• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tomat merupakan salah satu komoditi hortikultura yang cukup mudah mengalami perubahan harga. Harga jual tomat bisa berfluktuasi bahkan hanya dalam hitungan hari. Berdasarkan laporan harian harga produsen komoditas sayuran tingkat kabupaten/kota yang dikeluarkan Departemen Pertanian RI, selama periode Januari sampai Desember 2012 rata-rata harga jual tomat tertinggi di Kabupaten Cianjur terjadi pada Bulan Januari yang mencapai Rp4 023.81 per kilogram sedangkan rata-rata harga tomat terendah terjadi pada Bulan November yaitu sebesar Rp850.00 per kilogram.

Penelitian ini mencoba menghitung dan membandingkan tingkat risiko harga tomat yang diterima petani jika menjual ke koperasi dan jika menjual ke pengumpul. Perbandingan tingkat risiko harga antara penjualan tomat ke koperasi dan penjualan tomat ke pengumpul dilakukan karena koperasi dan pengumpul merupakan dua tujuan utama penjualan tomat yang dilakukan oleh petani. Data

54

harga koperasi yang digunakan diperoleh dari Koperasi Mitra Tani Parahyangan yang berlokasi di Desa Tegallega Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. Koperasi tersebut dipilih karena ada beberapa petani responden yang menjual hasil panennya kepada koperasi Mitra Tani Parahyangan. Data harga jual petani ke pengumpul akan diwakili oleh data harian harga produsen di Kabupaten Cianjur. Hal tersebut dilakukan karena tidak lengkapnya data yang tersedia di lapangan mengenai harga jual petani kepada pengumpul. Data yang digunakan merupakan data time series sebanyak 50 data. Data yang dibandingkan merupakan data dengan kondisi waktu (tanggal) yang sama antara data harga jual petani di koperasi dengan harga produsen di Kabupaten Cianjur.

Penilaian risiko didasarkan pada pengukuran penyimpangan (deviation) terhadap return dari suatu aset. Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur penyimpangan adalah varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran statistik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat risiko harga yang terjadi pada harga jual tomat yang dilakukan oleh petani.

Tingkat Risiko Harga Tomat

Terdapat perbedaan harga jual tomat di antara koperasi dan data harian harga produsen komoditas sayuran Kabupaten Cianjur. Perbedaan harga tersebut mengakibatkan perbedaan tingkat risiko yang dihadapi oleh petani. Data harga jual tomat yang diperoleh dari koperasi tidak berlanjut setiap bulannya, karena petani dari Desa Gekbrong tidak setiap bulan mengirimkan hasil panennya.

Data harga jual tomat yang dihitung dan dibandingkan sebanyak 50 data dari 50 periode penjualan yang berbeda namun dibandingkan dalam periode tanggal yang sama. Sebanyak 17 data berasal dari tahun 2011 yang diperoleh dari hasil penjualan di Bulan September, Oktober, dan November. Sebanyak 28 data berasal dari tahun 2012 yang diperoleh dari hasil penjualan di Bulan Februari, April, Agustus, September, dan Desember. Sedangkan sisanya sebanyak 5 data berasal dari tahun 2013 yang diperoleh dari hasil penjualan di Bulan Januari.

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa harga tertinggi selama 50 periode penjualan di koperasi adalah sebesar Rp4 000.00 per kilogram, harga terendahnya sebesar Rp1 500.00 per kilogram dengan rata-rata harga dari 50 periode penjualan sebesar Rp2 733.00 per kilogram.

55

Gambar 14 Harga jual tomat di koperasi Sumber: Koperasi Mitra Tani Parahyangan Cianjur, 2013

Harga tertinggi selama 50 periode penjualan di pengumpul yang datanya diwakili oleh data harian harga produsen komoditas sayuran Kabupaten Cianjur adalah sebesar Rp4 200.00 per kilogram, harga terendahnya sebesar Rp400.00 per kilogram dengan rata-rata harga dari 50 periode penjualan sebesar Rp1 992.00 per kilogram.

Gambar 15 Harga jual tomat di pengumpul Sumber: Departemen Pertanian RI, 2013

- 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 Harga per k g (R p ) Periode Penjualan - 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 Harga per k g (R p ) Periode Penjualan

56 Peluang

Peluang menunjukkan distribusi frekuensi terhadap suatu kejadian. Kondisi lingkungan internal maupun eksternal dapat mempengaruhi besar atau kecilnya nilai suatu peluang. Setiap periode penjualan mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh harga yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oleh karena itu, dari 50 periode penjualan, setiap periode mempunyai peluang sebesar 0.02. Pengembalian yang Diharapkan

Selain menghitung peluang, penting juga untuk menghitung nilai pengembalian yang diharapkan (expected return) dari suatu usaha atau bisnis yang dijalankan. Nilai expected return dapat dihitung dengan mengakumulasikan seluruh nilai penjualan tomat pada suatu periode yang dikalikan dengan peluang kejadiannya. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai expected return penjualan tomat ke koperasi adalah Rp2 773.00 per kilogram. Sedangkan

expected return penjualan tomat ke pengumpul sebesar Rp1 992.00 per kilogram. Varians

Varians merupakan akumulasi selisih kuadrat dari return dengan expected return yang dikalikan dengan peluang dari setiap periode penjualan. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai varians harga penjualan tomat ke koperasi sebesar 757 001.0204. Sedangkan varians harga penjualan tomat ke pengumpul sebesar 952 179.5918. Berdasarkan nilai variansnya, dapat diketahui bahwa penjualan tomat ke koperasi memiliki nilai varians yang lebih kecil yang menunjukkan nilai penyimpangan yang lebih kecil dan tingkat risiko harga yang lebih kecil pula.

Standar Deviasi

Nilai Standar deviasi dapat diperoleh dengan menghitung akar kuadrat dari nilai varians. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai standar deviasi harga penjualan tomat ke koperasi sebesar 870.0581, sedangkan nilai standar deviasi harga penjualan tomat ke pengumpul sebesar 975.7969. Berdasarkan nilai standar deviasinya, dapat diketahui bahwa penjualan tomat ke koperasi memiliki nilai standar deviasi yang lebih kecil yang menunjukkan tingkat risiko harga yang lebih kecil.

Koefisien Variasi

Nilai koefisien variasi dapat dihitung dengan mengukur rasio nilai standar deviasi dengan tingkat pengembalian yang diharapkan. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai koefisien variasi harga penjualan tomat ke koperasi sebesar 0.3184, sedangkan nilai koefisien variasi harga penjualan tomat ke pengumpul sebesar 0.4899. Berdasarkan nilai koefisien variasinya, dapat diketahui bahwa penjualan tomat ke koperasi memiliki nilai koefisien variasi yang lebih kecil yang menunjukkan tingkat risiko harga yang lebih kecil.

57 Pengukuran tingkat risiko harga tomat secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22 Pengukuran tingkat risiko harga tomata

Ukuran Penjualan ke koperasi Penjualan ke pengumpul

Expected return Rp2 773.00 Rp1 992.00

Varian 757 001.0204 952 179.5918

Standar deviasi 870.0581 975.7969

Koefisien variasi 0.3184 0.4899

aSumber: Data primer, 2013

Bagi setiap orang, keputusan untuk memilih suatu alternatif dalam melaksanakan usaha dapat ditentukan dengan melihat tingkat pengembalian dari investasi yang dilakukannya ataupun dari tingkat risiko yang dimiliki oleh masing-masing alternatif. Pada kasus kali ini, petani tomat dapat memilih menjual hasil panennya melalui pengumpul ataupun bekerja sama dengan koperasi. Jika dilihat berdasarkan tingkat pengembalian yang diharapkan, penjualan tomat melalui koperasi memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan menjual tomat melalui pengumpul. Begitu juga jika dilihat dari tingkat risikonya. Jika dilihat dari nilai varians, standar deviasi, maupun koefisin variasi, secara keseluruhan nilainya lebih kecil jika petani melakukan penjualan hasil panen ke koperasi dibandingkan menjual ke pengumpul. Berdasarkan nilai koefisien variasi, dari setiap Rp10 000.00 yang diharapkan petani jika menjual tomat ke koperasi akan ada

risiko sebesar Rp3 184.00. Sedangkan jika menjual ke pengumpul, dari Rp10 000.00 yang diharapkan akan ada risiko harga yang dihadapi sebesar Rp4 899.00.

Jika dilihat dari risiko bisnisnya, menjual hasil panen tomat kepada pihak koperasi memiliki tingkat kerugian yang lebih rendah karena memiliki nilai risiko harga yang lebih kecil. Menjual hasil panen tomat kepada pihak koperasi akan menjadi pilihan utama bagi petani yang sudah berorientasi bisnis dalam proses usahataninya. Namun kenyataan di lapang, berdasarkan wawancara langsung kepada petani tomat di Desa Gekbrong, dari total 38 petani responden hanya 3 orang yang menjual hasil panenya kepada pihak koperasi. Sebanyak 32 orang petani masih menjual ke pengumpul, dan 3 orang lainnya menjual sendiri hasil panennya. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan petani tomat tidak menjual ke koperasi, di antaranya karena adanya ketergantungan modal kepada pihak pengumpul sehingga petani harus menjual hasil panennya ke pengumpul. Selain itu juga karena petani sudah memiliki kebiasaan menjual langsung kepada pengumpul. Keterbatasan informasi mengenai prosedur penjualan ke koperasi juga menjadi salah satu penyebab petani belum menjual hasil panennya ke koperasi.

Menurut petani tomat yang menjual hasil panennya ke koperasi, proses penjualan tomat ke koperasi tidak berbeda jauh seperti menjual tomat kepada pengumpul. Pihak koperasi menjemput tomat yang sudah selesai dipanen, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk mengantarkan hasil panennya ke lokasi koperasi. Proses grading langsung dilakukan oleh pihak

58

koperasi, kemudian jumlah tomat kualitas tinggi dan kualitas lokal akan diinformasikan kepada petani. Proses pembayarannya pun tidak jauh berbeda antara menjual langsung ke pengumpul maupun menjual ke koperasi. Pengumpul akan membayarkan tomat yang diperoleh dari petani setelah tomat yang diserahkan tersebut terjual di pasar. Harga jual yang ditetapkan bergantung pada harga jual tomat di pasar. Begitu juga dengan proses penjualan tomat ke koperasi, periode pembayaran tomat oleh koperasi dilakukan sesuai dengan kesepakatan awal antara petani dengan koperasi, tidak bisa langsung dibayarkan saat petani menyerahkan hasil panennya.

Alternatif Strategi Penanganan Risiko Harga

Risiko harga merupakan salah satu risiko yang cukup sulit untuk dikendalikan oleh petani. Harga jual tomat biasanya ditentukan oleh pasar sehingga petani hanya bisa menerima harga yang diberikan. Harga jual juga bisa berbeda bergantung saluran pemasaran yang dipilih oleh petani. Namun petani bisa melakukan beberapa hal agar harga jual mereka bisa lebih stabil dan tidak terlalu berfluktuasi, diantaranya diversifikasi tanaman, kontrak penjualan, pencatatan usahatani, dan pengolahan produk.

Diversifikasi Tanaman

Diversifikasi tanaman dapat diartikan sebagai penganekaragaman jenis tanaman untuk mengurangi ketergantungan pada suatu jenis tanaman. Kerugian petani akibat menurunnya harga jual tomat dapat sedikit diminimalkan dengan hasil panen dari jenis tanaman lain yang ditanam. Diversifikasi tanaman sudah banyak dilakukan oleh petani tomat di Desa Gekbrong. Saat musim hujan, sebagian besar petani tomat mengurangi lahan yang mereka gunakan untuk menanam tomat dan digunakan untuk menanam jenis tanaman lain yang bisa lebih tahan terhadap pengaruh hujan. Selain diversifikasi tanaman, sebagian petani yang memiliki lahan relatif sempit memilih untuk melakukan sistem polikultur atau menumpangsarikan tomat dengan tanaman lain di lahan yang sama. Beberapa contoh tanaman yang biasa ditumpangsarikan dengan tomat oleh petani adalah cabai, sawi, sawi hijau, dan brokoli.

Kontrak Penjualan

Penjualan tomat dengan sistem kontrak akan mengurangi risiko harga yang mungkin terjadi karena ada kepastian harga yang telah disepakati. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan yaitu menjual tomat ke koperasi. meskipun koperasi juga tetap mengikuti harga pasar, namun harga yang diberikan koperasi relatif lebih stabil. Beberapa ketentuan sistem kontrak mengharuskan petani untuk mengirimkan tomat sesuai kualitas produk yang telah ditentukan. Namun hal tersebut dapat mendorong petani untuk terus meningkatkan kualitas produk agar produknya dapat diterima. Kontrak penjualan antara petani dengan koperasi maupun lembaga lainnya belum banyak dilakukan oleh petani tomat di Desa Gekbrong. Kurangnya informasi dan adanya pengaruh kebiasaan petani menjadi kendala dalam pelaksanaan sistem kontrak penjualan.

59 Pencatatan Usahatani

Salah satu hal yang menyebabkan adanya fluktuasi produksi tomat adalah pengaruh musim. Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar petani mengatakan bahwa salah satu kendala yang mereka hadapi adalah musim. Produksi tomat dirasakan menurun saat musim hujan. Selain itu, pergantian musim dari musim kemarau ke musim hujan juga dapat mengurangi produktivitas tomat yang ditanam petani. Namun petani tidak dapat menyebutkan secara pasti jumlah perbedaan produktivitas saat musim kemarau dan musim hujan.

Harga tomat relatif menurun ketika musim kemarau, yaitu saat petani mencapai produktivitas optimal sehingga jumlah tomat yang ada di pasar meningkat. Sebaliknya, harga tomat relatif meningkat saat musim hujan, ketika banyak petani tomat yang mengalami gagal panen karena pengaruh musim hujan.

Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan membuat pencatatan usahatani. Adanya data dari hasil pencatatan bisa membantu petani mengetahui periode waktu ketika tomat dapat panen secara maksimal dan saat tomat mengalami produktivitas yang minimal. Petani bisa membuat jadwal waktu yang tepat untuk menanam tomat dan waktu yang tidak tepat untuk menanam tomat. Dengan begitu, petani bisa meminimalkan tingkat kerugian yang kemungkinan akan diterima jika petani menanam di waktu yang tidak tepat, dan memperkirakan harga jual yang mungkin diterima.

Pengolahan Produk

Salah satu penyebab rendahnya harga tomat di pasar adalah banyaknya tomat yang tersedia di pasar ketika panen raya. Saat panen raya petani hanya bisa menerima harga yang diberikan tanpa berbuat apa-apa. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah membuat produk olahan berbahan dasar tomat. Pengolahan tomat menjadi produk lain akan meningkatkan nilai jualnya sehingga mengurangi risiko harga yang terjadi saat harga jual rendah.

Di Desa Gekbrong, pengolahan tomat sudah dilakukan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT). Namun tomat yang diolah adalah jenis tomat sayur yang berukuran lebih kecil dan berwarna kehijauan. Sedangkan sebagian besar tomat yang dihasilkan petani tomat di Desa Gekbrong adalah tomat buah yang berukuran besar. Pengolahan tomat oleh petani tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya keahlian dan teknologi pengolahan. Dibutuhkan dukungan dari dinas dan instansi terkait agar petani memiliki keahlian dan teknologi yang dibutuhkan.

Dokumen terkait