• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 RANCANGAN MODEL OPTIMASI KESEIMBANGAN ENERGI NETO PRODUKSI BIODIESEL

Perancangan model optimasi keseimbangan energi neto meliputi seluruh unit proses produksi biodiesel. Perancangan dimulai dengan menganalisis dan mengidentifikasi sistem keseimbangan energi neto perusahaan. Sistem kemudian dimodelkan dalam bentuk diagram dan persamaan matematika. Model kemudian dikembangkan menjadi model optimasi yang merepresentasikan sistem optimasi keseimbangan energi neto perusahaan. Implementasi model dilakukan dengan metoda algoritma genetika yang didukung oleh fasilitas pemrograman Matlab.

Identifikasi energi dapatdibagi menjadi energi langsung atau tidak langsung menggunakan bahan bakar minyak diesel. Energi langsung adalah energi yang dibakar atau diubah langsung pada unit proses produksi biodiesel, baik pada tahap budi daya, pengolahan, pemurnian maupun pembuatan biodiesel. Energi langsung meliputi bahan bakar minyak diesel (solar), biofuel, biomassa, biogas dan listrik. Energi ini digunakan di seluruh unit proses produksi biodiesel, transportasi tandan buah segar dari perkebunan ke pabrik, dan limbah cair TKKS dari pabrik ke perkebunan. Sedangkan energi tidak langsung adalah energi yang melekat pada bahan (embodied energy) karena memerlukan energi untuk diproduksi dan dikirim ke

perkebunan atau pabrik seperti bibit, pupuk, mesin alat berat, metanol dan alkalis.

Model Keseimbangan Energi Neto Produksi Biodiesel

Bagian penelitian ini menghitung keseimbangan energi neto per unt proses, kemudian mengintegrasikan semua unit proses tersebut menjadi satu sistem. Unit proses yang ada dalam rantai produksi biodiesel antara lain adalah budi daya kelapa sawit, pengolahan kelapa sawit, pemurnian minyak sawit, dan pembuatan biodiesel.

Sub Model Budidaya Kelapa Sawit

Pada tahap ini, bentuk energi yang diperlukan antara lain bahan bakar minyak (BBM), listrik, bibit, mesin dan peralatan berat, serta tenaga kerja (Gambar 19). Lahan perkebunan awalnya adalah perkebunan karet yang kemudian di konversi menjadi perkebunan sawit pada tahun 1986. Sejarah perubahan penggunaan lahan sulit ditemukan, namun jika dilihat dari kontur yang relatif datar maka bisa diperkirakan persiapan lahan (land clearing) tidak terlalu sulit sehingga tidak

memerlukan banyak peralatan berat dan tenaga manusia.

Bibit tanaman berasal dari berbagai perusahaan yang didatangkan dalam bungkusan polibag yang siap tanam. Keluaran perkebunan kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS), dikirim ke pabrik pengolahan untuk diekstraksi menjadi minyak sawit CPO (crude palm oil). Pengiriman dilakukan dengan kendaraan truk berbahan

.

Gambar 19 Keseimbangan energi budi daya kelapa sawit

Model perhitungan keseimbangan energi neto tahapa budi daya kelapa sawit ( direpresentasikan oleh selisih antara energi output ( dan energi

input . Energi dihitung dalam satuan (MJ/ha)thn. Energi output

direpresentasikan oleh TBS . Energi input berasal dari bahan bakar minyak

diesel , listrik , bibit , pupuk ( , mesin dan peralatan

( , tenaga kerja ( .dan diesel untuk transportasi ( . Keterangan

j: jenis pupuk, untuk j = 1,2 ... n

k: jenis pembangkit listrik, untuk k = 1,2 ... p l: jenis bahan bakar kendaraan, untuk l = 1,2 ... q

Berdasarkan data tahun 2012, luas perkebunan yang dikuasai perusahaan adalah 2 909 ha dengan luas tanam 2 406 ha, sekitar 3 ha digunakan untuk pembibitan. Perkebunan menghasilkan tandan buah segar 54 232.18 ton/tahun dengan produktivitas 22.54 ton/ha, jauh diatas rata-rata nasional dimana pada tahun yang sama hanya 3.72 ton/ha. Tidak banyak kegiatan ditemui di perkebunan sehingga bisa diasumsikan minyak diesel, listrik dan pembibitan adalah sangat kecil. Jumlah pupuk per hektar terbesar adalah pupuk N, menyusul Potassium dan Magnesium. Jika dihitung berdasarkan energi yang diperlukan untuk memproduksi pupuk, maka penggunaan energi terbesar datang dari pupuk N, Boron, dan Potassium (Tabel 17).

bbm listrik bibit pupuk mesin/peralatan tenaga kerja TBS Transportasi bbm Penyiapan lahan Penanaman dan perawatan Pemanenan

Total energi input budi daya kelapa sawit sebesar 12 405.67 MJ/ha. Jika perbandingan berat tandan buah segar terhadap biodiesel didasarkan pada hasil survei studi ini, yakni 4.864, maka kandungan energi tandan buah segar diasumsikan sebesar 180 598 MJ/ha. Berdasarkan intensitas energi pada Table 5 dan data material tiap produk perusahaan maka keseimbangan energi neto budi daya kelapa sawit sebesar 168 192 MJ/ha dengan rasio NER 14.56.

Tabel 17 Energi input sistem keseimbangan energi neto budi daya kelapa sawit

Item Nilai Satuan MJ/ha

Pupuk

N fertilizer 201.37 kg/ha 9 846.93

Potassium (K2O) 111.99 kg/ha 559.94

Phosphate (P2O5) 28.69 kg/ha 163.55

Magnesium (MgO) 57.69 kg/ha 288.44

Boron (B) 6.68 kg/ha 1 435.80

Transportation

Diesel (untuk angkut TBS ke

pabrik CPO) 2.97 L/ha 111.00

Total 12 405.67

Sub Model Pengolahan Minyak Sawit

Tahap pengolahan kelapa sawit menghasilkan CPO dengan produk samping berupa limbah padat dan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Limbah padat antara lain TKKS, serat sawit, cangkang sawit dan kernel sawit. Energi yang digunakan dalam proses ini berupa listrik, BBM, mesin dan tenaga kerja (Gambar 19). CPO dikirim ke pabrik pemurnian dengan truk berbahan bakar solar.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik, perusahaan mengambilnya dari jaringan PLN dan dari pembangkit sendiri dengan memanfaatkan produk samping pabrik, yakni kernel serat dan cangkang. TKKS dikembalikan sepenuhnya ke perkebunan dan diletakkan di sekitar tanaman untuk dijadikan pupuk, sedangkan kernel dikirim keluar pabrik untuk diolah dan dijadikan minyak kernel PKO (palm kernel oil).

Limbah cair pabrik POME, yakni LCPKS disalurkan ke tempat penampungan yang kemudian diolah menjadi biogas dan pupuk cair. Gas methan dari limbah ini ditangkap dengan methan capture, kemudian dialirkan ke pembangkit listrik. Limbah

cair kemudian diolah dalam kolam untuk diolah menjadi pupuk cair.

Pada tahap ini, energi dihitung dalam satuan (MJ/kgCPO)thn. Energi output direpresentasikan oleh produk utama berupa minyak sawit CPO . Energi input

terdiri atas bahan bakar minyak diesel , listrik , uap , bahan

bakar minyak diesel untuk transportasi ( dan energi input dalam tahap budi daya .

Gambar 20 Keseimbangan energi pengolahan kelapa sawit

Berdasarkan diagram di atas maka model perhitungan keseimbangan energi neto pengolahan kelapa sawit dapat dirumuskan dalam persamaan berikut.

( ) Keterangan:

i: jenis pembangkit listrik, untuk i= 1,2 ... m j: jenis bahan bakar kendaraan, untuk j = 1,2 ... n

Pabrik pengolahan kelapa sawit (CPO mill) memiliki kapasitas 60 MT

TBS/jam, dalam satu tahun mengolah TBS 277.002 ton, menggunakan listrik dari grid PLN 95.799 kWh, menghabiskan solar untuk genset 56.366 liter dan solar untuk pengangkutan tandan kosong sawit TKKS ke perkebunan 27.871 liter. Pabrik pengolahan kelapa sawit menghasilkan minyak sawit sebesar CPO 58.991 ton pertahun, atau 19.85% dari jumlah tandan buah segar TBS yang diolah.

TBS Pengolahan kelapa sawit CPO TKKS boiler uap listrik cangkang LCPKS generator gas listrik generator biogas capture serat serat cangkang uap Transportasi kernel bbm bbm listrik

Budidaya kelapa sawit

Setiap menghasilkan 1 kg minyak sawit CPO, pabrik menghasilkan 2.72 kg limbah cair pabrik (POME) yang diolah menjadi bahan bakar pembangkit listrik tenaga biogas dan pupuk cair untuk tanaman. Listrik gas dan uap yang dihasilkan dari pembangkit biogas sendiri ini, dimana bahan bakunya berasal dari produk samping CPO, dianggap masih dalam sistem sehingga tidak dihitung sebagai energi input.

Untuk memproduksi 1 kg CPO, pabrik pengolahan kelapa sawit membutuhkan energi fosil sebesar 2.73 MJ (Tabel 18). Energi listrik dari grid PLN relatif sangat kecil penggunaannya dibanding dengan jumlah diesel yang digunakan. Listrik dari grid hanya digunakan jika pabrik tidak produksi (off). Pasokan daya

listrik sebagian besar dari pembangkit sendiri yang berada di sekitar pabrik. Pembangkit menggunakan produk samping pabrik berupa cangkang 18 000 MT/thn dan serat sawit sekitar 40 000 MT/tahun. Produk samping pabrik ini memiliki potensi kalor masing-masing yang dianggap efektif membangkitkan panas pada boiler pembangkit.

Jika diasumsikan nilai kalor CPO equivalen dengan nilai kalor biodiesel yakni 38.20 MJ/kg CPO, dengan model perhitungan di atas dan nilai intensitas energi masing-masing material seperti dalam Tabel 4, ditemukan nilai kesimbangan energi neto subsistem pengolahan kelapa sawit sebesar 35.49 MJ/kg CPO dengan rasio energi NER 14.10.

Tabel 18 Energi input sistem keseimbangan energi neto pengolahan kelapa sawit

Item Nilai Satuan MJ/kg CPO

Energi input budi daya 12 405.67 MJ/ha 2.58

Listrik (dari grid PLN) 1.82 kWh/MT CPO 0.01

Diesel untuk pembangkitan 0.96 L/MT CPO 0.04

Transportasi

Diesel untuk angkut TKKS

kembali ke perkebunan 0.47 L/MT CPO 0.02

Diesel untuk angkut CPO dari pabrik ke pabrik pemurnia

1.16 L/MT CPO 0.06

Total 2 71

Sub Model Pemurnian Minyak Sawit

Sebelum diolah menjadi biodiesel, CPO terlebih dahulu dimurnikan menjadi RPO (refined palm oil). RPO kemudian dikirim ke pabrik biodiesel yang dalam kasus

ini lokasinya bersebelahan dengan pabrik pemurnian. Bahan baku diesel ini disalurkan ke pabrik biodiesel melalui pipa. Perusahaan memiliki pabrik pemurnian dengan kapasitas 5 600 MTD, energi input umumnya berupa listrik yang dipasok dari jaringan grid PLN yang lokasinya masih satu kawasan dengan pabrik pemurnian di sekitar kawasan industri Dumai.

Selain produksi bahan baku biodesel RPO, pabrik pemurnian ini juga menghasilkan minyak murni RBDPO (refined bleached deodorised palm oil) untuk

dijadikan stearin (RBDPO stearin) dan olein (RBDPO Deodorize Palm Oil), serta produk samping PFAD (Palm Fatty Acid Destilated).

Gambar 21 Keseimbangan energi neto pemurnian minyak sawit

Energi output direpresentasikan oleh bahan baku biodiesel RPO

sementara energi input berasal dari listrik , bahan bakar minyak diesel untuk

transportasi ( dan energi input dalam proses pembuatan CPO. Model

perhitungan keseimbangan energi neto pemurnian minyak sawit direpresentasikan pada persamaan berikut.

Keterangan:

i: jenis pembangkit listrik, untuk i= 1,2 ... m j: jenis bahan bakar kendaraan, untuk j = 1,2 ... n

Dalam satu tahun (2011/2012), perusahaan menerima minyak sawit CPO sebanyak 1 849 441 MT dan diolah menjadi RPO sebanyak 559 896 MT, Olein 684 344 MT dan Stearin 154 661MT. RPO disalurkan langsung melalui pipa ke pabrik biodiesel yang lokasinya berdekatan dengan pabrik pemurnian.

Berdasarkan model matematika tersebut di atas dan data-data tentang unit proses pemurnian minyak sawit dilapangan maka nilai keseimbangan energi neto pemurnian minyak sawit RPO dapat dihitung. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa untuk menghasilkan 1 kg RPO, perusahaan memerlukan energi fosil sebesar 2.648 MJ (Tabel 19). Transportasi listrik Budidaya Pengolahan Pemurnian CPO bbm RPO RBDPO stearin RBDPO olein PFAD

Kebutuhan energi terbesar berasal dari pembuatan bahan baku minyak sawit CPO yakni sebesar 2.67 MJ/kg RPO. Jika kandungan energi RPO diasumsikan sama dengan biodiesel, yakni 37.13 MJ/kg maka keseimbangan energi neto proses pembuatan RPO sebagai bahan baku biodiesel sebesar 34.46 MJ/kg RPO, dengan rasio energi NER 13.91.

Tabel 19 Energi input sistem keseimbangan energi neto pemurnian minyak sawit

Item Nilai Satuan MJ/kg RPO

Energi input produksi CPO 2.71 MJ/kg CPO 2.64 Listrik (dari grid PLN) 1.19 kWh/MT RPO 0.03

Total 2.67

Sub Model Pembuatan Biodiesel

Tahap terakhir rantai produksi industri biodiesel adalah pembuatan biodiesel (biodiesel manufacture). Proses pembuatannya menggunakan metode

transesterifikasi, yaitu proses pembuatan biodiesel yang menggabungkan minyak sawit murni (RPO) sebagai bahan baku utama biodiesel, dengan campuran metanol dan katalis. Untuk menghasilkan biodiesel PME, pabrik memerlukan energi listrik, metanol, dan NaOH sebagai katalis. Sistem produksi biodiesel dengan keseimbangan energi neto, sebagaimana diuraikan di atas, diilustrasikan pada Gambar 22.

Pabrik biodiesel terdiri dari 6 unit proses pengolahan, 3 unit untuk transesterifikasi, 1 unit PFAD (palm fatty acid distillation) plant, 1 unit PME distilated plant, dan 1 unit refined glycerin plant. Perusahaan dapat memproduksi

hingga 6 000 ton biodiesel perhari. Berdasarkan data 2011-2012, perusahaan menerima bahan baku berupa RPO dalam setahun total sebesar 547 593 MT. Bahan baku ini kemudian diolah menjadi PME (biodiesel) sebesar 542 438 MT. Bahan baku lainnya adalah metanol dan alkali (NaOH) yang digunakan masing-masing sebesar 61 432 679 kg dan 20 074 326 kg. Metanol yang telah digunakan di daur ulang (recovery) dengan purifikasi sehingga bisa kembali dimasukkan dalam proses

pembuatan biodiesel. Kebutuhan listrik pabrik sebesar 158 370 535 kWh yang semuanya dipasok dari jaringan PLN yang 95% bahan bakunya dari batubara.

Gambar 22 Keseimbangan energi neto pembuatan biodiesel

Pada tahap pembuatan biodiesel ini, energi output direpresentasikan oleh biodiesel dengan energi input berasal dari Metanol , katalis (NaOH) , listrik . Perhitungan keseimbangan energi neto pembuatan biodiesel

juga mempertimbangkan energi yang diperlukan untuk membuat bahan bakunya, yakni energi input yang terhitung dalam tahap budidaya, pengolahan dan pemurnian. Model perhitungan keseimbangan energi neto produksi biodiesel direpresentasikan dalam persamaan berikut.

∑ Dimana

i: jenis pembangkit listrik, untuk i= 1,2 ... m

Berdasarkan hasil data perusahaan (2011/2012), karakteristik hubungan antara produksi biodiesel dengan penggunaan metanol dan kebutuhan listrik memiliki kecenderungan tidak linear sebagaimana dalam persamaan berikut.

Metanol = -3E-10(PME)2 + 0.1349(PME) – 199950 Listrik = -8E-11(PME)2 + 0.0258(PME) – 53230

metanol katalis listrik Budidaya Pengolahan Pembuatan biodiesel RPO PME (biodiesel) gliserol PFAD Pemurnian

Perhitungan keseimbangan energi merujuk pada biodiesel yang memiliki intensitas energi 39.60 MJ/kgPME. Berdasarkan nilai intensitas energi pada Tabel 5, hasil perhitungan menunjukkan total energi 8.08 MJ/kg PME yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg biodiesel (Tabel 20). Metanol merupakan energi input terbesar dalam biodiesel kelapa sawit, lebih setengah (51.2%) energi fosil yang dikonsumsi dalam produksi biodiesel berasal dari bahan baku proses pembuatan biodiesel ini. Keseimbangan energi neto keseimbangan energi neto biodiesel 31.52 MJ/kg PME dengan rasio energi NER 4.90.

Tabel 20 Energi input sistem keseimbangan energi neto pembuatan biodiesel

Item MJ/kg PME

Energi input produksi RPO 2.65

Metanol 4.26

Katalis (NaOH) 0.68

Listrik (dari grid PLN) 0.49

Total 8.08

Model Keseimbangan Energi Neto Kondisi Eksisting

Model keseimbangan energi neto produksi biodiesel untuk kondisi eksisting, dibangun dengan mengintegrasikan sub model budi daya, pengolahan, pemurnian, dan pembuatan biodiesel. Empat unit sub model tersebut membentuk suatu model yang komprehensif sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 23 dan dalam model matematika sebagai berikut.

( ) ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Keterangan:

i: unit proses untuk i= 1,2 ... m j: jenis pupuk, untuk j= 1,2 ... n

k: jenis listrik yang masuk melalui grid, untuk h= 1,2 ... p l: jenis diesel yang digunakan, untuk l= 1,2 ... q

Gambar 23 Keseimbangan energi neto produksi biodiesel kelapa sawit

Energi output terdiri atas potensi energi yang terkandung dalam produk utama, yaitu biodiesel, dan produk samping yang dikirim keluar dari sistem produksi yang memiliki potensi energi untuk digunakan, antara lain gliserol dan kernel sawit. Energi input mempertimbangkan semua unit energi yang diperlukan dalam proses produksi biodiesel, antara lain metanol, katalis, bibit tanaman sawit, mesin dan peralatan, tenaga kerja, pupuk anorganik, listrik dari grid PLN, dan bahan bakar minyak diesel.

Berdasarkan gambar dan model tesebut di atas maka struktur keseimbangan energi neto dapat disusun sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 21. Struktur energi tersebut menunjukkan hasil bahwa untuk memproduksi 1 kg biodiesel, perusahaan memerlukan energi fosil sebesar 8.08 MJ/kg PME. Keseimbangan energi neto perusahaan dalam NEB sebesar 40.92 MJ/kg PME, dengan NER sebesar 4.90. Jika mempertimbangkan produk samping kernel dan gliserol, nilai NER menjadi 6.06. Nilai NER eksisting ini berada dalam skala hasil penelitian internasional (de Souza et al. 2010) dan di atas hasil penelitian dalam negeri (Harsono et al. 2012).

Tabel 21 Struktur keseimbangan energi neto eksisting

Energi MJ/kg PME Energi MJ/kg PME

Input d. Pembuatan biodiesel

a. Budidaya Listrik dari grid 0.49

Nitrogen (N) 2.13 Metanol 4.26

Potassium (K2O) 0.12 Katalis (NaOH) 0.68

Fosfat (P2O5) 0.01 (d) Sub-total 5.43

Magnesium (MgO) 0.04 e. Transportasi

Boron (B) 0.17 Diesel (angkut TBS) 0.03

(a) Sub-total 2.47 Diesel (angkut TKKS) 0.02

b. Pengolahan Diesel (angkut CPO) 0.05

Listrik dari grid 0.01 (e) Sub-total 0.10

Diesel (untuk generator 0.04 Total Input (a+b+c+d+e) 8.08

diesel) Output

(b) Sub-total 0.05 Biodiesel (PME) 39.60

c. Pemurnian Gliserol 0.01

Listrik dari grid 0.03 Kernel (PME) 9.39

(c) Sub-total 0.03 Total Output 49.00

Berdasarkan unit proses dalam rantai produksi biodiesel maka penggunaan energi fosil terbesar berasal dari proses pembuatan biodiesel (biodiesel manufacture),

yakni 5.43 MJ/kg PME. Lebih setengah dari total kebutuhan energi perusahaan, yakni 67.20%, berasal dari unit proses ini (Gambar 24). Kebutuhan energi terbesar kedua produksi biodiesel berasal dari kegiatan budi daya, yakni 30.57% dari total kebutuhan energi perusahaan, menyusul transportasi, pengolahan, dan terakhir pemurnian minyak sawit.

Konsumsi energi terbesar dalam unit proses pembuatan biodiesel adalah untuk alokasi pembuatan metanol , menyusul katalis dan listrik. Sedangkan dalam unit proses budi daya, konsumsi energi terbesar berasal dari pembuatan pupuk Nitrogem (N). Konsumsi energi terbesar dalam unit proses pengolahan adalah diesel untuk membangkitkan generator (start up), unit proses pemurnian adalah listrik, dan

transportasi yang terbesar adalah diesel untuk mengangkut CPO dari pabrik pengolahan ke pabrik pemurnian.

Metanol merupakan unit energi terbesar dalam produksi biodiesel, yakni 4.26 MJ/kg PME, atau 54.72% dari total kebutuhan energi fosil perusahaan (Gambar 25). Unit energi terbesar kedua adalah pupuk, yakni 2.47 MJ/kg PME, atau 30.57% dari total kebutuhan energi fosil perusahaan. Unit energi terbesar berikutnya berturut-turut adalah katalis, listrik dan diesel. Perusahaan masih sangat tergantung pada industri lain yang membuat metanol dan pupuk.

Gambar 24 Komposisi energi berdasarkan unit proses

Gambar 25 Komposisi unit energi produksi biodiesel

Dalam aspek keberlanjutan, perusahaan telah melakukan peningkatan kinerja keseimbangan nergi neto dengan mengurangi penggunaan energi fosil. Hal ini terlihat pada unit energi pupuk, listrik, dan pemanfaatan produk samping. Tidak semua kebutuhan pupuk tanaman dipasok dari pupuk anorganik yang didatangkan dari luar perusahaan. Dalam proses budi daya, 21.91% dari total kebutuhan pupuk, berasal dari pupuk organik yang bahan bakunya berupa tandan kosong yang didatangkan dari pabrik pengolahan kelapa sawit (Gambar 26).

Pupuk 30.57% Listrik 6.59% Diesel 1.73% Metanol 54.72% Katalis 8.42%

Pengurangan penggunaan energi fosil terbesar terjadi pada pemakaian listrik. Sekitar 77.87% dari total kebutuhan listrik perusahaan dipasok dari pembangkit sendiri yang ada di pabrik pengolahan kelapa sawit. Pembangkit ini berbahan bakar biomasa yang bahan bakunya berupa cangkang dan serat sawit. Kedua jenis material ini diproduksi dari produk samping pabrik pengolahan kelapa sawit.

Perusahaan berhasil melakukan perbaikan kinerja keseimbangan energi netonya dengan memanfaatkan potensi energi yang dimiliki produk samping perusahaan. Produk tersebut berupa gliserol dan kernel sawit. Pemanfaatan produk ini berhasil memiliki alokasi sekitar 20% dari total energi output perusahaan. Pada unit energi lainnya, yakni energi diesel, metanol dan katalis, perusahaan belum melakukan pengurangan energi fosil.

Gambar 26 Komposisi penggunaan non BBM per unit energi

Model Optimasi Keseimbangan Energi Neto Produksi Biodiesel

Model optimasi keseimbangan energi neto merupakan pengembangan dari model keseimbangan energi neto kondisi eksisting. Berdasarkan analisis pada variabel-variabel berpengaruh dari model eksisting tersebut, model optimasi dikembangkan melalui cara sebagai berikut:

a. Mengurangi penggunaan pupuk anorganik dengan meningkatkan penggunaan pupuk organik yang bahan bakunya berasal dari limbah padat dan limbah cair pabrik pengolahan kelapa sawit.

b. Mengurangi penggunaan energi listrik dari luar pabrik pengolahan dengan meningkatkan penggunaan energi listrik dari dalam pabrik.

c. Mengurangi penggunaan BBM solar dengan biosolar

d. Meningkatkan jumlah produksi biodiesel dan produk sampingnya yaitu gliserol dan kernel sawit.

0% 20% 40% 60% 80% 100% BBM Non BBM

Energi input yang diperhitungkan dalam model optimasi hanya yang memiliki pengaruh dalam model eksisting, sehingga bibit, produksi mesin peralatan, dan tenaga kerja, tidak dimasukkan dalam model optimasi. Berdasarkan langkah-langkah optimasi di atas maka model dapat dikembangkan menjadi model yang baru, yakni model optimasi keseimbangan energi neto produksi biodiesel kelapa sawit sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 27.

.

Variabel keputusan

Berdasarkan grafik dan batasan di atas maka ada 6 (enam) variabel yang dianggap berpengaruh pada optimasi keseimbangan energi neto perusahaan, yaitu metanol, pupuk, katalis, listrik, BBM, dan material output. Untuk jangka pendek menengah, perubahan yang dianggap memungkinkan perusahaan dapat lakukan terjadi pada 4 (empat variabel), yaitu pupuk, listrik, diesel, dan material output.

a. Pupuk. Energi input pupuk dari ( ) tergantung pada besarnya pupuk

anorganik yang digunakan di perkebunan. Pupuk anorganik ( ) terdiri

atas Nitrogen (N), Phosphate (P2O5), Potassium (K2O), Magnesium (MgO),

Boron (B), dan berbagai jenis pestisida. Optimasi dapat dilakukan dengan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dengan cara menggantikannya dengan pupuk organik. Bahan baku pupuk organik berasal dari produk samping dari pabrik pengolahan kelapa sawit, yakni tandan kosong TKKS

( ) dan limbah cair pabrik LCPKS .

∑ ∑( ) ∑( )

b. Listrik. Total kebutuhan energi listrik sistem ( ) terdiri dari listrik yang

bersumber dari pembangkit sendiri di pabrik pengolahan, dan dari luar pabrik

) yang bersumber dari jaringan PLN. Pembangkit listrik sendiri terdiri

dari pembangkit berbahan bakar biomasa dan biogas.

Untuk mendapatkan kondisi optimum, energi listrik PLN dikurangi seminimum mungkin dengan memperbesar peran pembangkit sendiri. Energi biomasa bersumber dari limbah padat industri berupa tandan kosong kelapa sawit TKKS (EFB), kernel (PK), serat (MF), cangkang (PKS), dan limbah cari LCPKS (POME). Dengan memasukkan intensitas energi masing-masing jenis listrik ( , efisiensi pembangkitan turbin uap ) untuk biomasa, dan

turbin gas untuk biogas, besaran listrik dari grid dalam kondisi optimum

∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ c. Diesel.

BBM solar lebih banyak dijumpai dalam transportasi. Optimasi

dilakukan dengan mengganti BBM solar dengan sejumlah biodiesel (Bmix ).

∑ ∑

d. Material output . Material energi yang tergolong di bawa keluar dari

pabrik yang terdiri atas biodiesel , gliserol dan kernel .

Optimasi dilakukan dengan meningkatkan jumlah biodiesel dan kernel.

Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan dari model optimasi keseimbangan energi neto produksi biodiesel bertitik tolak dari model keseimbangan energi neto perusahaan yang eksisting. Berdasarkan analisis sistem dan pengembangannya, serta model keseimbangan energi neto tersebut maka fungsi tujuan dari model optimasi keseimbangan energi neto perusahaan dilakukan dengan memakismumkan rasio energi neto (NER). Fungsi tujuan model optimasi keseimbangan energi neto dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

Maksimasi NER ∑( ) ∑ ∑ ∑ Fungsi Kendala

Berdasarkan identifikasi variabel keputusan dan variabel kendala tersebut di atas maka beberapa fungsi kendala dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut. ∑( ) ∑( ) ∑ ∑

∑ ∑(

Pada model yang baru ini, komponen-komponen produk samping pabrik pengolahan kelapa sawit yang dimanfaatkan menjadi pupuk, listrik dan bahan baku biodiesel, dibatasi oleh tingkat kebutuhan sistem dan kapasitas produksi unit pengolahan (Tabel 22).

Tabel 22 Komposisi produksi limbah pabrik kelapa sawit

Dokumen terkait