• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. TUJUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jenis gula yang umum digunakan dalam pembuatan kecap manis adalah gula merah (Apriyantono dan Wiratma, 1997). Gula merah adalah gula berbentuk padat, berwarna coklat kemerahan sampai dengan coklat tua. Gula merah adalah gula yang secara tradisional dihasilkan dari pengolahan nira, dengan cara menguapkan airnya sampai cukup kental dan kemudian dicetak atau dibuat serbuk. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3743-1995) gula merah merah atau gula palma adalah gula yang dihasilkan dari pengolahan nira pohon palma yaitu aren (Arenga pinnata Merr.), nipah (Nypa fruticans), siwalan (Borassus flabellifera Linn.), dan kelapa (Cocos nucifera Linn.) atau jenis palma lainnya, dan berbentuk cetak atau serbuk / granula. Syarat mutu gula merah menurut SNI dapat dilihat pada Lampiran 1.

Komposisi dari gula aren, gula kelapa, gula tebu dan molases dapat dilihat pada Tabel 1. Dari data komposisi keempat jenis gula tersebut, dapat dilihat adanya perbedaan komposisi kimia dari masing-masing jenis gula. Perbedaan komposisi kimia pada masing-masing gula tersebut dapat mengarah kepada perbedaan jalur reaksi serta flavor yang dihasilkan (Judoamidjojo et al., 1984).

Tabel 1. Komposisi kimia gula aren, gula kelapa, gula tebu dan molases Komposisi (%) Gula arena Gula kelapab Gula tebuc Molasesd

Air 10.9 8.8 0.2 21.0 Abu 1.4 1.1 - 11.0 Padatan terlarut 80.9 82.5 - 86.0 Bahan tidak larut air 0.4 0.7 - -Gula - - - 50.0 Sukrosa 68.9 77.1 96.0 40.0 Glukosa 3.1 5.8 - 9.0 Fruktosa 4.1 6.5 - 6.5 Keterangan :

- : tidak ada data mengenai hal tersebut a : Kusuma (1992)

b : Nurhayati (1996)

c : Brekhman dan Nesterenko (1983) d : Patarau (1982)

Menurut Whistler dan Daniel (1985), karbohidrat terutama sukrosa dan pati berkontribusi besar terhadap flavor makanan. Peranan gula dalam pembuatan kecap sangat penting karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard dan karamelisasi, yang berperan dalam pembentukan flavor dan karakteristik kecap manis (Judoamidjojo, 1987). Selain itu, gula-gula seperti glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa dan laktosa pada konsentrasi tinggi dapat menurunkan aw, dimana aw yang rendah dapat berfungsi sebagai pengawet dengan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

Mutu gula merah terutama ditentukan dari penampilannya, yaitu bentuk, warna dan kekerasan. Kekerasan dan warna gula sangat dipengaruhi oleh mutu nira yang telah terfermentasi (Nurlela, 2002). Gula merah memiliki tekstur dan struktur yang kompak, serta tidak terlalu keras sehingga mudah dipatahkan dan memberi kesan empuk. Selain itu, gula merah juga memiliki aroma dan rasa yang khas. Rasa manis pada gula merah disebabkan gula merah mengandung beberapa jenis gula seperti sukrosa, fruktosa, glukosa dan maltosa (Nurlela, 2002).

Gula merah memiliki sifat-sifat spesifik sehingga perannya tidak dapat digantikan oleh jenis gula lainnya. Gula merah memiliki rasa manis dengan rasa asam. Rasa asam disebabkan oleh kandungan asam organik didalamnya. Adanya asam-asam organik ini menyebabkan gula merah mempunyai aroma khas, sedikit asam dan berbau karamel (Nurlela, 2002). Rasa karamel pada gula merah diduga disebabkan adanya reaksi karamelisasi akibat pemanasan selama pemasakan. Karamelisasi juga menyebabkan timbulnya warna coklat pada gula merah (Nurlela, 2002).

Gula merah mempunyai rasa dan aroma yang khas, sehingga tidak dapat digantikan oleh gula pasir. Penggunaan gula merah sangat luas diantaranya untuk pemanis minuman, penyedap makanan, bahan pembuat dodol, kue dan merupakan salah satu bahan baku dalam industri kecap.

B. KECAP

Kecap adalah cairan yang berwarna coklat terang sampai hitam dengan aroma khas, yang dibuat dengan hidrolisis kedelai, dengan atau tanpa

penambahan gandum, menggunakan enzim yang diproduksi oleh Aspergillus orzae (A. Sojae) dalam larutan garam pekat mendekati18% w/v (Yulianawati, 1997).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3543-1994), kecap kedelai adalah produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan yang diizinkan. Syarat mutu kedelai berdasarkan SNI dapat dilihat pada Lampiran 2. Kecap dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia sebagai produk semacam saus dari kedelai dengan konsistensi cair, berwarna coklat gelap dan beraroma daging (Winarno, 1986). Komposisi kimia kecap manis dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia kecap manis Karakteristik Kadar (%) Air Protein kasar Lemak Abu Karbohidrat Garam (NaCl) 29.61 1.46 0.14 7.64 61.15 6.27 Sumber : Judoamidjojo (1987)

Kecap merupakan bumbu penyedap serba guna yang digunakan di berbagai negara di Asia seperti Jepang, Cina, Taiwan, Malaysia, Indonesia dan lain-lain. Menurut Nunomura dan Sasaki (1992), kecap di dunia dibagi menjadi dua kategori berdasarkan cara pembuatannya yaitu kecap fermentasi dan kecap yang dibuat secara hidrolisis kimia. Kecap fermentasi dibuat menggunakan mikroorganisme dalam proses pembuatannya. Kecap fermentasi diklasifikasikan menjadi dua yaitu kecap Jepang dan kecap Cina. Pada pembuatan kecap Jepang digunakan gandum dan kedelai dalam jumlah yang sama, sedangkan pada pembuatan kecap Cina hanya menggunakan kedelai atau ditambahkan gandum dengan jumlah yang lebih sedikit dari jumlah kedelai. Gandum pada proses pembuatan kecap dapat meningkatkan aktivitas fermentasi sehingga menghasilkan flavor yang lebih kuat dan beragam dibandingkan jika hanya menggunakan kedelai. Selain itu, gula yang

terkandung dalam gandum juga dapat meningkatkan kemanisan dari kecap (Jeong et al., 2004).

Dari segi prosedur pembuatan kecap, kecap Jepang mengalami proses pasteurisasi sedangkan kecap Cina mengalami proses pemasakan (Nunomura dan Sasaki, 1986). Pada tahapan fermentasi koji, kecap Jepang diinokulasi oleh kapang Aspergillus saja yaitu A. oryzae dan A. soyae, sedangkan pada tahapan fermentasi koji kecap Cina menggunakan kapang Aspergillus, Rhizopus dan Mucor (Djien, 1982). Beberapa pembuat kecap di Indonesia menginokulasi kedelai dengan Rhizophus oligosporus pada tahap fermentasi koji (Djien, 1982)

Secara umum Judoamidjojo (1987) mengelompokkan kecap Indonesia menjadi 2 golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap asin mengandung sedikit gula palma (4 - 19 %) dan banyak garam (18 21%) sedangkan kecap manis mengandung banyak gula palma (26 61 %) dan sedikit garam (3 -6 %). Kecap manis mempunyai konsistensi sangat kental manis, rasa manis dengan kandungan gula 26-61%, serta kandungan garam 3-6%. Kecap asin yang disebut juga saus kedelai ringan, memiliki konsistensi encer, warna lebih muda dan rasa lebih asin dengan kandungan garam 18-21% serta kandungan gula 4-19% (Judoamidjojo, 1987).

Sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya di Pulau Jawa, cenderung lebih menyukai kecap manis (Judoamidjojo, 1987). Kecap manis yang dibuat secara tradisional menggunakan bahan baku kedelai hitam atau kedelai kuning, kadang-kadang dalam proses pembuatannya ditambahkan tepung tapioka, tepung gandum atau tepung beras (Judoamidjojo, 1987). Kecap dapat dibuat dengan tiga cara, yaitu cara fermentasi, hidrolisis asam atau enzimatis, atau kombinasinya. Di Indonesia kecap umumnya dibuat dengan cara fermentasi dalam skala industri kecil atau home industry.

Komponen terbesar kecap manis adalah karbohidrat, terutama sukrosa, glukosa dan fruktosa (Judoamidjojo, 1987). Tingginya kadar gula pada kecap manis ini disebabkan adanya penambahan gula dalam proses pembuatannya. Menurut Judoamidjojo et al. (1984) sebagian besar kecap di Indonesia

menunjukkan perbedaan kandungan gula, komposisi asam dan konsentrasi asam amino yang berhubungan dengan perlakuan fermentasi.

C. PROSES PEMBUATAN KECAP

Secara umum proses pembuatan kecap dapat dibagi menjadi tiga cara yaitu dengan cara fermentasi, hidrolisis kimia, atau kombinasi keduanya (Winarno et al., 1973). Pembuatan kecap dengan cara fermentasi meliputi dua tahap yaitu fermentasi kapang dan fermentasi garam (Judoamidjojo, 1987), sedangkan cara hidrolisis menggunakan asam, sehingga waktu pembuatan kecap lebih singkat (Nunomura dan Sasaki, 1986).

Proses pembuatan kecap dengan cara hidrolisis kimia lebih mudah, cepat dan murah dibandingkan cara fermentasi. Tetapi, kecap yang dihasilkan memiliki flavor tidak sebaik flavor kecap yang dihasilkan melalui fermentasi (Yokotsuka, 1983). Hal ini disebabkan selama hidrolisis terjadi kerusakan beberapa asam amino dan gula. Selain itu dapat pula terbentuk senyawa penyebab off flavor seperti asam levulinat dan H2S (Nunomura dan Sasaki, 1986). Dibanding dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap yang dibuat melalui proses fermentasi lebih baik ditinjau dari segi rasa dan aroma. Hal ini menyebabkan kecap yang dibuat melalui hidrolisis jarang ditemukan (Winarno et al., 1973). Kecap hasil fermentasi mengandung senyawa-senyawa hasil fermentasi seperti asam-asam organik dan alkohol yang memberikan aroma khas.

Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya adalah pemecahan senyawa makromolekul kompleks yang ada dalam kedelai, seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakrida. Senyawa-senyawa tersebut akan menentukan rasa, aroma dan komposisi kecap (Hardjo, 1964). Menurut Nunomura dan Sasaki (1992), proses pembuatan kecap terdiri dari lima tahapan utama yaitu perlakuan panas terhadap bahan baku kedelai, fermentasi koji oleh Aspergillus oryzae atau A. soyae, fermentasi moromi oleh Pediococcus halophilus dan Zygosaccharomyces rouxii, ekstraksi moromi dan

pasteurisasi. Secara garis besar, proses pembuatan kecap dengan cara fermentasi di Indonesia adalah sebagai berikut (Gambar 1) :

Kacang kedelai

fermentasi koji

fermentasi moromi dalam larutan garam

Ekstraksi 1 Ekstraksi 2 Ekstraksi 3 Ekstraksi 4 Ekstraksi 5 Makanan ternak

Gambar 1. Bagan proses pembuatan kecap (Judoamidjojo et al., 1989)

Menurut Judoamidjojo et al. (1989), proses pembuatan kecap manis terdiri dari (a) fermentasi koji, (b) fermentasi moromi, (c) ekstraksi dan filtrasi air kacang, (d) pemasakan dengan penambahan gula serta bumbu, (e) pengedapan, penyaringan dan pembotolan. Tahap pertama dalam proses pembuatan kecap adalah perebusan kedelai selama 3 sampai 4 jam. Jika dilakukan perendaman pendahuluan, maka perebusan kedelai memerlukan waktu yang lebih singkat (Judoamidjojo et al., 1989).

Setelah masak, kedelai diangkat dari tempat masak untuk didinginkan sambil agak dikeringkan. Kemudian kedelai disebarkan diatas tampah

Residu 1 Residu 2 Residu 3 Residu 4 Residu 5 Filtrat 1 Filtrat 2 Filtrat 3 Filtrat 4 Filtrat 5 Filtrat Kecap

anyaman bambu yang dianggap telah banyak terdapat spora kapang, karena telah berkali-kali digunakan untuk proses pengapangan. Tebal hamparan kedelai masak diatas tampah kira-kira 1-1.5 cm. Tampah berisi kedelai tersebut kemudian disimpan dalam ruang khusus atau ruang fermentasi. Pemeraman dalam ruang tersebut berlangsung selama dua sampai empat hari. Tahap ini disebut tahap fermentasi kapang dan hasil yang diperoleh dinamakan bungkil atau koji. (Judoamidjojo et al., 1989). Fermentasi koji merupakan proses fermentasi tahap pertama pada pembuatan kecap dimana enzim kapang mulai merombak protein menjadi peptida dan asam amino, zat tepung menjadi gula (Judoamidjojo et al., 1989).

Setelah pengapangan atau fermentasi koji, produk kedelai berkapang dijemur sampai kering sambil sekali-kali dilakukan pengadukan dengan maksud melepaskan butiran-butiran kedelai yang telah tergumpalkan oleh pertumbuhan kapang. Langkah selanjutnya adalah fermentasi larutan garam atau disebut juga sebagai fermentasi moromi. Fermentasi moromi disebut juga dengan fermentasi bakteri asam laktat dan khamir. Proses fermentasi ini dilakukan dengan memasukkan koji ke dalam tangki yang sudah diisi dengan larutan garam. Fermentasi moromi ini dapat berlangsung sekitar tiga sampai enam minggu (Judoamidjojo et al., 1989). Proses moromi berperan dalam pembentukan prekursor flavor kecap manis dengan cara mendegradasi koji menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana.

Moromi yang telah difermentasi kemudian disaring dan diambil filtratnya. Untuk membuat kecap manis, ke dalam filtrat ditambahkan gula kelapa atau gula aren, dimasak selama satu sampai satu setengah jam. Selama pemasakan dilakukan pengadukan terus-menerus untuk mencegah terjadinya karemelisasi atau pemanasan yang terlalu tinggi pada bagian bawah adonan. Untuk menambah aroma dan flavor sering pula dicampurkan ekstrak berbagai bumbu, seperti pekak dan adas (Judoamidjojo et al., 1989).

Setelah selesai pemasakan, adonan disaring ke dalam drum-drum plastik dalam keadaan panas. Filtrat sebagai kecap kemudian disimpan tujuh hari dengan maksud mengendapkan bahan-bahan yang tidak teremulsi atau tidak tercampur dalam cairan kental. Pada waktu akan melakukan pembotolan,

setelah penyimpan cukup lama dilakukan penyaringan yang kedua kalinya. Pada pabrik yang cukup besar pada umumnya digunakan separator sentrifugal besar untuk memperoleh cairan kental, tetapi cukup jernih (Judoamidjojo et al., 1989).

D. REAKSI PENCOKLATAN

Reaksi pencoklatan dalam bahan dan pengolahan pangan dapat disebabkan oleh reaksi oksidasi maupun non oksidasi (Whistler dan Daniel, 1985). Reaksi oksidasi atau disebut juga reaksi pencoklatan enzimatik merupakan reaksi antara oksigen dengan substrat fenolik yang dikatalisasi oleh enzim polifenol oksidasi. Sedangkan reaksi non oksidasi atau pencoklatan non enzimatik merupakan reaksi pencoklatan yang tidak melibatkan aktivitas enzim dan biasanya disebabkan oleh adanya perlakuan panas. Reaksi pencoklatan yang terjadi selama pembuatan kecap tergolong pada reaksi pencoklatan non enzimatik yang terdiri dari reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard.

1. Reaksi Karamelisasi

Karamelisasi merupakan salah satu reaksi pencoklatan non enzimatik yang melibatkan reaksi degradasi gula tanpa adanya asam amino atau protein yang menghasilkan produk akhir berupa polimer tanpa nitrogen berwarna coklat (Eskin et al., 1971). Menurut Eskin et al. (1971), ketika gula dipanaskan hingga melebihi titik larutnya maka gula akan mengalami reaksi pencoklatan. BeMiller dan Whistler (1996) menyatakan bahwa pemanasan langsung terhadap karbohidrat terutama sukrosa dan gula pereduksi tanpa melibatkan komponen mengandung nitrogen sehingga mengakibatkan sebuah reaksi senyawa kompleks yang disebut juga dengan karamelisasi.

Menurut Eskin et al. (1971), proses karamelisasi dapat terjadi dalam kondisi asam maupun basa dan berhubungan dengan perubahan flavor. Proses karamelisasi meliputi tiga tahap reaksi, yaitu tahap 1,2 enolisasi, tahap dehidrasi atau fisi dan tahap pembentukan pigmen (Eskin et al., 1971). Proses karamelisasi diawali dengan pelarutan gula pada suhu tinggi

dan diikuti dengan pembentukan busa. Pada tahap ini gula (sukrosa) dipecah menjadi glukosa dan fruktosa. Kemudian proses dilanjutkan dengan pembentukan 1,2-enol atau disebut juga tahapan 1,2 enolisasi. Pada tahap ini gula mengalami enolisasi menghasilkan senyawa 1,2-enol (Eskin et al., 1971).

Tahap selanjutnya adalah tahap dehidrasi atau fisi. Pada kondisi asam, senyawa 1,2-enol mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa 5-hidroksimetil-2-furaldehid yang merupakan produk dari reaksi karamelisasi heksosa dan salah satu prekursor pigmen coklat (Eskin et al., 1971). Skema reaksi pembentukan senyawa 5-hidroksimetil-2-furaldehid dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

H-C=O H-C-OH H-C-O H-C=O

H-C-OH C-OH C-OH C=O

HO-C-H OH-C-H -H2O C-H rearrangement CH2

H-C-OH H-C-OH H-C-OH H-C-OH

H-C-OH H-C-OH H-C-OH H-C-OH

CH2OH CH2OH CH2OH CH2OH

D- Glukosa 1,2-enol 3-Deoksialdos-2-ene 3-Deoksiosulosa

-H2O

HC CH H-C=O

HOCH2C CCHO -H2O C=O

siklisasi O C 5-(Hidroksimetil)-2-furaldehid CH H-C-OH CH2OH Osulos-3-ene

Gambar 2. Reaksi pembentukan 5-hidroksimetil-2-furaldehid (Eskin et al.,1971)

Tahap degradasi pada kondisi basa juga diawali dengan pembentukan senyawa 1,2-enol. Akan tetapi sebelumnya terjadi reaksi

isomerasi dari glukosa menjadi fruktosa dan manosa. Reaksi ini disebut juga dengan transformasi Lobry De Bruyn-Alberda van Eckenstein. Selanjutnya 1,2-enol mengalami reaksi fragmentasi dan menghasilkan senyawa-senyawa redukton seperti triosaenadiol dan piruvaldehidrat yang juga merupakan prekursor pigmen coklat (Eskin et al., 1971). Secara garis besar skema reaksi degradasi 1,2-enol pada kondisi basa disajikan pada Gambar 3 berikut :

CHOH

COH OH

CHO CHOH HC COOH

HOCH OH

CHOH + C-OH CO CHOH

HCOH

CH2OH CH2OH CH3 CH3

HCOH

Gliseraldehid Triosaenadiol Piruvaldehidrat Asam laktat CH2OH

1,2-enol

Gambar 3. Reaksi degradasi 1,2-enol pada kondisi basa (Eskin et al., 1971)

Tahap terakhir adalah tahap pembentukan pigmen coklat. Mekanisme pembentukan pigmen dalam proses karamelisasi belum diketahui sepenuhnya. Namun demikian, diduga bahwa dalam proses pembentukan pigmen tersebut melibatkan serangkaian reaksi polimerisasi dan kondensasi diantara berbagai senyawa intermediet dari aldehid dan keton yaitu diantaranya senyawa 5-hidroksimetil-2-furaldehid, gliseraldehid dan piruvaldehidrat (Eskin et al., 1971).

2. Reaksi Maillard

Reaksi pencoklatan yang sering terjadi pada saat pemanasan maupun saat penyimpanan yang biasanya disebabkan oleh reaksi kimia antara gula pereduksi, terutama D-glukosa, dan sebuah asam amino bebas atau sebuah grup amino bebas dari asam amino yang merupakan bagian dari protein. Reaksi ini disebut dengan reaksi Maillard (BeMiller dan Whistler, 1996). Menurut Hurrell (1982), reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus

karbonil yang berasal dari gula pereduksi, dengan gugus amino yang berasal dari asam amino, peptida atau protein. Reaksi tersebut mengarah pada pembentukan warna coklat (melanoidin) dan flavor.

Reaksi Maillard terdiri atas tiga tahap yaitu ; (1) tahap awal yang melibatkan pembentukan glycosylamin dan diikuti dengan Amadori rearrangement; (2) tahap intermediet yang melibatkan reaksi dehidrasi dan fragmentasi gula serta degradasi asam amino; dan (3) tahap akhir yang melibatkan kondensasi aldol, polimerisasi dan pembentukan komponen nitrogen heterosiklik dan senyawa berwarna (Namiki, 1988). Secara umum skema reaksi Maillard dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:

- H2O

Aldosa + senyawa amino Glikosilamin N-tersubsitusi

Amadori Rearrangement

Amadori rearrangement product 1- amino- 1- deoksi -2- ketosa -3H2O -2H2O

Basa schiff dari Gula Produk-produk fisi (asetal, diasetil, piruvaldehid HMF atau

2-furaldehid + asam amino - CO2

- Senyawa amino Degradasi Strecker + H2O Redukton Dehidroredukton Aldehid

Hidroksimetilfurfural Aldol dan Polimer atau 2-furaldehid tanpa N

+ Komponen + Komponen + Komponen + Komponen . amino amino amino amino

MELANOIDIN

POLIMER DAN KOPOLIMER BERNITROGEN WARNA COKLAT

Gambar 4. Skema umum reaksi Maillard (Ames, 1992)

+ Komponen amino

Tahap awal reaksi Maillard melibatkan reaksi kondensasi antara gugus karbonil dari gula pereduksi dengan senyawa amino dari peptida, protein atau asam amino dan membentuk basa schiff secara reversibel dengan melepaskan satu molekul air. Kemudian terbentuk senyawa glikosilamin N-tersubtitusi sebagai akibat dari siklisasi (Ames, 1992). Skema reaksi pembentukkan senyawa glikosilamin N-tersubtitusi dapat dilihat pada Gambar 5.

HCO RNH (CHOH)n CHOH CH2OH (CHOH)n Aldosa CH2OH Senyawa antara -H2O RNH HC RN (CHOH)n-1 O CH HC (CHOH)n CH2OH CH2OH

Glikosilamin Basa Schiff N-tersubsitusi

Gambar 5. Reaksi pembentukan glikosilamin N-tersubtitusi (Ames, 1992)

Senyawa glikosilamin N-tersubtitusi ini tidak stabil dan kemudian akan mengalami penataan ulang atau rearrangement. Ketika gula yang bereaksi adalah aldosa maka akan terbentuk aldosilamin N-tersubtitusi yang kemudian mengalami rearrangement menghasilkan 1-amino-1-deoksi-2-ketosa atau disebut juga Amadori Rearrangement Product (ARP). Akan tetapi jika gula yang bereaksi adalah ketosa maka akan terbentuk ketosilamin N-tersubtitusi yang kemudian mengalami rearrangement dan menghasilkan 2-amino-2-deoksi-1-aldosa atau Heyns Rearranggement

Product (HRP) (Ames, 1992). Skema reaksi Amadori Rearrangement dapat dilihat pada Gambar 6.

RNH RNH RNH RNH

HC CH CH CH + H+ -H+

(CHOH)n-1 O (HCOH)n COH CO

HC HCOH (HCOH)n (HCOH)n

CH2OH CH2OH CH2OH CH2OH

Glikosilamin Kation basa Bentuk enol Bentuk keto N-tersubsitusi Schiff produk amadori produk amadori

Gambar 6. Skema reaksi produk amadori (Ames, 1992).

Pada tahap intermediet terdapat tiga jalur reaksi yang terlibat. Jalur pertama merupakan jalur 1,2-enolisasi dan 2,3-enolisasi yang melibatkan terjadinya dehidrasi dan pembentukan cincin menghasilkan HMF atau furfural. Jalur 1,2-enolisasi melibatkan pelepasan tiga molekul air dan terjadi pada pH rendah sedangkan jalur 2,3-enolisasi melibatkan dua molekul air dan terjadi pada pH tinggi (Ames, 1992).

Pada jalur kedua terjadi pemecahan (fragmentasi) produk antara metil dikarbonil menjadi C-metil redukton dan -dikarbonil. Jalur ketiga adalah tahap degradasi Strecker yang melibatkan degradasi oksidasi asam amino oleh -dikarbonil dan komponen dikarbonil konjugasi lainnya yang dihasilkan dari jalur satu dan dua. Pada tahap degradasi Strecker asam amino didegradasi menjadi aldehid (Hurrel, 1982). Selain itu, pada tahap intermediet juga terjadi reaksi fission yang terjadi karena adanya dealdolisasi dari ARP menghasilkan produk-produk fisi berupa asetal, piruvaldehid, dll (Ames, 1992)

Tahap akhir dari reaksi Maillard ditandai dengan terbentuknya polimer nitrogen berwarna coklat maupun kopolimer yang disebut juga dengan melanoidin (Ames, 1992). HMF atau furfural, dehidroredukton maupun produk-produk fisi yang dihasilkan pada tahap intermediet dapat

membentu aldol dan polimer tanpa N. Aldol kemudian terkondensasi dan dengan adanya senyawa amino akan membentuk melanoidin. Begitu pula dengan HMF atau furfural, dehidroredukton, aldehid serta produk-produk lain dapat secara langsung bereaksi dengan senyawa amino dan membentuk melanoidin.

III. KEGIATAN MAGANG

A. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG

Kegiatan magang dilaksanakan di sebuah pabrik kecap manis selama empat bulan, terhitung mulai tanggal 5 Februari sampai dengan 2 Juni 2008. Kegiatan magang dilakukan setiap hari kerja dengan jam kerja yang fleksibel. Kegiatan selama melakukan magang meliputi : (1) studi trend viskositas dan brix kecap mulai dari kecap masak hingga sebelum kecap difilling; (2) studi pengaruh karakteristik gula merah sebagai bahan baku utama kecap terhadap organoleptik kecap yang dihasilkan terkait dengan proses pemasakannya. Hasil penelitian yang dilaporkan dalam skripsi ini adalah yang berkaitan dengan studi pengaruh karakteristik gula merah terhadap organoleptik kecap manis yang dihasilkan.

B. RUMUSAN PERMASALAHAN

Gula merah sebagai salah satu bahan baku utama dalam pembuatan kecap tentu akan mempengaruhi rasa kecap yang dihasilkan. Selain itu, selama pemasakan kecap terjadi reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard yang disebabkan adanya perlakuan panas terhadap gula merah dan air kacang kedelai.

Gula merah standar yang digunakan untuk pembuatan kecap manis memiliki beberapa karakteristik diantaranya tidak berasa pahit, tidak berasa asam, tidak berasa asin, tidak terdapat kotoran, tidak berbau menyimpang seperti bau asap, tekstur tidak terlalu lunak, kadar air 7-10%, dan lain-lain. Akan tetapi persyaratan diatas sering kali tidak dapat dipenuhi terutama dari segi rasa pahit. Rasa pahit pada gula merah yang merupakan penyusun terbesar dalam pembuatan kecap manis akan menyebabkan kecap yang dihasilkan juga berasa pahit. Terlebih lagi pada proses pembuatan kecap terdapat tahapan pemasakan yang memerlukan perlakuan panas. Pemanasan yang berlebihan juga dapat menyebabkan rasa pahit pada kecap.

Gula merah yang digunakan oleh pabrik kecap manis ini diperoleh dari beberapa supplier yang memiliki karakteristik gula merah yang berbeda.

Selain itu, mutu dari gula merah sendiri mudah berubah-ubah tergantung pada cuaca saat pembuatan gula merah oleh para pengrajin. Hal ini akan menyulitkan perusahaan untuk menghasilkan kecap dengan rasa yang konstan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan menggunakan gula merah yang berbeda-beda mutunya sedangkan proses pemasakan yang dilakukan tidak diubah. Untuk mengatasi hal tersebut maka perusahaan membuat tiga formula pembuatan kecap yang berbeda berdasarkan karakteristik gula merah yang

Dokumen terkait