• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Structure, Conduct Dan Performance Pada Pasar Kakao: Kasus Di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Structure, Conduct Dan Performance Pada Pasar Kakao: Kasus Di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

STRUCTURE, CONDUCT

DAN

PERFORMANCE

PADA PASAR KAKAO: KASUS DI KABUPATEN PARIGI

MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

IHDIANI ABUBAKAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Structure, Conduct dan Performance Pada Pasar Kakao: Kasus di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Ihdiani Abubakar

(4)
(5)

IHDIANI ABUBAKAR. Analisis Structure, Conduct dan Performance Pada Pasar Kakao: Kasus di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM dan RATNA WINANDI ASMARANTAKA.

Kakao merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Parigi Moutong. Sebagian besar usahatani adalah perkebunan rakyat. Pada tahun 2012 produksi biji kakao Parigi Moutong mencapai 49 138 ton dengan tingkat produktivitas 0.70 ton/ha dan luas panen 69 948 ha. Hasil panen biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong dipasarkan langsung ke eksportir yang ada di Kota Palu melalui pedagang di tingkat kecamatan maupun pedagang provinsi, selanjutnya eksportir yang menjual ke negara tujuan.

Harga biji kakao yang tinggi di tingkat pedagang dan eksportir belum dirasakan oleh petani kakao di Kabupaten Parigi Moutong. Hal ini ditunjukkan dari perkembangan harga biji kakao mulai tahun 2008 sampai tahun 2013 yakni Rp 21 000 sampai Rp 44 000 per kilogram sedangkan di tingkat petani hanya berkisar Rp 12 000 sampai Rp 22 000. Masalah mendasar yang dihadapi petani biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong adalah posisi tawar petani lemah dalam penentuan harga. Kondisi pasar yang tidak bersaing mempengaruhi perilaku lembaga pemasaran berupa mekanisme penentuan harga. Respon dan seberapa cepat perubahan harga tersebut dirasakan pada setiap lembaga pemasaran akan diketahui melalui analisis kinerja pasar.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis struktur (structure), perilaku (conduct), dan kinerja (performance) pasar sebagai metode analisis yang tepat untuk mengetahui sistem pemasaran yang terdapat dalam pemasaran biji kakao. Penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja pasar biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong, 2) Menganalisis integrasi pasar biji kakao di tingkat petani dan eksportir di Kabupaten Parigi Moutong, dan 3) Merekomendasikan kebijakan pemerintah terhadap sistem pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan kuantitatif menggunakan Microsoft Exel 2010 dan Eviews 7. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur pasar (market structure) yang dihadapi di Kabupaten Parigi Moutong bersifat oligopsoni. Hal ini dikarenakan kondisi pasar di tingkat eksportir terkonsentrasi dengan tingkat persaingan kecil (CR4=70.60%). Besarnya

market power yang dimiliki eksportir akan mempengaruhi perilaku lembaga pemasaran di tingkat yang lebih rendah yang ditunjukkan pada perilaku pasar (market conduct).

(6)

Saluran ketiga petani menjual langsung ke pedagang besar provinsi kemudian ke eksportir. Saluran ke empat petani menjual ke pedagang kecamatan kemudian pedagang kecamatan menjual ke eksportir. Besarnya ketergantungan petani terhadap pedagang pengumpul dikarenakan keterbatasan modal, akses transportasi yang masih sangat sulit mengakibatkan informasi yang diperoleh petani kurang sehingga posisi tawar petani lemah dalam proses penentuan harga.

Kondisi petani yang menghadapi struktur pasar oligopsoni dan posisi tawar petani lemah dalam proses penentuan harga akan mempengaruhi kinerja pasar (market performance). Hal ini terlihat dari share harga biji kakao yang diterima petani masih rendah (<58 persen) dengan marjin yang relatif tinggi. Kondisi ini disebabkan oleh besarnya ketergantungan petani kepada pedagang pengumpul dan terbatasnya sarana dan prasarana petani. Analisis integrasi pasar antara petani kakao di Kabupaten Parigi Moutong dengan eksportir di Kota Palu dalam jangka pendek tidak terintegrasi artinya perubahan harga kakao di tingkat eksportir tidak mempengaruhi harga kakao di tingkat petani. Namun, dalam jangka panjang terintegrasi artinya perubahan harga kakao di tingkat eksportir diikuti mempengaruhi harga di tingkat petani.

Hasil analisis struktur, perilaku dan kinerja pasar menunjukkan bahwa peningkatan harga di tingkat eksportir dan pedagang yang cukup besar tidak diikuti dengan peningkatan harga di tingkat petani. Kondisi ini menggambarkan bahwa sistem pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong belum efisien dilihat dari marjin pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar vertikal. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan posisi tawar petani yaitu pemberdayaan kelompok tani secara berkelanjutan. Selain itu peran pemerintah dalam menjamin sarana dan prasarana, perbaikan infrastruktur, pengawasan harga yang sesuai dan menginformasikan harga pasar.

(7)

IHDIANI ABUBAKAR. An Analysis of Cocoa Marketing : Structure, Conduct, Performance (SCP) Approach. A Case of Moutong Parigi district, Central Sulawesi Province. Supervised by DEDI BUDIMAN HAKIM and RATNA WINANDI ASMARANTAKA.

Cocoa is one of the major crops cultivated in the district of Parigi Moutong. Most of the cocoa farms are smallholder. In 2012, the production of cocoa beans in Parigi Moutong reached 49.138 tons with a productivity rate of 0.70 tons/ha in harvested area of 69 948 ha. The cocoa beans from this district are marketed directly to exporters in the city of Palu via district traders and provincial merchants, then they send them to the destination countries.

Even though the price of cocoa beans is high at the traders and exporters, the farmers never benefit from the such a high price. For instance, its price hiked from Rp 21 000 (2008) to Rp 44 000 per kg (2013), but at the farmers’ level, the price rose insignificantly from Rp 12 000 to Rp 22 000 per kg. The fundamental problem facing cocoa farmers is their weakness position in the price determination. Noncompetitive market structure affects the behavior of marketing agencies in term of the pricing mechanism. Hence, this study was to investigate such a price relation as well as market behavious.

Based on the above mentioned problems, it is necessary to analyze the structure, behavior and performance of cocoa beans market to determine its marketing system. This study aimed to 1) analyze the structure, behavior, and market performance of cocoa beans in the district of Parigi Moutong, 2) to analyze market integration of cocoa beans prices at the farmers’ level and the exporters’ level and 3) to provide policy recommendations for the government to restore the market structure hence benefiting the farmers.

The result shows that the structure of cocoa beans market in Parigi Moutong district was found close to oligopsony. The competition at exporters level concentrated at a small level (CR4 = 70.60%). The market power of exporters affects the behavior of marketing agencies in the lower level.

(8)

the reliance of farmers on intermediate traders and their limited facilities and infrastructure at farmer level. There is no integration found between market of cocoa beans at farmers in the district of Parigi Moutong and exporters in Palu city in the short term. It reveals that a change in the price of cocoa at the exporter does not affect the price of cocoa at the farm level. However, in the long-term integration means that changes in the price of cocoa exporter level are followed by the change of price at the farm level.

The study clearly reveals that farmers seem no to benefit significantly from the price changes. The prices are found to more volatile at the export level than that at the farm level. It support the hypotheses that the marketing system is inefficient to convey products from farmers to exporters indicated by a high marketing margin, a low farmer’s share on the price they receive and low vertical market integration. Some efforts could improve the bargaining position of farmers. It includes sustainable empowerment of farmer groups, government guarantee for agricultural facilities and infrastructures, improvement of infrastructures, control of appropriate price and information of the market price to farmers.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program StudiIlmu Ekonomi Pertanian

ANALISIS

STRUCTURE, CONDUCT

DAN

PERFORMANCE

PADA PASAR KAKAO: KASUS DI KABUPATEN PARIGI

MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam juga penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. beserta keluarga dan para sahabat. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah pemasaran, dengan judul Analisis

Structure, Conduct dan Performance Pada Pasar Kakao: Kasus di Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah

Segala usaha yang penulis capai sampai sejauh ini bukan semata-mata hanya karena usaha diri penulis sendiri, tidak lain karena ridho dan doa dari orang–orang terdekat yang penulis cintai. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MAEc dan Ibu Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka, MS selaku pembimbing atas bimbingan dan motivasinya, yang dengan ikhlas dan sabar memberikan waktu, pemikiran, arahan dan petunjuk dalam penyusunan tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang melimpah atas semua kebaikan dan kearifan yang diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:

1. Dr. Alla Asmara, S.Pt M.Si selaku penguji Luar Komisi dan Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc, selaku penguji Wakil Komisi Program Studi atas semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada penulis

2. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

3. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

4. Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPDN pendidikan Program Magister di IPB.

5. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah, Badan Pusat Stasistik Kabupaten Parigi Moutong, Dinas Perkebunan Kabupaten Parigi Moutong, Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Provinsi Sulawesi Tengah serta Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) Provinsi Sulawesi Tengah yang telah memberikan data penunjang terhadap penelitian ini.

6. Bapak Johan, Ibu Ina, Bapak Widi, Ibu Kokom, Bapak Erwin, Bapak Khusein, selaku staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yang telah banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.

7. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya kedua orang tua penulis Ayahanda H. Abubakar S.Ag dan Ibunda Hj. Nursam S.Pd terima kasih atas doa dan dorongan moril serta semangat yang diberikan selama menempuh studi. Adik-adikku Ahmad Shirat Abubakar, S.St dan Ainal Mustakim Abubakar yang telah memberikan semangat dan dorongan selama kuliah.

(16)

9. Teman-teman seperjuangan di Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) angkatan 2013 atas dukungan selama menempuh studi.

10. Teman-Teman Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tengah (HIMPAST) atas bantuan dan kerjasama selama menempuh studi.

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusuan tesis ini.

Semoga Allah SWT yang Maha Rahman dan Maha Rahim memberikan balasan yang setimpal atas segala kebaikan kehadiratnya-Nya kelak. Akhir kata semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Maret 2016

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 7

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup Penelitian 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Pemasaran Biji Kakao 9

Analisis Sistem Pemasaran dengan Pendekatan Structure,

Conduct, Performance SCP 10

Integrasi Pasar Komoditas Pertanian 11

3 KERANGKA PEMIKIRAN 14

Teori Pemasaran 14

Konsep Saluran Pemasaran 15

Konsep Efisiensi Pemasaran 15

Konsep Struktur, Perilaku dan Kinerja serta Perkembangannya 16

Integrasi Pasar Vertikal 25

Error Correction Model (ECM) 26

Kerangka Pemikiran Opersional 27

4 METODE PENELITIAN 29

Lokasi dan Waktu Penelitian 29

Jenis dan Sumber Data 29

Metode Pengambilan Sampel 29

Metode Pengolahan dan Analisis Data 30

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RESPONDEN

KAKAO 35

Kondisi Umum Kabupaten Parigi Moutong 35

Karakteristik Penduduk di Kecamatan Ampibabo 37 Karakteristik Lembaga Pemasaran Kakao di Kabupaten Parigi

Moutong 38

Budidaya Kakao di Kabupaten Parigi Moutong 39

Karakteristik Responden Kakao di Kabupaten Parigi Moutong 40

6 ANALISIS STRUCTURE, CONDUCT, PERFORMANCE (SCP)

PASAR BIJI KAKAO 43

Analisis Struktur Pasar (Market Structure) 43

(18)

Analisis Kinerja Pasar (Market Performance) 55

Integrasi Pasar Vertikal 58

Implikasi Kebijakan terhadap Sistem Pemasaran Biji Kakao

di Kabupaten Parigi Moutong 62

6. KESIMPULAN DAN SARAN 64

Kesimpulan 64

Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

LAMPIRAN 71

(19)

DAFTAR

TABEL

1 Luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan kakao

Indonesia Tahun 2000-2013 1

2 Produksi kakao dunia di berbagai negara (ribu ton) 2 3 Luas areal dan produksi dan produktivitas perkebunan kakao

Sulawesi Tengah 3

4 Ekspor biji kakao Sulawesi Tengah 3

5 Luas areal dan produksi dan produktivitas kakao berdasarkan

kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah 5

6 Indikator pada analisis pemasaran dengan pendekatan SCP 17 7 Lima jenis struktur pasar berdasarkan jumlah perusahaan dan

sifat produk dalam sistem pemasaran 20

8 Komposisi jumlah penduduk menurut mata pencaharian

Kecamatan Ampibabo 37

9 Komposisi Petani Kakao Menurut Tingkat Pendidikan

di Kecamatan Ampibabo 38

10 Komposisi tingkat pendidikan para pedagang dan eksportir 38 11 Identitas responden petani kakao di Kabupaten Parigi Moutong 42 12 Pangsa pasar dan konsentrasi pasar 9 perusahaan biji kakao

di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013 44

13 Nilai MES (Minimum Efficiency Scale) perusahaan biji kakao

di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2009-2013 45

14 Proses penentuan harga biji kakao pada setiap

lembaga pemasaran 49

15 Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan petani di Kabupaten

Parigi Moutong, 2015 54

16 Analisis marjin pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong 57 17 Farmer share pada saluran pemasaran di Kabupaten Parigi Moutong 58 18 Hasil uji stasioneritas ADF (Akar Unit) pada data seri harga

Di Kabupaten Parigi Moutong 59

19 Hasil uji kointegrasi di Kabupaten Parigi Moutong 60 20 Hasil regresi ECM di Kabupaten Parigi Moutong 61 21 Estimasil jangka pendek di Kabupaten Parigi Moutong 61 22 Estimasi jangka panjang di Kabupaten Parigi Moutong 62

DAFTAR GAMBAR

1 Pola pergerakan harga biji kakao di tingkat petani dan eksportir, 2014 6 2 The Structure-Conduct-Performance Paradigm 18

3 Countervaling power 20

4 Marjin pemasaran 24

5 Bagan alur kerangka pemikiran operasional 28

6 Distribusi volume penjualan kakao di Kabupaten Parigi

Moutong 2015 52

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut terwujud dalam bentuk penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara, sumbangan devisa negara pada Tahun 2013 melalui ekspor komoditas kakao sebesar 794.8 juta USD. Tujuan ekspor biji kakao Indonesia antara lain Amerika Serikat, Malaysia, Singapura, Brasil dan Perancis. Pangsa pasar terbesar biji kakao Indonesia adalah Amerika Serikat sebesar 21 persen, Malaysia sebesar 47 persen serta Singapura sebesar 12 persen (Ditjenbun 2014)

(22)

Berdasarkan data ICCO 2014 (International Cocoa Organization) yang terdapat pada Tabel 2. Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil biji kakao pada 2011 hingga tahun 2013 sebagai berikut; Produksi biji kakao dunia pada musim panen 2012 mengalami penurunan 3.97 persen jika dibandingkan dengan produksi biji kakao dunia tahun 2013. Penurunan produksi biji kakao dunia terutama disebabkan oleh menurunnya produksi biji kakao dari dua negara pengasil utama biji kakao yaitu Ghana dan Pantai Gading yang disebabkan oleh kemarau panjang yang melanda kedua negara tersebut.

Tabel 2 Produksi kakao dunia di berbagai negara (ribu ton)

2011/2012 2012/2013 Forecast 2013/2014

Kakao adalah salah satu komoditi yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Sulawesi Tengah, tahun 2013 PDRB Sulawesi tengah pada sub sektor perkebunan sebesar Rp 21 052 389 ton/ha. Kakao merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik hampir di seluruh wilayah Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Tengah tanaman kakao banyak ditemui di Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Poso, Marowali, Tojo Una-Una, Toli-Toli, Banggai dan Banggai kepulauan. Kegiatan produksi masih pada tingkat pengeringan secara tradisional. Untuk sarana pendukung perkebunan kakao cukup tersedia, yakni pelabuhan interinsuler di daerah areal perkebunan. Selain itu jalan darat ke sentra-sentra produksi biji kakao di Sulawesi Tengah juga memadai (Yantu 2008).

(23)

Tabel 3 Luas areal, produksi dan produktivitas perkebunan kakao Sulawesi Tengah.

Tahun Produksi (ton) Luas Lahan (ha) Produktivitas (ton/ha)

2009 137 651 224 113 0.61

2010 186 875 224 471 0.83

2011 168 859 195 725 0.86

2012 181 523 295 874 0.61

2013 195 846 284 124 0.68

Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tengah (2014)

Tabel 4 menyajikan data ekspor kakao Sulawesi Tengah ke berbagai negara, terlihat bahwa volume ekspor biji kakao Sulawesi Tengah cenderung menurun. Tahun 2009 sampai 2010 volume ekspor biji kakao Sulawesi Tengah ke berbagai negara meningkat dikarenakan harga dunia pada tahun tersebut meningkat, sedangkan pada tahun 2010 sampai 2013 volume ekspor biji kakao Sulawesi Tengah ke berbagai negara mengalami penurunan dikarenakan rata-rata harga kakao dunia setiap tahunnya menurun.

Tabel 4 Ekspor biji kakao Sulawesi Tengah

Tahun Volume

Menurut Baye (2010), perubahan harga dapat ditentukan oleh struktur pasar, perilaku pasar, dan akan tercermin pada kinerja suatu pasar. Struktur pasar akan menggambarkan tipe atau jenis pasar yang dihadapi, perilaku pasar menekankan kepada aktivitas-aktivitas bisnis yang dilakukan oleh pelaku pemasaran, interaksi antara struktur dan perilaku pasar akan tercermin pada kinerja pasar yang ditunjukkan oleh tingkat efisiensi dan keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran.

Meskipun peran komoditas biji kakao cukup berarti dalam perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah tetapi peranannya terhadap peningkatan kesejahteraan petani belum terlalu dirasakan oleh petani. Masalah mendasar yang dihadapi petani kakao di Provinsi Sulawesi Tengah adalah posisi tawar (bergaining position) petani lemah dalam proses penentuan harga karena kurangnya akses informasi harga, keterikatan petani dengan pedagang pengumpul dan belum berfungsinya pasar lelang dengan baik. Keterbatasan sarana dan prasarana, akses permodalan serta akses terhadap informasi pasar menyebabkan petani tidak bisa mengontrol perkembangan harga secara berkelanjutan dan transmisi harga menjadi tidak seimbang (imbalance transmission) (Kizito 2011).

(24)

Umumnya pedagang perantara akan berusaha mempertahankan tingkat keuntungannya dan tidak akan menaikkan atau menurunkan harga sesuai dengan sinyal harga yang sebenarnya. Sehingga pedagang perantara akan lebih cepat bereaksi terhadap kenaikan harga dibandingkan dengan penurunan harga, kondisi inilah yang menyebabkan competition restraint pada jalur distribusi dan transmisi harga yang tidak sempurna antara level produsen dan konsumen. Pada akhirnya pasar petani dan konsumen menjadi tidak terintegrasi.

Hal yang sama dikemukakan oleh Meyer dan Taubadel (2004), disebutkan bahwa tidak terjadinya transmisi harga antara dua level pasar yang berbeda dalam satu rantai pemasaran disebabkan oleh pasar yang tidak kompetitif. Bahkan untuk komoditas pertanian secara jelas disebutkan bahwa persaingan yang tidak sempurna di rantai pemasaran (marketing chain) membuka ruang bagi middleman

untuk melakukan penyalahgunaan kekuatan pasar yang dimilikinya.

Untuk melihat dugaan penyalahgunaan market power yang dilakukan oleh pedagang perantara biji kakao maka akan digunakan pendekatan teori integrasi pasar secara vertikal. Berdasarkan teori tersebut, dua pasar yang saling berhubungan (melakukan transaksi) akan terintegrasi secara sempurna dan transmisi harga terjadi secara simetris. Apabila transmisi harga antar kedua pasar tersebut tidak simetris maka dapat menjadi indikasi penyalahgunaan market power yang dilakukan oleh pelaku pemasaran. Untuk menunjang hasil analisa stastistik agar lebih menyeluruh, dalam penelitian ini akan dipaparkan mengenai struktur, perilaku, kinerja dan integrasi disepanjang jalur pemasaran biji kakao.

Perumusan Masalah

Pengembagan kakao di Sulawesi tengah saat ini dilakukan di 11 kabupaten/kota yang memiliki lahan perkebunan kakao. Daerah yang kini sedang dilakukan pengembangan kakao secara besar-besaran adalah Donggala, Parigi Moutong, Poso, Morowali, Sigi, Morowali, Tojo Una-una, Toli-toli, Banggai dan Banggai kepulauan. Ini berarti bahwa potensi kakao Sulawesi Tengah terbuka lebar dan sangat tepat seiring dengan adanya kebijakan pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk menjadikan Sulawesi Tengah sebagai sentra produksi kakao dunia.

(25)

Tabel 5 Luas areal dan produksi dan produktivitas kakao berdasarkan kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013

Kabupaten/Kota Produksi

Sumber : Sulawesi Tengah dalam angka ( 2014)

Potensi pengembangan kakao di Kabupaten Parigi Moutong cukup besar, terdapat banyak pedagang dengan kepentingannya masing-masing ikut berperan dalam pemasaran biji kakao. Hal ini akan mempengaruhi proeses pemasarannya karena mekanisme pembentukan harga biji kakao di pasar akan berdampak langsung pada perilaku partisipan yang terlibat dalam perdagangan komoditas ini. Eksportir, pedagang lokal, pedagang pengumpul dan petani sendiri, adalah pihak yang akan terkena dampak harga. Seberapa besar dampak harga yang dihadapi oleh lembaga pemasaran biji kakao sangat tergantung pada kekuatan masing-masing pelaku yang terlibat dalam rantai pemasaran biji kakao itu sendiri.

Keadaan pasar biji kakao seperti yang digambarkan di atas berpotensi menimbulkan masalah dan bisa merugikan petani sebagai produsen. Pola pemasaran yang terjadi akan cenderung tidak terorganisir karena melibatkan pelaku pemasaran yang banyak dengan kepentingan yang berbeda-beda. Pola pemasaran biji kakao yang ada sekarang adalah melalui pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir, merupakan pola pemasaran biji kakao yang secara tradisional masih tetap bertahan sampai saat ini.

Daya tawar petani juga cenderung rendah karena belum adanya koordinasi dan kerjasama antar petani, persaingan pasar yang semakin kompetitif, lokasi konsumen akhir biji kakao yang jauh dari sentra produksi (di luar negeri) dan belum adanya rantai distribusi yang jelas dari petani sampai ke industri berbahan baku biji kakao, ditambah lagi dengan masalah produksi dan mutu seperti yang telah diuraikan di atas. Perilaku harga akan cenderung didominasi oleh kepentingan pedagang besar dan eksportir.

(26)

dirasakan oleh petani. Hal ini ditunjukkan dari pergerakan harga biji kakao selama bulan Mei sampai November 2014 harga di tingkat eksportir mengalami peningkatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan harga biji kakao ditingkat petani.

Gambar 1 Pola pergerakan harga biji kakao di tingkat petani dan eksportir, 2014

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah.

Perkembangan komoditas kakao saat ini terkendala oleh masalah pemasaran. Masalah pemasaran tersebut terkait dengan aspek-aspek kelembagaan, jaringan pemasaran dan gap komunikasi antara petani kakao dan pedagang serta ksportir. Dimana, petani berhadapan dengan masalah lemahnya posisi petani dalam menetukan harga dari hasil produksi. Perilaku pasar yang demikian dapat menyebabkan kondisi pemasaran mengalami masalah. Harga pembelian biji kakao secara searah disebabkan oleh sistem informasi yang asimetri. Sehingga menyebabkan kondisi yang tidak kondusif untuk mendukung pengembangan kakao. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa masalah yang ada pada proses pemasaran akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan komoditas kakao.

Oleh sebab itu, menurut Yantu (2011) permasalahan yang terjadi pada pengembangan komoditas kakao, khususnya dalam pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong adalah: (1) lemahnya kelembagaan kelompok petani kakao, (2) kualitas biji kakao masih rendah, (3) fluktuasi harga yang masih tinggi, (4) ketersediaan bibit yang berkualitas masih kurang. Dengan demikian permasalahan utama yang penting untuk diketahui adalah sistem pemasaran komoditas kakao yang dilakukan oleh petani serta bagaimana kebijakan dari sistem pemasaran biji kakao yang ada di Kabupaten Parigi Moutong. Salah satu upaya mengatasi permasalahan di dalam sistem pemasaran yaitu dengan menganalisis sistem pemasaran menggunakan pendekatan struktur pasar (market structure), perilaku pasar (market conduct) dan kinerja pasar (market performance) (SCP) (Bosena et al.2011; Funke et al. 2012).

Secara teoritik harga biji kakao ditentukan oleh struktur pasar, perilaku lembaga pemasaran dan kinerja pasar biji kakao tersebut. Struktur pasar yang terbentuk akan menentukan sistem penetapan harga biji kakao bila dilihat dari banyaknya lembaga yang terlibat dan posisi lembaga tersebut pada pasar. Jika

Mei Juni Juli Agu Sep Okt Nov

(27)

mempengaruhi harga jual biji kakao di pasar, hal ini terkait juga dengan jumlah pedagang yang terlibat pada proses penjualan, apabila hanya terdapat sedikit pedagang pengumpul atau eksportir maka petani cenderung tidak memiliki pilihan menjual biji kakao yang diproduksi apalagi harga yang ditetapkan relatif sama. Dalam proses penentuan harga biji kakao juga tidak terlepas dari keterkaitan antar lembaga pemasaran didalamnya. Keterkaitan tersebut berkaitan dengan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dan kerjasama yang terjalin antar lembaga pemasaran. Adapun masalah yang dikaji dalam penelitian ini ialah : 1. Bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pasar biji kakao di Kabupaten

Parigi Moutong?

2. Bagaimana integrasi pasar biji kakao di tingkat petani Kabupaten Parigi Moutong dan eksportir di Kota Palu?

3. Bagaimana kebijakan terhadap sistem pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemaparan dari latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja pasar biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong.

2. Menganalisis integrasi pasar biji kakao di tingkat petani Kabupaten Parigi dan eksportir di Kota Palu

3. Merekomendasikan kebijakan pemerintah terhadap sistem pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya terutama penelitian tentang komoditas kakao.

2. Bagi masyarakat ataupun pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan serta sebagai bahan informasi bagi pembaca mengenai sistem pemasaran biji kakao di Kabupaten Parigi Moutong.

(28)

Ruang Lingkup Penelitian

(29)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pemasaran Biji Kakao

Pemasaran atau tataniaga merupakan aktivitas atau kegiatan dalam mengalirkan produk mulai dari petani sampai ke konsumen akhir. Sistem pemasaran merupakan suatu kegiatan yang produktif, sangat kompleks, sesuai dengan ketetapan, dan menimbulkan biaya (Downey et al, 1981). Efisiensi suatu sistem pemasaran sangat diperlukan bagi kesejahteraan lembaga pemasaran yang terkait didalamnya. Permasalahan utama yang sering dihadapi dalam kegiatan pemasaran biji kakao adalah harga di tingkat petani yang rendah meskipun harga di pasar domestik dan pasar internasional cukup tinggi selain itu posisi tawar petani yang lemah terkait dengan informasi yang diterima dan pengetahuan petani tersebut. Beberapa studi yang dilakukan memperlihatkan bahwa pemasaran biji kakao belum dapat diatasi dengan baik. Yantu et al (2011) mengemukakan bahwa Posisi tawar petani kakao lemah dan cenderung konstan, karena struktur pasar kakao biji di tingkat petani ialah oligopsoni di mana tidak ada spot pasar, sehingga petani terlibat dalam kelembagaan prinsipal–agen dengan berperilaku aji mumpung (pasrah dan menghindari risiko-risk averter) dalam menghadapi pedagang pengumpul di tingkat desa dan pedagang desa yang berperilaku double rent seeking. Oleh karena itu, alternatif akses kredit menjadi penting agar petani bisa keluar dari kerja sama kelembagaan tersebut.

Pemasaran petani kakao di Desa Peleru Kecamatan Mori Utara Kabupaten Morowali, mendapatkan hasil Sebagian besar (93 persen) petani responden menjual langsung kakaonya ke rumah pembeli sedangkan hanya 7 persen saja yang didatangi oleh pembeli, sebanyak 57 persen petani responden menjual kakaonya kepada kelompok tani, 37 persen menjual ke pengumpul biasa atau tengkulak, dan sisanya menjual langsung ke pedagang besar. Ditemukan juga fakta bahwa penjualan kakao kepada kelompok tani sama dengan penjualan kakao pada pengumpul lokal karena pengumpul tersebut adalah anggota bahkan ketua dari kelompok tani tersebut. Semua biji kakao kering Kabupaten Morowali dijual ke luar daerah seperti ke pedagang besar antar kabupaten kemudian ke eksportir antar pulau di Kota Palu dan hanya sebagian kecil yang di jual ke industri pengolahan di Sulawesi Selatan. Selisih harga pembelian kakao pada tingkat pembeli lokal dan pengumpul antar Kabupaten adalah Rp. 2.000/kg. Selain itu, di tingkat kabupaten bahkan Propinsi Sulawesi Tengah belum ada nilai tambah seperti pengolahan biji kakao menjadi coklat bubuk, coklat cair dan lain-lain. Oleh karena itu mungkin perlu dipertimbangkan penyediaan sektor industri pengolahan (pabrik kakao) minimal di tingkat Propinsi Sulawesi Tengah, agar kakao yang dijual atau diekspor bukan lagi berupa bahan mentah (biji kakao) melainkan barang setengah jadi. Dengan adanya nilai tambah dan sektor ndustri pengolahan diharapkan dapat meningkatkan harga kakao di tingkat petani.

(30)

pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul menengah maupun pedagang pengumpul besar. Untuk mengetahui analisis pemasaran kakao petani, pedagang pengumpul menggunakan strategi tertentu untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Harga yang diterima petani sampai ke tangan konsumen masing-masing saluran tidak sama. semakin banyak pedagang pada saluran/lembaga pemasaran tertentu, maka semakin banyak pula kendala yang dihadapi petani, artinya harga yang diterima petani semakin kecil. Dalam hal ini petani bukan penentu harga, tetapi penerima harga. Kendala harga ini biasanya terjadi pada saat petani membutuhkan biaya hidup yang mendesak, kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan biaya sekolah. Seperti yang dikatakan oleh Kotler (1993), yaitu para pembeli bisnis memberi perhatian yang besar pada faktor-faktor ekonomi yang sedang berlansung atau yang di perkirakan, seperti level produksi, pengeluaran konsumen, dan tingkat suku bunga.

Analisis Sistem Pemasaran dengan Pendekatan Structure, Conduct, Performance (SCP)

Rosiana (2012) meneliti sistem pemasaran gula tebu (cane sugar) dengan pendekatan struktur, perilaku dan kinerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur pasar industri gula di Provinsi Lampung cenderung oligopoli. Struktur pasar yang terbentuk akan berpengaruh pada perilaku pasar (market conduct) gula tebu PTPN VII UU BUMA Pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuprin (2009) bahwa struktur pasar di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten di Kabupaten Kapuas bersifat oligopsoni, konsentrasi sedang yang menunjukkan bahwa pedagang memiliki tingkat kekuasaan yang sedang dalam mempengaruhi pasar.

Sejalan dengan Rosiana (2012) dan Yuprin (2009), Amalia (2013) juga mendapatkan hasil bahwa struktur pasar (market structure) komoditi karet rakyat di Provinsi Jambi menghadapi struktur pasar oligopoli di tingkat pabrik crumb rubber sehingga petani menghadapi struktur pasar oligopsoni. Keterbatasan akses permodalan, informasi harga dan alternatif saluran pemasaran menyebabkan posisi tawar petani lemah dalam proses penentuan harga. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pembentukan harga, petani cenderung sebagai penerima harga (price taker). Dapat disimpulkan bahwa perbedaan pergerakan harga karet ditingkat petani dengan tingkat pabrik crumb rubber sebagai eksportir dipengaruhi oleh adanya lembaga dominan yang menentukan harga yang tercermin dari struktur pasar karet yang terbentuk, perilaku pemasaran yang terjadi yaitu sebagian besar penentuan harga ditentukan sepihak oleh lembaga pemasaran yang lebih tinggi yakni pedagang pengumpul maupun pabrik.

(31)

informasi pasar dam alternatif saluran pemasaran. Analisis integrasi pasar menunjukkan bahwa pasar kopi di tingkat petani tidak terintegrasi dengan pasar kopi arabika gayo ditingkat kolektor, koperasi dan eksportir. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang petani cenderung sebagai penerima harga.

Penerapan konsep struktur, perilaku dan kinerja dalam pemasaran juga digunakan oleh Wahyuningsih (2013) yang meneliti sistem pemasaran rumput laut di Kepulauan Tanekke Kabupaten Takkalar Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil analisis empat pedagang pengumpul terbesar di Kepulauan Tanekke, diperoleh nilai CR4 yang cukup tinggi yaitu 52 persen. Artinya struktur pasar rumput laut didominasi oleh empat pedagang pengumpul terbesar di Kepulauan Tanekke. Maka pasar rumput laut di Kepulauan Tanekke bersifat oligopsoni. Berdasarkan hasil analisis nilai MES pada tingkat pedagang pengumpul sebesar 26.04 persen. Hal ini menunjukkan bahwa hambatan masuk pasar rumput laut di di Kepulauan Tanekke cukup besar, sehingga tidak mudah bagi pedagang pengumpul baru untuk masuk ke dalam pasar tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat macam saluran pemasaran.

Intergrasi Pasar Komoditas Pertanian

Adiyoga (2006) dalam penelitiannya membahas analisis integrasi pasar kentang di Indonesia dengan mengggunakan analisis korelasi dan analisis kointegrasi. Hasilnya menyatakan koefisien korelasi bukan indikator yang konsisten atau tegas untuk menentukan integrasi pasar. Korelasi bivariat yang tinggi antara dua pasar yang tidak melakukan perdagangan satu sama lain (tersegregasi) masih tetap dimungkinkan, jika harga-harga di setiap pasar berkorelasi tinggi melalui hubungan harga dan perdagangan dengan suatu pasar destinasi gabungan (pasar ketiga).

Hasil penelitian ini menyarankan agar pendekatan korelasi sebagai alat diagnosa integrasi pasar, sebaiknya digunakan secara hati-hati karena berbagai bukti kelemahan yang melekat pada pendekatan tersebut. Penggunaan analisis kointegrasi terhadap data serial harga harian, mingguan dan bulanan secara konsisten mengindikasikan bahwa pasar kentang di Jakarta, Bandung, Sumatera Utara dan Singapura terintegrasi. Kointegrasi dalam hal ini merupakan implikasi statistik dari adanya hubungan jangka panjang antara peubah-peubah ekonomi (harga). Hubungan jangka panjang tersebut mengandung arti bahwa peubah harga bergerak bersamaan sejalan dengan waktu. Pasar kentang yang terintegrasi seperti ini akan banyak membantu produsen dan konsumen, karena rantai pasokan yang ada dapat mentransmisikan sinyal harga secara benar.

(32)

antar pasar tidak ditransmisikan secara langsung karena adanya lag (masa waktu) untuk merespon setiap perubahan.

Hutabarat (2006), meneliti integrasi spasial pasar kopi di Indonesia dan dunia dengan judul ”Analisis Saling-Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia”. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis kointegrasi. Variabel-variabel yang digunakan ke dalalam penelitian adalah harga bulanan kopi robusta olah basah dan olah kering di Jawa Timur , harga bulanan robusta ditingkat produsen Indonesia, harga bulanan kopi robusta ditingkat petani lampung dan harga eceran bulanan kopi di Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Italia serta Belanda.

(33)

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Teori Pemasaran

Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan aktivitas yang ditujukan terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke tangan konsumen. Pemasaran menurut Kohls dan Uhl (2002) merupakan sebuah sistem meliputi seluruh aliran produk dan jasa-jasa yang ada, mulai dari titik awal produksi pertanian sampai semua produk dan jasa tersebut ditangan konsumen. Menurut Downey et al (1981) kompleksitas saluran pemasaran tergantung pada masing-masing komoditi. Pemasaran melibatkan banyak perbedaan aktivitas yang dapat memberikan nilai tambah terhadap suatu produk sebagai perubahan melalui suatu sistem. Sistem pemasaran merupakan suatu kegiatan yang produktif, sangat kompleks, sesuai dengan ketetapan, dan menimbulkan biaya.

Menurut Dahl dan Hammond (1977) pemasaran diinterpretasikan sebagai suatu unit fungsi. Kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh harga dan tempat terjadinya proses perpindahan kepemilikan barang dan jasa melalui transaksi. Kohls dan Uhl (2002) menambahkan dalam menganalisis pemasaran dapat digunakan beberapa pendekatan antara lain pendekatan fungsi (the functional approach), pendekatan kelembagaan (the institutional approach), dan pendekatan sistem (the system approach).

Kohl dan Uhl (2002) mendefinisikan pasar sebagai suatu arena untuk mengatur dan menfasilitasi aktivitas bisnis serta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar ekonomi mengenai: produk apa yang dihasilkan, berapa banyak produksi, bagaimana cara memproduksi, dan bagaimana produk didistribusikan. Sedangkan menurut Dahl and Hammond (1977), secara garis besar pasar merupakan sejumlah lingkungan atau tempat dimana, (1) kekuatan permintaan dan penawaran saling bertemu, (2) terbentuk harga serta perubahan harga terjadi, (3) terjadinya perpindahan kepemilikan sejumlah barang dan jasa dan, (4) beberapa susunan fisik dan institusi dibuktikan. Terdapat beberapa pendekatan untuk menganalisis sistem pemasaran Kohl dan Uhl (2002), yaitu: (1) Pendekatan serba fungsi, adalah pendekatan yang mempelajari jenis usaha yang dilakukan oleh pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran, bagaimana cara melakukan kegiatan pemasaran, mengapa dilakukan, dan siapa pelaku pemasaran yang terlibat. (2) Pendekatan serba lembaga, adalah pendekatan yang mempelajari berbagai macam lembaga pemasaran yang melakukan tugas pemasaran, bagaimana tugas tersebut dilakukan, dan barang apa yang dikendalikan. (3) Pendekatan serba barang adalah pendekatan yang mempelajari berbagai barang yang dipasarkan dan sumber barang.

(34)

karena penelitian pasar dapat mengarahkan investasi dan kebijakan pemasaran serta menurunkan biaya sehingga meningkatkan efisiensi. (4) Penyuluhan dan pelatihan. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja lembaga pemasaran sehingga proses pemasaran lebih terorganisir sehingga akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pada sistem pemasaran tersebut. (5) Promosi produk.

Pemasaran dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif makro dan mikro (Asmarantaka 2012). Perspektif makro menganalisis sistem pemasaran setelah dari petani yaitu fungsi-fungsi pemasaran untuk menyampaikan produk atau jasa yang berhubungan dengan nilai guna, waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan kepada konsumen serta kelembagaan yang terlibat dalam sistem pemasaran. Perspektif mikro menekankan pada aspek manajemen dimana perusahaan secara individu dalam setiap tahapan pemasaran mencari keuntungan. Keseluruhan pendekatan ini akan menganalisis keseluruhan sistem pemasaran dari aspek makro, mulai dari pendekatan fungsi, kelembagaan, pengolah/ pabrikan, organisasi fasilitas, dan sistem merupakan suatu kajian empiris dan deskriptif dalam aliran atau rantai pemasaran dari produsen primer sampai ke konsumen akhir. Seluruh pendekatan tersebut merupakan bagian yang terkait dalam sistem pemasaran dengan pendekatan SCP (structure,conduct dan performance).

Konsep Saluran Pemasaran

Konsep Saluran Pemasaran Menurut Kotler (1993) saluran pemasaran adalah suatu rangkaian dari lembaga-lembaga yang saling memiliki ketergantungan satu sama lain dalam sebuah proses agar menciptakan produk barang atau jasa yang siap digunakan oleh konsumen. Dalam saluran pemasaran terjadi suatu proses pemindahan barang dan jasa yang berasal dari produsen hingga ke konsumen. Proses tersebut meniadakan terjadinya kesenjangan yang ada di antara produsen dan konsumen, yaitu waktu, tempat dan kepemilikan. Sampainya produk ke tangan konsumen dapat berupa saluran pemasaran yang panjang atau pun pendek, hal ini tergantung kebijakan pada perusahaan atau pihak yang akan menyalurkan produk tersebut.

Saluran pemasaran dapat digolongkan atas dua tipe yaitu saluran pemasaran langsung dan saluran pemasaran tidak langsung. Saluran pemasaran langsung yaitu produk disalurkan dari tangan produsen langsung ke tangan konsumen tanpa melalui perantara. Sedangkan saluran pemasaran tidak langsung yaitu penyampaian produk dari produsen ke tangan konsumen melalui perantara. Perantara merupakan individu atau kelompok yang membeli suatu produk kemudian menjualnya kembali kepada perantara lain ataupun konsumen.

(35)

terpenuhi semaksimal mungkin. Margin merupakan balas jasa yang diberikan oleh konsumen kepada lembaga pemasaran atas keinginannya yang telah dipenuhi oleh lembaga pemasaran.

Saluran pemasaran adalah alur yang dilalui oleh produk pertanian ketika produk bergerak dari farm gate yaitu petani produsen ke pengguna atau pemakai terakhir. Produk pertanian yang berbeda akan mengikuti saluran pemasaran yang berbeda pula. Umumnya saluran pemasaran terdiri atas sejumlah lembaga pemasaran dan pelaku pendukung. Mereka secara bersama-sama megirimkan dan memindahkan hak kepemilikan atas produk dari tempat produksi hingga ke penjual terakhir Swastha (2005) mendefinisikan saluaran pemasaran sebagai sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara pemindahan fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan bagi pasar tertentu.

Konsep Efisiensi Pemasaran

Secara normatif, pemasaran yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition). Tetapi struktur pasar ini secara realita tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen maupun lembaga-lembaga yang terlibat di dalam mengalirkan barang/jasa mulai dari petani sampai konsumen akhir. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif (Asmarantaka, 2012).

Asmarantaka (2012) mengemukakan bahwa efisiensi pemasaran dapat dilakukan dengan beberapa pengukuran, yaitu: 1) efisiensi operasional dan 2) efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Input pemasaran adalah sumberdaya (tenaga kerja, pengepakan, mesin, dan lainnya) yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Output pemasaran yang berhubungan dengan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu, sumberdaya adalah biaya sedangkan kegunaan adalah benefit dari rasio efisiensi pemasaran. Rasio efisiensi pemasaran dapat dilihat dalam dua cara yaitu perubahan sistem pemasaran dengan mengurangi biaya pada fungsi-fungsi pemasaran tanpa mengubah manfaat konsumen dan meningkatkan kegunaan output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran.

Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan dari sistem pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen. Sasaran dari efisiensi harga yaitu efisiensi alokasi sumberdaya dan maksimum output. Efisiensi harga dapat tercapai apabila pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran responsif terhadap harga yang berlaku. Menurut Soekartawi (2002) bila keuntungan yang diperoleh sebagai akibat pengaruh harga maka dapat dikatakan bahwa pengalokasian faktor produksi memenuhi efisiensi harga.

(36)

terhadap masing-masing konsumen, namun kepuasan konsumen, produsen serta semua lembaga-lembaga yang terlibat dalam kegiatan penyaluran barang dari petani hingga kepada konsumen akhir merupakan ukuran efisiensi suatu pemasaran (Kohl dan Uhl 2002).

Pengurangan biaya dalam kegiatan pemasaran tanpa mengubah nilai kegunaan produk dapat meningkatkan efisiensi pemasaran. Secara makro efisiensi pemasaran dianalisis dengan menggunakan pendekatan S-C-P ( Structure-Conduct-Performance). Pendekatan S-C-P diawali dengan menganalisis kondisi dasar pasar yaitu keadaan sosial dan politik, elastisitas teknologi dan harga input. Analisis struktur pasar dilakukan dengan mengidentifikasi konsentrasi pasar, ukuran distribusi, jumlah lembaga pemasaran, hambatan masuk, integrasi vertikal, struktur biaya, diferensiasi produk dan sebagainya. Perilaku pasar mengidentifikasi keadaan harga, keadaan produk, kebijakan keuangan, inovasi, promosi, dan sebagainya. Sedangkan keragaan pasar menganalisis profitabilitas, tingkat pertumbuhan, kemuhtahiran teknologi, dan sebagainya (Amalia, 2013).

Konsep Struktur, Perilaku, dan Kinerja (SCP) serta Perkembangannya Paradigma SCP pada awalnya merupakan salah satu pendekatan untuk mengkaji pembentukan organisasi industri. Carlton dan Perlof (2000), mengemukakan bahwa dalam perkembangannya kerangka SCP telah menjadi kerangka umum pendekatan kajian organisasi industri. Paradigma SCP dicetuskan oleh Mason tahun 1939 yang mengemukakan bahwa struktur suatu industri akan menentukan bagaimana pelaku industri berperilaku yang menentukan kinerja industri tersebut.

Asmarantaka (2012) mengajukan konsep yang bersifat dinamis. Keterkaitan hubungan dua arah yang bersifat timbal balik dan sifat hubungan

endogenous diantara variabel-variabel SCP serta memperhitungkan waktu. Pendekatan tersebut menunjukkan bahwa structure (S), conduct (C), dan

performance (P) dalam suatu waktu berada pada sistem dimana S dan C adalah faktor penentu dari P, di lain waktu S dan C ditentukan oleh P. Hal ini menunjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan. Pertama struktur mempengaruhi perilaku, semakin tinggi konsentrasi maka semakin rendah tingkat persaingan di pasar. Kedua perilaku mempengaruhi kinerja, semakin rendah tingkat persaingan maka akan semakin tinggi market power atau semakin tinggi keuntungan perusahaan. Ketiga struktur mempengaruhi kinerja, semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar maka akan semakin rendah tingkat persaingan dan market power semakin tinggi.

(37)

Tabel 6 Indikator pada analisis pemasaraan dengan pendekatan SCP

Analisis Indikator Kriteria

Efisien Tidak Efisien

Struktur Pasar Jumlah Pedagang Banyak Sedikit

Hambatan Masuk Pasar Mudah Sulit

Konsentrasi Pasar Menyebar Transparansi

Perilaku Pasar Praktek Kolusi Tidak ada Ada

Penentuan Harga Ditentukan banyak orang

Ditentukan satu/sedikit orang

Kinerja Pasar Share Produsen Besar Kecil

Distribution Margin Adil Tidak adil Integrasi Pasar Terintegrasi Tidak terintegrasi Elastisitas transmisi harga Elastis Tidak elastis

Sumber: Kohl dan Uhl (2002)

Waldman dan Jensen (2007) mengemukakan paradigma SCP dibangun berdasarkan analisis yang saling berhubungan. Tanda panah menunjukkan basic market condition yang dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran yang akan menentukan struktur pasar. Struktur pasar (market structure) menunjukkan perilaku pasar (market conduct) dan perilaku pasar akan menunjukkan kinerja pasar (market performance). Kebijakan pemerintah dalam pasar persaingan tidak sempurna dapat mempengaruhi struktur, perilaku, dan kinerja pasar. Tanda panah putus-putus menunjukkan adanya hubungan timbal balik. Kinerja pasar suatu waktu dapat mempengaruhi struktur dan perilaku pasar demikian pula sebaliknya. Keadaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Kondisi permintaan dan penawaran terkait erat dengan elastisitas harga, keberadaan barang subtitusi, pertumbuhan pasar, jenis barang, tekhnologi, bahan baku, skala ekonomi dan lain-lain. Struktur pasar merupakan bentuk pasar yang mempengaruhi tingkat persaingan dalam suatu industri. Identifikasi struktur pasar terdiri atas banyaknya jumlah perusahaan yang bersaing dalam pasar, efisiensi produk, penggunaan teknologi, konsentrasi pasar, dan hambatan keluar masuk pasar.

(38)

pemasaran, farmer share, dan integrasi pasar yang merupakan indikator dari kinerja pasar.

Pendekatan SCP menggolongkan pasar berdasarkan tipe perbedaan pasar yang digolongkan dalam kelompok market structure. Praktek bisnis yang dilakukan dikelompokkan dalam market conduct. Pengaruh terhadap harga dan output digolongkan dalam market performance. Hal ini menunjukkan suatu sistem dinamis yang mengembangkan respon penyesuaian dari perusahaan terhadap kondisi pasar dan keadaan yang memungkinkan.

Gambar 2 The structure-conduct-performance paradigm

Sumber : Manson (1940) dalam Waldman dan Jensen (2007)

Struktur Pasar (Market structure)

Struktur pasar merupakan deskripsi jumlah pelaku dalam suatu pasar. Struktur pasar merupakan karakteristrik pasar yang merujuk pada jumlah dan distribusi perusahaan dalam suatu pasar. Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen dari lingkungan perusahaan yang mempengaruhi

Kinerja Pasar

Efisiensi alokasi dan teknis Efisiensi, tingkat teknologi Kualitas dan pelayanan Ekuitas

KONDISI PASAR

Kondisi permintaan dan penawaran

Struktur Pasar

Jumlah penjual dan pembeli Diferensiasi produk

Hambatan keluar dan masuk pasar Konsentrasi pasar

Teknologi

Perilaku Pasar

Strategi produk dan penetapan harga Iklan dan investasi bangunan Kolusi dan merjer

Penelitian dan pengembangan

(39)

dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja di dalam pasar. Struktur pasar adalah bahasan penting untuk mengetahui perilaku dan kinerja industri. Struktur pasar (market structure) dapat diartikan sebagai karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang merupakan suatu resultan atau saling mempengaruhi perilaku dan keragaan pasar. Dalam struktur pasar, terdapat kekuatan yang dimiliki industri (Cramer et al. 2001).

Asmarantaka (2008), mengemukakan struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefiniskan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. Ukuran struktur pasar dibagi ke dalam 3 jenis:

1. Market concentration (konsentrasi pasar), diukur berdasarkan persentase dari penjualan/asset/pangsa pasar

2. Exit-Entry (kebebasan keluar masuk calon penjual), perusahaan yang besar mempunyai kelebihan dalam menentukan kontrol harga dalam rangka mempertahankan konsentrasinya di dalam pasar.

3. Product differentiation (diferensiasi produk) pada perusahaan dengan konsentrasi pasar tinggi mempunyai kelebihan menentukan product differentiation untuk usaha meningkatkan keuntungan. Usaha ini dilakukan dengan jalan mengubah kurva permintaan yang elastis menjadi tidak elastis.

Menurut Kohls dan Uhl (2002) sisi ekstrim pasar bersaing tidak sempurna adalah pasar monopoli dan monopsoni. Pasar monopoli ciri utamanya adalah penjual tunggal, sedangkan pasar monopsoni pembeli tunggal. Oligopoli adalah pasar dengan beberapa penjual, sedangkan oligopsoni adalah pasar dengan beberapa pembeli. Untuk pasar persaingan monopolistik adalah situasi diantara bersaing sempurna dan oligopoli, yaitu terlalu banyak perusahaan namun pasar tidak cukup kriteria tersebut menjadi pasar bersaing sempurna. Masing-masing perusahaan berusaha agar produk atau jasanya unik dan berbeda dari perusahaan lain.

(40)

Pb D

Untuk menyeimbangkan kedua posisi tersebut maka diharapkan agar harga yang yang diterima monopolis dari sisi penjual dan monopolis dari sisi pembeli mengikuti harga pada pasar persaingan sempurna yang berada pada titik pertemuan antara supply dan demand (P*).

Tabel 7 Lima jenis struktur pasar berdasarkan jumlah perusahaan dan sifat produk dalam sistem pemasaran

Sumber : Dahl dan Hammond (1977)

Baye (2010) dan Porter (1990) membagi aturan persaingan dalam lima faktor kekuatan dalam industri yang menghasilkan produk maupun jasa. Faktor-faktor tersebut adalah masuknya pesaing baru, ancaman dari produk pengganti substitusi), kekuatan tawar menawar pembeli, kekuatan daya tawar penyedia input sumberdaya, dan persaingan di antara pesaing-pesaing yang ada.

Pasar persaingan sempurna (PPS) adalah kondisi pasar ideal dan kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa asumsi yang harus terpenuhi. Pertama terdapat banyak penjual dan pembeli di pasar. Kedua tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi pesaingnya di pasar. Ketiga, penjual dan pembeli hanya sebagai price taker serta tidak ada persaingan di luar harga. Keempat tidak ada hambatan untuk masuk atau keluar pasar.

Karakteristik Struktur Pasar

Jumlah

(41)

Kelima, jenis produk homogen dan identik, dan keenam semua partisipan pasar memiliki cukup informasi dan pengetahuan tentang produk dan harga.

1. Pangsa pasar (Market Share)

Menurut Jaya (2001), pangsa pasar merupakan hal penting dalam aspek pemasaran dikarenakan peningkatan pangsa pasar mengindikasikan adanya peningkatan persaingan bagi perusahaan dalam industri. Pangsa pasar berpengaruh terhadap keuntungan. Besaran pangsa pasar berkisar antara 0 hingga 100 persen total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar yang besar mencirikan kekuatan pasar yang besar. Sebaliknya pangsa pasar yang kecil dimaknai perusahaan tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan. Menurut Besanko et al. (2010), pangsa pasar dapat dihitung dengan menggunakan penerimaan penjualan atau kapasitas produksi.

dimana :

Msi = pangsa pasar perusahaan i (%)

Si = penjualan atau kapasitas produksi perusahaan i (rupiah) Stot = total penjualan atau produksi seluruh perusahaan (rupiah) 2. Konsentrasi Pasar (Market Concentration)

Konsentrasi pasar memiliki keterkaitan erat dengan pangsa pasar. Konsentrasi pasar merupakan kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis yang saling bergantung satu dengan lainnya (Jaya 2001). Waldman dan Jensen (2007) menyatakan bahwa terdapat beberapa indeks yang dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi pasar yaitu rasio konsentrasi (concentration ratio atau CR) dan Herfindahl Hirchman Index

(HHI). Rasio konsentrasi menghitung persentase penjualan di pasar dari jumlah absolut beberapa perusahaan besar yang ada di pasar. Konsentrasi pasar menunjukkan pangsa pasar yang dikuasai oleh beberapa perusahaan terbesar.

Menurut Baye (2010) rasio konsentrasi dapat digunakan untuk mengukur struktural power karena melibatkan jumlah absolut perusahaan dan ukuran sidtribusi. Contohnya perhitungan CR4 yaitu mengukur konsentrasi dari empat perusahaan terbesar yang ada salam satu pasar. Nilai CR berada diantara 0 sampai 100. Untuk pasar persaingan sempurna CR sama dengan 0 dan untuk monopoli CR sama dengan 100.

CRx =  MSi ; ( x = 1,2,3, ...n) dimana :

CRx : Konsentrasi rasio dar x perusahaan terbesar dalam suatu pasar MSi : Persentase pangsa pasar (market share) perusahaan ke-i

Keterbatasan pengukuran CR adalah hanya mencakup sebagian kecil peusahaan yang menguasai sebagian besar pasar sehingga pengukuran ini belum menunjukkan besarnya distribusi antar peusahaan. Keunggulannya adalah pengukuran menjadi lebih mudah karena didukung oleh data-data (Baye 2010).

3. Hambatan Masuk (Barriers to Entry)

(42)

keunggulan dalam melakukan diferensiasi produk. Kondisi ini sangat menentukan tingkat persaingan baik yang aktual maupun yang potensial. Sehingga dapat mempengaruhi struktur pasar yang terjadi.

Menurut Jaya (2001) terdapat beberapa hal umum yang harus dipahami terkait dengan hambatan masuk pasar. Hambatan tersebut adalah hambatan-hambatan yang timbul dalam kondisi pasar yang mendasar, tidak hanya dalam bentuk perangkat legal ataupun dalam bentuk kondisi yang berubah dengan cepat. Hambatan kedua dibagi dalam berbagai tingkatan. Mulai dari tanpa ada hambatan yakni bebas masuk tanpa ada hambatan, hambatan rendah, hambatan sedang sampai hambatan tingkat tinggi sehingga tidak terdapat jalan untuk masuk. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat hambatan masuk adalah dengan mengukur skala ekonomi yang dilihat melalui outpot perusahaan yang menguasai pasar. Nilai output ini kemudian dibagi dengan output total industri . Data ini disebut MES (Minimum Efficiency Scale). MES merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan mengukur kemampuan masuknya pendatang baru kedalam suatu industri yang didekati melalui output perusahaan.

MES =

Perilaku Pasar (Market Conduct)

Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang dihadapinya, yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan siasat pemasaran seperti potongan harga (Kohls dan Uhl, 2002). Perilaku pasar mencerminkan perilaku yang dilakukan oleh perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dihasilkan, harga produk tersebut, tingkat produksi, promosi, dan beberapa variabel operasional lainnya.

Menurut Dahl dan Hammond (1977), perilaku pasar merupakan pola tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu, meliputi kegiatan pembelian-penjualan, penentuan dan pembentukan harga, kerjasama lembaga pemasaran, dan praktek fungsi pemasaran. Pada SCP, hubungan yang terjadi merupakan pengaruh struktur terhadap perilaku dimana perusahaan yang memiliki kekuatan pasar kemungkinan akan memanfaatkan kemampuan tersebut dengan meningkatkan harga diatas harga kompetitif. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam struktur pasar tertentu. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan suatu kinerja pasar. Perilaku pasar berhubungan dengan pelaku perusahaan. Perusahaan yang pencari harga merupakan mengharapkan perlakuan berbeda dari jenis-jenis price taker dalam suatu industri (Cramer et al. 2001).

(43)

adaptif menerangkan bagaimana perilaku perusahaan dalam beradaptasi pada suatu sistem tataniaga agar dapat bertahan di pasar. Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap penjual dan pembeli yang dilakukan tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran.

Kinerja Pasar (Market Performance)

Kinerja pasar menurut Dahl dan Hammond (1977) merupakan keadaan sebagai akibat dari struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, dan volume produksi yang akan memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran. Deskripsi kinerja pasar dapat dilihat dari pertama harga dan penyebarannya ditingkat produsen dan tingkat konsumen. Kedua marjin pemasaran dan penyebarannya pada setiap tingkat lembaga pemasaran. Kinerja pasar merupakan gabungan antara struktur pasar dan perilaku pasar yang menunjukkan terjadi interaksi antara struktur pasar, perilaku pasar, dan kinerja pasar yang tidak selalu linier, tetapi saling mempengaruhi. Adapun elemen kinerja pasar terdiri atas marjin pemasaran,

farmer share, R/C Rasio, dan integrasi pasar.

Menurut Sudiyono (2002) kinerja pasar merupakan hasil keputusan akhir yang diambil dalam hubungan dengan proses tawar menawar dan persaingan harga. Kinerja pasar dapat digunakan untuk melihat pengaruh struktur dan tingkah laku pasar dalam proses pemasaran komoditi pertanian. Market performance

merupakan refleksi atau dampak dari structure dan conduct pada harga produk, biaya, dan jumlah kualitas dari output (Cramer dan Gail 2001).

Pada pendekatan SCP, hubungan yang terjadi merupakan interaksi antara struktur, perilaku dan kinerja pasar. Perusahaan yang memiliki kekuatan pasar akan memanfaatkan kemampuan tersebut dengan meningkatkan harga diatas harga kompetitif. Perusahaan akan berlaku sebagai pemimpin pasar. Pemimpin pasar (leader) biasanya akan menentukan harga dan output menurut pandangannya yang menguntungkan dan terhindar dari ancaman pemerintah dan persaingan pasar. Sebaliknya perusahaan-perusahaan kecil akan mengikuti harga yang telah disepakati oleh pemimpin pasar. Perusahaan-perusahaan kecil bebas menentukan pilihan apakah akan mengikuti keputusan pemimpin pasar atau menentukan harga jual sesuai keputusan sendiri, namun dengan konsekuensi yang diterima yaitu akan menghadapi ancaman kemungkinan keluar dari pasar (Carlton dan Perloff 2000).

(44)

a. Marjin Pemasaran

Menurut Tomek dan Robinson (1990) terdapat dua alternatif dalam memahami defenisi marjin pemasaran yaitu (1) perbedaan harga yang dibayarkan konsumen (Pr) dengan harga yang diterima produsen (Pf) atau dapat dituliskan = Pr – Pf dan (2) merupakan harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya aktivitas produktif atau konsep nilai tambah. Pengertian ini lebih tepat, karena memberikan pengertian semua proses bisnis dari aliran pemasaran mulai dari petani produsen primer sampai ke tangan retailer atau konsumen akhir. (3) bila marjin pemasaran (Pr-Pf) dikalikan jumlah produk yang ditawarkan Qr,f) maka hasilnya disebut nilai marjin pemasaran (the value of the marketing margin atau VMM) (Kohls dan Uhl 2002). Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa marjin pemasaran merupakan selisih harga yang dibayarkan konsumen (Pr) dengan harga yang diterima oleh petani (Pf)

Gambar 4 Marjin pemasaran Sumber: Dahl dan Hammond (1977)

Keterangan :

Pf = Harga di tingkat petani Pr = Harga di tingkat pedagang Sf = Kurva penawaran petani Sr = Kurva penawaran pedagang Df = Kurva permintaan petani Dr= Kurva permintaan pedagang Qr, f = Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pedagang

Secara matematik sederhana VMM = (Pr – Pf) Q. Nilai dari marjin pemasaran (VMM) dapat dipandang secara agregat atau kedalam dua aspek yang berbeda. Aspek pertama dari VMM adalah penerimaan dari input yang dipergunakan dalam proses pengolahan atau jasa pemasaran dari tingkat petani sampai konsumen (marketing costs or returns to factors). Sebagai balas jasa terhadap input-input pemasaran dapat berupa upah, suku bunga, sewa dan keuntungan. Atau dari aspek balas jasa terhadap kelembagaan pemasaran

Sr

Sf

Dr

Df

Jumlah Produk (Q) Qr,f

Harga (P)

Marjin Pemasaran

Pr

(45)

yaitu pedagang eceran, grosir, pengolah, pa brikan dan pengumpul (Hammond dan Dahl 1977). Faktor-faktor yang mempengaruhi marjin pemasaran komoditas pertanian adalah biaya angkut, perlakuan baru, biaya penyusutan/kerusakan, tingkat harga beli, besar keuntungan, modal kerja dan kapasitas penjualan (Kohls dan Uhl 2002).

b. Farmer’s Share

Konsep marjin pemasaran sangat erat kaitannya dengan bagian harga yang diterima petani (farmer’s share). Menurut Kohls dan Uhl (2002)

farmer’s share merupakan persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dalam bentuk persentase (%). Secara umum, besaran farmer share dan marjin pemasaran bervariasi antar komoditi tergantung biaya relatif pemasaran yang dikeluarkan sehubungan dengan nilai tambah (the value added utilities) waktu, bentuk, kepemilikan dan tempat berdasarkan aktifitasbisnis atau fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan (Kohls dan Uhl 2002). Oleh karenanya, marjin yang tinggi dan farmer share

yang rendah, belum dapat dikategorikan sebagai pemasaran efisien atau tidak. Namun harus memperhitungkan bentuk, fungsi dan atribut-atribut yang melekat pada produk hingga sampai ke konsumen akhir. Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi pemasaran dari sisi pendapatan petani. Secara sederhana farmer’s share dirumuskan sebagai berikut :

FS =

x 100% dimana :

FS = Bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) Pf = Harga di tingkat petani

Pr = Harga di tingkat pedagang

Integrasi pasar vertikal

Integrasi pasar adalah seberapa jauh pembentukan harga komoditi pada suatu tingkat lembaga atau pasar yang dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Dua pasar dikatakan terpadu apabila perubahan harga dari salah satu pasar atau tingkat lembaga disalurkan ke pasar lainnya. Integrasi pasar terjadi apabila terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi tersebut disalurkan dengan cepat.

Gambar

Tabel 1  Luas areal dan produksi dan produktivitas perkebunan kakao Indonesia
Tabel 2  Produksi kakao dunia di berbagai negara (ribu ton)
Tabel 5  Luas areal dan produksi dan produktivitas kakao berdasarkan kabupaten  di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013
Gambar 1 Pola pergerakan harga biji kakao di tingkat petani dan eksportir, 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Secara lengkap bunyi ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan : Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah

Dengan berlakunya keputusan ini maka Keputuan Walikota Nomor 93/KPTS/KLP/2015 tentang Susunan Kelompok Kerja Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pada Kantor Layanan Pengadaan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Dakwah suara dibalik surau di Kota Kendari, pelaksanaannya/pengelolaannya sudah dalam kategori baik; (2) Pemahaman agama Islam

Pertumbuhan pendudukyang begitucepatdiKawasanPerkotaan Bogor Tengah memberikan dampak yangsangatseriusterhadappenurunan dayatampung

Seiring dengan datangnya agama-agama besar dunia seperti Hindu, Budha, Islam dan Nasrani ke Jawa, maka kebatinan mendapat bahan, metode (ritual) serta pengayaan konsep

Berdasarkan skor min dan jumlah peratusan setuju dan sangat setuju yang tinggi, kebanyakan responden berpendapat bahawa, kaedah pengajaran secara berkumpulan adalah sangat

Berdasarkan data subjektif yang didapat dengam wawancara guru/penanggung jawab program inklusi di Sekolah Dasar Al Firdaus mengatakan masih banyak anak yang kurang