menghasilkan uap panas bertekanan tinggi yang memutar turbin pembangkit listrik. POME dialirkan ke kolam penampungan (storage) yang letaknya masih dalam areal pabrik. Gas methan yang dihasilkan dari

limbah cair ini ditangkap dalam methane capture dan digunakan untuk keperluan

pemanasan dan listrik. Sedangkan cairannya dialirkan ke perkebunan sekitarnya sebagai pupuk cair.

Pabrik memiliki pembangkit sendiri yang digunakan saat pabrik beroperasi dan menggunakan listrik dari jaringan PLN jika pabrik tidak beroperasi. Pabrik juga memiliki beberapa genset untuk menghidupkan (start-up) pembangkit dan

menggunakan minyak solar sebagai bahan bakar. Pabrik memiliki pembangkit listrik tenaga gas (biogas) yang gasnya berasal dari POME. Pembangkit biogas ini dianggap kurang efektif dan jarang digunakan.

Proses produksi dimulai dari lokasi penerimaan bahan baku dimana tandan buah segar yang datang dari berbagai perkebunan, ditimbang dan diseleksi (sortir). Kegiatan selanjutnya adalah sterilisasi dengan uap yang lamanya sekitar 90 mnt. Selain untuk membantu melepaskan buah sawit dari tandannya, proses ini juga diperlukan untuk mengurangi kadar air dalam buah, melunakkan mesocarp sehingga

memudahkan proses pelumatan dan pengepressan, memudahkan lepasnya kernel dari cangkangnya, dan mematikan enzym yang menyebabkan kerusakan minyak karena asam lemak bebas FFA (Free Fatty Acid).

Tandan buah segar sawit kemudian dikupas untuk memisahkan buah dari tandannya EFB (TKKS). Buah sawit selanjutya dipindahkan ke proses pengepresan untuk diambil minyaknya (CPO). CPO dibawa ke tangki penyimpanan dan siap untuk dikirim ke pabrik pemurnian atau langsung di ekspor. Proses pengepresan menyisahkan serat dengan biji sawit yang kemudian dipisahkan melalui fibre cyclone.

Pabrik CPO mengolah tandan buah segar sawit 277 002 ton pertahun. Pabrik menggunakan listrik dari grid (jaringan PLN) 95 799 kWh per tahun, menghabiskan solar 56 366 liter pertahun untuk genset dan 27 871 liter untuk pengangkutan tandan kosong ke perkebunan.

Unit proses ini menghasilkan CPO 58 991 ton pertahun, kernel 14 404 ton, tandan kosong 60 940 ton, serat dan cangkang sawit masing-masing 39 999 dan 17 894 ton pertahun dengan limbah cair pabrik pabrik kelapa sawit sebanyak 193 794 m3. Berdasarkan beratnya, lebih separuh limbah padat adalah cangkang sawit

(51.43%) dan sebagian kecil serat (0.13%) dipakai sebagai bahan bakar pembangkit listrik sendiri. Data input output untuk unit proses pengolahan minyak sawit di perusahaan ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Rekapitulasi data input output pabrik CPO tahun 2011

Item Nilai Satuan

Input

TBS (diterima di pabrik) 277 002.13 MT Listrik (dari grid) 95 799.00 kWh Diesel untuk genset 56 366.00 L Diesel untk angkut TKS 27 871.00 L

Output CPO 58 991.36 MT TKKS 60 940.47 MT Serat 39 999.11 MT Cangkang 17 894.34 MT Kernel 14 404.00 MT LCPKS 193 794.00 MT

Sumber: PT. Milano Pinang Awan 2012

Kegiatan transportasi dibagi dalam 2 kelompok, pertama pengangkutan tandan kosong kelapa sawit ke perkebunan, dan kedua pengangkutan CPO ke pabrik pemurnian (refinery). Untuk pengangkutan tandan kosong sawit, jarak tempuh total

dalam setahun adalah 103 964 km dengan penggunaan solar sebanyak 27 871.00 liter, sedangkan pengangkutan CPO jarak tempuh total dalam setahun adalah 245 616 km dengan penggunaan solar sebanyak 68 266,60 liter. Pengangkutan dilakukan dengan truk yang kapasitasnya 25, 20, dan 18 ton, dengan masing-masing efisiensi 1/3.5; 1/3.8; dan 1/4 liter/km.

Unit Proses Budidaya

Perkebunan kelapa sawit yang disurvei dalam penelitian ini adalah perkebunan yang berlokasi di Desa Pengarungan, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara, bersebelahan dengan sebuah pabrik CPO. Perkebunan ini adalah bagian dari perkebunan besar milik perusahaan di daerah Labuhan Batu. Areal perkebunan awalnya adalah perkebunan karet yang kemudian di konversi menjadi perkebunan sawit pada tahun 1986. Sejarah perubahan penggunaan lahan sulit ditemukan, namun jika dilihat dari kontur yang relatif datar maka bisa diperkirakan persiapan lahan (land clearing) relatif tidak terlalu sulit hingga tidak

memerlukan banyak peralatan berat.

Berdasarkan data perusahaan 2012, luas perkebunan adalah 2 909 ha dengan luas tanam 2 406 ha, sekitar 3 ha digunakan untuk pembibitan. Jumlah tanaman sawit 327 049 pohon, atau rata-rata 136 pohon perhektar. Menghasilkan FFB 5 881.00 ton pertahun. Bibit tanaman berasal dari berbagai perusahaan yang didatangkan dalam bungkusan polibag yang siap tanam.

Perawatan tanaman menggunakan 7 jenis pupuk, paling banyak adalah NPK super K (57%), kemudian MOP (16%), dan urea (12%) (Tabel 11). Limbah tanaman berupa daun dan pelepah di letakkan di sekitar pohon, begitu juga limbah tandan kosong yang dikirim dari pabrik CPO juga diletakkan disekitar tanaman. Hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas tanah dan sekaligus mengurangi penggunaan pupuk anorganik.

Penggunaan listrik untuk perkebunan tidak terdata. Melihat kegiatan di perkebunan yang tidak terlalu banyak sehingga bisa dikatakan kebutuhan listrik relatif kecil. Semua TBS yang dihasilkan perkebunan dikirim langsung ke pabrik kelapa sawit milik PT. Milano Pinang Awan yang jaraknya dari perkebunan rata-rata 10 km. Transportasinya menggunakan truk dengan konsumsi solar sebanyak 773.82 liter pertahun.

Tabel 11 Rekapitulasi data input output perkebunan Tahun 2011

No. Pupuk Nilai Satuan

1 Input NPK - Super K 1 574 466 kg Dolomite 133 116 kg Kieserite 145 288 kg Borate 19 168 kg Urea 331 805 kg MOP 449 021 kg RP 100 583 kg Seed

Diesel untuk angkut TBS 774 L

2 Output

TBS 5 881 MT

5

RANCANGAN MODEL OPTIMASI KESEIMBANGAN

Dokumen terkait