• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) PASAR BIJI KAKAO

5 GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN PENELITIAN

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP) PASAR BIJI KAKAO

Bab 6 membahas structure, conduct dan performance pada pasar kakao di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. Struktur pasar yang dianalisis yaitu pangsa pasar, konsentrasi pasar, dan hambatan masuk pasar. Analisis perilaku dilakukan secara deskriptif terkait dengan aktivitas pemasaran, penentuan harga serta kerjasama antar lembaga pemasaran. Analisis kinerja pasar mencakup marjin pemasaran, farmer share, dan analisis integrasi pasar vertikal. Setiap analisis akan dijelaskan secara sistematis terkait dengan tujuan penelitian serta akan di jelaskan hubungan antar variabel struktur, perilaku dan kinerja pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong

Analisis Struktur Pasar (Market Structure)

Analisis struktur pasar bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat persaingan yang terjadi dalam pasar biji kakao di Provinsi Sulawesi Tengah. Identifikasi dilakukan menggunakan analisis pangsa pasar, hambatan masuk pasar dan konsentrasi pasar. Melalui analisis tersebut dapat diamati bentuk pasar yang terjadi dalam pasar biji kakao di Provinsi Sulawesi tengah. Pangsa pasar dianalisis dengan menggunakan persentase pembelian suatu perusahaan (eksportir) dengan total pembelian seluruh perusahaan, konsentrasi pasar dianalisis dengan menggunakan konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dan hambatan masuk pasar dianalisis menggunakan Minimum Efficiency Scale (MES)

Pangsa Pasar dan Konsentrasi Pasar

Pemasaran biji kakao di Provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar ditujukan pada pasar ekspor dalam bentuk biji yang dipasarkan hingga pabrik pengolahan dan eksportir, kemudian pabrik atau ekportir yang akan melakukan sortasi untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri dan dalam negeri (industri, akan tetapi beberapa tahun terakhir ekspor biji kakao Sulawesi Tengah sangat menurun drastis, bahkan pada tahun 2014 tidak terdapat catatan ekspor dari perusahaan-perusahaan eksportir, akan tetapi perusahaan tersebut menjual ke pedagang antar pulau). Hasil wawancara dengan eksportir responden mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya Peraturan Menteri Keuangan No.67/2010 tentang bea keluar, dan pajak (PPN) sebesar 10 persen bagi komoditi yang diekspor, termasuk biji kakao. Namun beberapa perusahaan telah mengambil langkah memotong harga beli kakao sebesar 10 persen sebagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau mengurangi pembelian biji kakao. Saat ini jumlah perusahaan pengolahan yang melakukan perdagangan biji kakao baik tujuan dalam negeri atau ekspor sebanyak 9 perusahaan. Perhitungan pangsa pasar perusahaan diperoleh melalui data realisasi rata-rata pembelian biji kakao per bulan di empat perusahaan kakao terbesar di Provinsi Sulawesi tengah. Pada Tabel 12 terlihat nilai pangsa pasar pada setiap perusahaan biji kakao di Sulawesi Tengah

Hasil analisis konsentrasi pasar (CR4) menunjukkan bahwa terdapat empat perusahaan terbesar yang menguasai 70.60 persen dari total pembelian biji kakao

di Provinsi Sulawesi Tengah. Artinya tingkat persaingan perusahaan biji kakao di Provinsi Sulawesi tengah terkonsentrasi dengan tingkat persaingan kecil hal ini dikarenakan terdapat 4 (empat) perusahaan terbesar yang menguasai pembelian biji kakao di Provinsi Sulawesi Tengah. Konsentrasi pasar yang tinggi dicirikan dengan nilai CR4 yang berkisar antara 60 hingga 80 persen artinya perusahaan semakin terkonsentrasi dan semakin sedikit jumlah produsen yang berada di pasar maka tingkat persaingan kecil, sedangkan semakin rendah rasio konsentrasi pasar artinya konsentrasi pasar yang rendah dan persaingan lebih tinggi (Jaya 2001). Tabel 12 Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 9 perusahaan biji kakao di Provinsi

Sulawesi Tengah tahun 2013 Nama Perusahaan

Biji Kakao

Rata-rata Volume Pangsa Pasar

(w)

CR4 Pembelian Biji Kakao

(Kg/bulan)

PT. Olam Indonesia 696 008 0.2421

0.7060

PT. Sulawesi Central Commodity 533 808 0.1857

PT. Prima Karya Wirausaha 470 483 0.1637

PT. Tanah Mas Celebes Indah 329 166 0.1145

PT. Cargill Indonesia Cocoa Division 300 050 0.1044

CV. Celebes Agro Perkasa 253 342 0.0881

PT. Nedcommodities Makmur Jaya 129 216 0.0449

PT. Armajaro Indonesia 125 050 0.0435

PT. Multi Jasa Sarana 37 550 0.0131

JUMLAH 2 874 673 1.0000

Perusahaan yang memiliki pangsa pasar biji kakao terbesar adalah PT. Olam Indonesia (24.21 persen), selanjutnya diikuti oleh PT. Sulawesi Central Commodity (18.57 persen), PT. Prima Karya Wirausaha (16.37 persen) dan PT. Tanah Mas Celebes Indah (11.45 persen). Ke empat perusahaan tersebut adalah perusahaan eksportir biji kakao. Pada proses penyediaan pasokan, perusahaan melibatkan pedagang pengumpul, ada juga perusahaan yang langsung melibatkan petani kakao. Hal ini menunjukkan adanya kerjasama yang terjadi antara perusahaan dan petani.

Kondisi ini juga menggambarkan bahwa pasar biji kakao di Provinsi Sulawesi Tengah cenderung berada dalam struktur pasar oligopsoni. Kohls dan Uhl (2002) menyatakan bahwa apabila CR4 perusahaan terbesar lebih dari 50 persen, maka struktur pasar cenderung berada pada kondisi pasar oligopoli. Pasar oligopoli merupakan bentuk pasar dengan beberapa penjual dalam suatu industri yang memiliki persaingan yakni persaingan harga dan nonharga untuk memperoleh konsumen (Baye, 2010). Konsekuensi bagi petani dalam menghadapi struktur pasar oligopsoni adalah petani cenderung sebagai penerima harga (price taker) dan posisi tawar petani lemah (bargaining position) yakni petani tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga jual biji kakao yang dihasilkan.

Hambatan Masuk Pasar

Perusahaan dalam suatu industri memiliki kekuatan tersendiri sehingga mampu bertahan menghadapi pesaing baru yang akan masuk pada suatu industri tersebut. Setiap perusahaan baru memiliki peluang dan kesempatan untuk bersaing, persaingan yang terjadi merupakan persaingan alami yang potensial. Namun, perusahaan tersebut menghadapi tantangan pasar yang ada sehingga menimbulkan penurunan kesempatan atau mempengaruhi cepat atau lambat masuknya perusahaan baru dalam suatu pasar. Hambatan masuk pasar dapat dilihat dengan banyak pesaing bermunculan untuk bersaing mancapai target yang diinginkan. Hambatan masuk pasar dapat dihitung menggunakan Minimum Efficiency Scale (MES). Nilai MES diperoleh dari volume pembelian biji kakao oleh perusahaan eksportir terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah terhadap total biji kakao di Sulawesi Tengah. Artinya bila nilai MES > 10 persen mengindikasikan terdapat hambatan masuk pasar bagi perusahaan baru (Jaya, 2001). Pada Tabel 13 terlihat perkembangan nilai MES (Minumum Efficiency Scale) selama kurun waktu 2009 sampai 2013.

Tabel 13 Nilai MES (Minimum Efficiency Scale) perusahaan biji kakao di Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2009-2013

Berdasarkan Tabel 13 nilai MES cenderung berfluktuatif selima lima tahun karena PT. Olam Indonesia sebagai perusahaan terbesar di Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2009 sampai 2013 menghasilkan produksi kakao yang fluktuatif sehingga menghasilkan nilai MES yang fluktuatif pula. Pada tahun 2009 nilai MES sebesar 24.16 persen dan pada tahun 2013 mencapai 27.21 persen. Fluktuasi terjadi karena adanya perubahan jumlah penjualan yang dilakukan oleh perusahaan biji kakao. Nilai rata-rata MES dari tahun 2009 hingga 2013 mencapai 22.65 artinya nilai MES lebih dari 10 persen. Hal ini mengindikasikan adanya hambatan masuk dalam perdagangan kakao di tingkat perusahaan (eksportir). Artinya angka tersebut merupakan indikator output minimal bagi pesaing baru untuk bersaing dalam industri kakao di Sulawesi Tengah. Bagi perusahaan, tingginya hambatan masuk pasar antara lain disebabkan oleh beberapa faktor yaitu oleh besarnya modal yang dibutuhkan, kerjasama antar perusahaan dan jaringan rantai pasok bahan baku yang kuat dengan pedagang pengumpul dan petani.

Tahun MES (%) Keterangan

2009 24.16 Ada hambatan masuk

2010 21.61 Ada hambatan masuk

2011 16.14 Ada hambatan masuk

2012 24.16 Ada hambatan masuk

2013 27.21 Ada hambatan masuk

Analisis Perilaku Pasar (Market Conduct)

Perilaku pasar biji kakao di Provinsi Sulawesi Tengah dianalisis secara deskriptif. Analisis perilaku pasar akan menggambarkan perilaku setiap lembaga pemasaran dalam menghadapi struktur pasar yang ada. Adapun elemen yang terdapat dalam perilaku pasar meliputi lembaga dan praktek fungsi pemasaran, saluran pemasaran, mekanisme penentuan harga dan sistem pemasaran.

Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran menunjukkan badan usaha atau individu yang melakukan kegiatan atau fungsi pemasaran sehingga produk atau jasa akan berpindah dari produsen ke konsumen. Adapun lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran biji kakao di Provinsi Sulawesi Tengah meliputi pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar Provinsi dan perusahaan eksportir.

a. Pedagang pengumpul desa merupakan pedagang pengumpul yang mengumpulkan biji kakao dari petani. Pedagang pengumpul desa hanya mengumpulkan dalam satu desa dan kemudian menjualnya ke lembaga pemasaran lainnya, pedagang pengumpul desa biasanya menggunakan sepeda motor berkeliling desa untuk membeli biji kakao dari petani. Lembaga pemasaran ini berdomisili di daerah penelitian.

b. Pedagang pengumpul kecamatan merupakan pedagang yang mengumpulkan biji kakao yang berada di beberapa desa dalam kecamatan yang sama. Pedagang pengumpul kecamatan memiliki cakupan pemasaran yang lebih besar dari pedagang pengumpul desa. Lembaga pemasaran ini menjual biji kakao dari petani atau pedagang desa ke pedagang besar Provinsi.

c. Pedagang besar Provinsi merupakan pedagang yang memperoleh biji kakao dari berbagai pedagang di dalam Provinsi Sulawesi Tengah. Penjual biasanya langsung mendatangi pedagang besar provinsi dalam transaksi jual beli. Lembaga perusahaan ini merupakan kaki tangan atau orang yang dipercaya oleh eksportir untuk menyuplai bahan baku dari petani. Lembaga ini mempunyai keuntungan yang lebih tinggi dari pada pedagang lainnya.

d. Perusahaan (eksportir). Perusahaan atau lembaga yang melakukan sortasi dari petani maupun pedagang sesuai dengan standar untuk memasarkan ke negara konsumen.

Setiap lembaga pemasaran mampu menciptakan niali spesifik untuk produk dan jasa yang ditawarkan (Levens 2010). Penciptaan nilai ini dapat dilakukan melalui fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi pemasaran tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengolahan, transportasi/pengangkutan dan penyimpanan) dan fungsi fasilitas (standarisasi, penanggulangan risiko, pembiayaan dan informasi pasar) (Kohl dan Uhl 2002). Adapun fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran biji kakao akan dijelaskan berikut :

a. Pedagang Pengumpul Desa

Pedagang pengumpul desa menghubungkan petani kakao dengan pedagang- pedagang tingkat selanjutnya. Pedagang pengumpul desa mengumpulkan biji kakao dari petani yang berada di lingkungan desanya dan sekitar desanya.

Pedagang pengumpul desa umumnya bertempat tinggal di lokasi desa yang sama atau bahkan bisa datang dari desa sekitar. Beberapa pedagang pengumpul desa yang terdapat di Kabuapten Parigi Moutong juga berprofesi sebagai petani. Petani tersebut merupakan petani yang mempunyai modal cukup dalam melakukan kegiatan usaha ini.

Pedagang pengumpul desa tidak melakukan pengolahan sehingga biji kakao yang dibeli dari petani hanya disimpan sebelum dijual kembali pada lembaga pemasaran berikutnya. Beberapa pedagang pengumpul desa melakukan peminjaman kepada pedagang dengan tingkat yang lebih besar. Pedagang pengumpul desa memperoleh informasi pasar dari pedagang pengumpul kecamatan, pedagang pengumpul tingkat kabupaten dan pedagang besar. Informasi yang diterima diantaranya mengenai perkembangan harga jual dan juga kualitas biji kakao.

b. Pedagang Pengumpul Kecamatan

Pedagang pengumpul kecamatan adalah pedagang yang menampung penjualan biji kakao masih dalam lingkup satu kecamatan. Sama seperti dengan pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan merupakan anggota rantai pasok biji kakao yang berperan penting. Transaksi pembelian dapat dilakukan di tempat pengumpul yang lingkupnya kecil dan mendatangi langsung atau menunggu di rumah pedagang. Sebagian besar pedagang pengumpul kecamatan sudah mempunyai pedagang pengumpul lingkup lebih kecil yang menjadi langganan. Setiap pedagang pengumpul kecamatan memberikan harga tergantung kualitas biji kakao yang dijual. Begitu juga penjualan yang dilakukan pedagang pengumpul kecamatan ke pedagang berikutnya yang sesuai dengan kualitas biji kakao.

Pedagang pengumpul kecamatan menggunakan mobil pick up dalam mengumpulkan biji kakao dengan mendatangai langsung penjualnya. Biji kakao ditampung sehingga terkumpul dalam jumlah yang banyak sebelum dijual. Pedagang pengumpul kecamatan melakukan penyimpanan pada gudang yang dimiliki sendiri, pinjaman modal juga berasal dari perbankan. Keperluan utama pengumpul dengan pihak perbankan terkait dengan kredit yang digunakan sebagai sumber dana bagi peningkatan investasi dan modal dagang. Untuk informasi pasar, yang berupa perkembangan harga beli dan harga jual, diperoleh dari pengumpul yang lingkup kecil, pedagang pengumpul tingkat kabupaten maupun pedagang besar, serta dari mekanisme pasar yang terjadi. Adapun sistem pembayaran yang diterapkan oleh pedagang pengumpul kecamatan terhadap pedagang pengumpul sebelumnya adalah pembayaran tunai.

c. Pedagang Besar Provinsi

Pedagang besar provinsi menampung penjualan dalam lingkup satu Provinsi. Transaksi pembelian biji kakao biasanya dilakukan di tempat pengumpul yang lingkupnya lebih kecil dengan mendatangi langsung atau beberapa petani yang mendatangi langsung ke gudang pedagang besar provinsi. Pedagang besar provinsi biasanya sudah mempunyai jaringan pemasaran yang tertata dengan baik dan pedagang pengumpul lingkup lebih kecil yang sudah menjadi langganan. Pedagang besar Provinsi menggunakan mobil truk untuk mempermudah kegiatan pembelian dan penjualan. Pedagang besar provinsi melakukan penyimpanan pada gudang yang dimiliki sendiri untuk menampung biji kakao, sehingga terkumpul dalam jumlah banyak sebelum dijual.

d. Eksportir

Eksportir merupakan perusahaan atau lembaga yang memasarkan biji kakao ke pasar dunia. Pada tahun 2015 eksportir di Kota Palu tercatat sebanyak 9 perusahaan yang terdaftar di Asosiasi Kakao Indonesia untuk daerah Sulawesi Tengah (ASKINDO)

Hasil wawancara dengan eskportir responden mengungkapkan bahwa hal penurunan volume ekspor tersebut disebabkan oleh adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 67/2010 tentang bea keluar, dan pajak (PPN) sebesar 10% bagi komoditi yang diekspor, termasuk biji kakao. Namun, beberapa perusahaan mengambil langkah-langkah untuk perkembangan pelaksanaan kebijakan tersebut. Ada dua perusahaan yang tidak melakukan ekspor lagi sejak tahun 2013, dan ada juga beberapa perusahaan yang telah mengambil langkah memotong harga beli kakao sebesar 10 persen sebagai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau mengurangi pembelian biji kakao.

Meskipun jumlah eksportir biji kakao di Kota Palu tergolong sedikit, namun oleh karena semua eksportir bersaing dalam mendapatkan volume transaksi, sehingga bersaing dalam bermitra dengan pedagang besar dan pedagang kecamatan, maka pasar kakao di tingkat petani kabupaten kasus menjadi tampak seperti pasar bersaing. Ini didukung oleh informasi pasar yang tersedia, dan dapat diakses oleh pedagang hingga ke tingkat pedagang pengumpul. Di tingkat pedagang pengumpul, meskipun bentuk pasar tergolong oligopsoni, namun di antara pedagang satu dan lainnya bersaing untuk mendapatkan biji kakao. Oleh karena itu, harga di tingkat petani menjadi harga bersaing, dan pasar seakan-akan menjadi pasar bersaing, di mana penjual dan pembeli keduanya tidak dapat menentukan harga.

Aktivitas penjualan biji kakao di tingkat eksportir dan importir didasarkan pada sistem kontrak. Menurut salah satu eksportir biji kakao di Kota Palu bahwa kontrak pembelian dilakukan 3 bulan sebelum transaksi jual beli untuk menyepakati jumlah biji kakao yang akan dibeli. Kesepakatan harga dilakukan 1 bulan sebelum barang dikirimkan. Fluktuasi harga biji kakao yang terjadi di pasar produsen menjadi risiko bagi perusahaan.

Selain itu pada fungsi fisik juga diterapkan standar operasional terhadap pengolahan, penyimpanan hingga pendistribusian (pengangkutan). Untuk menetukan kulaitas kakao indikator yang diperhatikan eksportir adalah kadar air 7 persen, biji kakao 115 biji/100 gr, kotoran 3.5 persen, dan jamur 4 persen.

Informasi harga yang diperoleh perusahaan (eskportir) memiliki peran penting dalam meningkatkan posisi tawar perusahaan dengan pembeli. Setiap perkembangan harga yang terjadi di tingkat petani hingga harga biji kakao di pasar dunia merupakan sumber informasi yang dapat mempengaruhi harga jual biji kakao. Perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lain, apabila dapat melakukan strategi harga dalam proses pembelian dan penjualan biji kakao. Kemampuan perusahaan untuk meningkatkan jumlah pasokan kakao dari petani melalui penawaran harga beli biji kakao yang relatif tinggi dibandingkan pesaingnya, dan menjual biji kakao dengan harga jual yang kompetitif. Sehingga, stabilitas keuntungan yang diperoleh perusahaan dapat menjaga keberlanjutan bisnis biji kakao yang dijalankan.

Mekanisme Penentuan Harga

Secara teknis, penentuan harga biji kakao berdasarkan pada tingkat kualitas biji kakao yang dipasarkan. Kualitas biji kakao meliputi kadar air, banyaknya biji per gram, kotoran serta jamur. Umumnya, kesepakatan harga antara eksportir dan importir terjadi melalui sistem tawa-menawar. Hal penting yang menjadi perhatian adalah pembentukan harga sangat dipengaruhi oleh kemampuan eksportir dalam melakukan negosiasi. Sistem negosiasi biasanya diwakili oleh orang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang kualitas biji kakao yang diperjualbelikan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya tawar eksportir dalam proses penentuan harga. Penentuan harga kakao ditingkat petani disetiap lembaga pemasaran terlihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Proses penentuan harga biji kakao pada setiap lembaga pemasaran Lembaga pemasaran Sumber informasi harga Proses penentuan harga Persentase (%)

Petani pedagang pengumpul, ditentukan oleh 50

petani lain pedagang pengumpul Pedagang pengumpul desa pedagang pengumpul kecamatan, ditentukan oleh pedagang besar 100 pedagang besar provinsi Pedagang pengumpul kecamatan eksportir, pedagang besar provinsi ditentukan oleh pedagang besar 75 Pedagang besar provinsi eksportir tawar-menawar 100

Eksportir Pasar dunia, importir tawar-menawar 100

Di tingkat pedagang pengumpul provinsi hubungan kerjasama yang dilakukan dengan beberapa eksportir akan memudahkan pedagang pengumpul provinsi dalam memperoleh informasi harga. Informasi ini dijadikan acuan untuk bagi pedagang pengumpul provinsi dalam proses penentuan harga. Eksportir akan memberikan gambaran kondisi perkembangan harga biji kakao dunia. Berdasarkan pertimbangan terhadap kondisi yang ada maka pedagang pengumpul provinsi akan melakukan kontrak berdasarkan kualitas dan harga yang sesuai.

Pedagang pengumpul kecamatan sebagai perpanjangan tangan pedagang pengumpul provinsi akan diinfokan secara langsung oleh pihak pedagang pengumpul provinsi sebagai penentu harga. Informasi harga yang diperoleh dari pedagang pengumpul provinsi, dijadikan oleh pedagang pengumpul kecamatan dalam menentukan harga beli kakao tersebut dari pedagang pengumpul desa dan petani. Posisi petani terhadap pedagang pengumpul hanya sebagai penerima harga (price taker). Keterbatasan petani dalam memperoleh informasi harga dan keterikatan petani dengan pedagang pengumpul, menyebabkan posisi tawar (bargaining position) petani lemah dalam proses penentuan harga.

Sebagai alternatif yang dapat diusahakan oleh petani sehubungan dengan psosisinya sebagai penenrima harga (price taker) adalah petani harus memperhatikan tingkat kadar air biji kakao sehingga dapat meningkatkan harga jual, selain itu kemandirian petani dalam memperoleh sumber modal dan kemampuannya dalam mengelola keuangan eluarga akan mampu meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani dalam proses penentuan harga.

Standar pembelian biji kakao di Indonesia pada umumnya masih mengikuti Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2323:2008. Standar SNI ini sudah merujuk pada standar yang digunakan oleh negara produsen kakao lainnya dan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh negara konsumen atau tujuan ekspor.

Menurut jenis tanaman kakao di golongkan dalam 2 jenis yaitu:

• Jenis Mulia ( ine Cacoa/ )

• Jenis Lindak (Bulk Cacoa/B)

Menurut jenis mutunya kakao digolongkan dalam 3 jenis yaitu: • Mu u I

• Mu u II • Mu u III

Berdasarkan ukuran biji dalam takaran 100 gram, biji kakao digolongkan dalam 5 kategori yaitu:

1. AA: Maksimum 85 biji kakao dalam per seratus gram 2. A : 86-100 biji kakao dalam per seratus gram

3. B : 101-110 biji kakao dalam per seratus gram 4. C : 111-120 biji kakao dalam per seratus gram 5. S : lebih dari 120 biji kakao dalam per seratus gram

Persyaratan mutu yang dilihat dalam penentuan kualitas kakao meliputi: 1. Serangga hidup yang terdapat dalam sampel

2. Kadar air maksimum 7.5 persen

3. Biji yang berbau asap atau bau asing lainnya 4. Kadar benda asing

Kadar air pada biji kakao merupakan sifat fisik yang sangat penting dan sangat diperhatikan oleh pembeli. Selain sangat berpengaruh terhadap randemen hasil, kadar air juga berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak disukai oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 – 7 persen. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh. Maka dapat disimpulkan bahwa harga kakao yang diterima petani atau pedagang berdasarkan dari kualitas yang dihasilkan. Pada umumnya kesepakatan harga antara eksportir dan importir terjadi sistem tawar-menawar, hal penting yang menjadi perhatian adalah pembentukan harga sangat dipengaruhi oleh kemampuan eksportir dalam melakukan negoisasi. Hal ini menunjukkan bahwa posisi tawar petani lemah dalam penentuan harga.

Sistem Pembayaran

Sistem pembayaran dalam pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong umumnya terdiri atas sistem pembayaran kontrak, tunda, tunai/langsung. Sistem kontrak umumnya diterapkan oleh eksportir dengan pedagang besar provinsi. Setelah menandatangani kontrak, perusahaan akan mengirimkan uang sebesar 25 persen dari harga yang telah ditetapkan. Selanjutnya perusahaan akan melunasi seluruh sisanya setelah seluruh barang diterima sesuai dengan kesepakatan kontrak. Pembayaran dilakukan dengan menggunkan fasilitas

perbankan, sehingga bukti transfer akan dijadikan sebagai salah satu bukti setelah uang dikirimkan.

Di tingkat pedagang pengumpul kecamatan, sebagian besar petani kakao melakukan transaksi jual beli pada umumnya ke pedagang besar provinsi. Hal ini dilakukan karena petani terlibat kontrak dengan pedagang besar tersebut. Kontrak antara petani kakao dan pedagang pengumpul adalah tidak tertulis.Dalam kontrak tersebut petani dapat meminjam uang untuk pembelian sarana/ faktor-faktor produksi. Selain itu petani harus mencicil hutangnya dan membayar bunga hutang dengan biji kakao. Pembayaran bunga tersebut dikenal dengan istilah bonus dimana setiap transaksi petani harus menyerahkan 3 kg kakao biji ke pedagang. Hal tersebut dilakukan hingga hutang petani lunas. Adapun minimal volume transaksi sebesar 10 kg. Ini berarti bonus tersebut adalah 30 persen dari volume transaksi.

Kontrak antara petani dan pedagang telah berlangsung lama sehingga telah

Dokumen terkait