• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI

5.2. Perencanaan

5.2.1. Rencana Tata Ruang Permukiman

Di dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Pangalengan diperkirakan kebutuhan lahan untuk permukiman di wilayah perencanaan pada tahun 2015 mencapai 299,22 ha dengan perkiraan jumlah penduduk akan mencapai 88.739 jiwa. Untuk memudahkan kegiatan perencanaan maka wilayah yang direncanakan dibagai ke dalam tiga blok sesuai dalam RDTR yaitu Blok Utara, Blok Tengah, dan Blok Selatan (Gambar 35). Setiap blok memiliki perkiraan jumlah penduduk masing-masing pada tahun 2015. Blok Utara diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk 38.870 jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 115, 51 ha. Blok Tengah diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk 26.305 jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 78, 92 ha. Blok Selatan diperkirakan akan memiliki jumlah penduduk 23.564 jiwa dengan kebutuhan lahan permukiman ± 70, 59 ha.

Gambar 35. Pembagian Blok Kawasan Perencanaan

Sumber : RDTR Kota Pangalengan

Mayoritas penduduk di Pangalengan memiliki mata pencaharian di bidang pertanian dan peternakan seperti buruh tani, petani, pedagang, buruh

Blok Utara

Blok Tengah

swasta, perkebunan, dan peternak. Dengan asumsi bahwa mayoritas penduduk berpenghasilan rendah dan sedang maka disarankan rumah yang banyak dibangun adalah jenis rumah sederhana yaitu rumah dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m2 yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling 54 m2 sampai 200 m2. Di dalam Perda RTRW 2008 Pasal 3 dijelaskan pengembangan permukiman di kawasan perkotaan diarahkan untuk perumahan terorganisir dan rumah susun, sedangkan pengembangan permukiman di luar kawasan perkotaan diarahkan untuk permukiman yang tumbuh alami dan pengembangan perumahan dengan kepadatan rendah (<30 unit/ha) namun dalam pengembangannya tetap dibatasi sesuai dengan fungsi ruangnya yang ditentukan berdasarkan Koefisien Wilayah Terbangun. Sementara di dalam RDTR Kota Pangalengan diperkirakan jumlah bangunan yang ada pada tahun 2015 sekitar 17.748 unit meliputi tipe kecil, sedang dan besar. Dengan demikian kawasan perumahan yang direncanakan di Kota Pangalengan adalah dengan kepadatan rendah( <30 unit/ha).

Penerapan konsep pembagian ruang berdasarkan satuan ketetanggan dilakukan dengan mengadaptasi Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No.12 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan.dikombinasikan dengan SNI Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan yang dijelaskan pada Tabel 27.

Tabel 27. Pembagian Satuan Ketetanggan

Satuan Ketetanggan Jumlah Penduduk

1 KK Asumsikan 4 jiwa

1 RT 150 – 250 jiwa (± 63 KK)

1 RW 8 – 10 RT ( ±2500 jiwa)

1 Desa 10- 12 RW (± 30.000 jiwa)

(Sumber : Perda Kab. Bandung No.12 Th. 2007 dan SNI 03-1733-2004)

Dengan mengacu pada pembagian Tabel 27 maka pada tahun 2015 Blok Utara akan memiliki 9.718 KK, 154 RT, dan 15 RW. Blok Tengah akan memiliki 6576 KK, 104 RT, dan 10 RW. Blok Selatan akan memiliki 5.891 KK, 93 RT, dan 9 RW.

Sebagai kawasan rawan gempa bumi bertipologi A maka di dalam Kota Pangalengan terdapat ruang-ruang yang bisa dibangun dengan syarat dan terdapat

pula ruang yang tidak bisa dibangun (Tabel 16). Rencana ruang-ruang yang dibutuhkan di Kota Pangalengan adalah :

1. Perumahan.

Ruang yang berfungsi sebagai tempat hunian penduduk. Ditempatkan pada area-area yang memiliki kemudahan akses pada fasilitas penunjang mitigasi dan jalur sirkulasi saat proses evakuasi.

2. Perkantoran

Area perkantoran memfasilitasi kebutuhan seperti : pusat pemerintahan, kecamatan, bank, koperasi, dan lain sebagainya.

3. Perdagangan

Yang tercakup di dalam ruang ini adalah area perdagangan souvenir, cinderamata, jasa, toko kelontong, dan pasar pelelangan sayur.

4. Rekreasi dan Olahraga

Sarana rekreasi dapat berupa taman ketetanggaan atau taman lingkungan. Sarana olahraga dapat berupa lapangan terbuka atau bangunan gelanggang olahraga.

5. Pendidikan 6. Kebun

Perkebunan teh eksisting dipertahankan keberadaannya dengan penyesuaian terhadap rencana blok.

7. Kebun Campuran

Kebun campuran eksisting untuk budidaya sayur-mayur dipertahankan keberadannya dengan penyesuaian terhadap rencana blok.

8. Terminal

Terminal meliputi terminal utama sebagai pusat angkutan umum dan terminal-terminal kecil (pangkalan ojek, pangkalan angkot) yang tersebar di beberapa blok permukiman.

9. Fasilitas

Fasilitas adalah berbagai sarana publik yang menunjang untuk kawasan permukiman dan sangat diperlukan saat terjadi bencana gempa bumi, yaitu : fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan,

apotik, posyandu), kantor polisi, pemadam kebakaran, gedung telekomunikasi, PLN.

Gambar 36 menunjukkan matriks hubungan antar ruang yang dibutuhkan di Kota Pangalengan. Hubungan dekat menunjukkan antar ruang tersebut memerlukan akses yang mudah dicapai atau langsung. Hubungan tidak dekat menunjukkan antar ruang tidak terlalu saling berhubungan. Tidak ada hubungan atau netral menunjukkan antar ruang itu tidak saling memerlukan atau keberadaannya tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Gambar 37 menunjukkan konsep ruang sebagai penggambaran dari matriks hubungan antar ruang.

Gambar 36. Matriks Hubungan Antar Ruang

Gambar 37. Konsep Ruang

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 (Tabel 15), pola permukiman yang dapat dikembangkan di Kecamatan Pangalengan bisa berbentuk mengelompok atau menyebar. Saat ini permukiman di lokasi penelitian berkembang di sepanjang jalan raya utama Pangalengan dengan bentuk menyebar dan tidak teratur. Mayoritas rumah-rumah dibangun dengan rapat dan hanya

menyisakan jalan kecil untuk sirkulasi. Pola hunian seperti ini dapat menyulitkan pergerakan saat menyelamatkan diri. Agar konsep mitigasi dapat berfungsi dengan baik maka pola permukiman dibuat mengelompok sesuai dengan pembagian satuan ketetanggaan.

Menurut data monografi Kecamatan Pangalengan tahun 2007 jumlah penduduk di Kecamatan Pangalengan berjumlah 132.555 jiwa. Untuk mendukung kebutuhan kesehatan seluruh penduduk maka minimum fasilitas kesehatan yang dibutuhkan adalah Puskemas dan Balai Pengobatan (Tabel 21). Puskesmas dan Balai Pengobatan ditempatkan di pusat kota yang mudah dijangkau oleh penduduk. Selain itu penempatan Puskesmas di pusat kota dapat memudahkan dalam proses penanganan pasca bencana gempa bumi seperti distribusi obat, peralatan kesehatan, dan bantuan medis lainnya. Rencana tata ruang pusat kota berikut infrastruktur pendukung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 40.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 21/PRT/2007 maka struktur bangunan yang didirikan di Pangalengan disarankan berupa struktur tahan gempa. Hal ini bertujuan agar bangunan tidak mudah rusak ketika terjadi gempa sehingga tidak membahayakan penghuninya. Menurut Frick, Ardiyanto dan Darmawan (2008), tidak semua gedung harus memiliki ketahan serupa terhadap gempa. Namun gedung-gedung yang memiliki fungsi vital dalam keadaan gempa tidak boleh rusak dan harus selalu siap pakai. Misalnya, rumah sakit, gedung telekomunikasi, PLN, pemadam kebakaran, dan lain sebagainya.

Di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6/PRT/M/2009 tentang Pedoman Perencaan Umum Pembangunan Infrastruktur di Kawasan Rawan Tsunami dijelaskan mengenai fasilitas pelayanan penting yang harus siap di saat kritis bencana alam, yaitu :

a. Kantor Polisi.

b. Kantor Pemadam Kebakaran.

c. Rumah sakit dengan ruang-ruang bedah, pemeliharaan mendadak, atau darurat.

d. Fasilitas dan peralatan operasi darurat dan komunikasi.

e. Garasi dan tempat perlindungan untuk kendaraan dan pesawat terbang. f. Peralatan pembangkit tenaga siap pakai untuk pelayanan penting.

g. Tangki atau bangunan lain yang berisi air atau bahan peredam lainnya atau peralatan yang diperlukan untuk melindungi kawasan penting, berbahaya atau hunian khusus.

h. Stasiun pengawal permanen.

Dalam Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa dijelaskan taraf keamanan minimum untuk bangunan dengan konstruksi tahan gempa, yaitu :

a. Bila terkena gempa bumi yang lemah bangunan tersebut tidak akan rusak sama sekali.

b. Bila terjadi gempa bumi sedang maka elemen-elemen non-struktural bangunan boleh rusak. Namun elemen struktural tidak boleh rusak sama sekali.

c. Bila terjadi gempa bumi kuat maka : bangunan tidak boleh runtuh baik itu sebagian maupun keseluruhan; bangunan tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak boleh diperbaiki; jika terjadi kerusakan maka harus dapat cepat diperbaiki dan berfungsi seperti semula.

Bangunan yang tahan gempa memiliki struktur rangka kaku (beton bertulang, baja, kayu) dengan perkuatan silang. Bangunan seperti ini juga memiliki karakteristik berat bangunan yang ringan.

Gambar 38. Ilustrasi Struktur Bangunan Dengan Perkuatan Silang

(Sumber: Frick, Ardiyanto, dan Darmawan, 2008)

Pembangunan rumah hunian dari kayu berbentuk panggung lebih disarankan. Karena pada saat terjadi gempa di Pangalengan rumah panggung mengalami kerusakan lebih ringan dari rumah dengan rangka beton. Gambar 39 menunjukkan ilustrasi contoh rumah panggung yang tahan gempa.

Gambar 39. Rumah Tinggal Dengan Konstruksi Rangka Sederhana dan Pondasi Tiang

(Sumber : Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa Departemen Pekerjaan Umum, 2006)

Dokumen terkait