• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERAMPILAN PROSES DENGAN PENDEKATAN EKSPOSITORI

G. Instrumen Penelitian

4) Analisis Tahap Pemecahan Masalah

eksperimen rata-rata peningkatannya sebesar 0,621, maka termasuk dalam kategori sedang.

4) Analisis Tahap Pemecahan Masalah

Tabel 6

Rata-rata Skor Setiap Tahap Pemecahan Masalah Kelas

Eksperimen Tahap Pretest Posttest Rata -rata % Rata-rata % Memaha mi Masalah 7,21 4 25,764 % 10,000 35,714% Membuat Rencana 3,67 9 13,139 % 17,250 61,607% Menjalan kan Rencana 0,82 1 2,932% 6,357 22,703%

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015 36 Melihat Kembali 0,21 4 0,764% 1,929 6,889% Dari tabel di atas, dapat ditunjukkan bahwa rata-rata skor pretest-posttest setiap tahap pemecahan masalah matematis siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan hal ini terlihat dari selisih persentase setiap langkah, rincian persentasenya sebagai berikut : 1) Memahami masalah 9,950%.

2) Membuat rencana pemecahan masalah 48,468%.

3) Menjalankan rencana pemecahan masalah 19,771%.

4) Melihat kembali 6,125%. Tabel 7

Rata-rata Skor Setiap Tahap Pemecahan Masalah Kelas

Kontrol Tahap Pretest Posttest Rata-rata % Rata-rata % Memahami Masalah 7,417 30,904% 10,000 41,667% Membuat Rencana 3,333 13,887% 16,375 68,229% Menjalankan Rencana 0,208 0,867% 5,000 20,833% Melihat Kembali 0,083 0,346% 1,083 4,513% Dari tabel di atas, dapat ditunjukkan bahwa rata-rata skor pretest-posttest setiap tahap pemecahan masalah matematis siswa kelas kontrol mengalami peningkatan hal ini terlihat dari selisih persentase setiap langkah, rincian persentasenya sebagai berikut : 1) Memahami masalah 10,763%. 2) Membuat rencana pemecahan

masalah 54,342%.

3) Menjalankan rencana pemecahan masalah 19,966%.

4) Melihat kembali 4,167%.

I. Pembahasan

Selama pelaksanaan pembelajaran ini, peneliti menemukan beberapa hal penting antara lain yaitu penerapan Pendekatan Keterampilan Proses pada pembelajaran matematika merupakan hal yang baru bagi siswa salah satu SMP di kabupaten Garut. Hal ini menciptakan suasana pembelajaran yang lain dari sebelumnya, karena pada umumnya selama ini siswa belajar dengan Pendekatan Ekspositori atau ceramah (pembelajaran konvensional). Siswa hanya menerima materi dari apa yang dijelaskan oleh guru saja dan guru lebih aktif dari pada siswa. Sedangkan pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran serta menumbuhkan sikap kreatif siswa. Siswa dilatih untuk mempresentasikan pemahamannya mengenai materi pembelajaran dalam kelompok. Siswa dapat lebih berani mengemukakan pendapat atau sanggahan atau pertanyaan dalam proses diskusi bersama temannya.

Berdasarkan data hasil pretest menunjukkan bahwa rata-rata populasi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama, yang artinya rata-rata kemampuan awal siswa pada kedua kelompok tersebut tidak berbeda secara signifikan. Terlihat dari persentase rata-rata nilai kedua kelas yang hanya berselisih 1,548% saja.

Berdasarkan data hasil posttest, diperoleh peningkatan persentase rata-rata nilai kedua kelas yang cukup signifikan.Untuk kelas eksperimen diperoleh persentase sebesar 71,214% dan untuk kelas kontrol sebesar 65,916%.Di lihat dari persentase kedua kelas jelas terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang cukup

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015

37 signifikan dengan selisih sebesar

5,298%.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang mendapatkan pendekatan keterampilan proses lebih baik dibandingkan siswa yang mendapatkan pendekatan ekspositori.

J. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil analisis data, maka dapat disimpulkan secara umum bahwa pembelajaran dengan menerapkan Pendekatan Keterampilan Proses lebih baik dibandingkan Pendekatan Ekspositori terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis di salah satu SMP di kabupaten Garut. Hal ini terlihat dari selisih persentase rata-rata nilai kedua kelas yang cukup signifikan setelah dilaksanakannya test akhir yaitu sekitar 5,298%.

Dari penelitian ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa pada test akhir, nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih besar dari pada kelompok kontrol, yaitu sebesar 35,607 nilai rata-rata untuk kelas eksperimen apabila dipersentasekan sekitar 71,214%, dan untuk kelas control nilai rata-ratanya sebesar 32,958 jika dipersentasekan sekitar 65,916%. Ini menunjukkan bahwa hasil test akhir kelompok eksperimen (kelompok yang pembelajarannya menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses) lebih baik dari pada kelompok kontrol (kelompok yang pembelajarannya menggunakan Pendekatan Ekspositori). K. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai pembelajaran matematika dengan menggunakan

model pembelajaran Pendekatan Keterampilan Proses, maka dapat disampaikan oleh peneliti beberapa saran sebagai berikut :

1. Sebelum menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses dalam proses belajar mengajar, sebaiknya dipersiapkan terlebih dahulu segala sesuatunya dengan matang sehingga dalam pelaksanaannya menjadi lebih mudah.

2. Pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses sangat memungkinkan dilaksanakan untuk materi matematika yang lainnya untuk mengembangkan kompetensi matematis siswa yang lainnya, seperti kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi, kemampuan pemahaman konsep dan kompetensi lainnya.

3. Dalam kemampuan pemecahan masalah matematika, siswa harus lebih dibimbing dan diarahkan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah pada setiap aspek.

4. Pada Penelitian ini populasi yang diambil siswa kelas VIII di salah satu SMP di kabupaten Garut dengan sampel yang diambil sebanyak dua kelas, oleh karena itu sangat dimungkinkan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses dengan populasi dan jenjang yang lebih luas serta pokok bahasan yang berbeda. Demikianlah hasil penelitian ini yang disajikan dalam bentuk skripsi. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015

38 L. Daftar Pustak

Ali, M. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan Bagian II Ilmu Pendidikan Praktis. Bandung : Imtima.

Bukhori. (2010). Perbandingan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Antara yang Mendapatkan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) dengan Model Pembelajaran Konvensional. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika STKIP Garut: Tidak diterbitkan.

Dahrian, R. (2010). Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMA antara yang Mendapatkan Model Pembelajaran Treffinger dengan Konvensional. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika STKIP Garut: Tidak diterbitkan. Hamalik, O. (2001). Kurikulum dan

Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Rahadi, M. (2008). Modul Kuliah Metodologi Penelitian

Pendidikan. STKIP Garut: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru

Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Cetakan ketiga. Bandung : Tarsito.

Saepurohman, A. (2009). Perbandingan Prestasi Belajar Siswa yang

Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses (PKP) dengan Metode Ekspositori pada bidang studi Matematika. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika STKIP Garut: Tidak diterbitkan.

Sagala, S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Sofyan, D. (2008). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis pada Program Studi Pendidikan Matematika UPI – Bandung : Tidak diterbitkan. Sundayana, H. R. (2010). Komputasi

Data Statistika. STKIP Garut: STKIP Garut Press (Tidak diterbitkan).

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015

39 UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DI SMP

(Penelitian Kuasi Eksperimen di SMP Negeri 1 Tarogong Kidul Kelas VIII Tahun Ajaran 2013/2014

Oleh

Akhmad Margana

Abstract :

This research was quasi-experiment that was held on one of the junior high school in Garut City. The purpose of the research is analyzing the improvement of students’ mathematical communication ability that was treated by Contextual Teaching and Learning (CTL) model. The subject of the research were the VIII C students as experiment class which was treated by Contextual Teaching and Learning (CTL) model and VIII E as control class which was treated by conventional model. The instrument that was used in the research was written test. By using one tail test and significance level of 5%, it is derived that the students that were treated by using Contextual Teaching and Learning (CTL) model is better than students that were treated by using conventional model in mathematical communication ability.

Key words: Contextual Teaching and Learning model, Mathematical Communication, Conventional

Abstrak :

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen pada salah satu SMP Negeri di kota Garut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatakan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Adapun yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII C sebagai kelas eksperimen yang mendapatkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan siswa kelas VIII E sebagai kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Instrumen dalam penelitian ini berupa tes tertulis. Dengan menggunakan uji satu pihak dan taraf signifikan 5%, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran Contextual Teaching and Learning lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Kata kunci: Pembelajaran Contextual Teaching and Learning, Komunikasi Matematis, Konvensional

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015

40 A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sasaran pendidikan adalah manusia, mengandung banyak aspek dan sifatnya sangat kompleks. karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaanya. Potensi kemanusian merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Sumber daya manusia merupakan aset terbesar bagi suatu bangsa yang harus dikelola dengan baik. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Uno (Natalia, 2012:1) berikut ini:

“Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa yang hanya dapat digali dan dikembangkan secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah dan dikelola secara seimbang dengan memperhatikan pengembangan potensi peserta didik secara utuh dan optimal”.

Berdasarkan cita-cita pendidikan bangsa Indonesia, dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, unggul dalam segala hal serta mampu bersaing untuk memperoleh kesempatan baik secara nasional maupun internasional. Bahkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya

pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap warga Negara.

Proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah pada dasarnya adalah kegiatan belajar mengajar, yang bertujuan agar siswa memiliki hasil yang terbaik sesuai kemampuannya. Salah satu tolak ukur yang menggambarkan tinggi rendahnya keberhasilan siswa dalam belajar adalah hasil belajar. Hasil belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotor. Selain itu, keberhasilan siswa dalam mendapatkan hasil belajar yang baik ditunjang pula dengan peran guru yang baik dan bahan ajar yang membuat anak komunikatif. Guru yang berperan sebagai faktor penentu keberhasilan siswa dalam belajar. Karena guru secara langsung mempengaruhi, membimbing dan mengembangkan kemampuan peserta didik (siswa) agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral tinggi. Ilmu dasar yang mempunyai peranan sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi adalah matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi suatu kebutuhan terutama dalam melatih penalaran konsep, metode berfikir logis, sistematik dan konsisten. Oleh karena itu mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama.

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Matematika umumnya identik dengan perhitungan angka-angka dan rumus-rumus, sehingga munculah anggapan bahwa skill komunikasi tidak dapat

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015

41 dibangun pada pembelajaran

matematika. Meskipun matematika mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia tidak sedikit siswa menganggap pelajaran matematika sulit dimengerti, menakutkan dan tidak sedikit yang tidak menyukainya bahkan membencinya sehingga mengakibatkan prestasi siswa menurun. Oleh karena itu, guru harus bisa merubah paradigma bahwa mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang mengasyikan dan menyenangkan. Russefendi (2006:94) bahwa matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmiyawan), sebagai pembimbing pola pikir, maupun sebagai pembentuk sikap. Dalam hal belajar matematika sangatlah perlu diperhatikan dalam mengkomunikasikan antara materi pelajaran dengan kondisi siswa saat itu. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah dengan situasi.

Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan siswa.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM dalam Priatna, 2003) menyatakan bahwa komunikasi merupakan bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Tanpa komunikasi yang baik, maka perkembangan matematika akan terhambat. Fakta ini menjadi tantangan bagi masyarakat pendidikan matematika dalam usaha mereka untuk mengkomunikasikan apa yang sudah mereka evaluasi, percaya, dan mengenal siswa sedemikian hingga para siswa menjadi terdidik secara metematik.

Komunikasi menjadi sesuatu yang utama dalam mengajar, menilai, dan dalam pembelajaran matematika.

Dari hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, bahwa prestasi Indonesia menepati peringkat 38 dengan skor 386 dari 63 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penelitian tahun 2007 yang mendapat skor 397 dengan peringkat 35 dari 49 negara yang siswanya diteskan. Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan studi internasional tentang prestasi asso dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama. Studi ini dikoordinasikan oleh The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda. TIMSS merupakan studi yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali, yaitu pada tahun 1995, 1999, 2003, 2007, 2011, dan seterusnya. Indonesia sepenuhnya berpartisipasi sejak tahun 1999. Pada tahun 1999 sebanyak 38 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 46 negara dan pada tahun 2007 kembali bertambah menjadi 49 negara dan pada tahun 2011 bertambah menjadi 63 negara (Kompas.com, Jumat, 14 Desember 2012).

Kemampuan komunikasi matematis siswa di lapangan masih sangat rendah, hal ini berdasarkan pengalaman peneliti.Peneliti menemukan tidak sedikit siswa yang, mengalami kesulitan dalam memahami soal serta mengkomunikasikan dalam bahasa matematis yang pada akhirnya jika tidak bisa mengkomunikasikan soal yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi, mereka pun tidak bisa memahami materi yang berhubungan

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015

42 dengan kemampuan komunikasi serta

nilai mereka pun akan jelek.

Oleh karena itu model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankkan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut maka peneliti tertarik untuk membuat penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMP. B. Rumusan Masalah

Berdasarakan uraian latar belakang diatas, maka fokus kajian tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran melalui metode Contextual Teaching and Learning (CTL) ?

2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran metode Contextual Teaching and Learning (CTL) di SMP pada pokok bahasan Kubus dan Balok ?

3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran pendekatan Contextual Teaching

and Learning (CTL) lebih baik daripada pembelajaran konvensional ?

4. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan mengunakan metode Contextual Teaching and Learning (CTL) ? C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.

agi Guru a)

ijadikan sebagai alternatif bagi guru matematika dalam memilih pendekatan pembelajaran yang lebih tepat untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam mata pelajaran matematika.

b)

ebagai pengembangann profesi para guru agar dapat meningkatkan inovasi mengajar dengan menerapkan berbagai bentuk pembelajaran.

c)

apat menambah khasanah pembelajaran yang sangat mungkin dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pelaksanaan tugas mengajar guru di sekolah.

2.

agi Sekolah a)

apat dijadikan masukan bagi pihak sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. b)

ebagai bahan masukan dalam peningkatan kualitas pengajaran serta menjadi pertimbangan

Volume 6, Nomor 1, Oktober 2015

43 untuk meningkatkan aktivitas

dan hasil belajar siswa khususnya dalam pelajaran matematika.

3. B

agi Instansi Pendidikan

a) Memberikan kontribusi dalam pembelajaran matematika terutama dalam bidang kemampuan komunikasi matematis siswa.

b) Sebagai bahan kajian bagi penelitian selanjutnya.

c) Sebagai bahan kajian dan perbandingan bagi para peneliti lainnya untuk mengembangkan model pembelajaran matematika di dalam kelas.

4. B

agi Peneliti

a) Dapat menambah pengalaman mengenai pembelajaran di sekolah.

b) Peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah peneliti dapatkan selama perkuliahan. c) Menambah pengetahuan,

tentang model pembelajaran Contextual Teaching and Learning dan kemampuan komunikasi matematis siswa. d) Dapat dijadikan acuan untuk

kedepannya sebagai calon pendidik matematika nantinya dalam pelaksanan pembelajaran dan sebagai acuan dalam penelitian yang berikutnya. D. Landasan Teori

Dokumen terkait