• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Analisis Isi

Untuk melihat kecenderungan pemberitaan menggunakan salah satu cara yaitu dengan teknik analisis data. Analisis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah analisis isi, mengingat untuk melihat lebih jauh kecenderungan pemberitaan dalam media di Surat Kabar Media Indonesia dan Republika analisis isi adalah teknik analisis data yang paling tepat untuk dilakukan.

Analisis isi didefinisikan sebagai suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya (Klauss Krippendorff, 1993: 15). Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.

Definisi lainnya analisis isi yaitu suatu teknik penelitian ilmiah yang ditunjukkan untuk mengetahui gambaran karakteristik isi dan menarik inferensi dari isi yang ditujukan untuk mengidentifikasi secara sistematis dan dilakukan secara objektif, reliable, dan dapat replikasi (Eriyanto, 2013: 5). Sebagai suatu teknik penelitian, analisis isi mencakup prosedur-prosedur khusus pemrosesan data ilmiah. Sebagaimana semua teknik penelitian, ia bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan “fakta” dan panduan praktis pelaksanannya. Ia adalah sebuah alat.

Analisis isi memiliki beberapa ciri yakni: Objektif; yaitu penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi secara apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Peneliti menghilangkan bias, keberpihakan,

atau kecenderungan tertentu dari peneliti (Eriyanto, 2013:16). Sistematis; Riffe, Lacy dan Fico dalam Eriyanto (2013:19) menyatakan bahwa sistematis ini bermakna semua tahapan dan proses penelitian telah dirumuskan secara jelas, dan sistematis. Replikabel; replikabel berarti penelitian dengan temuan tertentu dapat diulang dengan menghasilkan temuan yang sama pula. Hasil-hasil dari analisis isi selama menggunakan bahan dan tekhnik yang sama, harusnya juga menghaslkan temuan yang sama (Neuendorf dalam Eriyanto, 2013: 21). Manifest; yakni melihat isi yang tampak. Holtsi dalam Eriyanto (2013: 23) menilai bahwa analisis isi hanya dapat dipakai menyelidiki isi yang tampak. Pengertian lain, yang diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang dirasakan oleh si peneliti. Summarizing; ciri lain analisis isi umumnya dibuat untuk membuat gambaran umum karateristik dari suatu isi/pesan. Analisis isi sebaiknya tidak berpretensi untuk menyajikan secara detail satu atau beberapa kasus isi. Analisis isi dapat di kategorikan sebagai sebagai penelitian yang bertipe nomotetik yang ditujukan untuk membuat generalisasi dari pesan, dan bukan penelitian jenis idiographic yang umumnya bertujuan membuat gambaran detail dari suatu fenomena (Neudorf dalam Eriyanto, 2013:29). Generalisasi; Analisis isi tidak hanya juga bertujuan berpotensi untuk melakukan perangkuman generalisasi. Ini terutama jikalau analisis isi menggunakan sampel. Hasil dari populasi. Analisis Hasil dimaksudkan dari analisis untuk tidak menggambarkan dimaksudkan menganalisis secara detail satu demi satu kasus (Eriyanto, 2013:30).

Analisis isi banyak di pakai dalam lapangan ilmu komunikasi. Penggunaanya pun sering dipakai untuk menganalisis isi media cetak maupun

elektronik. Diluar itu, analisis isi juga dipakai untuk mempelajari isi semua konteks komunikasi baik komunikasi antarpribadi, kelompok, ataupun organisasi. Asalkan terdapat dokumen yang tersedia, analisis isi dapat diterapkan (Eriyanto, 2013:10).

Menurut Holsti (1969) dalam buku Eriyanto (2013 : 33) bahwa Fokus analisis isi digunakan untuk Menggambarkan Karakteristik pesan yaitu (menjawab pertanyaan who, how, to where) dan menarik kesimpulan penyebab dari suatu pesan (menjawab pertanyaan: why, what with effect). Menggambarkan Karakteristik pesan yaitu dengan deskriptif dan perbandingan 4 desain analisis isi yang umumnya dipakai untuk menggambarkan karakteristik pesan : Analisis isi digunakan untuk menggambarkan pesan dari sumber yang sama pada waktu yang berbeda, biasanya untuk mengetahui kecenderungan tren dari suatu pesan komunikasi. contohnya mengambil suatu kasus dan sumber, kemudian melihat perbedaan pesan dari satu waktu ke waktu lain. Analisis isi digunakan untuk menggambarkan pesan dari sumber yang sama, tetapi dalam konteks situasi yang berbeda. Biasanya perbandingan isi pesan antar negara atau antarbudaya. Analisis isi digunakan untuk pesan dari sumber yang sama, tetapi untuk khalayak yang berbeda misalnya perbedaan isi berita untuk pembaca, pendengar, pendengar atau pemirsa dengan segmen anak muda dan orangtua mengenai bentuk gaya (style). Analisis isi digunakan untuk menggambarkan pesan dari komunikator berbeda. Misalnya penelitian ini ingin melihat kasus yang sama dan bagaimana komunikator yang berbeda menghasilkan isi (content) dari kasus yang sama atau

untuk melihat bagaimana kasus tersebut diberitakan oleh sumber/ media yang berbeda.

Sebagai metode yang sistematis, analisis isi mengikuti proses tertentu. Menurut Neuendorf dalam Eriyanto (2013: 21) terdapat langkah strategis tahapan penelitian analisis isi yakni: pertama, merumuskan tujuan analisis; mencakup apa yang ingin diketahui lewat analisis isi, hal-hal apa saja yang menjadi masalah penelitian dan ingin di jawab lewat analisis isi. Kedua, konseptualisasi dan operasionalisasi; merumuskan konsep penelitian dan melakukan operasionalisasi sehingga konsep bisa diukur. Misalnya, analisis isi ingin melihat objektivitas pemberitaan. Dirumuskan dengan operasional ; cekricek, keberimbangan. Ketiga, Lembar Coding (Coding Sheet); yaitu menurunkan operasionalisasi ke dalam lembar coding. Lembar coding memasukan hal yang ingin dilihat dan cara pengukurannya. Keempat, populasi dan sampel; peneliti perlu merumuskan populasi dan sampel analisis isi. Apakah populasi bisa diambil semua (sensus). Kalau tidak menentukan teknik penarikan sampel dan jumlah sampel yang akan dianalisis. Kelima, training/pelatihan coder dan pengujian validitas realibilitas; peneliti memberikan pelatihan kepada coder yang akan membaca dan menilai isi. Peneliti menguji relibilitas. Jika realibilitas belum memenuhi syarat, dilakukan perubahan lembar coding sampai angka realibilitas tinggi. Keenam, proses coding; mengkode semua isi berita ke dalam lembar coding yang telah disusun. Ketujuh, perhitungan reliabilitas final peneliti; menghitung angka reliabilitas dari hasil coding dengan rumus/formula yang tersedia, seperti holsti, krippendorff.

Terakhir, input data dan analisis; melakukan input data dari lembar coding dan analisis data.

Adapun kategori yang ingin diteliti yaitu tema berita, sumber berita, dan nada berita. Peneliti memilih tema berita karena ingin menganalisis pemberitaan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih untuk mengetahui tujuan pemberitaan suatu media. Karena tema berita yang diambil oleh redaksi media dalam penelitian ini mengikuti apa yang dikemukakan oleh Sudirman Taba dalam

penelitian Hari Wahono dkk tahun 2017 dengan judul “Analisis Isi Berita Tentang

Pemerintah Daerah” yang menyatakan tema berita merupakan kebijakan redaksional. Tema berita yakni pembahasan yang diambil oleh surat kabar dalam menentukan pembahasan yang akan dijadikan sebuah pemberitaan dalam sebuah surat kabar.

Semua bentuk karangan ataupun tulisan pada awalnya ialah topik dan tema. Saat topik dipilih segera muncul rumusan tema. Topik memiliki sifat yang sangat luas. Namun hanya ada satu tema yang bersifat khas (Sumadiria, 2005:190). Rumusan tema biasanya hanya terdiri atas satu kalimat, tidak bisa lebih. Hal itulah yang membedakan topik dengan tema. Dalam merumuskan tema ada tiga hal yang harus dipertimbangkan, dan itu bisa disebut sebagai syarat sebuah tema yakni: tema harus merupakan hal yang orisinil dan khas. Artinya, bukan merupakan tiruan atau hal yang sudah umum diketahui atau sudah pernah ditulis orang lain. Tema harus dapat dirinci atau dikembangkan sebagai suatu pemikiran yang logis dan objektif. Tema haruslah merupakan satu kesatuan pikiran atau gagasan yang

berfungsi sebagai arah atau tujuan penulisan. Tema menjadi gagasan sentral agar penulisan bisa fokus dan tajam.

Dalam pemberitaan mengenai Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih di Media Indonesia dan Republika periode 03 Oktober 207-30 Oktober 2017 seputar: 1). Menagih janji kampanye Anies-Sandi, 2). Kasus yang melibatkan Sandiaga, 3). Pidato Pertama Anies Baswedan, 4). Kinerja Anies-Sandi, 5). Harapan terhadap Anies-Anies-Sandi, dan 6). Kinerja gubernur terdahulunya.

Meneliti sumber berita untuk melihat seberapa berimbangnya media dalam sebuah pemberitaan. Media bebas memilih sumber untuk pemberitaan, bahkan sumber dijadikan kontruksi berita (Eriyanto, 2005: 52). Sumber berita harus layak dipercaya dan menyebutkan nama sumber tersebut. Sumber-sumber yang tidak disebutkan identitasnya merupakan isu yang tidak bisa dipertanggung jawabkan (Sumadiria, 2005:95). Narasumber dari suatu berita biasanya memilki latar belakang yang tidak sama. Narasumber yang akan diwawancarai secara garis besar jika dilihat dari kepentingan yang mereka wakili dapat dijadikan indikator penelitian yaitu : Gubernur-Wakil Gubernur terpilih; merupakan narasumber berita yang berasal dari Anis Baswedan-Sandiaga Uno. Pemerintah; merupakan narasumber berita yang berasal dari pegawai pemerintah dari tingkat daerah sampai pusat yang mendasarkan kekuasaannya pada penguasaan administrasi, misalnya seperti: presiden, wakil presiden, gubernur, walikota, bupati, sekretaris daerah, dll. Lembaga dan atau organisasi; yakni seperti kumpulan orang-orang dengan tujuan bersama seperti MUI, dll. Masyarakat; Politisi; seperti Anggota DPRD, DPR, dll. Penegak hukum; yakni aparat kepolisian, jaksa, dll. Intelektual;

yakni akademisi, ahli, pengamat, mahasiswa. Tim sukses dan atau tim sinkronisasi; yakni orang-orang yang berada dalam lingkup Anies-Sandi yang membantu. Dan Djarot Saeful Hidayat; yang merupakan mantan Gubernur DKI Jakarta.

Meneliti nada berita, karena nada berita didefinisikan sebagai kecenderungan arah berita yang disajikan oleh suatu media. Suroso (2002) dalam Jurnal Darwis Sagita (2016) perihal perspektif pemberitaan mengatakan bahwa perspektif pemberitaan dalam surat kabar antara lain adalah perspektif pro masyarakat, perspektif netral, dan perspektif pro yang lain.Perspektif pro; masyarakat adalah sudut pandangan dalam melihat dan melaporkan suatu peristiwa didasari oleh nilai keyakinan, ide dan pandangan dari masyrakat. Perspektif netral; adalah sudut pandang dalam melihat dan melaporkan suatu peristiwa yang didasari oleh sikap wartawan yang akomodatif dan netral terhadap semua pihak yang terlihat dalam wacana berita, yakni masyarakat di satu sisi dan masyarakat di pihak lain. Perpektif pro yang lain; adalah sudut pandang dalam melihat dan melaporkan suatu peristiwa yang didasari sikap wartawan yang pro dengan golongan, institusi atau pihak tertentu.

Dimuatnya pendapat dari narasumber dapat memberikan nada dalam pemberitaan atau kecenderungan yang bersifat positif, netral atau negatif. Pemberitaan dikatakan positif jika cenderung memberikan pujian terhadap suatu kasus atau pemberitaan. Dikatakan negatif jika pemberitaan cenderung mengkritik sementara itu bersifat netral jika didalam pemberitaan terdapat pujian maupun kritikan (Iriantara,2006: 78). Nada berita dapat dilihat dari penilaian kalimat

dalam berita yang menjadikan kalimat itu positif, negatif atau netral. Seperti sebagai berikut: berita positif; yang memberikan pernyataan mendukung seperti memuji, menyanjung, dan menyetujui. Berita netral; yang memberikan pernyataan seimbang atau tidak bersikap memihak. Dan berita negatif; yang memberikan pernyataan tidak mendukung seperti mencela, meremehkan, dan menolak.

2.4 Agenda Setting Theory

Disadari atau tidak, sebagian besar masyarakat di Indonesia masih menjadikan media massa sebagai salah satu jembatan informasi tentang berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat, baik yang sedang menjadi perhatian maupun yang luput dari perhatian mereka. Kenyataan menunjukan, keterlibatan media dalam membentuk opini publik adalah sebuah kekuatan tersendiri yang dimilikinya dan itu sangat berpengarauh dalam tatanan kehidupan dimasyarakat.

Pers indonesia seperti pers dunia pada umumnya tidak lagi sekedar kegiatan profesi, tetapi berkembang menjadi usaha ekonomi (industri). Pekerjaan pers bukan lagi sekedar aktivitas idealistik. Sebagai aktivitas ekonomi, motif mencari laba harus diterima sebagai kenyataan yang tidak mungkin dielakkan. Hal ini sangat mempengaruhi politik pemberitaan atau siaran, hubungan kerja dengan wartawan, dan pergeseran kewajiban-kewajiban etik pers. Sebagai “pekerja”, wartawan tidak begitu berdaya. Harus senantiasa tunduk pada politik pemberitaan dan kehendak pemilik. Pemilik bukan saja disatukan oleh motif ekonomi tetapi juga peran politik yang dijalankan (Bagir Manan, 2012 : 188-189).

Di era globalisasi ini, kebutuhan akan informasi yang cepat menjadi sangat penting bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk komunikasi massa yang mampu menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa yang terjadi. Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi media yang kemudian mengarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa media massa yang kemudian mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media massa yang sering disebut dengan konglemerasi media.

Dengan maraknya kepemilikan konglemerasi media, kepemilikan media semakin terkonsentrasi pada segelintir pemilik, hal ini berpotensi membahayakan kemerdekaan pers. Terbukti pemilik dengan mudah mempermainkan fungsi pers sekedar menjadi alat kepentingan politiknya. Dalam konteks pemilu, pemilik media adalah ancaman serius dari independensi jurnalis dan profesionalisme pers, khususnya pemilik media yang berambisi memenangkan jabatan politik dan berafiliasi pada partai politik. Pada Pemilu Tahun 2014, Dewan Pers merilis sedikitnya ada tiga pemilik konglemerasi media berkompetisi untuk menjadi penguasa politik. Dan mereka terbukti menyalahgunakan media miliknya sekedar menjadi corong kampanye politik (Bagir Manan, 2014 : 3).

Pada kontentasi Pilkada DKI Jakarta 2017 kemarin, partai politik dan calon gubernur dan wakil gubernur berupaya memanfaatkan media massa yang dapat mempengaruhi opini publik dan sekaligus memanfaatkan kelemahan para jurnalis dan pekerja media dengan terpaksa atau sukarela menjual idealisme mereka. Kecenderungan media-media yang disatukan dengan kepemilikan

pemiliki modal berkepentingan politik dan lainnya menjadikan rawan dimanfaatkan. Bahkan ada media yang terang-terangan menjual celah-celah titipan agenda setting bagi siapa saja yang siap membayar.

Agenda setting diperkenalkan oleh Mc Combs dan DL Shaw dalam Public Opinion Quarteley tahun 1972 berjudul The Agenda setting Function of Mass Media. Asumsi dalam teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting (Haryanto, 2003 :81). Media menata atau men-setting sebuah agenda terhadap peristiwa ataupun isu tertentu sehingga dianggap penting oleh publik. Caranya, media dapat menampilkan isu-isu itu secara berkelanjutan dengan memberikan ruang dan waktu bagi publik untuk mengonsumsinya, sehingga publik sadar atau tahu akan isu-isu tersebut kemudian publik menganggap penting dan meyakininya. Dengan kata lain, isu yang dianggap publik penting karena media menganggapnya penting.

Menurut Onong Uchjana Effendy (dalam Haryanto, 2003: 82), teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. McCombs dan Donald Shaw mengatakan pula bahwa audien tidak hanya mempelajari berita-berita dalam hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.

Dalam melihat dampak konglomerasi, kita menjabarkan aspek-aspek penting dalam teori agenda setting, yaitu agenda media, agenda khalayak, dan

agenda kebijakan. Ketika aspek inilah yang bisa menjalankan mengenai dampak konglomerasi dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 hingga pelantikan Anies-Sandi sebagai Gubernur DKI Jakarta terpilih lalu. Dengan kekuatan modal dan kepentingan politik kapitalis, media dijadikan sebuah alat untuk memuluskan langkah mereka mendoktrin khalayak dengan visi dan misi yang mereka gembar-gemborkan.

Agenda media, menurut Rogers dan Dearing (dalam Haryanto, 2003: 84), agenda media adalah daftar isu-isu dan peristiwa-peristiwa pada suatu waktu yang disusun menurut urutan kepentingan. Media mengadakan proses seleksi terhadap peristiwa sehari-hari berdasarkan politik pemberitaan masing-masing media yang merupakan interprestasi subjektif media massa (Haryanto, 2003: 88).

Agenda khalayak, Water Lippman mendefinisikan agenda khalayak sebagai sederet isu pada waktu tertentu yang dianggap penting oleh para individu (Haryanto, 2003: 87). Hal ini berarti bahwa agenda khalayak merupakan pemahaman atau penerimaan para anggota dalam mengarahkan perhatian mengenai suatu isu dalam kurun waktu tertentu. Posisi media dalam hal ini adalah bahwa surat kabar (melalui pemberitaan dan rubriknya) membantu khalayak memfokuskan perhatiannya pada isu/kejadian khusus (McCombs &Shaw,1972 dalam McQuail, 2000 : 86). Dengan demikian agenda khalayak berguna untuk mengetahui apakah suatu isu yang dianggap penting oleh media dianggap penting pula oleh khalayak. Terakhir, agenda khalayak mempengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang para pembuat kebijakan anggap penting, inilah yang disebut dengan agenda kebijakan (Litttlejhon, 2011 :415)

Namun dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti agenda media saja, tidak agenda khalyak dan agenda kebijakan. Karena peniliti ingin melihat agenda dari sisi keredaksionalannya saja. Agenda setting menentukan apa yang harus diberitakan sehingga menjadi agenda publik, yakni isu utama yang menjadi bahan pembicaraan, diharapkan agenda publik nantinya menjadi agenda kebijakan atau mempengaruhi agenda politik para pembuat kebijakan, yang pada akhirnya menentukan kebijakan publik. Sejatinya agenda setting setiap media disesuaikan dengan visi dan misi yang dimiliki. Visi-misi media massa adalah company philoshopy yang menjadi basic values yang harus ditaati para wartawan dalam menulis atau membuat berita. Namun ukuran layak tidaknya sebuah berita untuk disampaikan kepada publik tidak hanya berdasarkan news value, tapi juga ada berita-berita tertentu yang disesuaikan dengan agenda setting media masing-masing yang terkait dengan kepentingan perorangan, kelompok atau pemilik modal (Pembayun, 2015: 114). Kriteria layak tidaknya dan harus tidaknya sebuah berita disampaikan ke publik biasanya akan ditentukan oleh editorial policy. Dalam komunikasi massa disebut juga getekeeping, yakni a series of checkpoint yang dijaga oleh gatekeeper (para redaktur dan pemimpin redaksi). Sebuah berita harus melalui “gate” tersebut sebelum sampai ke publik. Artinya lolos tidaknya sebuah peristiwa diberitakan bergantung pada hasil pengecekan tersebut dan ditambah selera redaktur dan pemimpin redaksi atau pemilik modal yang terkadang subjektif.

Ditengah arus kebebasan pers dan dinamika media saat ini, media cetak dipandang menjadi media political message bagi kekuatan-kekuatan politik

termasuk kepentingan bagi para kandidat dalam perhelatan pemilihan kepala daerah langsung. Maka muncul pandangan bahwa institusi politik dan elite didalamnya kemudian memanfaatkan kehadiran media tersebut sebagai sarana memperoleh dukungan dan legitimasi terhadap kepentingan politik di tengah masyarakat.

Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi pada Surat Kabar Media Indonesia. Surat Kabar Media Indonesia yang dipimpin oleh Surya Paloh, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Nasdem. Seperti data KPU DKI Jakarta, Partai Nasdem merupakan salah satu partai pengusung pasangan Calon Gubernur DKI Jakarta Petahana, Ahok-Djarot pada Pilkada 2017 lalu. Dalam penelitian Chevy Damara, dengan judul penelitian, Teknik Analisis Isi Berita Basuki Tjahaja Purnama Sebelum dan Sesudah Pilkada DKI Jakarta Putaran Ke II, hasil penelitiannya menyatakan bahwa Media Indonesia dalam menyajikan pemberitaan lebih pro kepada pasangan Ahok-Djarot, berita-berita positif mengenai Ahok-Djarot tersaji hampir setiap hari di Surat Kabar Media Indonesia. Hal ini tentu saja memungkinkan pemilik media mempengaruhi konten dalam pemberitaan. Setelah kontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 usai, dengan hasil Ahok-Djarot gagal melanjutkan kepemimpinannya, peneliti ingin mengetahui pemberitaan yang disajikan Media Indonesia dalam memberitakan pelantikan Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebagai Gubernur DKI Jakarta Terpilih, apakah Media Indonesia masih tetap memegang ideologinya sebagai media kontra Anies- Sandi karena belum move on dari perhelatan Pilkada, atau malah sebaliknya, menjadi media pro kepada Anies-Sandi.

2.5 Definisi Variabel

Tabel 2.1 Definisi Variabel

Variabel Dimensi Indikator

Variabel 1 Tema Berita

Tema Berita 1. Menagih janji kampanye Anies - Sandi

2. Kasus yang melibatkan Sandiaga

3. Pidato Pertama Anies Baswedan

4. Kinerja Anies – Sandi 5. Harapan terhadap Anies –

Sandi

6. Kinerja gubernur terdahulunya Variabel 2 Sumber

Berita

Narasumber Berita 1. Anies Baswedan – Sandiaga Salahuddin Uno 2. Pemerinta 3. Lembaga/organisasi 4. Masyarakat 5. Politisi 6. Penegak hukum 7. Mahasiswa/Intelektual 8. Tim Sukses/ Tim

Sinkronisasi

9. Djarot Saepul Hidayat

Variabel 3 Nada Berita

1. Positif 2. Netral 3. Negatif

1. Berita yang memberikan pernyataan mendukung seperti memuji, menyanjung, menyetujui.

2. Berita yang memberikan pernyataan seimbang atau tidak bersikap memihak, seperti berita yang memberitakan dari dua narasumber yang berlawanan bukan hanya dari satu pihak (cover both side)

3. Berita yang memberikan pernyataan tidak mendukung seperti mencela,

meremehkan, menolak.

2.6 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan pendapat atau pernyataan yang masih belum tentu kebenarannya, masih harus diuji lebih dulu dan karenanya bersifat sementara atau dugaan awal. Champion dalam Kriyantono menjelaskan hipotesis yaitu teori, proposisi yang belum terbukti, diterima secara tentatif untuk menjelaskan fakta-fakta atau menyediakan dasar untuk melakukan investigasi dan menyatukan argument. Karena masih bersifat sementara, hipotesis dapat dikatakan sebagai “tentative statement abaut reality”. Hipotesis harus diuji melalui riset dengan mengumpulkan data empiris (Kriyantono, 2010 : 28).

Penolakan dan penerimaan sebuah hipotesis tidak ada kaitannya dengan penilaian kredibilitas peneliti atau penelitian. Karena dalam penelitian ada dua kemungkinan hipotesis, diterima atau ditolak. Hipotesis hanya dugaan awal, pernyataan sementara yang memang hanya dibuktikan kebenarannya melalui riset. Hipotesis dalam riset ini yakni :

Hipotesisi pertama, yakni pemberitaan sebelum pelantikan:

H0 : Terdapat kecenderungan dalam pemberitaan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih sebelum dilantik.

Ha : Tidak terdapat kecenderungan dalam pemberitaan pelantikan Gubernur DKI Jakarta terpilih sebelum dilantik.

H0 : Terdapat kecenderungan dalam pemberitaan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih sesudah dilantik.

Ha : Tidak terdapat kecenderungan dalam pemberitaan pelantikan Gubernur DKI Jakarta terpilih sesudah dilantik.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait