BAB III METODOLOGI
3.2. Metode
3.2.3. Analisis
3.2.3.1. Analisis Sumberdaya Yang Perlu Diproteksi
Kriteria penilaian untuk suplai air permukaan dilihat dari jumlah dan kualitas air yang tersedia, konfigurasi topografi, kestabilan lereng, surficial dan material bedrock, karakter erosi, tingkat evaporasi, dan hazard seismic (Fabos dan Caswell, 1976). Kriteria penilaian untuk suplai dan kualitas air bawah tanah disajikan dalam table 3.
Tabel 3. Kelas Kualitas Air Bawah Tanah
Kelas Keterangan
A Terletak pada :
1. Lahan alami (e.g. hutan dan wetland) yang belum pernah dilakukan
penyemprotan atau kegiatan yang dapat mengganggu ambang batas kualitas air.
2. Penggunaan area rekreasi tertentu (e.g. lapangan tenis dan pantai) untuk
kegiatan yang tidak menimbulkan polusi pada air.
B Terletak pada area :
1. Area terbuka yang pernah dilakukan kegiatan penyemprotan hama (e.g. lahan
bekas pertanian)
2. Area rekerasi tertentu yang hanya memiliki sedikit struktur permanen, tidak
dipupuk, dan sedikit perkerasan.
3. Area penggalian dan pembuangan sampah tertentu
C Terletak pada area :
1. Penggunaan untuk jalan, area parkir beraspal, dan /atau septic tank
2. Area rekreasi dan lahan pertanian yang membutuhkan pemupukan berkala
dan penyemprotan hama (Sumber : Fabos dan Caswell, 1976)
Dalam analisis untuk kawasan sumberdaya air permukaan yang harus dilindungi digunakan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 (Tabel 4).
Tabel 4. Kriteria Kawasan Lindung Waduk, Situ dan Mata Air
Kawasan Lindung Area Terlindung
Waduk dan situ ≥ 50 m dari titik pasang tertinggi kea rah darat
Mata air Radius ≥ 200 m di sekitar mata air
(Sumber : BAPPEDA, 2006)
b. Analisis Tanah
Penentuan kasifikasi kelas lereng dalam analisis untuk tanah di Kecamatan Pangalengan menggunakan klasifikasi yang telah disederhanakan dari van Zuidam dalam Noor (2006) seperti yang ditunjukan oleh Tabel 5.
Tabel 5. Klasifikasi Kelas Lereng
Kelas lereng Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah 0 – 20
(0-2%)
Datar hingga hampir datar; Tidak ada proses denudasi yang berarti 2-40
(2-7%)
Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembat dan erosi alur (sheet and rill erosion). Rawan erosi.
4-80 (7-15%)
Miring; sama dengan di atas;, tetapi dengan besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah.
8-160 (15-30%)
Agak curam; erosi dan gerakan tanah lebih sering terjadi.
16-450
(35-100%)
Curam; proses denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi. (Sumber : van Zuidam dalam Noor (2006))
Penentuan kawasan yang perlu dilindungi menggunakan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Kriteria Kawasan Lindung
Kategori Kawasan Kriteria
Hutan lindung - Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan
intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbangan mempunyai jumlah nilai (score) 175 atau lebih; dan/atau
- Kawasan hutan dengan kelerengan lebih dari 40%; dan/atau
- Kawasan hutan dengan ketinggian ≥ 2000 mdpl; dan /atau
- Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi
dengan lereng lapangan lebih dari 15 %; dan/atau
- Kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air; dan/atau
Lanjutan Tabel 6.
Berfungsi lindung di luar hutan lindung
- Kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan lindung dengan
faktor-faktor kelerengan, jenis tanah dan curah hujan dengan score antara 125 - 175;dan/atau
- Kawasan dengan curah hujan lebih dari 1000 mm/tahun; dan/atau
- Kelerengan di atas 15%; dan/atau
- Ketinggian tempat 1000 sampai dengan 2000 meter di atas permukaan
laut.
Resapan air - Kawasan dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1000 mm/tahun;
- Lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm;
- Mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1
meter/hari;
- Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah
setempat;
- Kelerengan kurang dari 15%;
- Kedudukan muka air tanah dangkal lebih tinggi dari kedudukan muka
air tanah dalam.
(Sumber : BAPPEDA, 2006)
3.2.3.2. Analisis Kerawanan Gempa Bumi
Dalam melakukan penilaian terhadap kerawanan gempa bumi digunakan standar yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 Tahapan analisis kerawanan ini terdiri dari pengumpulan informasi-informasi geologi, penilaian terhadap informasi tersebut, dan pemberian bobot nilai untuk mendapatkan skor akhir. Gambar 5 menunjukkan skema alur penilaian kerawanan gempa bumi.
a) Sifat fisik batuan
Sifat fisik batuan dapat menunjukan kondisi kekuatan batuan saat menerima tekanan atau beban. Semakin kuat batuan tersebut menerima beban dan tekanan maka kawasan tersebut dapat lebih tahan atau stabil ketika terjadi gempa bumi. Terdapat 4 kelompok batuan dalam penilaian sifat fisik batuan seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi Batuan
Kelompok Batuan Sifat Fisik
andesit, granit, diorit, metamorf, breksi volkanik, aglomerat, breksi sedimen dan konglomerat
Kompak
Tidak Kompak batupasir, tuf kasar, batulanau, arkose, greywacke dan batugamping
pasir, lanau, batulumpur, napal, tuf halus dan serpih lempung, lumpur, lempung organik dan gambut.
(Sumber : MENPU, 2007)
b) Kemiringan lereng
Informasi kemiringan lereng yang dipakai untuk zonasi kerawanan bencana ini, memakai klasifikasi lereng yang dibuat oleh Van Zuidam (1988) pada Tabel 8.
Tabel 8. Klasifikasi Kemiringan Lereng
Kemiringan Lereng (%) Klasifikasi Lereng Kestabilan 0-2 Datar Stabil 2-7 Landai 7-15 Miring 15-30 Agak curam Potensi longsor 30-70 Curam 70-100 Sangat curam (Sumber : MENPU, 2007) c) Kegempaan
Faktor Kegempaan merupakan informasi yang menunjukkan tingkat intensitas gempa, baik berdasarkan skala Mercalli, anomali gaya berat, maupun skala Richter (Tabel 9).
Tabel 9. Faktor Kegempaan
MMI α Richter
I, II, III, IV, V < 0,05 g < 5
VI, VII 0,05 – 0,15 g 5 – 6
VIII 0,15 – 0,30 g 6 – 6,5
IX, X, XI, XII > 0,30 g > 6,5
d) Struktur Geologi
Struktur geologi merupakan pencerminan seberapa besar suatu wilayah mengalami “deraan” tektonik. Semakin rumit struktur geologi yang berkembang di suatu wilayah, menunjukkan bahwa wilayah tersebut cenderung sebagai wilayah yang tidak stabil. Beberapa struktur geologi yang dikenal adalah berupa kekar, lipatan dan patahan/ sesar. Pada dasarnya patahan akan terbentuk dalam suatu zona, jadi bukan sebagai satu tarikan garis saja. Pengkajian kerawanan terhadap bencana menggunakan satuan jarak terhadap zona sesar untuk penentuan kestabilan. Tabel 10 menjelaskan kestabilan kawasan terhadap jarak pada sesar. Tabel 10. Kestabilan Wilayah Terhadap Jarak Pada Sesar
Jarak Sesar Kestabilan
<100 m Tidak stabil
100 m – 1000 m Kurang stabil
>1000 m Stabil
(Sumber : MENPU, 2007)
e) Nilai Kemampuan
Nilai kemampuan yang diberikan dalam setiap analisis adalah dari angka 1 hingga 4. Nilai 1 adalah untuk wilayah yang paling stabil terhadap bencana geologi. Nilai 4 adalah nilai untuk daerah yang tidak stabil terhadap bencana alam geologi. Tabel 11 menjelaskan urutan nilai kemampuan yang diberikan untuk penentuan skoring kestabilan wilayah.
Tabel 11. Klasifikasi nilai kemampuan
Nilai kemampuan Klasifikasi
1 Tinggi 2 Sedang 3 Rendah 4 Sangat rendah (Sumber : MENPU, 2007) f) Pembobotan
Pembobotan yang diberikan dalam setiap analisis adalah dari angka 1 hingga 5. Nilai 1 artinya tingkat kepentingan informasi geologi yang sangat tinggi atau informasi geologi tersebut adalah informasi yang paling diperlukan untuk mengetahui zonasi bencana alam. Tabel 12 menjelaskan urutan pembobotan yang diberikan dalam zonasi kawasan rawan bencana.
Tabel 12. Pembobotan
Pembobotan Klasifikasi
1 Kepentingan sangat rendah
2 Kepentingan rendah
3 Kepentingan sedang
4 Kepentingan tinggi
5 Kepentingan sangat tinggi
(Sumber : MENPU, 2007)
Setiap kelas informasi mendapat pembobotan yang berbeda-beda sesuai keperluan pada penelitian ini. Penilaian Sifat Fisik Batuan diberi bobot 3 atau kepentingan sedang karena. Penilaian Kemiringan Lereng diberi bobot 3 atau kepentingan sedang karena potensi longsor dapat dihindari pada area dengan kondisi vegetasi konservasi yang baik. Penilaian Kegempaan diberi bobot 4 atau kepentingan tinggi karena Kecamatan Pangalengan mengalami dampak yang cukup besar meskipun terletak jauh dari pusat gempa. Penilaian Struktur Geologi diberi bobot 5 atau kepentingan sangat tinggi karena lokasi keberadaan patahan gempa harus sangat dihindari dari pembangunan struktur.
g) Skoring
Skoring merupakan perkalian antara “pembobotan” dengan “nilai kemampuan”, dan dari hasil perkalian tersebut dibuat suatu rentang nilai kelas yang menunjukkan nilai kemampuan lahan didalam menghadapi bencana alam kawasan rawan gempa bumi dan kawasan rawan letusan gunung berapi. Dengan demikian matriks pembobotan untuk kestabilan terhadap kawasan rawan gempa bumi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 13. Rentang skor dan pembagian tipe kerawanan gempa ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 13. Matriks pembobotan untuk kestabilan wilayah terhadap kawasan rawan letusan gunung berapi dan kawasan rawan gempa bumi dengan informasi geologi yang diperhitungkan.
No Informasi Geologi Kelas Informasi Nilai
Kemampuan Bobot Skor
1
Geologi (Sifat Fisik dan Keteknikan
Batuan)
1a. Andesit, granit, diorit, metamorf, breksi volkanik, aglomerat, breksi sedimen, konglomerat
1
3 1b. Batupasir, tufa kasar, batulanau,
arkose, greywacke, batugamping 2
1c. Pasir, lanau, batulumpur, napal,
tufa halus, serpih 3
1d. Lempung, lumpur, lempung
Lanjutan Tabel 13.
2 Kemiringan lereng
2a. Datar - Landai (0-7 %) 1
3
2b. Miring - Agak curam (7-30 %) 2
2c. Curam - Sangat Curam (30 -140
%) 3 2d. Terjal (>140 %) 4 3 Kegempaan 4 I, II, III, IV, V <0,05 g < 5 1 VI, VII 0,05 - 0,15 g 5 - 6 2 VIII 0,15 - 0,30 g 6 - 6,5 3 IX, X, XI, XII > 0,30 g > 6,5 4 4 Struktur Geologi
4a. Jauh dari zona sesar 1
5 4b. Dekat dengan zona sesar (100-
1000 m dari zona sesar) 2
4c. Pada zona sesar (<100 m dari
zona sesar) 3
(Sumber : MENPU, 2007)
Tabel 14. Tipologi Kawasan Rawan Gempa Bumi
Skor Tipologi 31-35 A 36-40 B 41-45 C 46-50 D 51-55 E 57-60 F (Sumber : MENPU, 2007)
Masing-masing tipologi kerawanan memiliki pengertian. Tabel 15 menjelaskan pengertian dari setiap klasifikasi tipologi yang dihasilkan oleh matriks pembobotan.
Tabel 15. Klasifikasi Kawasan Rawan Gempa Bumi
Tipologi Pengertian
Tipe A
Kawasan ini berlokasi jauh dari daerah sesar yang rentan terhadap getaran gempa. Kawasan ini juga dicirikan dengan adanya kombinasi saling melemahkan dari faktor dominan yang berpotensi untuk merusak. Bila
intensitas gempa tinggi (Modified Mercalli Intensity / MMI VIII) maka efek
merusaknya diredam oleh sifat fisik batuan yang kompak dan kuat.
Tipe B
1) Faktor yang menyebabkan tingkat kerawanan bencana gempa pada tipe ini tidak disebabkan oleh satu faktor dominan, tetapi disebabkan oleh lebih dari satu faktor yang saling mempengaruhi, yaitu intensitas gempa tinggi (MMI VIII) dan sifat fisik batuan menengah.
2) Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan cukup parah terutama untuk bangunan dengan konstruksi sederhana.
Lanjutan Tabel 15.
Tipe C
1) Terdapat paling tidak dua faktor dominan yang menyebabkan kerawanan tinggi pada kawasan ini. Kombinasi yang ada antara lain adalah intensitas gempa tinggi dan sifat fisik batuan lemah; atau kombinasi dari sifat fisik batuan lemah dan berada dekat zona sesar cukup merusak.
2) Kawasan ini mengalami kerusakan cukup parah dan kerusakan bangunan dengan konstruksi beton terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar.
Tipe D
1) Kerawanan gempa diakibatkan oleh akumulasi dua atau tiga faktor yang saling melemahkan. Sebagai contoh gempa pada kawasan dengan kemiringan lereng curam, intensitas gempa tinggi dan berada sepanjang zona sesar merusak; atau berada pada kawasan dimana sifat fisik batuan lemah, intensitas gempa tinggi, di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami cukup merusak.
2) Kawasan ini cenderung mengalami kerusakan parah untuk segala bangunan dan terutama yang berada pada jalur sepanjang zona sesar.
Tipe E
1) Kawasan ini merupakan jalur sesar yang dekat dengan episentrum yang dicerminkan dengan intensitas gempa yang tinggi, serta di beberapa tempat berada pada potensi landaan tsunami merusak. Sifat fisik batuan dan kelerengan lahan juga pada kondisi yang rentan terhadap goncangan gempa.
2) Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.
Tipe F
1) Kawasan ini berada pada kawasan landaan tsunami sangat merusak dan
di sepanjang zona sesar sangat merusak, serta pada daerah dekat dengan episentrum dimana intensitas gempa tinggi. Kondisi ini diperparah dengan sifat fisik batuan lunak yang terletak pada kawasan morfologi curam sampai dengan sangat curam yang tidak kuat terhadap goncangan gempa.
2) Kawasan ini mempunyai kerusakan fatal pada saat gempa.
(Sumber : MENPU, 2007)