• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP NOVEL MUSASHI

3.1 Kehidupan Keshogunan dan Hubungannya dalam Masyarakat

Berikut adalah kehidupan para shogun dan hubungannya dengan masyarakat lain yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut.

Cuplikan 1

Sekalipun mesih memegang kekuasaan, Ieyasu secara resmi sudah mengundurkan diri dari kedudukan shogun. Selagi masih cukup kuat menguasai daimyo lain dan mempertahankan hak keluarga untuk berkuasa, Ia menyerahkan gelarnya kepada anak lelakinya yang ketiga, Hidetada. Ada desas-desus bahwa shogun baru akan segera mengunjungi Kyoto untuk menyatakan hormatnya kepada Kaisar, tapi semua tahu bahwa perjalanan ke barat itu akan lebih dari sekedar kunjungan kesopanan. Saingan terbesarnya yang potensial, Toyotomi Hideyori, adalah anak Hideyoshi, penerus Nobunaga. Hideyoshi telah berbuat sebisa-bisanya agar kekuasaan tetap berada di tangan keluarga Toyotomi sampai Hideyori cukup umur, tetapi pemenang di Sekigahara adalah Ieyasu.

Hideyori masih bersemayam di Puri Osaka. Meskipun Ieyasu tidak menyingkirkannya, malahan mengizinkannya menikmati penghasilan tahunan yang besar jumlahnya, ia sadar bahwa Osaka merupakan ancaman besar…Sering orang mengatakan bahwa Hideyori memiliki cukup banyak puri dan emas hingga bisa membeli semua samurai tak bertuan atau ronin di negeri itu, jika ia mau. (Musashi : 145-146)

Analisis

Dari cuplikan diatas dapat dilihat bagaimana hubungan antara Shogun Tokugawa, keluarga Kaisar, keluarga mantan penguasa, yaitu keluarga Toyotomi.

Keluarga Toyotomi yang kalah dalam pertempuran Sekigahara masih tetap tidak mengakui kekuasaan Ieyasu. Mereka terus mengadakan perlawanan dalam Istana Benteng Osaka. Karena banyaknya pendukung keluarga Toyotomi yang mati dalam pertempuran, maka semakin banyak pula ronin (samurai tak bertuan) yang menunggu waktu untuk berperang membalas dendam terhadap keluarga Tokugawa. Dalam proses sosial, antara keluarga Tokugawa dan keluarga Toyotomi terdapat pertentangan politik. Biasanya pertentangan antara golongan-golongan dalam suatu masyarakat ataupun antara kelompok yang berkuasa. Pertentangan ini akan berakhir tetapi menimbulkan bentuk pertentangan lainnya, yaitu setelah keluarga Hideyoshi dikalahkan di Sekigahara, maka pendukung-pendukung Hideyoshi dan ronin-ronin pun terus mengadakan perlawanan terhadap pemerintahan Tokugawa. Walaupun demikian, Tokugawa tetap membiarkan keluarga Toyotomi mendapatlkan penghasilan tahunan hingga tahun 1614 Tokugawa benar-benar menghabisi seluruh keluarga Toyotomi pada Pertempuran Musim Panas di Osaka.

Dalam hubungannya dengan Kaisar, keluarga Tokugawa membiarkan Kaisar memerintah di Kyoto. Kaisar tidak melakukan pekerjaan pemerintah. Tugas dan kewajiban Kaisar adalah menunjukkan kehormatan kepada nenek moyang dan memohon berkahnya untuk bangsa Jepang. Kaisar diakui sebagai dewa tertinggi di Jepang pada masa itu. Namun, Kaisar tetap dipandang sebagai sumber kekuasaan, shogun hanya hambanya saja. Kaisar pun dapat memberikan

suatu gelar kehormatan kepada seseorang. Kaisar diberi penghasilan yang kecil ,tetapi mencukupi.

Cuplikan 2

“Dia memang benar. Waktu aku mendengarkan dia bicara, aku jadi berpikir, apa Nobunaga, Hideyoshi, dan Ieyasu itu betul-betul orang besar. Aku tahu mereka tentunya orang penting, tapi apa indahnya menguasai negeri kalau menurut kita, kitalah satu-satunya orang yang berarti.”

“Tapi Nobunaga dan Hideyoshi itu tak seburuk orang-orang lain. Paling tidak, mereka sudah memperbaiki istana kaisar di Kyoto dan mencoba membahagiakan rakyat. Biarpun seandainya mereka melakukan hal-hal itu hanya untuk membenarkan tindakannya sendiri terhadap diri sendiri dan orang-orang lain, mereka tetap patut mendapat pujian. Shogun-shogun Ashikaga jauh lebih buruk.”

“Bagaimana buruknya?”

“Kau pernah mendengar Perang Onin, kan?” “Hm.”

“Ke-shogun-an Ashikaga begitu tidak cakap, sampai terus-menerus terjadi perang. Para prajurit selamanya saling berperang untuk memperebutkan lebih banyak wilayah. Rakyat biasa tidak mendapatkan kedamaian sedikit pun, dan tak seorang pun punya perhatian sungguh-sungguh terhadap negeri secara keseluruhan.” (Musashi : 399)

Analisis

Cuplikan dialog di atas adalah dialog antara Otsu dan Jotaro. Mereka menilai penguasa-penguasa yang telah dan sedang menguasai negeri Jepang. Menjelang pertengahan abad keenam belas, ketika keshogunan Ashikaga ambruk, Jepang menyerupai medan pertempuran raksasa. Panglima-panglima perang memperebutkan kekuasaan, tapi dari tengah-tengah mereka muncul tiga sosok besar. Ketiga laki-laki itu sama-sama bercita-cita untuk menguasai dan mempersatukan Jepang. Namun, sifat mereka berbeda secara mencolok satu sama lain. Nobunaga adalah orang yang gegabah, tegas, brutal; Hideyoshi adalah orang yang sederhana, halus, cerdik, dan kompleks; sedangkan Ieyasu adalah orang yang tenang, sabar, dan penuh perhitungan.

Sebenarnya siapa yang terbaik dari ketiga orang tersebut. Yang pertama Oda Nobunaga, merebut Kyoto dalan tahun 1568, pura-pura menyokong Ashikaga dan kemudian menaklukkan tuan-tuan yang lebih kecil di Jepang Tengah dan menghancurkan kekuasaan kuil-kuil Buddha yang besar-besar. Sesudah Nobunaga terbunuh dalam tahun 1582, kedudukannya diserahkan kepada jendralnya yang paling menonjol, yaitu Hideyoshi, yang berasal dari keluarga petani dan pada mulanya tidak mempunyai nama keluarga. Pada tahun 1590 Hideyoshi menetapkan kekuasaannya atas seluruh negara dengan membinasakan semua saingannya atau memaksa mereka menjadi anteknya. Setelah Hideyoshi meninggal, timbul perebutan kekuasaan di antara para daimyo dan akhirnya dimenangkan oleh Tokugawa Ieyasu dalam Perang Sekigahara.

3.2 Kehidupan Daimyo dan Hubungannya dalam Masyarakat

Berikut adalah kehidupan para daimyo pada zaman Edo dan hubungannya dengan masyarakat lain yang dapat dilihat melaui cuplikan berikut.

Cuplikan 1

…Para petani dan pekerja di ladang melambaikan tangan kepadanya (Otsu). Karena dalam waktu yang singkat di sana itu Otsu sudah cukup dikenal oleh rakyat setempat. Memang, hubungan mereka dengan Sekishusai jauh lebih bersahabat daripada yang biasa terjadi antara tuan tanah dan para petani. Para petani di situ semuanya tahu bahwa seorang perempuan muda yang cantik datang untuk bermain suling bagi tuannya. Kekaguman serta rasa hormat kepadanya pun menjalar kepada Otsu. (Musashi : 253)

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat diketahui bahwa hubungan tuan tanah (daimyo) dengan para petani (penyewa tanah) berbeda sekali dengan hubungan tuan-tuan tanah lainnya dengan para petani penyewa tanah. Biasanya untuk menutupi hidup tuan tanah (daimyo), usaha satu-satunya adalah menaikkan pajak pertanian sehingga pajak mencapai antara 40% sampai 60% dari pendapatan petani. Karena itu banyak petani yang tidak senang dan ingin memberontak, tetapi walaupun demikian mereka tidak dapat memberontak, karena masih diberlakukannya larangan pemilikan senjata bagi para petani yang di sebut Katanagari.

Dilihat dari dekatnya hubungan Sekishusai dengan para petaninya, maka dapat diketahui bahwa ia lebih memutuskan menjadi kepala desa dan pemimpin pedesaan daripada mengikuti seorang tuan bekerja sebagai birokrat. Jadi,

desa-desa memiliki pemimpin lokal yang kuat dan menganut banyak sikap dan nilai etika kelas samurai, dan mereka diberikan otonom yang banyak dalam menjalankan urusannya sendiri dan menetapkan serta memungut pajak.

Cuplikan 2

Pengelolaan tempat semayam Hosokawa yang indah di Edo, demikian juga pelaksanaan kewajiban-kewajiban perdikan untuk shogun, dipercayakan pada seorang lelaki yang baru berumur dua puluh lebih sedikit, Tadatoshi, anak tertua daimyo Hosokawa Tadaoki. Sang ayah, seorang jenderal ternama yang juga mempunyai nama baik sebagai penyair dan ahli upacara minum teh, lebih suka tinggal di perdikan Kokura yang besar di Provinsi Buzen, Pulau Kyushu. (Musashi : 866)

Analisis

Dari cuplikan di atas, bahwa adanya ketentuan sankinkotai yang dibuat oleh bakufu untuk para daimyo. Bakufu telah membangun rumah-rumah untuk semua daimyo dari semua daerah di Jepang. Daimyo Shimpan dan Fudai menempatkan keluarganya di Edo sebagai “tawanan” dan para daimyo tersebut selang 6 bulan tinggal di wilayahnya. Dan bagi para daimyo Tozama kewajiban ini lebih keras, harus tinggal di daerahnya dan di Edo selang setahun.

3.3 Kehidupan Samurai dan Hubungannya dalam Masyarakat

Berikut adalah kehidupan para samurai pada zaman Edo yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut.

Cuplikan 1

Tak seorang pun anggota keluarga Yang Dipertuan Shimmen pulang dari Sekigahara, dan itu wajar sekali. Mereka keluarga samurai; mereka telah kalah. Tak akan mereka berkehendak memperlihatkan wajahnya kepada orang-orang yang mengenalnya. Tapi bagaimana dengan prajurit biasa? Apakah tidak wajar kalau mereka pulang? Bukankah mereka sudah akan pulang lama berselang, kalau mereka memang masih hidup? (Musashi : 47)

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat di lihat kehidupan samurai yang ikut berperang dan kalah. Bagi seorang samurai, apabila ia telah kalah dalam suatu pertempuran dan ia tidak mati, maka ia akan melakukan seppuku (harakiri). Ini sesuai dengan ajaran Bushido. Dalam banyak hal, pembunuhan diri bukan dipandang sebagai suatu hak, melainkan juga sebagai jalan benar yang tunggal. Kehinaan dan kekalahan harus ditebus dengan membunuh diri. Jadi inilah yang biasanya dilakukan oleh samurai pada zaman itu yang mengikuti ajaran Bushido.

Untuk prajurit biasa yang kalah pun sama, seharusnya mereka melakukan bunuh diri (junshi), dimana mereka harus ikut mati apabila tuannya mati. Ini menunjukkan kesetiaan yang merupakan sifat utama yang harus ada pada diri seorang samurai. Tapi, Musashi yang menjadi prajurit dari keluarga Shimmen tidak melakukan hal itu. Ini menunjukkan di dalam dirinya tidak tertanam ajaran Bushido dengan baik. Ini juga mungkin dikarenakan belum matangnya Musashi untuk menjadi seorang samurai yang pada saat ia masih berumur 16 tahun.

Cuplikan 2

“Ke mana kita pergi malam ini, Tuan Muda?” tanya mereka beramai-ramai sambil mengelilingi guru mereka.

“Ke mana lagi kalau bukan ke tempat kemarin malam?” jawab sang guru dengan muram.

“Ah! Perempuan-perempuan itu semuanya jatuh hati kepada tuan! Mereka hampir tidak memandang kami.”

“Barangkali dia benar,” yang lain menyela. “Kenapa tidak kita coba tempat lain yang baru, di mana tak ada orang mengenal Tuan Muda atau salah seorang dari kita?” (Musashi : 146-147)

Analisis

Cuplikan dialig di atas adalah dialog antara murid-murid pergururan pedang dengan guru perguruannya di Kyoto yang bernama Yoshioka Seijuro, anak dari Yoshioka Kempo yang merupakan Instruktur Militer bagi para Shogun Ashikaga. Sebagai samurai yang terhormat, maka tidak pantas lah kalau ia sering mengunjungi tempat pelacuran yang ada banyak di Kyoto. Di dalam masyarakat, samurai atau bushi sering dikatakan sebagai pemelihara moralitas, karena pada saat itu mereka tidak berperang, tidak berdagang, tidak bertani, di dalam masyarakat yang damai mererka menjadi penganggur. Oleh karena itu, dalam ajaran Bushido dikatakan bahwa bushi harus menyadari eksistensinya sebagai guru dalam masyarakat.

Cuplikan 3

“Bukan pemerintahan Tokugawa yang kukritik, tapi pejabat-pejabat birokrat seperti kamu yang berdiri antara daimyo dan rakyat jelata ini, yang bisa saja mencuri upah yang mestinya mereka terima. Satu hal lagi, kenapa kau bermalas-malasan di sini malam ini? Siapa yang memberimu hak bersantai pakai kimono yang manis dan enak, nyaman dan hangat, mandi seenaknya dan minum sake sebelum tidur dengan layanan seorang gadis manis? Apa itu yang kausebut mengabdi kepada atasan?”

Kapten itu bungkam. (Musashi : 79) Analisis

Cuplikan diatas merupakan perkataan Takuan, seorang pendeta Zen kepada Aoki Tanzaemon, seorang samurai yang mengabdi pada seorang daimyo. Dari perkataan Takuan di atas dapat diketahui betapa sewenang-wenangnya seorang samurai dalam menjalankan tugasnya dengan mengorbankan rakyat jelata. Kesewenangan samurai tersebut menjadikan tuannya (daimyo) dianggap sebagai orang yang bersalah. Ini berarti samurai tersebut tidak mengabdi dengan baik kepada tuannya yang sesuai dengan jalan samurai. Ia tidak memikirkan kepentingan orang banyak dan ini merupakan awal dari perbuatan korupsi oleh golongan samurai dan ini akan terus berlanjut dan akhirnya semakin merajalela pada masa shogun kesepuluh, Ieharu.

Para pejabat-pejabat birokrat suka hidup dengan mewah dan akhirnya pada akhir zaman Edo mereka mengalami kesulitan keuangan karena banyak berhutang kepada para saudagar lintah darat yang pada saat itu menguasai perekonomian.

Sebagai seorang samuari mereka harus senantiasa mengikuti jalan samurai (Bushido), yang harus mempunyai kejujuran, kesopanan, kesetiaan, kemurahan dan lain-lain. Prajurit seperti Aoki Tanzaemon juga harus memiliki sifat seperti itu. Dari cuplikan di atas juga dapat di lihat pengendalian sosial (kontrol sosial) yang dilakukan oleh Takuan, pengendalian sosial dapat diartikan sebagai pengawasan oleh masyarakat terhadap pemerintah, khususnya pemerintah beserta aparaturnya. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh Takuan berupa nasehat atau ajakan agar seseorang menyadari kesalahannya.

Cuplikan 4

…Tamu itu menyandang kantong kulit beranyam yang biasa disebut orang tas belajar prajurit; ini barangkali berarti ia seorang shugyosha, salah seorang dari para samurai yang banyak jumlahnya waktu itu, yang kerjanya mengembara dan menghabiskan waktu di luar tidurnya untuk mempelajari seni pedang. Namun demikian, kesan umum yang didapat pesuruh itu adalah bahwa orang yang namanya Musashi itu jelas janggal hadir di Perguruan Yoshioka tersebut. (Musashi : 164-165)

Analisis

Dari cuplikan diatas dapat dilihat bagaimana kehidupan seorang shugyosha. Musashi juga merupakan salah satu prajurit yang memilih hidup sebagai shugyosha. Shugyosha adalah pendekar pedang di masa pelatihan yang mengembara ke seantero negri, yang menunjang hidupnya tanpa uang dan pekerjaan tetap. Dihadapkan pada hawa dingin dan panas, seorang shugyosha menjalani hidup yang keras sambil mendisiplinkan diri sendiri dalam seninya

yaitu seni pedang. Tidak sedikit yang tewas atau cacat dalam pertarungan-pertarungan melawan shugyosha lain ketika mereka menguji kekuatan dan teknik mereka sendiri. Hal ini juga yang dilakukan oleh Musashi untuk menguji ilmu pedangnya dengan menantang Yoshioka Seijuro. Berikut juga ada cuplikan novel bagaimana Musashi (seorang shugyosha) mendapatkan uang untuk perjalanannya.

Cuplikan 5

“Siapa yang menyediakan uang perjalanan Anda?”

“Tidak ada. Saya mengukir patung dan membuat lukisan. Kadang-kadang saya menukarkannya dengan makanan dan penginapan. Sering kali saya tinggal di kuil. Sekali-sekali saya memberi pelajaran main pedang. Dengan berbagai cara, saya dapat hidup.” (Musashi : 871)

Analisis

Jadi, dari cuplikan di atas, sebagai seorang manusia mempunyai akal untuk berfikir dan kemampuan atau keahlian. Dengan menggunakan keduanya itu, seseorang akan dapat terus hidup. Dari cuplikan juga dapat dilihat bahwa Musashi, selain ahli dalam ilmu pedang, ia juga memiliki jiwa seni yang tinggi hingga dapat membuat patung dan lukisan. Berarti Musashi telah berhasil memyeimbangkan jalan pedang dan jalan seni.

Cuplikan 6

Mendengar laporan yang disampaikan dengan bisikan itu, Seijuro tampak semakin berang, sampai akhirnya ia pun tersengal-segal dan hampir tidak dapat mengendalikan kemarahannya lagi. “Mengakali dia?”

Toji mencoba meredakan dengan gerakan mata, tapi Seijuro tidak dapat diredakan. “Aku tak setuju dengan tindakan seperti itu! Itu pengecut. Bagaimana kalau sampai kedengaran orang bahwa Perguruan Yoshioka takut pada seorang prajurit tak dikenal, dan menyembunyikan diri, lalu menyergapnya?” (Musashi : 168)

Analisis

Cuplikan dialog di atas adalah dialog antara Yoshioka Seijuro dengan salah satu murid perguruannya, Gion Toji. Gion Toji memberikan saran kepada gurunya supaya melakukan penyergapan kepada Musashi di saat pertarungan antara Seijuri dan Musashi. Gion Toji dan murid lainnya menginginkan pada pertarungan satu lawan satu itu mereka ikut serta dengan mengeroyok Musashi. Tetapi, Seijuro sebagai samurai yang bermartabat tidak menginginkan hal itu. Ia tidak mau melalukan hal-hal curang yang akan menjatuhkan harga dirinya di dalam pertarungan yang dianggapnya hanya melawan seorang ronin tak dikenal. Apalagi kalau hal itu diketahui oleh banyak orang, ia akan ditertawakan oleh banyak orang dan menjadi malu. Sedangkan bagi seorang samurai yang mengikuti jalan samurai (Bushido), ia akan lebih memilih mati daripada dipermalukan oleh banyak orang.

Menurut sosiologi, salah satu bentuk dari kontak sosial adalah antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya (Soekanto, 1982: 65), misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat. Norma dalam masyarakat dalam cuplikan di atas adalah Bushido, yang memperhatikan pada kejujuran dan yang paling penting adalah pengendalian diri.

Cuplikan 7

“Akan kutunjukkan pada semua orang!” demikian pikirnya, sekalipun sedang mau muntah. “Tak ada alasan, kenapa aku tak dapat memperoleh nama untuk diriku. Aku dapat melakukan apa saja yang dilakukan Takezo! Aku akan melakukan lebih dari itu, dan akan kulakukan. Lalu aku akan melakukan pembalasan, biarpun sudah mengalami peristiwa dengan Oko. Yang kubutuhkan sekarang cuma sepuluh tahun.” (Musashi : 301)

Analisis

Dari cuplikan di atas dapat diketahui adanya kecemburuan di dalam diri Matahachi (teman kecil Musashi) akan keberhasilan Musashi yang dikenal banyak orang sebagai pemain pedang tangguh.

Di dalam diri seseorang maupun di dalam kelompok terdapat keinginan-keinginan untuk diakui sebagai orang atau kelompok yang mempunyai kedudukan serta peranan yang terpandang di dalam masyarakat. Keinginan tersebut dapat terarah pada suatu persamaan derajat dengan kedudukan dan peranan orang lain atau bahkan lebih tinggi dari itu. Seseorang yang dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat rendah, maka ia pada umumnya hanya menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain. Kedudukan dan peranan apa yang dikejar, tergantung dari apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu. Pada zaman Edo ini banyak samurai-samurai yang berlomba-lomba untuk mendapatlan suatu kedudukan di

dalam pemerintahan daimyo atau shogun, tapi pada akhirnya orang yang mempunyai keahlian tinggilah yang akan mendapatkan kedudukan tersebut.

Cuplikan 8

Sekalipun tidak terpelajar, orang-orang dari Perguruan Yoshioka sama sekali bukan orang-orang rendah yamh tak kenl malu. Ketika mereka sadar kembali sesudah menderita guncangan kekalahan itu, hal pertama yang terpikir oleh mereka adalah kehormatan, yaitu kehormatan perguruan, kehormatan guru, kehormatan pribadi mereka sendiri. (Musashi : 167) Analisis

Dari cuplikan di atas dapat diketahui bahwa bagi keluarga samurai yang paling penting adalah kehormatan, yaitu kehormatan perguruannya, kehormatan tuannya, baru kemudian kehormatan diri sendiri. Karena Musashi mengalahkan beberapa murid perguruan Yoshioka, maka murid-murid yang lain segera mencari jalan untuk mencari jalan untuk membalas dendam.

Kisah-kisah tentang pembalasan dendam atau adauchi memiliki tempat yang penting dalam sejarah Jepang. Hal ini dikarenakan bahwa kehormatan keluarga sangatlah penting dalam kebudayaan tradisional Jepang. Dalam Bushido lama (sebelum zaman Edo), seorang bushi harus melakukan balas dendam seketika di tempat, tidak memikirkan waktu dan tidak memikirkan siapa yang benar dan salah. Anak buah wajib membalaskan dendam tuannya. Selain itu, demi nama ie dan demi harga diri sendiri, ia wajib membunuh orang yang menjadi musuh sesegera mungkin di tempat. Cara berfikir tersebut menurut Watsuji dalam

Situmorang (1995: 24) adalah suatu cara berfikir bushi yang telah hidup di masyarakat Jepang semenjak zaman Kamakura.

Cuplikan 9

Musashi, yang merasa betul-betul tidak leluasa, duduk bersimpuh dengan sopannya, meniru Koetsu. Kue untuk minum teh berupa kue kismis yang dikenal dengan nama manju Yodo, tetapi kue itu diletakkan dengan apiknya diatas selembar daun hijau yang jenisnya tak ada di ladang sekitar. Musashi tahu ada peraturan tertentu berupa etiket untuk menghidangkan teh, seperti halnya ada peraturan menggunakan pedang, dan selama memperhatikan Myoshu, ia mengagumi keahliannya. Menilainya dalam istilah ilmu pedang, “Dia sempurna sekali! Sama sekali tidak membuka peluang.” Ketika ia mengangkat mangkuk, Musashi merasakan di dalam diri perempuan itu keahlian surgawi, seperti kelihatan pada seorang guru pedang yang siap memukul. “Inilah jalan,” demikian pikirnya. “Inilah hakikat seni. Orang harus memilikinya, agar dapat sempurna dalam apa saja.” (Musashi : 503)

Analisis

Dari cuplikan di atas, terlihat betapa tidak mudah bagi Musashi untuk menyesuaikan diri berhadapan dengan seorang seniman besar, Hon’ami Koetsu dan ibunya yang bernama Myoshu. Musashi seorang samurai kampung yang tidak mengetahui tata cara minum teh. Ia pun merasa tidak leluasa untuk duduk bersimpuh dengan sopan. Tapi ia sangat mengagumi seni minum teh yang

diperagakan oleh Myoshu. Musashi merasa bahwa setiap orang (samurai) harus menguasai seni supaya hidupnya menjadi seimbang.

Sikap kekaguman Musashi kepada Myoshu terhadap keahliannya adalah semacam proses simpati, yaitu suatu proses di mana seseorang merasa tertarik pada pihak lain denga keinginan untuk belajar dari pihak lain yang dianggap kedudukannya lebih tinggi dan harus dihormati karena mempunyai kelebihan-kelebihan atau kemampuan yang patut dijadikan contoh.

Dalam huruf kanji Jepang, ada sebuah kata yang diucapkan uruwashi yang berarti berimbang. Sisi kiri huruf (bun),yang artinya sastra atau pola-pola kebudayaan manusia dan akhirnya berarti “kebudayaan” itu sendiri. Bagian kanan dari huruf itu (bu) yang berarti “perang” atau “prajurit”. Dengan demikian, kata uruwashi secara keseluruhan mengonotasikan suatu keseimbangan antara kemampuan berperang dan berbudaya pada diri seseorang. Jadi, seorang bushi disamping keterampilan berperang, mereka juga harus menguasai ilmu pengetahuan. Mengenai hal ini dapat dilihat pada cuplikan berikut.

Cuplikan 10

Ia menyusun rencana ini ketika berdiri di dekat makam baru petani,

Dokumen terkait