• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Analisis Aspek Teknis

2. Analisis suhu pemasakan pada masing-masing formula

Analisis suhu yang dilakukan pada tahap ini hampir sama dengan analisis suhu yang dilakukan untuk mengetahui trend suhu pemasakan pada kuali. Akan tetapi pada analisis suhu kali ini, pengamatan dan pengukuran suhu dilakukan berdasarkan proses pemasakan kecap formula 1, formula 2, dan formula 3. Pengukuran suhu pada proses pemasakan formula 1 dilakukan sebanyak empat kali ulangan, sedangkan untuk pengukuran suhu pemasakan formula 2 dan 3 dilakukan sebanyak delapan kali ulangan. Perbedaan ulangan pengukuran suhu untuk formula 1 disebabkan keterbatasan bahan baku gula merah yang tersedia, sehingga proses pemasakan formula 2 hanya bisa dilakukan empat kali. Data pengukuran suhu pada analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pengukuran suhu dilakukan pada sepuluh titik pengamatan yaitu : (0) awal pemasakan; (1) pertengahan pemasakan gula; (2) akhir pemasakan gula; (3) awal pemasakan dengan air kacang; (4) pertengahan masak air kacang; (5) akhir masak kecap; (6) kecap setelah melewati penyaringan; (7) kecap saat akan masuk ke dalam tangki penyimpanan; dan (8) kecap setelah penyimpanan 1 hari; dan (9) kecap setelah penyimpanan 2 hari. Nilai suhu yang didapat dari beberapa kali ulangan dirata-rata kemudian diubah ke dalam bentuk grafik. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan didapatkan grafik seperti Gambar 8.

70.0 80.0 90.0 100.0 110.0 120.0 130.0 140.0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Titik pe ngukuran S u h u rata-rat a (o C) Formula 1 f ormula 2 f ormula 3

Gambar 8. Grafik suhu pemasakan kecap

Untuk melihat perbedaan suhu yang terukur pada proses pemasakan masing-masing formula maka dihitung standar deviasi pada tiap titik pengukuran dari ketiga formula. Hasil pengukuran menunjukkan kecenderungan nilai standar deviasi yang berbeda-beda pada tiap titik. Pada titik 0 memiliki nilai standar deviasi yang tinggi yaitu 3.02. Hal ini menunjukkan pada masing-masing formula memiliki suhu awal pemasakan yang berbeda-beda.

Pada akhir pemasakan gula atau pada titik 2 juga memiliki nilai standar deviasi yang cukup tinggi yaitu 1.87. Jika dilihat dari grafik, formula 1 memiliki suhu yang paling tinggi. Selain itu, pada perhitungan batas atas dan batas bawah suhu (Lampiran 6), dapat diketahui bahwa suhu pemasakan formula 1 pada titik 2 ini tidak termasuk kedalam range suhu yang dapat diterima. Suhu yang lebih tinggi ini disebabkan gula yang digunakan pada formula 1 memiliki padatan yang lebih banyak sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi untuk melarutkan gula. Akan tetapi, suhu yang lebih tinggi ini juga menyebabkan rasa gula yang dihasilkan pada formula 1 menjadi pahit.

SD = 3.02 SD = 0.44 SD = 1.87 SD = 0.67 SD = 0.69 SD = 0.60 SD = 1.10 SD = 0.31 SD = 2.50 SD = 1.30

Nilai standar deviasi pada tahapan setelah penambahan air kacang atau pada titik 3, 4 dan 5 memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu pada kisaran ± 0.60. Jadi dapat dikatakan pada tahap setelah penambahan air kacang, suhu pemasakan pada ketiga formula hampir sama.

Nilai standar deviasi yang cukup tinggi juga ditunjukkan pada tahap penyimpanan setelah 2 hari atau pada titik 9. Nilai standar deviasi pada titik 9 yaitu 2.50. Jadi dapat dikatakan suhu masing-masing formula kecap setelah penyimpanan 2 hari memiliki nilai yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan proses penurunan suhu pada tangki penyimpanan masing-masing formula memiliki kecepatan penurunan suhu yang berbeda-beda. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh kondisi suhu lingkungan yang berbeda-beda.

Suhu awal pemasakan formula 1 berada pada suhu ± 85oC, sedangkan suhu awal pemasakan formula 2 dan 3 berada pada suhu± 80oC. Perbedaan suhu juga terlihat jelas pada saat akhir pemasakan gula, dimana garis kurva formula 1 berada lebih tinggi dibandingkan formula 2 dan 3 yang berada pada garis yang hampir sama. Suhu akhir pemasakan gula formula 1 sebesar± 135oC, sedangkan suhu akhir pemasakan gula formula 2 dan 3 sebesar ± 132oC. Suhu pemasakan yang lebih tinggi pada pemasakan formula 1 menyebabkan kecap yang dihasilkan berasa pahit. Hal ini dapat dilihat pada penjelasan analisis organoleptik.

Trend suhu yang didapat pada analisis suhu kali ini hampir sama dengan trend suhu yang didapat pada analisis suhu yang didapat pada analisis suhu sebelumnya yang telah dijelaskan pada penjelasan bagian B1. Suhu terus mengalami peningkatan hingga akhir pemasakan gula. Suhu pada pertengahan pemasakan gula formula 1, 2 dan 3 berada pada kisaran nilai suhu yang sama yaitu± 120oC. Suhu mencapai puncak kenaikan suhu saat akhir pemasakan gula dimana terdapat perbedaan suhu antara formula 1 dengan formula 2 dan 3 seperti yang telah dijelaskan diatas.

Menjelang akhir pemasakan gula inilah terjadi reaksi karamelisasi dan pemecahan sukrosa yang merupakan kandungan terbesar dalam gula merah menjadi gula-gula pereduksi. Gula pereduksi tersebut akan bereaksi

dengan asam amino yang berasal dari air kacang dalam reaksi Maillard menghasilkan komponen volatil yang membentuk flavor kecap. Suhu akhir pemasakan gula mencapai nilai ± 135oC, sedangkan suhu karamelisasi berada pada rentang 110 170oC.

Suhu mengalami penurunan setelah dilakukan penambahan air kacang. Suhu pemasakan setelah ditambahkan air kacang ke dalam kuali berkisar ± 126oC. Selama pemasakan dengan air kacang hanya terjadi sedikit perubahan suhu. Perubahan suhu yang terjadi kurang dari 1oC. Jika dilihat pada Gambar 6, suhu mengalami sedikit kenaikan pada pertengahan masak dengan air kacang, akan tetapi mengalami penurunan pada akhir pemasakan kecap.

Saat pemasakan dengan air kacang terjadi reaksi Maillard antara gula pereduksi dengan asam amino. Reaksi Maillard akan menghasilkan komponen volatil yang merupakan penyusun flavor kecap. Menurut Husain (1996), dilihat dari komponen volatil dominan penyusun flavor kecap manis dapat dikatakan bahwa reaksi Maillard berkontribusi terhadap pembentukan flavor kecap manis.

Komponen volatil yang menyusun kecap manis seperti furan, pirazin, sebagian aldehid dan keton, pirol, piran, dan tiazol merupakan komponen volatil hasil reaksi Maillard. Pembentukan komponen volatil kecap manis optimal terbentuk selama proses pemasakan. Hal ini dapat dibuktikan dengan bertambahnya proporsi komponen tertentu utamanya produk reaksi Maillard seperti aldehid, keton, furan, tiazol dan pirazin pada kecap manis dibandingkan dengan proporsi komponen tersebut pada gula merah dan sari moromi (Husain, 1996).

Reaksi Maillard dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu waktu dan suhu pemanasan, kadar air, pH, dan gula pereduksi (Hurrell, 1982). Laju reaksi Maillard meningkat seiring dengan peningkatan suhu pemasakan. Reaksi pencoklatan dan pembentukan komponen volatil terjadi pada suhu yang lebih tinggi sebagai hasil dari reaksi Maillard lanjutan. Reaksi Maillard masih dapat terjadi pada suhu 121oC (Hurrell, 1982). Sedangkan suhu pemasakan dengan air kacang pada pembuatan kecap manis pada

pabrik ini berlangsung pada suhu sekitar ± 126oC. Hal ini berarti pada saat pemasakan dengan sari air kacang terjadi reaksi pencoklatan dan pembentukan komponen volatil.

Setelah tahap pemasakan kecap berakhir, kecap yang telah matang akan dialirkan menuju tahap selanjutnya yaitu penyaringan. Suhu kecap yang telah melewati tahap penyaringan mengalami penurunan dibandingkan dengan suhu kecap saat matang. Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat suhu kecap setelah melewati tahap penyaringan berada pada kisaran suhu ± 120oC. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan serat kasar yang terdapat pada kecap yang telah matang. Kecap yang telah disaring kemudian dialirkan menuju tangki penyimpanan dan disimpan selama beberapa hari kemudian difilling ke dalam kemasan kemasan.

Pada saat kecap disimpan terjadi penurunan suhu kecap. Berdasarkan pengukuran suhu kecap di dalam tangki penyimpanan, dapat dilihat pada Gambar 6, suhu kecap setelah penyimpanan 1 hari adalah ± 83oC untuk formula 1 dan 2, sedangkan suhu kecap formula 3 memiliki suhu yang lebih tinggi yaitu± 85oC. Setelah penyimpanan 2 hari suhu kecap mengalami penurunan suhu yang berbeda pada tiap formula. Suhu kecap formula 1 setelah penyimpanan 2 hari adalah± 78oC, suhu kecap formula 2 setelah penyimpanan 2 hari adalah 75oC, sedangkan suhu kecap formula 3 setelah penyimpanan 2 hari adalah 80oC. Suhu kecap formula 3 memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan suhu kecap formula 1 dan 2.

Selama berada di dalam tanki penyimpanan dengan suhu tinggi reaksi Maillard tetap berlangsung dan dapat memperbaiki flavor kecap yang dihasilkan. Menurut Hurrell (1982), laju reaksi Maillard meningkat seiring dengan peningkatan suhu pada kisaran suhu 0 90oC. Suhu kecap selama penyimpanan dari hari pertama hingga hari kedua berada pada kisaran antara 85 75oC. Kisaran suhu tersebut masih memungkinkan untuk terjadinya reaksi Maillard. Hal ini dapat diketahui dari uji organoleptik kecap setelah penyimpanan yang menunjukkan rasa yang lebih baik dibandingkan dengan kecap saat matang. Penyimpanan selain dapat

menurunkan suhu juga dapat memperbaiki mutu organoleptik. Penjelasan mengenai organoleptik kecap dapat dilihat pada bagian 3.

Dokumen terkait